• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelatihan Non Teknis Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian Bp4k Di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pelatihan Non Teknis Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian Bp4k Di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PELATIHAN NON TEKNIS TERHADAP

KINERJA PENYULUH PERTANIAN BP4K DI KABUPATEN

BUNGO PROVINSI JAMBI

IKE WIRDANI PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Pelatihan Non Teknis terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian BP4K di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

IKE WIRDANI PUTRI. Pengaruh Pelatihan Non Teknis terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian BP4K di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Dibimbing oleh ANNA FATCHIYA dan SITI AMANAH.

Kinerja penyuluh pertanian berkaitan dengan keberhasilan petani sebagai pelaku utama. Membangun pertanian dibutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yakni penyuluh yang berkualitas. Untuk membangun SDM dapat dilaksanakan melalui proses pembelajaran dengan mengembangkan sistem pendidikan non formal diluar sekolah secara efektif dan efisien. Dalam hal ini, kinerja penyuluhan yang baik pada penyuluh pertanian dilaksanakan dengan cara mengadakan pelatihan, di mana penyuluh dibekali ilmu pengetahuan, keterampilan, pengenalan paket teknologi dan inovasi di bidang pertanian. Pelatihan-pelatihan yang sesuai dilaksanakan adalah dengan pendekatan pembelajaran orang dewasa. Selain itu dalam kegiatan pelatihan harus digunakan metode yang tepat serta pemberian materi yang dibutuhkan oleh penyuluh pertanian. Kinerja penyuluh akan baik bila penyuluh mampu melaksanakan unsur-unsur kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas menyiapkan kegiatan penyuluhan, kerjasama dengan petani dan pihak yang terkait.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis pelatihan penyuluh pertanian berdasarkan karakteristik peserta pelatihan, kesesuaian kurikulum pelatihan, kompetensi penyuluh pelatih dan dukungan lembaga penyuluhan di BP4K Kabupaten Bungo; (2) Menganalisis kinerja penyuluh pertanian di BP4K Kabupaten Bungo; (3) Menganalisis pengaruh pelatihan non teknis terhadap kinerja penyuluh Kabupaten Bungo. Penelitian dilakukan menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh informasi kualitatif dilakukan di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Data dikumpulkan secara sensus pada 100 penyuluh pertanian di BP4K Kabupaten Bungo yang dilaksanakan pada Mei-Juli 2015. Analisis statistik terdiri dari distribusi frekuensi, sedangkan analisis statistik inferensial menggunakan analisis regresi linear berganda dengan software SPSS versi 16.00.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) karakteristik penyuluh peserta pelatihan yang mempengaruhi kinerja penyuluh adalah jumlah keikutsertaan pelatihan dan motivasi; 2) tingkat kesesuaian kurikulum pelatihan yang mempengaruhi kinerja penyuluh adalah pelatihan dan sarana prasarana pelatihan; 3) tingkat kompetensi penyuluh pelatih yang mempengaruhi kinerja penyuluh adalah penguasaan penyuluh pelatih terhadap substansi materi dan kemampuan merencanakan pembelajaran; 4) dukungan lembaga penyuluhan yang mempengaruhi kinerja adalah fasilitas dari lembaga penyuluhan dan insentif atau penghargaan.

(6)
(7)

SUMMARY

IKE WIRDANI PUTRI. Influence of Non Technique Training to the Agricultural Extension Performance in BP4K Bungo. Supervised by ANNA FATCHIYA and SITI AMANAH.

Performance of agricultural extension worker relating to the success of the main actors. Agricultural development needs of human resources (HR) the qualified extension worker. To build Human Resources can be implemented through a process of learning and teaching by developing non-formal education systems outside the school effectively and efficiently. In this case, better performance extension on agricultural extension worker carried out by the training, in which counselors equipped with knowledge, skills, the introduction of a package of technology and innovation in agriculture. The trainings were conducted matching is performed with the adult learning approach. Besides the training activities should use appropriate methods and the provision of materials needed by the agricultural extension worker. Performance of agricultural extension worker will be better after agricultural extension workers conducting elements consisting of loyalty and commitment to the task of setting up extension activities, cooperation with farmers and stakeholders.

This study aims to: (1) analyze agricultural extension worker's training based on the characteristics of participants, compliance training curriculum, competency extension trainers and institutional support extension in BP4K Bungo; (2) analyze the performance of agricultural extension in BP4K Bungo; (3) analyze the effect of non-technical training to the performance extension Bungo district. The research employed a survey method with quantitative and qualitative approach which it conducted in Bungo District, Jambi Province. Data collected by the census of 100 agricultural extension worker at BP4K Bungo from May to July 2015. Statistical analysis consisted of frequency distribution, whereas the inferential statistical analysis using multiple linear regression analysis with SPSS software version 16.00.

The results showed that: 1) the characteristics of agricultural extension workers affecting performance is the amount of training and motivation; 2) degree of conformity of the training curriculum that affect the performance agricultural extension workers are training and training infrastructure; 3) the level of competence that affect the performance of the coach educator instructor is a coach educator mastery of the substance of the material and the ability to plan learning; 4) support education institution is a facility that affect the performance of extension services and incentives or rewards.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

PENGARUH PELATIHAN NON TEKNIS TERHADAP

KINERJA PENYULUH PERTANIAN BP4K DI KABUPATEN

BUNGO PROVINSI JAMBI

IKE WIRDANI PUTRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

00&4,#,4

'4 4

( +0"4 &-#"(4 )(4 %(#,4 .+"*4 #(+$4 (30&0"4+/(#(4 4#40*.(4 0( )4 +)1#(,#4 '#4

%4#+(#40.+#4

#,-0$0#4)&"4

)'#,#4'#'#( 4

+4+4((4 4 #4

-04

+4 +4#-#4 4 4

( )-4

-04+) +'4-0#4 &'04(30&0"(4 '( 0((4

+)4

( &4$#(4

#%-"0#4)&"4

+4+4"+0&4 3"4!4

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini ialah pelatihan pada penyuluh pertanian, dengan judul Pengaruh Pelatihan Non Teknis Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian BP4K di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata dua (S2) Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penyelesaian tesis tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Anna Fatchiya MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir Siti Amanah MSc sebagai Anggota Komisi Pembimbing, Dr. Ir Dwi Sadono serta Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS sebagai penguji luar komisi

2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen DIKTI) yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) tahun 2013 dalam menempuh program Magister.

3. Kedua orang tua penulis, Hudarmin dan ibu Wirda serta Suci Dewi Wulandari dan Jumiati Sadiah terimakasih atas segala kasih sayang, semangat, doa, dan nasehatnya.

4. Kepala BP4K Kabupaten Bungo (Bapak Ir. Supriyadi), Kasubbid Bidang Pengembangan Sumberdaya Manusia (Ibu Jusniati S.PKP), Seluruh Kepala BP3K di Wilayah Kabupaten Bungo, serta responden penyuluh pertanian di Kabupaten Bungo yang telah memberikan informasi selama penelitian.

5. Rekan-rekan Program Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) Angkatan 2013 (Helnafri Ankesa, Shinta, Siti Sawerah, Nila Sari, Lucy, Dedeh, mbak Vera, mbak Tintin, mbak Nia, Mbak Minas, Riana, Herry, Nopriyanto, Pak Erik, Bang Dharma, Aira, Tiara). Teman-teman Pondok Shinta Rana (Nurul, Nok Nurjanah, Rita) serta Kak Ami, Angela Fisriza, Gita Vinanda, Ari Bakhtiar, Kak Lina, Rozen, Ade, Mas Mulyadi, Mas Adam dan Ibu Desi atas kerjasama, bantuan dan diskusinya selama ini.

6. Achmad Taufik, SE terima kasih atas doa, kebersamaan, semangat dan diskusinya selama ini.

7. Semua Pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan selanjutnya.

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 5

Pelatihan dan Kinerja Penyuluh Pertanian 5

Kebutuhan Pelatihan 6

Perencanaan Pelatihan 7

Materi Pelatihan 7

Metode Pelatihan 7

Sarana dan Prasarana Pelatihan 9

Kinerja Penyuluh Pertanian 9

Karakteristik Penyuluh 11

Kompetensi Penyuluh Fasilitator 15

Dukungan Lembaga Penyuluhan 16

3. KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 20

4. METODE PENELITIAN 22

Rancangan Penelitian 22

Lokasi dan Waktu Penelitian 22

Populasi dan Sampel 22

Data dan Instrumentasi 23

Definisi Operasional 23

Uji Validitas dan Reliabilitas 27

Analisis Data 29

5. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 30

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Penyuluh Peserta Pelatihan 33

Tingkat Kesesuaian Kurikulum Pelatihan 38

Tingkat Kompetensi Penyuluh Pelatih 41

Dukungan Lembaga Penyuluhan 44

Kinerja Penyuluh Pertanian 46

Pengaruh Karakteristik Penyuluh Peserta Pelatihan terhadap Kinerja Penyuluh

49 Pengaruh Tingkat Kesesuaian Kurikulum Pelatihan terhadap

Kinerja Penyuluh

(18)

Kinerja Penyuluh

Pengaruh Dukungan Lembaga terhadap Kinerja Penyuluh 53

7. SIMPULAN DAN SARAN 54

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji instrumen penelitian 28 2 Persentase penyuluh peserta pelatihan menurut karakteristik

individu di Kabupaten Bungo, tahun 2015 33

3 Persentase tingkat kesesuaian kurikulum pelatihan di Kabupaten Bungo, tahun 2015

38 4 Persentase tingkat kompetensi penyuluh pelatih di Kabupaten

Bungo, tahun 2015 43 5 Persentase dukungan lembaga penyuluhan di Kabupaten Bungo,

tahun 2015 45

6 Persentase kinerja penyuluh pertanian di kabupaten bungo di

Kabupaten Bungo, tahun 2015 46 7 Koefisien dan P value pengaruh karakteristik penyuluh peserta

pelatihan terhadap kinerja penyuluh 49 8 Koefisien dan P Value pengaruh tingkat kesesuaian kurikulum

pelatihan terhadap kinerja penyuluh 51 9 Koefisien dan P value pengaruh tingkat kompetensi penyuluh

pelatih terhadap kinerja penyuluh 52

10 Koefisien dan P Value pengaruh dukungan lembaga penyuluhan

terhadap kinerja penyuluh 53

DAFTAR GAMBAR

1 Tata hubungan dan mekanisme kerja lembaga penyuluhan

dengan dinas/instansi terkait 17 2 Kerangka berpikir penelitian pengaruh pelatihan non teknis

terhadap kinerja penyuluh pertanian BP4K Kabupaten

Bungo Provinsi Jambi tahun 2015 21

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Contoh hasil anova pengaruh karakteristik penyuluh peserta

pelatihan terhadap kinerja penyuluh 61 2 Contoh hasil uji multikolineritas pengaruh karakteristik

penyuluh peserta pelatihan terhadap kinerja penyuluh 61 3 Contoh hasil uji autokorelasi pengaruh karakteristik penyuluh

peserta pelatihan terhadap kinerja penyuluh 62 4 Contoh hasil uji kenormalan pengaruh karakteristik penyuluh

peserta pelatihan terhadap kinerja penyuluh

62

5 Wilayah Kabupaten Bungo 63

6 Dokumentasi Penelitian 64 7 Bentuk Pelatihan yang dilakukan di BP4K Kabupaten Bungo

Tahun 2014

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kinerja penyuluh pertanian yang memenuhi standar penugasan sangat diperlukan untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian. Kinerja penyuluh pertanian merupakan hasil kerja yang dicapai sesuai tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan kemampuan, pengalaman serta penggunaan waktu (Herbenu 2007). Terkait dengan kinerja penyuluh harus diperhatikan bahwa, penyuluh merupakan individu yang memiliki kualitas berbeda-beda. Masalah yang ada di lapangan adalah fakta bahwa sebagian besar penyuluh pertanian memiliki kualitas individu dan juga kuantitas penyuluhan yang rendah (Marliati et al. 2008). Kinerja penyuluh pertanian diduga menunjukkan penurunan padahal telah dilaksanakan pelatihan-pelatihan guna meningkatkan kinerja penyuluh tersebut.

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) menyebutkan bahwa penyuluh adalah perorangan, WNI bisa Pegawai Negeri Sipil (PNS), penyuluh swasta dan penyuluh swadaya. Penyuluh pertanian yang diharapkan adalah penyuluh yang memiliki kualitas yang baik guna menunjang kegiatan dilapangan. Kualitas penyuluh ditentukan oleh sejauh mana sistem di bidang ini sanggup menunjang dan memuaskan keinginan petani. Peningkatan pengetahuan, keterampilan, perubahan sikap, serta hal-hal yang dapat menjadi perbaikan terhadap peningkatan kinerja dan produktivitas dalam memberdayakan petani dapat dilaksanakan melalui pelatihan-pelatihan.

Lippitt et al. (1958) dan Chamala dan Shingi (1997) menyatakan kinerja penyuluh pertanian merupakan peran penyuluh dalam melakukan perubahan berencana dan memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat, pengembangan sumberdaya manusia dan memecahkan masalahnya. Kinerja penyuluh akan baik bila penyuluh setelah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas menyiapkan kegiatan penyuluhan, kerjasama dengan petani dan pihak yang terkait. Kinerja penyuluh pertanian sangat dipengaruhi oleh faktor individu yakni karakteristik dari penyuluh, pelatihan, faktor psikologis dan lingkungan atau organisasi tempat penyuluh bertugas. Sapar et al. (2011) dan Hamzah (2011) menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara sejumlah karakteristik penyuluh seperti umur, masa kerja, motivasi kerja serta pelatihan dan kompetensi dengan kinerja penyuluh pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik penyuluh serta pelatihan merupakan unsur penting yang dapat mempengaruhi kinerja dari seorang penyuluh.

(22)

2

perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. Hal ini dapat dipahami karena masing-masing individu penyuluh mempunyai latar belakang pendidikan, pengalaman, motivasi, kemampuan dasar, dan hal lainnya yang berbeda, sehingga pada akhirnya berpengaruh pada kinerja mereka. Oleh karena itu, kehadiran seseorang pemimpin yang mampu memotivasi, menyamakan persepsi, menyatukan visi dan misi sangat dibutuhkan.

Pasca diberlakukannya otonomi daerah telah terjadi perubahan yang mendasar terhadap pembinaan penyuluhan pertanian, yang semula dilaksanakan oleh pusat bergeser ke daerah. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang menyangkut aspek perencanaan dan kelembagaan penyuluhan yang berdampak juga kepada penyuluh pertanian. Berdasarkan informasi dari Kepala bidang (Kabid) Pengembangan Sumberdaya Manusia BP4K Kabupaten Bungo kinerja penyuluh pertanian semenjak penyelenggaraan kegiatan penyuluhan pertanian dikembalikan ke daerah kinerja penyuluh semakin menurun dan cenderung tidak adanya regenerasi penyuluh yang memiliki kompetensi yang memadai.

Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kinerja dari penyuluh tersebut. Salah satu penyebab turunnya kinerja penyuluh adalah adanya ketidaksesuaian antara tingkat kemampuan yang dimiliki oleh para penyuluh dengan perkembangan kebutuhan dan dinamika permasalahan yang dihadapi oleh penyuluh pada masyarakat sasaran di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian Feder et al. (2011) dan Adefila (2012) menunjukkan bahwa rendahnya kinerja dari sistem penyuluhan pertanian di negara-negara berkembang ditimbulkan karena minat dari konsep pluralistik ekstensi yang melibatkan berbagai layanan penyedia serta adanya hambatan seperti kurangnya pelayanan, upah dan tunjangan yang rendah dan tidak tersedianya bahan-bahan utama dan peralatan untuk melaksanakan pekerjaan. Selain hal tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kemampuan penyuluh adalah kurangnya perhatian instansi dalam memberikan program pendidikan dan pelatihan yang sesuai bagi penyuluh (Turere 2013).

BP4K (Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) sebagai lembaga penyuluhan melaksanakan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi penyuluh pertanian. Pelatihan di BP4K Kabupaten Bungo telah dilaksanakan sejak tahun 2011. Pelatihan dilaksanakan secara rutin setiap 2 (dua) bulan sekali dengan tema yang berbeda pada setiap kali pelatihan. Pelatihan yang dilaksanakan meliputi pelatihan di bidang teknis dan non teknis. Dalam kurun waktu 2011-2014 telah dilaksanakan sebanyak 96 kali pelatihan baik teknis maupun non teknis. Jenis serta tema pelatihan yang dilaksanakan telah disepakati pada rapat awal tahun oleh pihak panitia penyelenggara pelatihan bersama pimpinan BP3K yang berada di Kabupaten Bungo terlebih dahulu setiap awal tahun, serta sebulan sebelum diadakan pelatihan jadwal tersebut disebarkan kepada penyuluh pertanian sehingga para peserta mengetahui jadwal mereka untuk mengikuti pelatihan.

(23)

3 maupun tantangan kerja yang dihadapinya. Undang-Undang Nomor 16 tentang SP3K mencantumkan bahwa penyuluh pertanian harus mempunyai kemampuan, keterampilan dan semangat kerja seperti yang tercantum dalam undang undang tersebut.

Sejak tahun 1980-an pemerintah telah memperkenalkan dan mencoba mengembangkan pendekatan penyuluhan partisipatif melalui kegiatan proyek seperti proyek pelatihan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Pengembangan Sistem Usahatani, Lahan Kering Kalimantan (KLIF), Proyek desentralisasi peternakan Indonesia bagian Timur (DELIVERI), Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K), proyek pendekatan partisipatif untuk peningkatan penyelenggaraan penyuluhan pertanian dan kehutanan (DAFEP) dan mulai tahun 2007 dengan nama proyek FEATI. Namun secara operasional sistem kerja penyuluhan pertanian masih menggunakan sistem kerja latihan dan kunjungan (LAKU) (Halil W dan Armiati 2012).

Perumusan Masalah

Penyuluhan pertanian di Indonesia saat ini memiliki landasan hukum yang lebih kuat dalam pembangunan pertanian sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UU SP3K), sehingga peran penyuluh pertanian sangat strategis dalam memfasilitasi proses pemberdayaan petani dan keluarganya. Di karenakan adanya UU tersebut perlu ditingkatkannya kapasitas dari penyuluh pertanian seperti peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam mengidentifikasi kebutuhan dan potensi petani dan pelaku agribisnis lain. Namun hal tersebut juga harus dilaksanakan dengan diadakannya evaluasi dan monitoring terhadap penyuluh pertanian tersebut.

Salah satu cara yang telah gencar dilaksanakan adalah dengan penerapan kembali sistem LAKU pada instansi penyuluh. Penerapan sistem kerja LAKU diharapkan dapat meningkatkan motivasi penyuluh pertanian dalam melaksanakan fungsinya sebagai pendamping dan pembimbing petani, serta memotivasi petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani yang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatannya (Permen No: 273/Kpts/Ot.160/4/2007). Untuk mendukung peraturan menteri yang telah dibuat maka pada BP4K dilaksanakan kegiatan kunjungan serta pelatihan-pelatihan yang dapat mendukung hal tersebut.

(24)

4

Pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan meliputi pelatihan yang berguna untuk meningkatkan SDM Penyuluh seperti pelatihan terhadap budidaya Tanaman Pangan, Hortikultura serta pelatihan peningkatan keterampilan penyuluh dalam menghadapi masyarakat petani yang menjadi binaan di wilayah kerja penyuluh tersebut. Berdasarkan masalah di atas, dapat dirumuskan bagaimana pelatihan penyuluh pertanian di BP4K Kabupaten Bungo? Bagaimanakah kinerja penyuluh pertanian pada BP4K Kabupaten Bungo? Adakah pengaruh pelatihan terhadap kinerja penyuluh pertanian pada BP4K Kabupaten Bungo?

Tujuan Penelitian

Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam hal ini adalah penyuluh dalam kaitannya dengan aktivitas penyuluhan yang dapat membantu penyuluh dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya guna meningkatkan kinerja pekerjaan (Lodjo 2013). Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan dapat disebut latihan: (a) latihan harus membantu pegawai atau penyuluh menambah kemampuannya, (b) latihan harus menimbulkan perubahan dalam kebiasaan, dalam informasi, dan pengetahuan yang ia terapkan dalam pekerjaannya sehari – hari, dan (c) latihan harus berhubungan dengan pekerjaan tertentu yang sedang dilaksanakan ataupun pekerjaan yang akan diberikan pada masa yang akan datang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis pelatihan penyuluh pertanian berdasarkan karakteristik peserta pelatihan, kesesuaian kurikulum pelatihan, kompetensi penyuluh pelatih dan dukungan lembaga penyuluhan di BP4K Kabupaten Bungo 2. Menganalisis kinerja penyuluh pertanian di BP4K Kabupaten Bungo 3. Menganalisis pengaruh pelatihan non teknis terhadap kinerja penyuluh

Kabupaten Bungo

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran yang terkait dengan masalah kinerja penyuluh pada lembaga pertanian dan dapat digunakan sebagai bahan keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan.

(25)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pelatihan dan Kinerja Penyuluh Pertanian

Menurut Undang-undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan, penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Menurut Slamet (2003) juga menjelaskan bahwa penyuluhan merupakan suatu pendidikan yang bersifat non formal yang bertujuan untuk membantu masyarakat/petani merubah perilakunya dalam hal pengetahuam, keterampilan dan sikap agar mereka dapat memecahkan kehidupan yang baik.

Slamet (2003) menyatakan tujuan utama dari penyuluhan pertanian adalah mempengaruhi para petani dan keluarganya agar berubah perilakunya sesuai dengan yang diinginkan. Seorang penyuluh pertanian diharapkan mampu menggerakkan masyarakat, memberdayakan petani, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian, serta pendampingan petani untuk: (a) membantu menganalisis situasi-situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan; (b) membantu menemukan masalah; (c) membantu memperoleh pengetahuan informasi guna memecahkan masalah; (d) membantu menghitung besarnya resiko atas keputusan yang diambil. Agar tercapai hal tersebut maka setiap penyuluh dituntut untuk memiliki kinerja penyuluhan yang baik dengan berbagai cara salah satunya dengan mengikuti kegiatan pelatihan.

Hickerson dan Middleton (1975) mendefinisikan pelatihan adalah suatu proses belajar, tujuannya untuk mengubah kompetensi kerja seseorang, sehingga berprestasi lebih baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Pelatihan dilaksanakan sebagai usaha untuk memerlancar proses belajar seseorang, sehingga bertambah kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya. Dessler (2004), mendefinisikan pelatihan sebagai sebuah proses belajar yang digunakan untuk memberikan karyawan baru atau karyawan lama keterampilan yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan. Menurut Mangkuprawira (2004) menyatakan bahwa pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar kerja. Pada dasarnya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan kerja yang dapat digunakan. Jahi dan Newcomb (1981) menjelaskan bahwa, pelatihan dapat dilakukan pada individu, kelompok, organisasi volunteer yang telah mengemban tugas sejak lama, hal ini bertujuan untuk memerbaharui diri individu maupun kelompok.

(26)

6

pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama. Suatu pelatihan memiliki beberapa ciri, yaitu: (1) direncanakan dengan sengaja, (2) adanya tujuan yang hendak dicapai, (3) ada peserta (kelompok sasaran) dan pelatihan, (4) ada kegiatan pembelajaran secara praktis, (5) isi belajar dan berlatih menekankan pada keahlian atau keterampilan suatu pekerjaan tertentu, (6) dilaksanakan dalam waktu relatif singkat, dan (7) ada tempat belajar dan berlatih.

Komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri atas: (1) tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat diukur; (2) para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional); (3) materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai; dan (4) peserta pelatihan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Berdasarkan uraian tentang pelatihan di atas jelaslah bahwa pelatihan merupakan suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dalam kegiatan pelaksanaan penyuluhan yang dapat membantu penyuluh memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kecakapan serta sikap seseorang yang diperlukan organisasi dalam mencapai tujuan yang juga harus disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan yang akan diemban oleh seorang penyuluh.

Pelatihan perlu dikelola dengan baik agar dapat mencapai tujuan. Pelatihan diciptakan suatu lingkungan dimana para peserta dapat memperoleh atau mempelajari pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan peserta. Sehingga sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Kebutuhan Pelatihan

Analisis kebutuhan pelatihan merupakan suatu proses pengumpulan dan analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang-bidang atau faktor-faktor apa saja yang ada di dalam instansi yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai dan produktivitas instansi menjadi meningkat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pelatihan. Rivai (2006) mendefinisikan kebutuhan pelatihan adalah untuk memenuhi kekurangan pengetahuan, meningkatkan keterampilan atau sikap dengan masing-masing kadar yang bervariasi. Sumantri (2005) mendefinisikan kebutuhan pelatihan merupakan keadaan dimana terdapat kesenjangan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan nyata.

(27)

7 Perencanaan Pelatihan

Perencanaan pelatihan adalah penyusunan rencana aksi atau tindakan yang akan dilakukan pada saat kegiatan pelatihan. Manfaat dari suatu pelatihan akan dirasakan apabila proses pelatihan tersebut dipersiapkan dan direncanakan dengan baik sesuai dengan kebutuhan organisasi. Menurut Dessler (2004) tahapan dalam mempersiapkan pelatihan meliputi :

1) Tahap 1 : Menetapkan Sasaran Pelatihan yaitu menetapkan sasaran dan tujuan diadakannya pelatihan.

2) Tahap 2 : Membuat Deskripsi Pekerjaan secara detail. Deskripsi pekerjaan yang detail adalah inti dari pelatihan.

3) Tahap 3 : Membuat formulir catatan analisis tugas. Pencatatan disini meliputi daftar tugas dengan standart kinerjanya (berkaitan dengan kuantitas, kualitas, akurasi dll), daftar persyaratan keahlian untuk dapat dilatih (berisikan pengetahuan dan keahlian spesifik yang ingin ditekankan pada penyuluh) 4) Tahap 4 : Membuat lembar instruksi pekerjaan yang berisikan poin-poin tugas

yang harus dikerjakan dalam setiap tahapan.

5) Tahap 5 : Mempersiapkan program pelatihan pekerjaan. Paket pelatihan mencakup tahap 1 – 4 . Selain itu juga memuat ringkasan tujuan dari pelatihan, keahlian yang harus dimiliki dan akan didapat melalui pelatihan serta program dan sarana pelatihan.

Materi Pelatihan

Dalam merancang program pelatihan yang penting untuk diperhatikan adalah isi dari materi pelatihan. Hal ini berarti mengidentifikasi tugas-tugas yang harus diberikan dan pengetahuan konseptual yang harus diajarkan. Menurut Saylor (1996) karakteristik materi pelatihan yang baik harus memenuhi beberapa aspek yaitu relevansi terhadap sasaran kegiatan, materi disesuaikan dengan kegunaan pemakaian, isi materi harus memberikan informasi yang tepat untuk kondisi pelatihan tersebut, materi pelatihan juga harus mempertimbangkan faktor ekonomis. Materi pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan penyuluh akan membantu penyuluh dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja.

Materi pelatihan yang disusun dan disampaikan kepada peserta pelatihan sebenarnya tidak terlepas dari unsur ide (pengetahuan), cara (metode), dan alat (teknologi) dengan maksud untuk diketahui, dipraktekkan, dan digunakan sebagai upaya mencapai tujuan penyusunan dari pada materi pembelajaran pada pelatihan (Jamil 2012). Agar setiap materi pelatihan dapat diterima, dimanfaatkan, dan diaplikasikan oleh peserta pelatihan maka materi yang disusun haruslah bersifat: dapat dilihat, didengar, dapat dibaca, dan dapat dipraktekkan atau kombinasinya. Metode Pelatihan

(28)

8

1. On the Job Training (latihan sambil bekerja) mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode yang lain, karena metode ini mampu memberikan motivasi yang lebih tinggi kepada peserta untuk berlatih atau belajar. Ada dua cara dalam latihan ini antara lain:

a) Cara Informal

Dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta latihan diperintahkan untuk memperhatikan dan mencontoh pekerja lain yang sedang bekerja untuk kemudian melakukannya sendiri pekerjaan itu. b) Cara Formal

Dalam metode ini peserta mempunyai pembimbing khusus, biasanya ditunjuk seorang pekerja senior yang telah ahli. Sehingga peserta pelatihan diinstruksikan untuk mengikuti sebagaimana yang dikerjakan oleh pekerja senior tersebut.

2. Vestibule adalah metode pelatihan yang dilakukan di dalam kelas untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut.

3. Demonstration and example adalah metode pelatihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana mengerjakan suatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau pekerjaan yang didemonstrasikan.

4. Simulation merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tetapi hanya merupakan tiruannya saja.

5. Classroom method yang terdiri dari: a) Lecture (ceramah atau kuliah)

Metode ini diberikan kepada peserta yang banyak didalam kelas, dimana pelatih mengajarkan teori-teori sedangkan yang dilatih mencatat dan mempersiapkannya.

b) Conference (rapat)

Pelatih memberikan makalah tertentu dan para peserta ikut serta berpartisipasi dalam memecahkan masalah tersebut.

c) Programmed instruction

Peserta dapat belajar sendiri karena langkah-langkah pekerjaannya sudah diprogram melalui komputer, buku, pedoman.

d) Metode studi kasus

Peserta ditugaskan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis situasi, dan merumuskan penyelesaiannya.

e) Role playing

Metode ini digunakan untuk keahlian dalam hal pengembangan keahlian hubungan antar manusia yang berinteraksi.

f) Metode diskusi

Dilakukan untuk melatih peserta agar berani memberikan pendapat dan merumuskan serta cara-cara bagaimana meyakinkan orang lain percaya pada pendapat itu.

g) Metode seminar

Peserta dilatih agar dapat mengevaluasi serta memberikan saran menerima atau menolak orang lain.

(29)

9 1. On the job training (pelatihan di tempat kerja) adalah pelatihan pada karyawan untuk mempelajari bidang pekerjaannya sambil benar-benar mengerjakannya. Contoh pelatihan magang, yang biasa dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan.

2. On-site-training (pelatihan setelah jam kerja) merupakan alternatif bagi on the job training karena on-site-training dilaksanakan setelah jam kerja dengan tetap mempertahankan situasi kerja yang sesungguhnya.

3. Off job training (pelatihan di luar tempat kerja).

Dari penjelasan kedua ahli mengenai metode pelatihan diketahui bahwa Panggabean (2002) lebih menekankan metode pelatihan yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan Sutrisno (2010) selain melihat metode pelatihan yang digunakan dalam proses pembelajaran juga memberikan alternatif bagi on the job training seperti pelatihan setelah jam kerja ataupun diluar tempat kerja.

Sarana dan Prasarana Pelatihan

Ketersediaan sarana dan prasarana pelatihan merupakan pemenuhan akan kebutuhan penunjang kegiatan pelatihan. Menurut Percy dalam Ritonga (2013) Sarana pelatihan adalah semua peralatan dan perlengkapan yang secara langsung digunakan dalam proses pelaksanaan pelatihan misalnya ruang belajar, bengkel kerja, meja, kursi, papan tulis, alat peraga, buku - buku perpustakaan dan lain - lain. Sarana Diklat perlu dikelola dengan baik agar dapat menunjang proses pembelajaran. Sedangkan prasarana pelatihan adalah merupakan seluruh komponen yang secara tidak langsung dapat menunjang jalannya proses pelatihan dan proses belajar mengajar seperti bangunan kantor,asrama, jalan, halaman, tata tertib dan lingkungan dimana lembaga pelatihan tersebut didirikan.

Mulyaningrum (2010) menyatakan bahwa semakin efektif perencanaan, materi serta metode pelatihan maka akan semakin baik pencapaian kinerja penyuluh yang diharapakan. Selain hal tersebut juga didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana pelatihan yang memadai.

Kinerja Penyuluh Pertanian

Penyuluh merupakan mitra sejajar bagi petani yang mempunyai peran strategis dalam pembangunan pertanian. Dalam menjalankan peran tersebut, penyuluh mempunyai tugas pokok dan fungsi yang menjadi acuan dalam melakukan penyuluhan. Secara konvensional peran penyuluh hanya dibatasi pada kewajibannya menyampaikan dan memengaruhi masyarakat sasaran untuk mengadopsi inovasi yang disampaikan. Dalam perkembangannya peran penyuluh selain menyampaikan inovasi pertanian juga berperan sebagai penghubung antara pemerintah dengan masyarakat sasaran.

(30)

10

antara lain: (1) mampu mengorganisasikan masyarakat desa dan mengelola kelompok tani, (2) mampu mengembangkan sumberdaya manusia dan memberi makna baru pada pengembangan kecakapan teknis dan kecakapan manajemen dan (3) mampu memecahkan masalah dan mendidik petani dengan jalan memadukan pengetahuan asli mereka dan pengetahuan modern.

Pengertian kinerja telah dikembangkan oleh banyak ahli dengan berbagai sudut pandang. Hasibuan (2003) menyatakan kinerja atau prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Kinerja seorang penyuluh dapat dilihat dari dua sudut pandang: (a) kinerja merupakan fungsi dari karakteristik individu, karakteristik tersebut merupakan variabel penting yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk penyuluh. (b) kinerja penyuluh pertanian merupakan pengaruh situasional diantaranya terjadi perbedaan pengelolaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian disetiap Kabupaten yang menyangkut beragamnya aspek kelembagaan, ketenagaan, program penyelenggaraan dan pembiayaan (Laelani dan Jahi 2008).

Haryadi et al. (2001), Bryan dan Glenn (2004) berpendapat bahwa, kinerja penyuluh pertanian merupakan eksistensi penyuluh dalam memahami keterkaitan tugas dan kebutuhan dasar program penyuluhan pertanian berkualitas dan relevan dengan kebutuhan petani sebagai bagian dari misi penyuluh untuk memenuhi kepuasaan petani dalam meningkatkan taraf hidupnya. Bansir (2008) memahami kinerja penyuluh pertanian ialah kemampuan dalam mendisain program penyuluhan, mengembangkan program secara partisipatif sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan agroekosistem yang dilaksanakan melalui kerjasama antara penyuluh dan masyarakat berdasarkan status kerja, kondisi kerja dan kebijakan organisasi penyuluhan. North Carolina Cooperative Extension (2006) lebih mengarah pada kemampuan penyuluh mendisain program penyuluhan, mendidik petani dan melakukan kerjasama. Bansir (2008) menekankan pada hasil kerja yang dicapai penyuluh pertanian berdasarkan status kerja, kondisi kerja dan kebijakan organisasi penyuluhan. Kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan ketiga aspek perilaku yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Selama kinerja yang dimiliki oleh penyuluh dengan kinerja yang dituntut oleh jabatannya terdapat kesenjangan, penyuluh tersebut tidak dapat berprestasi dengan baik dalam menyelesaikan tugas pokoknya. Kesenjangan kinerja adalah perbedaan kinerja yang dimiliki penyuluh pada saat ini dengan yang diharapkan oleh organisasi atau tuntutan pekerjaan (Hickerson dan Middleton 1975).

(31)

11 yang disampaikan, latar belakang keadaan sasaran dan (4) karakteristik sosial budaya penyuluh.

Hasil penelitian Dube (1993) di Iowa, Amerika Serikat menunjukkan, penyuluh memandang penting tujuan program penyuluhan, yaitu menolong petani meningkatkan kualitas produksi, mengajarkan konservasi tanah, dan mendorong petani membuat perencanaan. Prinsip-prinsip program penyuluhan dinilai tinggi, seperti mendorong kerjasama tim para staf penyuluhan, menggunakan metode penyuluhan yang tepat, membangun keterampilan memecahkan masalah, dan menggunakan kebutuhan petani sebagai basis program. Demonstrasi cara, demonstrasi hasil dan kunjungan lapang memperoleh rating tinggi sebagai metode mengajar. Masalah utama yang dihadapi adalah luasnya areal kerja, keterbatasan transportasi dan keengganan petani ikut pertemuan.

Berdasarkan Peraturan Menteri no 91 tahun 2013 penilaian kinerja dilakukan berdasarkan 3 (tiga) indikator yakni: (1) persiapan penyuluhan pertanian, (2) pelaksanaan penyuluhan pertanian, serta (3) evaluasi dan pelaporan penyuluhan pertanian. Tugas seorang penyuruh pertanian tercermin dari kegiatan penyuluh yang digariskan pada Peraturan Menteri Pendayagunaan aparatur Nomor 91 tahun 2013.

Karakteristik Penyuluh

Woolfolk (1993) menjelaskan bahwa karakteristik individu adalah ciri-ciri yang dimiliki individu sepanjang hidupnya, meliputi faktor kognitif dan karakteristik lain yang dimiliki individu, yang menentukan dalam proses belajar. Setiap individu memiliki karakteristik yang spesifik tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti: (1) kematangan karena pertambahan umur (maturity), (2) aktivitas (activity) yang dilakukan seseorang terhadap lingkungannya serta hal-hal yang dipelajarinya, (3) pengaruh lingkungan terhadap dirinya (social transmission). Kinerja seorang individu tergantung dari keadaan individu yang bersangkutan. Karakteristik individu menurut Rogers dan Shoemaker (1971) merupakan bagian dari individu dan melekat pada diri seseorang yang mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi lainnya.

Karakteristik penyuluh merupakan bagian dari individu dan melekat pada diri seorang penyuluh yang mendasari tingkah laku sebagai penyuluh. Karakteristik tersebut dibatasi pada karakteristik yang berkaitan dengan kinerja penyuluh yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan formal, jumlah pelatihan yang diikuti, masa kerja, jabatan dan motivasi.

Umur

(32)

bentuk-12

bentuk proses belajar yang lain. Berkenaan dengan umur, von Senden et al. (Havighurst 1974) mengamati gejala yang menyatakan bahwa terdapat periode kritis dalam tahap perkembangan manusia. Tahap seperti itu hadir dalam perkembangan sensor utama, seperti konsepsi tentang ukuran, bentuk, dan jarak dan juga dalam pengembangan perilaku sosial.

Umur merupakan salah satu unsur dari karakteristik pribadi penyuluh pertanian yang ikut memengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu penyuluh yang sangat erat hubungannya dengan kinerja, alasan yang memperkuat ungkapan ini adalah seperti yang telah diungkapkan oleh Robbins (1996) yang menyatakan bahwa produktivitas seseorang akan merosot dengan bertambahnya usia seseorang. Kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi merosot dengan perjalanan waktu. Pekerjaan yang membosankan dan kurangnya rangsangan intelektual juga akan mengurangi produktivitas. Umur berpengaruh pada kemampuan penyuluh pertanian dalam memelajari, memahami, menerima dan mengadopsi suatu teknologi serta meningkatkan produktivitas kinerjanya. Dengan demikian umur berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa umur memengaruhi kinerja penyuluh. Penelitian Leilani dan Jahi (2006) serta Sapar et al. (2011) menjelaskan bahwa umur seseorang penyuluh mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh tersebut.

Pendidikan Formal

Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik. UNESCO menyatakan bahwa ada 4 (empat) pilar pendidikan, antara lain: (a) learning to know: belajar untuk mengetahui; (b) learning to do: belajar untuk berbuat; (c) learning to be: belajar untuk menjadi diri sendiri; (d) learning to live together: belajar untuk hidup bersama dengan orang lain.

Pada masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan hendaklah ditujukan pada semua tingkatan usia. Dalam masyarakat tradisional, apa yang dipelajari oleh setiap generasi baru adalah sama dengan apa yang telah diketahui dan disetujui oleh generasi sebelumnya, pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap individu yang dilakukan secara terencana, sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan taraf hidupnya (Mosher 1987, Houle 1975).

(33)

13 Pendidikan formal adalah suatu pendidikan yang proses pelaksanaannya telah direncanakan berdasarkan pada tatanan kurikulum dan proses pembelajaran yang terstruktur menurut jenjang pendidikan. Pendidikan formal yang diikuti oleh penyuluh pertanian merupakan gambaran bahwa penyuluh tersebut mempunyai pengetahuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan klien. Pendidikan disini adalah pendidikan secara formal, seperti: SD, SLTP, SLTA dan Perguruan tinggi. Gilley dan Eggland (1989) menjelaskan bahwa, konsep behavioristik dari kinerja manusia dan konsep pendidikan menjadi dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia. Orientasi ini menekankan pada pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk tujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi.

Masa Kerja

Pengalaman kerja ialah karakteristik individu yang menyangkut masa kerja dalam suatu organisasi. Martoyo (2000) berpendapat bahwa masa kerja atau pengalaman kerja adalah mereka yang dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang nantinya akan diberikan disamping kemampuan intelegasinya yang juga menjadi dasar pertimbangan selanjutnya. Nitisemito (2000) menyatakan bahwa pada umumnya karyawan ditetapkan untuk promosi antara lain karena pengalaman kerjanya dan karyawan akan diberikan kedudukan atau jabatan lebih tinggi adalah karena pengalaman, usia atau kemampuan karyawan yang diperoleh dari umur atau lamanya bekerja. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masa kerja atau pengalaman kerja adalah keahlian atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pada suatu bidang pekerjaan yang diperoleh dengan belajar dalam suatu kurun waktu tertentu.

Gagne (1967) berpendapat bahwa, pengalaman ialah akumulasi proses belajar yang telah dialami seseorang. Menurut Walker (1973), pengalaman adalah akumulasi proses mengalami, memengaruhi dan memutuskan sesuatu yang baru bagi kehidupan seseorang. Hasil penelitian Bryan dan Glenn (2004) menunjukkan bahwa, pengalaman kerja memberikan efek positif pada penyuluh baru, sementara pada penyuluh yang sudah lebih lama bekerja akan menunjukkan tingkat kepuasan klien.

Pengalaman kerja seorang penyuluh menunjukkan kecakapan yang bersangkutan dalam melakukan pekerjaan, baik dari segi teknis maupun perencanaan. Seorang Penyuluh yang lama bekerja telah berpengalaman dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan klien, sehingga dapat merencanakan program untuk pengembangan usahatani dengan lebih baik. Jadi pengalaman kerja penyuluh berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.

Jumlah Pelatihan yang diikuti

Pelatihan diklasifikasikan sebagai pendidikan non formal. Jayaratne dan Gamon (1998), menekankan pentingnya program pelatihan atau konseling untuk

mengatasi “stress’ akibat restrukturisasi dan realokasi penyuluh. Restrukturisasi

(34)

14

perubahan ini erat kaitannya dengan perubahan lingkungan sosial dan interaksi sosial. Disimpulkan bahwa kinerja penyuluh mengalami penurunan segera setelah penunjukan kembali dalam pekerjaan yang baru dan berpengaruh negatif terhadap kinerja.

Menurut Hickerson dan Middleton (1975) pembelajaran yang dilaksanakan atau dialami oleh seseorang mengubah tiga domain yaitu: (1) psychomotoric meliputi fisik dan keterampilan, (2) cognitive yaitu kemampuan

untuk me”recal” materi-materi dan perkembangan keterampilan berpikir, dan (3) affective yaitu sikap, “values” dan “interest.” Pelatihan bagi penyuluh pertanian dipersiapkan melalui program pelatihan bersyarat dan program pelatihan tidak bersyarat. Pertama, sifatnya berjenjang selaras dengan jabatan/golongan kepangkatan, misalnya pelatihan dasar I, pelatihan dasar II, sedangkan yang kedua tidak mensyaratkan golongan kepangkatan dan tidak mensyaratkan program pelatihan yang telah diikuti, tujuan dari program tidak bersyarat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian di bidang inovasi atau teknologi pertanian, misalnya pelatihan teknologi, komoditi dan budidaya (Ban 1999).

Pelatihan yang pernah diikuti dapat dilihat dari jumlah dan jenis pelatihan yang diikuti selama kurun waktu tertentu. Pelatihan akan meningkatkan kompetensi penyuluh melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan,dan sikap dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugas. Dengan demikian pelatihan yang pernah diikuti oleh penyuluh pertanian memiliki pengaruh pada kinerja mereka.

Motivasi

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupannya. Kajian tentang motivasi memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan pencapaian kinerja seseorang.

Menurut Robbins dan Coulter (2010), motivasi mengacu pada suatu dorongan, arahan pada seseorang untuk mencapai tujuan. Teori Hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan fisiologis (dapat berupa kebutuhan akan makan, minum, tempat berteduh dan kebutuhan lainnya), kebutuhan keamanan (kebutuhan akan keamanan dan perlindungan fisik), kebutuhan sosial (kebutuhan akan penerimaan dan persahabatan), kebutuhan penghargaan (kebutuhan akan penghargaan internal seperti harga diri, dan penghargaan eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian), dan kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan akan pencapaian potensi, dan pemenuhan diri). Penelitian ini membatasi pada motivasi intrinsik untuk kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan penghargaan.

(35)

15 karena kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan penghargaan. Sedangkan faktor-faktor ekstrinsik diantaranya adalah insentif yang didapat pada saat mengikuti pelatihan (Suhanda et al. 2009). Suparno (2000) mengemukakan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu jika mengharapkan akan melihat hasil, memiliki nilai (value) atau manfaat. Perasaan berhasil (the experience of success) akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari dan melakukan sesuatu. Motivasi dengan demikian merupakan dorongan yang berasal dari dalam maupun luar diri seseorang untuk melakukan tindakan dalam upaya mencapai suatu tujuan. Motivasi dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mendorong penyuluh mengikuti pelatihan.

Kompetensi Penyuluh sebagai Fasilitator Pelatihan

Boyatzis (1982) menjelaskan bahwa, kompetensi merupakan kemampuan seseorang untuk menunjukkan kegiatan-kegiatan yang bersifat spesifik dalam satu lingkungan kerja yang dilakukan dengan penuh tanggungjawab, sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan peran dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Menurut Gilley dan Eggland (1989), kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang, sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan tugasnya.

Fasilitator, guru dan dosen sebagaimana dijelaskan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 merupakan pendidik yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai fasilitator, guru dan dosen. Perbedaannya adalah fasilitator pelatihan dalam penelitian ini merupakan kualifikasi pendidik pada kegiatan pelatihan, guru merupakan kualifikasi pendidik pada pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah, sedangkan dosen merupakan kualifikasi pendidik pada pendidikan formal jenjang pendidikan tinggi.

Selanjutnya pada Pasal 39 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Mengacu pada penjelasan tersebut, terdapat kesamaan peran dan tugas secara umum antara fasilitator, guru dan dosen. Oleh karena itu pada penelitian ini definisi operasional kompetensi fasilitator pelatihan adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh fasilitator dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Tugas keprofesionalan fasilitator adalah mendidik, mengajar dan melatih peserta pelatihan.

(36)

16

terhadap kemungkinan tanggapan atau pertanyaan peserta terhadap materi pelatihan. (b) perencanaan pembelajaran meliputi, kemampuan menyusun rencana, tujuan, modul, metode serta evaluasi dari pembelajaran yang dilaksanakan. (c) pelaksanaan pembelajaran meliputi kemampuan menerapkan pembelajaran orang dewasa, kemampuan memotivasi peserta pelatihan dalam melaksanakan pembelajaran. (d) pelaksanaan evaluasi pembelajaran meliputi kemampuan melaksanakan dan menganalisis hasil pre test dan post test. (e) kerjasama meliputi kemampuan membina hubungan kerjasama dengan sesama penyuluh fasilitator, kemampuan melakukan kerjasama dengan panitia pelatihan dan memiliki komitmen dalam melaksanakan tugas. Berdasarkan uraian pernyataan-pernyataan tentang kompetensi penyuluh fasilitator diatas maka kompetensi fasilitator yang di amati adalah : (a) kemampuan penguasaan substansi materi, (b) kemampuan merencanakan pembelajaran, (c) kemampuan melaksanakan pembelajaran, serta (d) kemampuan mengevaluasi pembelajaran. Kelembagaan Penyuluhan

Di bentuknya Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan maka satuan administrasi pangkal serta tugas dan pokok penyuluh diatur dalam UU No 16 Tahun 2006 yang melaksanakan penyuluhan dan mengembangkan mekanisme serta tata hubungan kerja dengan menggunakan metode penyuluhan (Wowor 2012). Berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 2006, Kelembagaan penyuluhan adalah lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan. Winardi (2003) menjelaskan bahwa kelembagaan atau organisasi secara efektif dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut: (1) kejelasan tentang ekspektasi-ekspektasi kinerja individual dan tugas-tugas yang terspesialisasi; (2) pembagian kerja agar terhindar dari timbulnya duplikasi, konflik dan penyalahgunaan sumberdaya, baik sumberdaya material maupun sumberdaya manusia; (3) terbentuknya suatu arus aktivitas kerja yang logikal, yang dapat dilaksanakan dengan baik oleh individu-individu atau sebagian kelompok; (4) saluran komunikasi yang mapan, yang membantu pengambilan keputusan dan pengawasan; (5) mekanisme-mekanisme yang mengkoordinasi, yang memungkinkan tercapainya harmoni antara anggota organisasi yang terlibat dalam berbagai kegiatan; (6) upaya-upaya yang difokuskan berkaitan dengan sasaran logikal dan efisien; (7) struktur-struktur otoriter tepat, yang memungkinkan kelancaran perencanaan dan pengawasan pada seluruh organisasi yang bersangkutan.

Penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya perlu mendapatkan dukungan dari lembaga atau institusi tempat penyuluh bernaung. Dukungan tidak hanya dari segi kebijakan, tetapi juga dari segi fasilitas dan operasional dilapangan.

(37)

17 trasparan, dengan kata lain harus memperhatikan karier bagi penyuluhnya. Fungsi utama dari kelembagaan penyuluhan pertanian adalah sebagai wadah dan organisasi pengembangan sumberdaya manusia pertanian serta menyelenggarakan penyuluhan.

Adanya kelembagaan penyuluhan pertanian berdiri sendiri diharapkan dapat menjamin terselenggaranya : (1) Fungsi perencanaan dan penyusunan program penyuluhan di tingkat Kabupaten Kota dan tersusunnya programa di tingkat BP3K, (2) Fungsi penyediaan dan penyebaran informasi teknologi, model usaha agrobisnis dan pasar bagi petani di pedesaan, (3) Fungsi pengembangan SDM pertanian untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan, (4) Penataan administrasi dan piningkatan kinerja penyuluh pertanian yang berdasarkan kompetensi dan profesionalisme, (5) Kegiatan partisipasi petani-penyuluh dan peneliti, (6) Fungsi supervisi, monitoring, evaluasi serta umpan balik yang positif bagi perencanaan penyuluhan kedepan.

Peran kelembagaan di tingkat Kabupaten kota, kecamatan, dan tingkat kelembagaan petani antara lain:

1. Sebagai Sentra pelayanan pendidikan non-formal dan pembelajaran petani dan kelompoknya dalam usaha agrobisnis.

2. Sebagai sentra komunikasi, informasi dan promosi teknologi, sarana produksi, pengolahan hasil peralatan dan model-model agribisnis.

3. Sebagai sentral pengembangan SDM pertanian dan poenyuluhan berbasis kerakyatan, sesuai kebutuhan petani dan profesionalisme penyuluhan pertanian.

4. Sebagai sentral pengembangan kelembagaan social ekonomi petani.

5. Sebagai sentra pengembangan kompetensi dan profesionalisme penyuluh pertanian.

6. Sebagai sentra pengembangan kemitraan dengan dunia usaha agribisnis dan lainnya

Kelembagaan penyuluhan pemerintah terdiri atas:

a. pada tingkat pusat berbentuk badan yang menagani penyuluhan, b. pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, c. pada tingkat kabupaten/kota berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan,

d. pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan (UU No.16 tahun 2006) Tata hubungan dan mekanisme kerja lembaga penyuluhan dan Dinas/Badan serta BPTP dapat dilihat pada Gambar 1:

(38)

18

1. Badan Litbang, BPTP, Peneliti (Pendamping)

Bertugas melakukan pengkajian terhadap teknologi yang bisa direkomendasikan kepada penyuluh sampai kepada petani dengan melakukan koordinasi.

2. Badan PSDMP

Memfasilitasi untuk pengembangan dan peningkatan sumberdaya manusia baik penyuluh maupun petani dengan melakukan berbagai pelatihan demi mencapai pembangunan pertanian.

3. Ditjen Teknis/Dinas Terkait

Melakukan berbagai koordinasi baik menyampaikan program kerja yang berkaitan dengan penyelenggaraan penyuluhan dan berbagai informasi tentang sasaran utama, mendiskusikan teknologi agar bisa menjadi sinkron dan mengupayakan terwujudnya hubungan yang harmonis.

4. Bakorluh

 Melakukan koordinasi , integrasi, sinkronisasi dengan lintas sektor, optimlisasi partispasi, advokatsi masyrakat dengan melibatkan unsur pakar, dunia usaha, institusi terkait, pergutuan tinggi dan sasaran.  Menyusun kebijakan dan programa penyuluhan provinsi yang sejalan

dengan kebijakan dan programa penyuluhan nasional

 Memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum masyrakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan memberikan umpan balik kepada pemerintah dan daerah

 Melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, Swadaya dan Swasta

5. Bapeluh

 Bapeluh menyusun kebijakan manajemen penyelenggaraan penyuluhan  Mengadakan rapat koordinasi dengan dinasi atai instansi terkait maupun

kelembagaan-kelembagaan penyuluhan swasta/swadaya dalam rangka menyeleggarakan fungsi manajemen penyuluhan.

 Mensinergiskan manajemen penyelenggaraan penyuluhan tahunan dengan program-program dinasi dan atau instansi terkait

 Mempertimbangkan kebijakan penyelenggaraan penyuluhan yang berasal dari Pusat atau Provinsi baik dalam bentuk program maupun programa penyuluhan serta hasil monitoring dan evaluasi.

6. BP3K

Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan di Kecamatan bertugas :

 Menindaklanjuti program penyuluhan yang berasal dari Bapeluh  Menjabarkan program penyuluhan dari Bapeluh

 Menyusun programa penyuluhan Kecamatan berdasarkan programma tingkat Kabupaten.

7. POSLUHDES

Pos Penyuluhan Desa merupakan unit kerka nonstruktural yang dibentuk dan dikelola secara partispatif oleh pelaku utama. Posluhdes berfungsi :  Menyusun programa penyuluhan

 Melaksanakan penyuluhan di desa/kelurahan

(39)

19  Melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan

pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha  Menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan serta kelembagaan

pelaku utama dan pelaku usaha

 Memfasilitasi layanan informasi, konsultasi, pendidikan serta pelatihan bagi pelaku utama dan pelaku usaha

 Memfasilitasi forum penyuluhan perdesaan. 8. POKTAN

Kelompok Tani (POKTAN) mempunyai fungsi sebagai :  Kelas Belajar

Kelompoktani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani, sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera.

Wahana Kerjasama

Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompoktani dan antar kelompoktani serta dengan pihak lain.

Unit Produksi

Usahatani yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota kelompoktani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.

(40)

20

3

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kinerja penyuluh pertanian berkaitan dengan keberhasilan pelaku utama. Membangun pertanian dibutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yakni penyuluh yang berkualitas. Untuk membangun SDM dapat dilaksanakan melalui proses belajar dan mengajar dengan mengembangkan sistem pendidikan non formal diluar sekolah secara efektif dan efisien. Dalam hal ini, kinerja penyuluhan yang baik pada penyuluh pertanian dilaksanakan dengan cara mengadakan pelatihan serta penyuluh dibekali ilmu pengetahuan, keterampilan, pengenalan paket teknologi dan inovasi dibidang pertanian. Pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan yang cocok dilaksanakan adalah dengan pendekatan pembelajaran orang dewasa. Selain itu dalam kegiatan pelatihan harus digunakan metode yang tepat serta pemberian materi yang dibutuhkan oleh penyuluh pertanian. Kompetensi akan terbangun dengan adanya pelatihan yang sesuai dan kompetensi dari penyuluh tersebut dapat meningkat.

Kompetensi merupakan karakteristik mendasar seseorang yang menentukan terhadap hasil kerja yang terbaik dan efektif sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam suatu pekerjaan atau situasi tertentu (Spencer dan spencer, 1993). Kompetensi diduga menentukan perilaku dan kinerja (hasil kerja) seseorang dalam situasi yang beragam. Kompetensi akan terbangun dengan adanya pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan penyuluhan pertanian.

Kinerja penyuluh diduga ditentukan oleh karakteristik penyuluh, tingkat kesesuaian kurikulum pelatihan, tingkat kompetensi penyuluh pelatih, dan tingkat dukungan lembaga penyuluhan. Karakteristik penyuluh yang diduga berpengaruh dengan kinerja adalah umur, pendidikan formal, jenis kelamin, masa kerja, jumlah pelatihan yang diikuti, dan motivasi, Tingkat kesesuaian kurikulum pelaihan yang diduga mempengaruhi kinerja antara lain perencanaan, materi, metode dan sarana prasarana pelatihan. Pada tingkat kompetensi penyuluh pelatih dan tingkat dukungan lembaga penyuluhan diduga yang berpengaruh terhadap kinerja penyuluh adalah penguasaan substansi materi, kemampuan merencanakan pembelajaran, kemampuan melaksanakan pembelajaran, kemampuan dalam mengevaluasi pembelajaran, fasilitas serta insentif atau penghargaan.

Pasca diberlakukannya otonomi daerah telah terjadi perubahan yang mendasar terhadap pembinaan penyuluh pertanian, yang semula dilaksanakan oleh pusat bergeser ke daerah. Saat ini, kondisi penyuluh pertanian di Kabupaten Bungo cukup memprihatinkan. Berdasarkan survei di BP4K banyak penyuluh yang tidak memiliki keterampilan serta pengetahuan dalam melaksanakan penyuluhan sehingga kinerja mereka tidaklah begitu baik. Oleh karena itu pihak BP4K melaksanakan kegiatan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi penyuluh tersebut. Selain itu diterapkannya sistem LAKU yang mengharuskan penyuluh untuk melaksanakan pelatihan dan kunjungan agar pengetahuan dan keterampilan penyuluh meningkat serta dapatkan meningkatkan kinerja penyuluh tersebut.

Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan diamati meliputi variabel karakteristik penyuluh (X1), tingkat kesesuaian kurikulum dengan pelatihan (X2),

tingkat kompetensi penyuluh pelatih (X3) dan dukungan lembaga penyuluhan

(41)

21

Gambar 2. Kerangka berpikir penelitian Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah: terdapat pengaruh yang nyata karakteristik penyuluh, tingkat kesesuaian kurikulum pelatihan, tingkat kompetensi penyuluh pelatih serta dukungan lembaga penyuluhan terhadap kinerja penyuluh.

Karakteristik Penyuluh Peserta Pelatihan (X.1)

X1.1 Umur

X1.2 Tingkat Pendidikan Formal

X1.3 Jenis Kelamin

X1.4 Masa Kerja

X1.5 Jumlah pelatihan yang pernah

diikuti

X1.6 Motivasi mengikuti pelatihan

Tingkat Kesesuaian Kurikulum Pelatihan (X.2)

X2.1 Perencanaan Pelatihan

X2.2 Materi Pelatihan

X2.3 Metode Pelatihan

X2.4 Sarana dan prasarana pelatihan

Tingkat Kinerja Penyuluh (Y) Y1.3 Kontinuitas evaluasi dan

pelaporan

Tingkat Kompetensi Penyuluh Pelatih (X.3)

X3.1 Penguasaan substansi materi

X3.2 Kemampuan merencanakan

pembelajaran

X3.3 Kemampuan melaksanakan

pembelajaran

X3.4 Kemampuan dalam mengevaluasi

Pembelajaran

Tingkat Dukungan Lembaga Penyuluhan (X4)

X4.1 Fasilitas dari lembaga penyuluhan

(42)

22

4

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menerangkan kondisi dasar suatu peristiwa dan menjelaskan kaidah hubungan antar peristiwa dengan memaparkan ciri-ciri dari peristiwa itu (Silalahi 2012). Metode penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian survei sendiri menurut Singarimbun dan Effendi (1995) adalah suatu penelitian yang menggunakan kuesioner untuk memperoleh data dari suatu sampel dalam populasi, di mana tujuan dari penelitian survei adalah untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis. Penelitian terdiri dari empat variabel bebas yaitu (X1) adalah karakteristik penyuluh, tingkat kesesuaian

kurikulum dengan kebutuhan pelatihan (X2), tingkat kompetensi penyuluh (X3)

dan dukungan lembaga penyuluhan (X4), sedangkan variabel terikat (Y) adalah

Kinerja Penyuluh.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di BP4K Kabupaten Bungo. Pemilihan daerah ini dilakukan secara sengaja (purposive) di Kabupaten Bungo dengan mengambil 17 BP3K yang tersebar di Kabupaten Bungo, pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada (1) Kabupaten Bungo merupakan salah satu kabupaten yang melaksanakan kegiatan pelatihan secara rutin berdasarkan sistem LAKU; (2) perubahan kelembagaan penyuluhan yang sekarang berdasarkan UU SP3K; (3) adanya relevansi masalah yang diteliti di Kabupaten Bungo; (4) Akses ke daerah penelitian yang lebih mudah dijangkau oleh peneliti sehingga lebih efisien (waktu dan biaya) serta dimilikinya pengalaman empirik di wilayah tersebut, karena merupakan tempat domisili peneliti.

Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan mulai Mei sampai Juli 2015. Jangka waktu ini dilakukan mulai dari uji coba kuisioner sampai dengan pengumpulan data di lapangan

Populasi dan Sampel

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian yang menurut sifatnya terbagi menjadi populasi homogen dan populasi heterogen, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti (Riduwan 2013). Penelitian ini menggunakan

Gambar

Gambar 2. Kerangka berpikir penelitian
Tabel 1 Hasil uji instrumen penelitian
Gambar 3.
Tabel 2.   Persentase penyuluh peserta pelatihan menurut karakteristik individu di
+4

Referensi

Dokumen terkait

Cukup jelas *6849 Pasal 49 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Kuasa Rapat Anggota dalam ayat ini adalah mereka yang ditunjuk dan diberi kuasa serta tanggung jawab oleh Rapat Anggota

7) Linen yang sangat basah oleh darah atau produk darah lainnya, linen tersebut harus dimasukkan kedalam kantong kuning dobel, di ikat kuat dan dibuang. 8) Jika kantung pada

menyampaikan informasi yang sangat beragam, berupa gambar, suara, dokumen dan tulisan dapat diakses melalui peralatan teknologi informasi, berupa satelit, modem,

Kita harus melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang kita miliki.. Sedangkan

Model pengelolaan wakaf jenis inilah yang membuat menarik untuk diteliti, karena secara logika yang dimaksud produktif ialah menghasilkan keuntungan yang besar,

diterapkan oleh Sekolah Dasar Unggulan Aisiyah Bantul melalui kegiatan market day, home skill dan kunjungan ke tempat industri yang bertujuan agar siswa dapat mempraktikkan

Penelitian dilakukan pada daerah ini atas berbagai pertimbangan seperti adanya hubungan antara kepercayaan merek, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara epistemologis, PIPS dalam pemikiran Somantri dikonsep- tualisasi sebagai sebuah disiplin ilmu (DPIPS) dan program pendidikan disiplin