• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

3 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

3

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kinerja penyuluh pertanian berkaitan dengan keberhasilan pelaku utama. Membangun pertanian dibutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yakni penyuluh yang berkualitas. Untuk membangun SDM dapat dilaksanakan melalui proses belajar dan mengajar dengan mengembangkan sistem pendidikan non formal diluar sekolah secara efektif dan efisien. Dalam hal ini, kinerja penyuluhan yang baik pada penyuluh pertanian dilaksanakan dengan cara mengadakan pelatihan serta penyuluh dibekali ilmu pengetahuan, keterampilan, pengenalan paket teknologi dan inovasi dibidang pertanian. Pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan yang cocok dilaksanakan adalah dengan pendekatan pembelajaran orang dewasa. Selain itu dalam kegiatan pelatihan harus digunakan metode yang tepat serta pemberian materi yang dibutuhkan oleh penyuluh pertanian. Kompetensi akan terbangun dengan adanya pelatihan yang sesuai dan kompetensi dari penyuluh tersebut dapat meningkat.

Kompetensi merupakan karakteristik mendasar seseorang yang menentukan terhadap hasil kerja yang terbaik dan efektif sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam suatu pekerjaan atau situasi tertentu (Spencer dan spencer, 1993). Kompetensi diduga menentukan perilaku dan kinerja (hasil kerja) seseorang dalam situasi yang beragam. Kompetensi akan terbangun dengan adanya pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan penyuluhan pertanian.

Kinerja penyuluh diduga ditentukan oleh karakteristik penyuluh, tingkat kesesuaian kurikulum pelatihan, tingkat kompetensi penyuluh pelatih, dan tingkat dukungan lembaga penyuluhan. Karakteristik penyuluh yang diduga berpengaruh dengan kinerja adalah umur, pendidikan formal, jenis kelamin, masa kerja, jumlah pelatihan yang diikuti, dan motivasi, Tingkat kesesuaian kurikulum pelaihan yang diduga mempengaruhi kinerja antara lain perencanaan, materi, metode dan sarana prasarana pelatihan. Pada tingkat kompetensi penyuluh pelatih dan tingkat dukungan lembaga penyuluhan diduga yang berpengaruh terhadap kinerja penyuluh adalah penguasaan substansi materi, kemampuan merencanakan pembelajaran, kemampuan melaksanakan pembelajaran, kemampuan dalam mengevaluasi pembelajaran, fasilitas serta insentif atau penghargaan.

Pasca diberlakukannya otonomi daerah telah terjadi perubahan yang mendasar terhadap pembinaan penyuluh pertanian, yang semula dilaksanakan oleh pusat bergeser ke daerah. Saat ini, kondisi penyuluh pertanian di Kabupaten Bungo cukup memprihatinkan. Berdasarkan survei di BP4K banyak penyuluh yang tidak memiliki keterampilan serta pengetahuan dalam melaksanakan penyuluhan sehingga kinerja mereka tidaklah begitu baik. Oleh karena itu pihak BP4K melaksanakan kegiatan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi penyuluh tersebut. Selain itu diterapkannya sistem LAKU yang mengharuskan penyuluh untuk melaksanakan pelatihan dan kunjungan agar pengetahuan dan keterampilan penyuluh meningkat serta dapatkan meningkatkan kinerja penyuluh tersebut.

Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan diamati meliputi variabel karakteristik penyuluh (X1), tingkat kesesuaian kurikulum dengan pelatihan (X2), tingkat kompetensi penyuluh pelatih (X3) dan dukungan lembaga penyuluhan (X4). Alur pemikiran penelitian dapat di lihat pada Gambar 2:

21

Gambar 2. Kerangka berpikir penelitian Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah: terdapat pengaruh yang nyata karakteristik penyuluh, tingkat kesesuaian kurikulum pelatihan, tingkat kompetensi penyuluh pelatih serta dukungan lembaga penyuluhan terhadap kinerja penyuluh.

Karakteristik Penyuluh Peserta Pelatihan (X.1)

X1.1 Umur

X1.2 Tingkat Pendidikan Formal X1.3 Jenis Kelamin

X1.4 Masa Kerja

X1.5 Jumlah pelatihan yang pernah diikuti

X1.6 Motivasi mengikuti pelatihan

Tingkat Kesesuaian Kurikulum Pelatihan (X.2)

X2.1 Perencanaan Pelatihan X2.2 Materi Pelatihan X2.3 Metode Pelatihan

X2.4 Sarana dan prasarana pelatihan

Tingkat Kinerja Penyuluh (Y) Y1.1 Ketersediaan dokumen

tentang persiapan kegiatan penyuluhan pertanian Y1.2 Tingkat pelaksanaan

penyuluhan pertanian Y1.3 Kontinuitas evaluasi dan

pelaporan Tingkat Kompetensi Penyuluh Pelatih

(X.3)

X3.1 Penguasaan substansi materi X3.2 Kemampuan merencanakan

pembelajaran

X3.3 Kemampuan melaksanakan pembelajaran

X3.4 Kemampuan dalam mengevaluasi Pembelajaran

Tingkat Dukungan Lembaga Penyuluhan (X4)

X4.1 Fasilitas dari lembaga penyuluhan X4.2 Insentif atau penghargaan

22

4 METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menerangkan kondisi dasar suatu peristiwa dan menjelaskan kaidah hubungan antar peristiwa dengan memaparkan ciri-ciri dari peristiwa itu (Silalahi 2012). Metode penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian survei sendiri menurut Singarimbun dan Effendi (1995) adalah suatu penelitian yang menggunakan kuesioner untuk memperoleh data dari suatu sampel dalam populasi, di mana tujuan dari penelitian survei adalah untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis. Penelitian terdiri dari empat variabel bebas yaitu (X1) adalah karakteristik penyuluh, tingkat kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan pelatihan (X2), tingkat kompetensi penyuluh (X3) dan dukungan lembaga penyuluhan (X4), sedangkan variabel terikat (Y) adalah Kinerja Penyuluh.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di BP4K Kabupaten Bungo. Pemilihan daerah ini dilakukan secara sengaja (purposive) di Kabupaten Bungo dengan mengambil 17 BP3K yang tersebar di Kabupaten Bungo, pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada (1) Kabupaten Bungo merupakan salah satu kabupaten yang melaksanakan kegiatan pelatihan secara rutin berdasarkan sistem LAKU; (2) perubahan kelembagaan penyuluhan yang sekarang berdasarkan UU SP3K; (3) adanya relevansi masalah yang diteliti di Kabupaten Bungo; (4) Akses ke daerah penelitian yang lebih mudah dijangkau oleh peneliti sehingga lebih efisien (waktu dan biaya) serta dimilikinya pengalaman empirik di wilayah tersebut, karena merupakan tempat domisili peneliti.

Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan mulai Mei sampai Juli 2015. Jangka waktu ini dilakukan mulai dari uji coba kuisioner sampai dengan pengumpulan data di lapangan

Populasi dan Sampel

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian yang menurut sifatnya terbagi menjadi populasi homogen dan populasi heterogen, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti (Riduwan 2013). Penelitian ini menggunakan

nonprobability sampling di mana peluang untuk diambilnya sampel tidak sama (Sugiyono 2011). Teknik yang digunakan adalah sampling jenuh. Sampling jenuh atau lebih dikenal dengan metode sensus merupakan suatu teknik pengambilan sampel yang meliputi keseluruhan jumlah anggota populasi (Sugiyono 2011). Metode sensus digunakan karena jumlah populasi yang tidak terlalu banyak, sehingga, jumlah sampel pada penelitian ini adalah seluruh penyuluh pertanian di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi yang pernah mengikuti pelatihan peningkatan SDM Penyuluh di BP4K yang berjumlah 100 penyuluh.

23 Data dan Instrumentasi

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuisioner yang disebarkan kepada responden. Selain itu, dilengkapi dengan wawancara mendalam dengan sejumlah informan yakni Kepala BP4K, Kepala BP3K, serta panitia pelaksana pelatihan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan lingkup penelitian. Sumber-sumber tersebut antara lain adalah profil Kabupaten yang menjadi lokasi penelitian, perkembangan materi pelatihan serta laporan pelaksanaan pelatihan yang menunjang penelitian. Instrumentasi merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumentasi yang diperlukan adalah kuisioner berupa daftar pertanyaan yang berhubungan dengan peubah-peubah yang diamati terhadap obyek penelitian.

Definisi Operasional

Definisi operasional peubah dimaksudkan untuk memberikan batasan yang jelas, sehingga memudahkan dalam melakukan pengukuran. Definisi operasional pada masing-masing peubah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik penyuluh adalah sifat atau ciri-ciri spesifik yang melekat pada diri penyuluh yang dapat berpotensi menjadi pendorong atau penghambat dalam meningkatkan kinerja. Aspek-aspek karakteristik penyuluh meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan formal, masa kerja, jumlah pelatihan yang diikuti, jabatan dan motivasi. Penjelasan masing-masing peubah adalah sebagai berikut:

a. Umur penyuluh merupakan masa hidup penyuluh dihitung sejak lahir sampai pada waktu penelitian dilaksanakan. Untuk keperluan analisis statistik usia penyuluh diukur dengan menggunakan skala ordinal berdasarkan sebaran umur dari responden penelitian yang dinyatakan dalam tahun serta diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu :

(1) muda (27-37) (2) dewasa (38-48) (3) tua (>48).

b. Jenis kelamin dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu laki-laki dan perempuan yang menjadi sub peubah jenis kelamin.

c. Pendidikan formal adalah lamanya responden menempuh jenjang pendidikan tertinggi diukur dengan menggunakan skala rasio yang dinyatakan dalam tahun. Pengukuran dengan menghitung lamanya tahun responden mengikuti pendidikan formal (yang sederajat). Data hasil pengukuran diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu :

(1) rendah (SMA) (2) sedang (DIII)

(3) tinggi (DIV/S1-S2)

d. Masa kerja lamanya penyuluh bekerja, pengukuran dalam tahun sejak penyuluh yang bersangkutan mulai bekerja sampai saat wawancara di lakukan dalam satuan tahun dengan menggunakan skala ordinal. Data hasil pengukuran diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu:

24

(1) rendah (4-14 tahun) (2) sedang (15-25 tahun) (3) tinggi (> 25 tahun).

e. Jumlah pelatihan yang diikuti adalah pendidikan nonformal yang diikuti penyuluh dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir. Pengukuran dilakukan dengan melihat frekuensi penyuluh yang bersangkutan dalam mengikuti pelatihan. Data hasil pengukuran diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu :

(1) rendah (1-10 kali) (2) sedang (11-20 kali) (3) tinggi (> 20 kali).

f. Motivasi mengikuti pelatihan adalah besarnya dorongan responden, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik untuk mengikuti pelatihan yang diadakan. Pengukuran dilakukan terhadap tingkat motivasi responden dalam mengikuti pelatihan baik yang timbul dari dalam dirinya maupun yang berasal dari luar dirinya, dengan menggunakan skala ordinal berdasarkan 4 aspek parameter/parameter pertanyaan. Data hasil pengukuran diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu :

(1) rendah (skor 4 – 7) (2) sedang (skor 8 - 11) (3) tinggi (skor > 11).

2. Tingkat kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan pelatihan adalah salah satu cara untuk mengukur efektifitas program pelatihan meliputi: perencanaan pelatihan, materi pelatihan, metode pelatihan, dan sarana prasarana pelatihan.

a) Perencanaan pelatihan adalah hal-hal yang dirumuskan berdasarkan kebutuhan peserta sebelum melaksanakan kegiatan pelatihan. Variabel ini diukur dengan mengajukan 5 butir pertanyaan. Jawaban yang diperoleh dinilai dengan skala ordinal sebagai berikut:

(1) rendah (skor 5-9) (2) sedang (skor 10-14) (3) tinggi (skor >14)

b) Materi pelatihan merupakan pesan atau bahan ajar yang diberikan selama proses pembelajaran dalam kegiatan pelatihan, diukur dengan menggunakan skala ordinal. Materi pelatihan diukur berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan yang terkait dengan materi pelatihan yakni mengenai kesesuaian dengan kebutuhan kerja. Variabel ini diukur dengan mengajukan 8 pertanyaan. Jawaban yang diperoleh dinilai dengan skala ordinal sebagai berikut:

(1) rendah (skor 8 – 15) (2) sedang (skor 16 – 23) (3) tinggi (skor > 23)

c) Metode pelatihan adalah teknik atau cara yang digunakan oleh penyuluh fasilitator dalam kegiatan pembelajaran untuk menyampaikan informasi kepada peserta pelatihan. Metode yang dilihat berdasarkan yang digunakan dan diterapkan pada saat pembelajaran berlangsung. Variabel ini diukur dengan mengajukan 5

25 (lima) pertanyaan. Jawaban yang diperoleh dinilai dengan skala ordinal sebagai berikut:

(1) rendah (skor 5-9) (2) sedang (skor 10-14) (3) tinggi (skor >14)

d) Sarana dan prasarana pelatihan merupakan Kualitas dan kuantitas sarana serta prasarana untuk kegiatan pelatihan. Sarana dan prasarana pelatihan diukur berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan yang terkait. Pertanyaan yang diajukan sebanyak 6 butir pertanyaan. Data hasil pengukuran diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

(1) rendah (skor 6-11) (2) sedang (skor 12-17) (3) tinggi (skor >17)

3. Tingkat kompetensi penyuluh pelatih adalah penilaian terhadap penyuluh pelatih yang meliputi: penguasaan substansi materi, berdasarkan jawaban responden perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan evaluasi pembelajaran serta kerjasama.

a) Penguasaan substansi materi adalah kemampuan penyuluh pelatih dalam menguasai keilmuan dan keterampilan praktek sesuai dengan pelatihan yang diajarkan. Variabel ini diukur dengan mengajukan 4 pertanyaan yang akan dikategorikan menjadi tiga skala ordinal sebagai berikut:

(1) rendah (skor 4-7) (2) sedang (skor 8-11) (3) tinggi (skor > 11)

b) Perencanaan pembelajaran adalah kemampuan penyuluh pelatih dalam merencanakan pembelajaran pada pelatihan yang dilaksanakan. Variabel ini diukur dengan mengajukan 7 pertanyaan yang akan dikategorikan menjadi tiga skala ordinal sebagai berikut:

(1) rendah (skor 7-12) (2) sedang (skor 13-18) (3) tinggi (skor >18)

c) Pelaksanaan Pembelajaran adalah kemampuan penyuluh pelatih dalam melaksanakan pembelajaran. Dilihat dari kemampuan penyuluh pelatih dalam menyusun modul pembelajaran. Variabel ini diukur dengan mengajukan 4 pertanyaan yang akan dikategorikan menjadi tiga skala ordinal sebagai berikut:

(1) rendah (skor 4-7) (2) sedang (skor 8-11) (3) tinggi (skor > 11)

d) Pelaksanaan Evaluasi pembelajaran adalah Kemampuan penyuluh pelatih dalam melaksanakan dan menganalisis hasil evaluasi. Variabel ini diukur dengan mengajukan 6 pertanyaan yang dikategorikan menjadi tiga skala ordinal sebagai berikut:

(1) rendah (skor 6-11) (2) sedang (skor 12-17) (3) tinggi (skor > 17)

26

4. Dukungan lembaga penyuluhan merupakan bantuan yang diberikan oleh pihak dinas dalam kegiatan penyuluhan meliputi: Fasilitas dari lembaga penyuluhan dan Insentif atau penghargaan.

a) Fasilitas lembaga penyuluhan diukur dengan mengajukan 6 pertanyaan yang dikategorikan menjadi tiga skala ordinal sebagai berikut:

(1)rendah (skor 6-11) (2)sedang (skor 12-17) (3)tinggi (skor > 17)

b) Insentif atau penghargaan merupakan dukungan dari lembaga berupa materi ataupun non materi yang dapat menunjang kegiatan penyuluh pertanian. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala ordinal berdasarkan 8 aspek parameter/parameter pertanyaan. Data hasil pengukuran diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu:

(1)rendah (skor 8-15) (2)sedang (skor 16-23) (3)tinggi ( skor > 23)

5. Kinerja adalah hasil dari suatu pekerjaan yang dapat dilihat atau yang dapat dirasakan secara kognitif, afektif maupun psikomotorik meliputi: persiapan penyuluhan pertanian, pelaksanaan penyuluhan pertanian, evaluasi dan pelaporan.

a. Ketersediaan dokumen tentang persiapan kegiatan penyuluhan pertanian. Variabel yang diukur berdasarkan permentan no 91 tahun 2013. Variabel ini diukur berdasarkan total skor dari: (a) membuat data potensi wilayah dan agroekosistem, (b) penyusunan RDKK (c) keterlibatan penyusunan programa penyuluhan pertanian desa dan kecamatan (d) membuat rencana kerja tahunan penyuluh pertanian (RKTPP). Jawaban responden dinilai dengan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut:

(1) rendah (skor 4-9) (2) sedang (skor 10-15) (3) tinggi (skor > 15)

b. Tingkat pelaksanaan penyuluhan pertanian adalah hasil pekerjaan penyuluh dalam melakukan kegiatan. Pengukuran variabel ini dilakukan dengan mengajukan 8 pertanyaan. Jawaban responden dinilai dengan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut:

(1) rendah (skor 8-20) (2) sedang (skor 21-33) (3) tinggi (skor > 33)

c. Evaluasi dan pelaporan penyuluhan pertanian yaitu kegiatan pelaporan yang dilaksanakan oleh penyuluh setelah melaksanakan program. Pengukuran variabel ini dilakukan dengan mengajukan 2 pertanyaan. Jawaban responden dinilai dengan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut:

(1) rendah (skor 2-4) (2) sedang (skor 5-7) (3) tinggi (skor > 7)

27 d. Kinerja penyuluh (total) merupakan penilaian atas keseluruhan kegiatan kerja yang telah dilakukan untuk kemudian dibandingkan dengan kesesuaian target yang ingin dicapai melalui indikator-indikator tertentu. Diukur dengan menggunakan standar Nilai Prestasi Kerja (NPK) dengan 15 parameter dinilai dengan skala 1-5. Disimbolkan melalui angka dengan kriteria;

(1) rendah (skor < 25) (2) sedang (skor 26-50) (3) tinggi (skor 51-75)

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen yang dipakai harus dilakukan sebelum instrumen diberikan kepada responden, agar data valid dan reliabel. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, dan reliabel bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Suatu alat ukur sudah dianggap valid apabila alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur secara tepat konsep yang ingin diukur sehingga hasil dari pengukuran tersebut tidak menimbulkan keraguan. Sugiyono (2010) menyatakan bahwa suatu alat ukur yang dapat dipergunakan berkali-kali tetap mempunyai sifat konsisten, stabil, ketepatan dan menunjukkan suatu gejala yang sama walaupun dalam waktu yang berbeda dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi.

Kerlinger (2003) menyatakan bahwa validitas instrumen merupakan tingkat kesahihan suatu alat ukur untuk menunjukkan sejauhmana instrumen dapat diukur berdasarkan apa yang sebenarnya ingin diukur. Beberapa cara/langkah langkah untuk menetapkan kesahihan suatu alat ukur yang akan dipakai yakni dengan tiga rancangan: (1) terwakili dengan pertanyaan-pertanyaan jika kita mengukur himpunan objek yang sama berulang kali, (2) ketepercayaan, (3) keteramalan. Selanjutnya titik berat pada uji coba validitas instrumen adalah pada validitas isi, yang dilihat dari (1) apakah instrumen tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur, (2) apakah informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang telah digunakan. Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yg seharusnya diukur. Untuk menghitung validitas alat ukur digunakan rumus korelasi Product Moment Pearson sebagai berikut:

Dimana:

rxy = koefisien korelasi suatu butir/item N = jumlah responden

X = skor suatu butir/item Y = skor total

Reliabilitas atau keterandalan merupakan konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur hal yang sama. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauhmana suatu hasil

ΣnXY - ΣX ΣY

rxy = √ (n ΣX2

- ( ΣX )2) (n ΣY2–(ΣY)2

28

pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Reliabilitas merupakan pengujian alat pengumpul data yang bertujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu alat ukur harus memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi agar dapat menghasilkan jawaban yang sesuai dengan tujuan penelitian. Jika nilai koefisien cronbach alpha (α) lebih besar dari kisaran 0.5 –

1.0, maka alat ukur dinilai reliabel.

Menurut Riduwan (2013) penilaian reliabilitas sebagai berikut: (a). Nilai koefisien alpha 0.00 – 0.199 berarti kurang reliabel (b). Nilai koefisien alpha 0.20 – 0.399 berarti agak reliabel (c). Nilai koefisien alpha 0.40 – 0.599 berarti cukup reliabel (d). Nilai koefisien alpha 0.60 – 0.799 berarti reliabel (e). Nilai koefisien alpha 0.80 – 1.00 berarti sangat reliabel

Hasil uji instrumen penelitian yang telah dilakukan ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Hasil uji instrumen penelitian

No Variabel Uji Realibilitas Uji Validitas Ket 1 Motivasi 0,731 (Reliabel) 0,486**- 0,856** Valid 2 Perencanaan

pelatihan

0,735 (Reliabel) 0,508**- 0,770** Valid 3 Materi pelatihan 0,720 (Reliabel) 0,413* - 0,806** Valid 4 Metode pelatihan 0,808 (Sangat Reliabel) 0,763**- 0,894** Valid 5 Sarana dan prasarana

pelatihan 0,763 (Reliabel) 0,436*- 0,818** Valid 6 Penguasaan substansi materi 0,637 (Reliabel) 0,489**- 0,791** Valid 7 Kemampuan merencanakan pembelajaran 0,701 (Reliabel) 0,450*- 0,654** Valid 8 Kemampuan melaksanakan pembelajaran 0,784 (Reliabel) 0,655**- 0,776** Valid 9 Kemampuan dalam mengevaluasi pembelajaran 0,793 (Reliabel) 0,445*- 0,892** Valid 10 Dukungan lembaga penyuluhan 0,758 (Reliabel) 0,384*- 0,919** Valid Dari hasil uji instrumen yang disajikan pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa semua item dalam instrumen tergolong reliabel dengan nilai antara 0,637 sampai dengan 0,808. Dengan demikian instrumen dapat dikatakan memiliki konsistensi terhadap respon atau pengukuran pada fenomena yang sama. Pada uji validitas, diperoleh hasil bahwa pada umumnya item instrumen valid, hal ini berarti instrumen yang ada dapat mengukur apa yang akan diukur dalam penelitian.

29 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan analisis statistik deskriptif dan inferensial. Data dianalisis untuk memperoleh hubungan dari berbagai peubah yang ditelti dan memberikan penjelasan secara kualitatif sebagai pendukung. Data yang diperoleh dari kuisioner dikelompokkan berdasarkan peubah yang telah ditentukan, dengan menggunakan skoring dan pengkategorian. Analisis statistik deskriptif dilakukan berdasarkan: a) memberikan skor pada setiap data kemudian ditabulasi, b) menggolongkan, menghitung jawaban berdasarkan frekuensi dan mempresentasekan berdasarkan kategori jawaban. Keseluruhan data diolah dengan menggunakan tabulasi distribusi frekuensi dan nilai tengah pada program Statistical Product and Service Solution (SPSS) yang kemudian dianalisis.

Mengukur pengaruh antara peubah X terhadap peubah Y analisis data yang dilakukan adalah analisis statistik inferensial yang kemudian dideskripisikan. Peubah tersebut diukur dengan menggunakan analisis regresi, yakni untuk mengetahui bagaimana independen variable mempengaruhi dependen variable (Nazir 2009). Analisis linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu peubah (peubah bebas) terhadap peubah terikat. Analisis statistik regresi berganda berdasarkan pada rumus berikut ini:

Y =b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ... + bnXn Keterangan:

Y = variabel terikat

Xi = variabel bebas ke i, untuk i = 1,2,3, . . . n

bi = koefisien regresi parsial tak baku ke i, untuk i = 1,2,3, . . . n b0 = intersep

Syarat data untuk melakukan uji statistik regresi linear berganda adalah data dengan skala rasio atau skala interval. Oleh sebab itu data ordinal yang diperoleh perlu dilakukan transformasi data terlebih dahulu ke dalam bentuk indeks (Sumardjo 1999). Berdasarkan jumlah nilai indeks, maka dilakukan pengklasifikasian, selanjutnya setiap indikator yang ada memiliki nilai 0-100. Jumlah skor terendah merupakan nilai indeks indikator terkecil sedangkan nilai 100 merupakan jumlah indeks maksimum. Rumus yang digunakan dalam transformasi data adalah:

Jumlah skor yang diperoleh setiap indikator dikurangi jumlah skor terkecil

Indeks Transformasi = X 100 Jumlah skor maksimum dikurangi jumlah terkecil

30

5. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dokumen terkait