• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII CONTOH PENELITIAN METODE RESEARCH &

B. Landasan Teori

2.2 Kerangka Berfikir

BAB III METODE PNELITIAN 3.1 Model yang Dikembangkan 3.2 Prosedur Pengembangan 3.3 Uji Coba Produk

3.3.1 Desain Uji Coba 3.3.2 Subyek Uji Coba 3.3.3 Jenis Data

3.3.4 Instrumen Pengumpul Data 3.3.5 Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Bentuk Pelatihan di MGMP IPA SMP

4.1.2 Kebutuhan Pelatihan IPA Terpadu Guru IPA 4.1.3 Final Model Manajemen Pelatihan IPA

4.1.4 Diskripsi Model Manajemen Pelatihan IPA 4.1.4.1 Rasional

4.1.4.2 Pengertian

4.1.4.3 Pengelola Pelatihan

4.1.4.4 Unsur Manajemen Pelatihan 4.1.4.5 Tindak lanjut Pasca Pelatihan 4.1.4.6 Hasil Pasca Pelatihan

4.2 Pembahasan Produk Akhir

4.2.1 Kajian Kenyataan, Kendala, minat

4.2.2 Pengembangan Model Manajemen Pelatihan 4.2.3 Paket Pelatihan IPA terpadu

4.2.4 Kajian Penilaian Peserta terhadap Hasil 4.3 Kajian Kemampuan Profesional Guru IPA

4.4 Kajian Final Hasil Penelitian Pengembangan Model

4.5 Keunggulan Hasil Penelitian Pengembangan Model

4.6 Kelemahan Hasil Penelitian Pengembangan Model BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Simpulan Produk 5.2 Keterbatasan Produk 5.3 Implikasi 5.4 Saran DAFTAR PUSTAKA BIODATA PENULIS

CONTOH PENELITIAN METODE RESEARCH

& DEVELOPMENT (R & D)

Faktual penelitian dengan Metode Research & Development (R & D) telah dilakukan oleh Saputro, B (2012) dengan judul: “ Pengembangan Model Manajemen Pelatihan IPA Terpadu Dalam Rangka Peningkatan Kompetensi Profesional Guru IPA di Kabupaten X”. Adapun Secara ringkas penelitian dengan Metode Research & Development (R & D) adalah sebagai berikut:

A. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, telah mengalami empat kali perubahan kurikulum yaitu: tahun 1984, 1994, 2004 dan tahun 2006. Kurikulum saat ini pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP memberikan otonomi pada sekolah untuk mengelola dan menyesuaikan potensi yang

dimiliki sekolah, agar sekolah tersebut dapat meningkatkan mutu sesuai dengan kondisinya. Perubahan kurikulum ini diantaranya adalah adanya perubahan materi dan nama mata pelajaran. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu mata pelajaran yang terdapat pada KTSP yang sebelumnya mata pelajaran tingkat SMP terdiri dari fisika dan biologi. Materi pelajaran IPA pada KTSP terdapat materi kimia. Perubahan tersebut menimbulkan kendala pelaksanaan pembelajaran di lapangan. Kendala lain adalah program pembelajaran IPA dilaksanakan secara terpadu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, untuk satuan pendidikan dasar dan menengah secara tegas dinya- takan bahwa substansi mata pelajaran IPA pada SMP/MTs merupakan IPA terpadu. Kenyataan di lapangan menun- jukkan bahwa, latar belakang pendidikan guru adalah Pendidikan Biologi atau Pendidikan Fisika. Hal tersebut dikarenakan pada Lembaga Tenaga Kependidikan yang ada, IPA diberikan telah memiliki keilmuan yang jelas yaitu: Pendidikan Biologi, Pendidikan Kimia dan Pendidikan Fisika. Pada Universitas bidang IPA merupakan ilmu murni yaitu: Biologi, Kimia dan Fisika. Berdasarkan latar belakang pendidikan guru tersebut, maka dalam pembelajaran IPA terfokus pada bidangnya masing-masing. Pembelajaran yang demikian bukan merupakan pembelajaran IPA terpadu. Berdasarkan fakta tersebut di atas, maka diperlukan peningkatan kualitas profesional guru IPA. Peningkatan kompetensi guru dan standar mutu pembelajaran perlu diterapkan demi proses pembelajaran yang lebih baik dan meningkatkan kompetensi guru. Empat standar kompetensi yang harus dimiliki seorang guru adalah sebagai berikut: kompetensi pedagogi, profesional, sosial, dan kompetensi

kepribadian (Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Menurut Saud (2009: 49) “guru yang profesional adalah guru yang memiliki seperangkat kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan perilaku) yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya”.

Pelatihan merupakan salah satu program yang dapat dijadikan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan bagi guru. Hanrahmawan (2010) melakukan penelitian terhadap manajemen pelatihan pada BLKI Makassar dalam mendukung penyerapan tenaga kerja di Kota Makassar. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) perencanaan program pelatihan pada BLKI Makassar yang berfokus pada identifikasi kebutuhan pelatihan telah dilaksanakan sesuai alokasi dana proyek yang tersedia, (2) pengembangan program pelatihan pada BLKI Makassar yang berfokus pada kerjasama pelatihan secara internal masih terjadi dikotomi jurusan serta ego sektoral dan kerjasama eksternal dengan perusahaan kurang berkembang bahkan kerjasama program pemagangan berjenjang belum ada lagi, (3) pelaksanaan program pelatihan pada BLKI Makassar berfokus pada pelaksanaan pelatihan berbasis kompetensi (CBT) belum sepenuhnya dilaksanakan, (4) evaluasi pela- tihan pada BLKI Makassar menunjukkan bahwa penilaian pelayanan pelatihan telah dilakukan namun hasil nya se- batas menjadi bahan koreksi dan perbaikan bagi mana- jemen, (5) dukungan revitalisasi manajemen pelatihan pada BLKI Makassar terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Makassar, menunjukkan bahwa BLKI Makassar sangat mendukung penyerapan tenaga kerja di Kota Makassar.

Program pelatihan diadakan dengan memfasilitasi guru untuk peningkatan kualitas pengetahuannya, agar

output yang dihasilkan dalam lembaga pendidikan dapat memenuhi tuntutan stakeholder baik regional, nasional maupun internasional. Selain itu juga penyampaian materi, strategi pembelajaran dapat dicapai secara terpadu. Pelatihan IPA terpadu akan lebih bermakna jika disertai dengan praktikum. Praktikum memberikan pengalaman langsung pada peserta dan memberikan konsep nyata tentang pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Praktikum IPA terpadu dapat membuat pemahaman keterpaduan yang jelas dan mengkongkretkan pemahaman yang abstrak. Dengan demikian IPA terpadu berfokus praktikum diperlukan dalam pengembangan pelatihan sebagai upaya peningkatan kemampuan profesional guru IPA.

Pelatihan IPA terpadu perlu dilaksanakan untuk dapat meningkatkan kompetensi profesional guru IPA. Pelatihan IPA terpadu belum pernah dilaksanakan di MGMP IPA SMP Kabupaten X, sehingga belum ada model dan perangkat pendukungnya. Pengembangan model manajemen pelatihan IPA terpadu bagi guru perlu dikembangkan berpijak pada model pelatihan yang sudah ada. Pengembangan model manajemen pelatihan IPA terpadu memberikan kemudahan bagi guru IPA dalam memahami materi pelatihan IPA terpadu dalam penyiapan, pemetaan Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi yang berpotensi untuk dipadukan, membuat silabus IPA terpadu, RPP pembelajaran IPA terpadu dan penyampaian IPA terpadu.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang muncul, dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut.

1 .Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di SMP mata pelajaran IPA terdapat materi kimia, fisika dan biologi dan pembelajaran IPA belum dilaksanakan secara terpadu.

2. Guru IPA SMP dituntut untuk menyampaikan IPA terpadu, namun kenyataan guru IPA SMP memiliki latar belakang Pendidikan Biologi atau Pendidikan Fisika, serta belum ada lulusan Sarjana Pendidikan IPA. Dengan demikian guru lebih menyukai materi yang sesuai bidang ilmunya.

3. Guru IPA belum pernah mendapatkan pelatihan IPA terpadu, sehingga perlu kebijakan untuk mengakomodir peningkatan pembelajaran IPA terpadu melalui pelatihan agar kualitas akademik guru dalam pembelajaran IPA terpadu lebih bermutu. Pelatihan perlu dilakukan pengelolaan agar dapat efektif meningkatkan kemampuan peserta.

4. Model manajemen pelatihan yang sudah ada di MGMP IPA SMP Kabupaten X belum melakukan evaluasi penyelenggaraan pelatihan dan belum ada tindak lanjut pasca pelatihan.

5. Selama ini belum ada model manajemen pelatihan IPA terpadu berfokus praktikum bagi guru IPA SMP secara khusus dalam rangka peningkatan profesional guru. 6. Pendidikan IPA terpadu lahir karena adanya ketim-

pangan skema berpikir holistik terintegrasi (menyeluruh dan terpadu) mengenai IPA.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah, penelitian ini akan dibatasi masalahnya pada pelaksanaan pelatihan

dan dikhususkan pada pengembangan model manajemen pelatihan IPA terpadu dalam rangka peningkatan pro- fesional guru IPA SMP di Kabupaten X berdasarkan analisis kebutuhan di sekolah. Adapun aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pengembangan model manajemen pelatihan IPA terpadu bagi guru IPA SMP di Kabupaten X merupakan fokus utama dalam penelitian ini.

2. Materi IPA terpadu dalam pelatihan pengembangan model manajemen ini adalah berdasarkan potensi keterpaduan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada kelas VII Semester I berfokus praktikum.

3. Hasil pelatihan sebagai upaya peningkatan kompetensi profesional dilakukan tindak lanjut pasca pelatihan di sekolah dengan menindaklanjuti tugas perangkat pembelajaran IPA terpadu yang telah dibuat guru IPA SMP pada saat pelatihan untuk dilaksanakan di sekolah. Implementasi pembelajaran IPA terpadu pasca pelatihan di sekolah dilaksanakan minimal sehari setelah pelatihan selesai, dengan supervisi kepala sekolah. Kepala sekolah merekomendasikan guru IPA SMP tamatan pelatihan sebagai wujud tindak lanjut pasca pelatihan dengan predikat tingkat profesional menggunakan skala likert 1 sampai 5.

4. Keefektifan model manajemen pelatihan dalam pene- litian ini adalah keterkaitan terhadap keberhasilan implementasi dari model manajemen pelatihan IPA terpadu yang digunakan dalam pelatihan bagi peserta (kemampuan pemahaman IPA terpadu sebelum dan setelah pelatihan, kemampuan profesional pasca pela tihan di sekolah, penilaian pelaksanaan model

manajemen pelatihan) dan penyelenggara pelatihan (penilaian pelaksanaan model manajemen pelatihan). 1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah perencanaan, pengorganisasian, pelak- sanaan, evaluasi dan monitoring pelatihan yang sudah ada di MGMP IPA SMP Kabupaten X?

2. Bagaimanakah tingkat kebutuhan pelatihan IPA terpadu bagi guru IPA SMP di MGMP IPA Kabupaten X?

3. Bagaimanakah bentuk pengembangan model mana- jemen pelatihan IPA terpadu dan paket pelatihan setelah validasi ahli dan praktisi bagi MGMP IPA SMP sebagai penyelenggara pelatihan?

4. Apakah model manajemen pelatihan IPA terpadu hasil pengembangan efektif dapat meningkatkan kompetensi profesional guru IPA SMP di Kabupaten X?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan model manajemen pela- tihan IPA terpadu yang efektif dari hasil pengembangan yang dapat meningkatkan kompetensi profesional guru IPA SMP di Kabupaten X.

1. Tujuan penelitian pengembangan ini secara khusus adalah sebagai berikut.

2. Untuk mendapatkan kondisi di lapangan yang sesung- guhnya tentang perencanaan, pengorganisasian, pelak- sanaan, dan evaluasi serta monitoring pelatihan yang sudah ada di MGMP IPA SMP Kabupaten X.

3. Untuk mendapatkan kondisi di lapangan pembelajaran IPA terpadu dan kebutuhan akan pelatihan IPA terpadu bagi guru IPA SMP di Kabupaten X.

4. Mendiskripsikan bentuk pengembangan model mana- jemen pelatihan IPA terpadu dan paket pelatihan IPA terpadu bagi guru IPA SMP di Kabupaten X setelah validasi ahli, praktisi dan uji coba pelatihan.

5. Menghasilkan model manajemen pelatihan IPA terpadu yang efektif dapat meningkatkan kompetensi profesional guru IPA SMP di Kabupaten X.

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis

1. Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu manajemen pendidikan, khususnya manajemen penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan.

2. Memberikan sumbangan berupa model manajemen pelatihan IPA terpadu beserta paket pelatihan bagi penyelenggara pelatihan khususnya MGMP IPA SMP. 1.6.2 Manfaat Praktis

1. Memberikan informasi kepada Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kepen- didikan (Ditjen PMPTK) dan Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen MPDM) sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas kompetensi khususnya guru IPA SMP.

2. Memberikan alternatif model manajemen pelatihan kepada Dinas Pendidikan, balai Diklat, LPMP dan MGMP IPA dalam pelaksanaan pelatihan bagi guru.

1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Model manajemen pelatihan IPA terpadu dapat mening katkan kompetensi profesional guru IPA SMP dalam pembelajaran IPA terpadu di sekolah dengan ciri sebagai berikut.

1. Model manajemen pelatihan IPA terpadu hasil pengembangan mudah dilakukan dan mudah dipahami bagi penyelenggara pelatihan, karena pengembangannya berdasarkan analisis kebutuhan dan temuan model manajemen pelatihan yang telah dilakukan di MGMP IPA SMP Kabupaten X. Model manajemen hasil pengem- bangan terdiri dari perencanaan, pengor ganisasian, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring serta tindak lanjut pasca pelatihan. Tindak lanjut pasca pelatihan meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pelaporan. 2. Model manajemen pelatihan IPA terpadu ini dapat

mengetahui kemampuan profesional tamatan pelatihan, karena dilengkapi dengan tahap tindak lanjut pasca pelatihan di lapangan yang dibawah supervisi atasan langsung tamatan pelatihan.

3. Model manajemen pelatihan IPA terpadu dilengkapi paket pelatihan yang terdiri: panduan manajemen pelatihan, pedoman manajemen pelatihan, pegangan instruktur pelatihan, pegangan peserta pelatihan serta materi pelatihan IPA terpadu berfokus praktikum. Paket pelatihan pada model manajemen pelatihan IPA terpadu ini dapat memudahkan bagi penyelenggara, instruktur dan peserta dalam pelaksanaan pelatihan.

1.8 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Pengembangan model manajemen pelatihan IPA terpadu ini berpijak pada pola manajemen dari peren- canaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring yang dilanjutkan pada tindak lanjut pasca pelatihan di sekolah. Asumsi dasar yang digunakan dalam pengem bangan model manajemen pelatihan IPA terpadu adalah sebagai berikut.

1. Pengembangan model manajemen pelatihan IPA terpadu mengacu pada langkah-langkah penelitian pengem- bangan Borg and Gall yang terdiri dari 10 langkah dan modifikasi dari Sukmadinata. Hasil pengem bangan model manajemen pelathan IPA terpadu yang peneliti lakukan sebatas pada langkah uji terbatas.

2. Pengembangan model manajemen pelatihan IPA terpadu dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru IPA SMP baru diuji coba di Kabupaten X. Pengembangan model manajemen pelatihan IPA terpadu ini belum dilakukan uji coba di MGMP daerah lain.

3. Materi pelatihan IPA terpadu berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang berpotensi untuk dipadukan pada kelas VII semester I baik teori maupun praktikum. Fokus praktikum adalah perubahan fisika dan kimia pada lilin menyala dan lilin dibakar serta penyulingan. Dua fokus praktikum dilakukan, karena dari tema tersebut dapat menjelaskan pengalaman langsung keterpaduan IPA.

B. LANDASAN TEORI 2.1 Deskripsi Teoritik

2.1.1 Konsep Dasar Pelatihan

Guru merupakan satu diantara sumber daya manusia. Guru memerlukan pengembangan diri khususnya pelatihan. Inti dari pelaksanaan pelatihan adalah bertujuan untuk meningkatkan kualitas, kompetensi profesional dan motivasi dalam melaksanakan kerja. Menurut Sedarmayanti (2010: 167) “masa pelaksanaan pelatihan dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) pre-service training (pelatihan pra-tugas), (2) in service training (pelatihan dalam tugas), (3) post service training (pelatihan purna/pasca tugas)”. Pelatihan menurut Hardjana (2001: 12) adalah “kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pekerja dalam pekerjaan yang diserahkan kepada mereka”. Kamil (2010: 151) pelatihan adalah “proses pemberdayaan dan pembelajaran, artinya individu harus mempelajari materi guna meningkatkan kemampuan, keterampilan dan tingkah laku dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari dalam menopang ekonominya (pendapatan)”. Simamora (2006: 273) menyatakan “pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan”. Notoatmodjo (2009: 16) “pelatihan (training) adalah bagian dari suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau kelompok orang”. Tulus (1993: 88) “pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek bagi para karyawan operasional untuk memperoleh keterampilan teknis operasional secara sistematis”. Hamalik (2007: 10) menyatakan bahwa:

Pelatihan adalah proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi.

Abdurrahman (2007: 5) mengemukakan “pendidikan dan pelatihan kompetensi profesional, pedagogi dan kompetensi sosial diperoleh guru melalui perkuliahan dan pelatihan-pelatihan”. Sedarmayanti (2010: 163) “pelatihan dan pengembangan merupakan usaha mengurangi atau menghilangkan terjadinya kesenjangan antara kemampuan karyawan dengan yang dikehendaki organisasi”. Henderson (1978: 14) in service training defined as “Structured activities

designed, exclusively or primarily, to improve professional performance”. (In servis training adalah kegiatan terstruktur yang dirancang secara eksklusif, untuk meningkatkan kinerja profesional). Wibowo (2010: 442) menyatakan bahwa:

Pelatihan (training) dan pengembangan (development) adalah merupakan investasi organisasi yang penting dalam sumber daya manusia. Pelatihan melibatkan segenap sumber daya manusia untuk mendapatkan penge tahuan dan keterampilan pembelajaran sehingga mereka segera akan dapat menggunakannya dalam peker- jaan.

Dari berbagai pendapat ahli tentang pengertian pelatihan di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa pelatihan merupakan proses kegiatan yang berguna untuk

peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat menunjang kompetensi seseorang di dunia kerja. 2.1.2 Tujuan Pelatihan

Pelatihan bagi guru memiliki tujuan yang akan dicapai. Tujuan pelatihan guru disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Program pelatihan yang dilakukan seyogyanya mampu mengurangi kesenjangan kemampuan antara yang dimiliki guru dengan yang diperlukan di lapangan/sekolah. Sedarmayanti (2010: 170) menyatakan tujuan khusus pelatihan adalah:

Untuk meningkatkan kualitas, produktivitas kerja, mutu perencanaan tenaga kerja, semangat/moral kerja, balas jasa tidak langsung, kesehatan dan keselamatan kerja, mencegah kadaluwarsa pengetahuan dan ketrampilan serta pengembangan diri. Tujuan umum pelatihan dan pengembangan dosen yaitu meningkatkan produktivitas organisasi melalui berbagai kegiatan antara lain: (1) mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, (2) mengembangkan ketrampilan/keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dan efektif, (3) mengembangkan/ merubah sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerja sama dengan sesama karyawan dan manajemen (pimpinan).

Tulus (1993: 89) berpendapat “pelatihan bertujuan: (1) meningkatkan produktivitas, (2) meningkatkan semangat dan gairah kerja, (3) mengurangi kecelakaan, (4) meningkatkan kesetabilan dan fleksibilitas organisasional”. Menurut Hamalik (2007: 12) “kegiatan pelatihan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja

peserta yang menimbulkan perubahan perilaku aspek- aspek kognitif, keterampilan dan sikap”.

Hardjana (2001: 15) menyatakan bahwa:

Pelatihan dalam arti luas mempunyai tujuan untuk membantu pekerja dalam hal sebagai berikut. (1) mempelajari dan mendapatkan kecakapan-kecakapan baru, (2) mempertahankan dan meningkatkan kecakapan- kecakapan yang sudah dikuasai, (3) mendorong pekerja agar mau belajar dan berkembang, (4) mempraktekkan di tempat kerja hal-hal yang sudah dipelajari dan diperoleh dalam training, (5) mengembangkan pribadi

pekerja, (6) mengembangkan efektifitas lembaga, (7)

memberi motivasi kepada pekerja untuk terus belajar dan berkembang.

Penulis menyimpulkan dari berbagai pendapat ahli di atas, bahwa pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi peserta pelatihan. Peningkatan kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan diharapkan dapat menghasilkan kinerja yang maksimal.

2.1.3 Prinsip dan Unsur –Unsur Program Pelatihan

Pelatihan merupakan kegiatan yang direncanakan, dilaksanakan secara sistematis dan metodis, dan dievaluasi secara tuntas. Titik tolak penetapan materi didasarkan pada kebutuhan peserta yaitu hal-hal yang relevan bagi mereka dalam situasi kongkret, baik dalam hidup pribadi, keluarga, masyarakat maupun ditempat kerja. Dalam peaksanaan pelatihan, selain materi dan metodenya, perlu pula diperhatikan prinsip, proses dan pendekatan yang akan digunakan. Hardjana (2011: 24-25) “prinsip-

prinsip dalam pelatihan adalah sebagai berikut: (1) belajar dari pengalaman, (2) melibatkan emosi dan budi, (3) melalui kebersamaan dan kerjasama, (4) melihat dan menemukan sendiri relevansi pelatihan”. Hamalik (2007: 35) menyatakan “program pelatihan meliputi unsur-unsur: peserta pelatihan, pelatih (instruktur), lamanya pelatihan, bahan pelatihan dan bentuk pelatihan”. Unsur program pelatihan IPA terpadu secara rinci unsur-unsur program pelatihan sebagai berikut.

1). Peserta pelatihan IPA terpadu

Peserta pelatihan perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta pelatihan yang diinginkan. Kriteria untuk memilih peserta pelatihan adalah: (1) guru IPA SMP Negeri atau Swasta yang mengajar di kelas VII, (2) berlatar belakang Sarjana Pendidikan Biologi atau Pendidikan Fisika atau Pendidikan Kimia, (3) bersedia mengikuti pelatihan IPA terpadu sampai selesai, (4) mempunyai minat dan motivasi untuk mengikuti pelatihan IPA terpadu.

2). Instruktur IPA terpadu

Instruktur sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pelatihan. Instruktur memegang peranan penting terhadap kelancaran dan keberhasilan program pela- tihan. Instruktur hendaknya dipilih yang profe sional. Instruktur pelatihan IPA terpadu memiliki kriteria sebagai berikut: (1) memiliki bidang keilmuan IPA, (2) jika berprofesi sebagai guru IPA memiliki masa kerja minimal 10 tahun sebagai guru IPA, (3) jika penulis buku IPA telah memiliki karya yang pernah diterbitkan

dan memiliki kerjasama dengan penerbit, (4) inovatif dan mampu menggunakan media serta mampu meng- opersionalkan komputer.

3). Materi pelatihan

Materi pelatihan terdiri dari teori pengantar praktikum dan praktikum IPA terpadu. Materi praktikum IPA terpadu yang dimaksud adalah berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang berpotensi dapat dipadukan kelas VII semester I.

4). Sarana dan prasarana serta konsumsi

Sarana dan prasarana serta konsumsi disediakan dengan konsep nyaman dan akomodatif. Kapasitas rua- ngan yang memadai dengan jumlah peserta. Terse dianya laboratorium untuk menunjang pemaha man praktikum IPA terpadu.

2.1.4 Proses Pelatihan

Pelatihan merupakan proses yang berjalan melalui tahap awal sampai tahap akhir. Hardjana (2001: 26) “proses pelatihan dilakukan dengan memperkenalkan pengetahuan, sikap, perilaku, kecakapan, keterampilan baru yang lebih segar dan produktif. Notoatmodjo (2009: 19) “proses pelatihan mencakup unsur: peserta, kurikulum, metode, organisasi pelatihan, pelatih, fasilitas dan biaya”. Skematis proses pelatihan seperti pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Skematis Proses Pelatihan (Notoatmodjo, 2009: 20)

Berdasarkan gambar 2.1, untuk mendapatkan lulusan yang berkemampuan dalam pelatihan melalui proses terlebih dahulu. Proses pendidikan dan pelatihan merupakan tahapan berupa silkus. Notoatmodjo (2009: 19) “siklus pelatihan secara garis besar adalah sebagai berikut: ana- lisis kebutuhan pelatihan, menetapkan tujuan pelatihan, pengembangan kurikulum, persiapan pelaksanaan diklat, pelaksanaan pelatihan dan evaluasi”. Siklus pelatihan adalah sebagai berikut.

1. Analisis Kebutuhan Pelatihan

Pelatihan yang dirangcang hendaknya berlandaskan pada analisis kebutuhan bagi peserta pelatihan. Menurut Tulus (1993: 90) “suatu kebutuhan pelatihan (training need) dilukiskan sebagai sesuatu yang timbul setiap saat bilamana suatu kondisi aktual berbeda dengan kondisi yang diharapkan dalam aspek manusia atau orang-orang dalam prestasi perusahaan”. Hardjana (2001: 34) “kebutuhan training adalah kekurangan

dalam bidang pengetahuan, sikap, perilaku, kecakapan, dan keterampilan pada peserta yang hendak dipenuhi melalui kegiatan training”.

Berdasarkan pengertian di atas, penulis berpen- dapat analisis kebutuhan merupakan langkah yang harus ditempuh sebelum pelatihan dilakukan, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Kebutuhan

training dapat dilakukan melalui teknik wawancara, kue sioner, masukan dan tes.

2. Menetapkan Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan merupakan perubahan kemam- puan perilaku. Dasar untuk menyusun tujuan pelatihan adalah dari hasil analisis kebutuhan yang telah dilakukan. Notoatmodjo (2009: 22) “tujuan pelatihan dibedakan menjadi dua yaitu: tujuan umum yakni rumusan tentang kemampuan umum yang akan dicapai peserta pelatihan dan tujuan khusus yakni rincian kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan umum ke dalam kemampuan

Dokumen terkait