• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.5 Kerangka Berpikir

Basa-basi merupakan sebuah fenomena baru dalam studi pragmatik. Basa-basi

berbahasa muncul dari perkembangan pengguna bahasa yang digunakan untuk

memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur dalam

kehidupan sehari-hari. Basa-basi berbahasa biasanya muncul di dalam masyarakat,

bahkan pada keluarga pendidik. Sekarang, dalam ranah keluarga pendidik, basa-basi

banyak digunakan untuk memperkokoh dan mempertahankan hubungan antar penutur

dan lawan tutur di ranah keluarga pendidik. Hal inilah yang menjadi fenomena baru

dalam studi pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini, yaitu basa-basi

berbahasa dalam ranah keluarga pendidik, khususnya basa-basi dalam berbahasa

antar anggota keluarga pendidik di Desa Kalirejo, Kulon Progo.

Penelitian ini menggunakan beberapa teori basa-basi serta teori-teori yang

mendukung untuk menguraikan tuturan basa-basi antarkeluarga pendidik. Pertama,

Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan phatic communion sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word“. Phatic communion mempunyai fungsi sosial. Phatic communion digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta

komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam

pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang

menyenangkan. Malinowski dalam tesis Arimi (1998) mengatakan basa-basi

digunakan sebagai kata anonim berarti bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived , dibuat-buat atau yang tidak alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru mengacu

pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring language) yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas

fungsi basa-basi (phatic communion), untuk mengikat antara pembaca dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat pencerminan bahasa tetapi

sebagai modus tindakan (antarpenutur). Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut:

it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal communion of these people. But this is in fact achieved by speech, and the situation in all such cases is created by the exchanged of word, by the specific feelings which form convivial gregariousness, by the give and take of utterances which make up ordinary gossip. Each utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to speaker sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not as isntrument of reflection but a mode of action. “

Kedua, Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15) mendefinisikan bahwa

basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau

memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan

untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap

memperhatikan. Menurut Jakobson (1980:81) dalam tesis Waridin (2008:16),

terdapat enam faktor yang berkaitan dengan fungsi dengan fungsi bahasa sebagai alat

komunikasi verbal. Keenam faktor tersebut adalah addresser (pengirim pesan),

message (pesan), addressee (penerima pesan), context (konteks), contact (kontak),

Ketiga, Searle (1976 : 1-24) mengatakanan bahwa jenis tindak tutur yang

merupakan salah satu fenomena teori pragmatik. Dalam fenomena tindak tutur,

terdapat tiga bagian yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur

perlokusi. Dalam hal ini Searle menggolongkan tindak tutur ilokusi menjadi lima

jenis, yaitu : (1) tindak tutur representatif, (2) tindak tutur direktif, (3) tindak tutur

ekspresif, (4) tindak tutur komisif, (5) tindak tutur deklaratif. Fenomena pragmatik

Searle ini digolongkan dalam tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertututur. Secara

tidak langsung basa-basi berbahasa masuk dalam pengertian bentuk tindak verbal

yang digolongkan oleh Searle.

Keempat, Geoffrey Leech (1983: 8 ) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu

tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi (speech situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut, karena

memang Pragmatik mempelajari makna bahasa yang terikat konteks. Seperti halnya

dalam bahasan mengenai basa-basi, tuturan akan dikatan basa-basi ditinjau melalui

konteks yang melingkupinya.

Berdasarkan teori basa-basi tersebut, data yang diperoleh dengan menggunakan

metode simak dan cakap ini dideskripsikan dan diinterpretasikan. Metode simak

adalah metode dengan menyimak pertutuan langsung maupun tidak langsung di

dalam ranah pendidikan. Metode cakap adalah metode penyediaan data yang

dilakukan dengan cara mengadakan percakapan. Penggunaan dua metode

pengambilan data tersebut, peneliti diharapkan dapat memperoleh data yang

Kelima, Anwar (1984:46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejemput

kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan

suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk

menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk

membujuk, merayu dan sebagainya. Terlepas dari berbagai pengertian tersebut

sebenarnya basa-basi memiliki fungsi untuk menyampaikan berbagai maksud.

Keenam, Arimi (1998: 95) secara praktis basa-basi didefinisikan sebagai

fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar

pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Dengan kata lain, basa-basi

adalah fenomena lingual yang alamiah, tetapi penggunaannya mental atau menolak

jika ditanyakan apakah penutur berbasa-basi. Arimi (1998: 96) juga menjelaskan

bahasa secara metodologis penolakan tersebut akan lebih jelas jika dibandingkan

dengan aktivitas verbal non basa-basi, seperti aktivitas marah atau serius. Bagi

aktivitas marah atau serius, penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa ia

marah atau serius. Ketujuh Harimurti Kridalakasna (1986:111) menjelaskan bahwa

basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan,

atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Berdasarkan teori basa-basi tersebut, data yang diperoleh dengan menggunakan

metode simak dan cakap ini dideskripsikan dan diinterpretasikan. Metode simak

adalah metode dengan menyimak pertutuan langsung maupun tidak langsung di

dalam ranah pendidikan. Metode cakap adalah metode penyediaan data yang

pengambilan data tersebut, peneliti diharapkan dapat memperoleh data yang

memadai.

Tuturan sebagai data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan

metode dan teknik kontekstual. Metode dan teknik analisis kontekstual adalah cara

analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan dan mengaitkan dengan

Berikut ini adalah bagan dari kerangka berpikir yang sudah dipaparkan

di atas:

FENOMENA BASA-BASI DALAM KAJIAN PRAGMATIK TEORI BASA-BASI MALINOWSKI (1923) JAKOBSON (1980) LEECH (1983) ANWAR (1984) HARIMURTI (1986) ARIMI (1998) HASIL PENELITIAN

WUJUD BASA-BASI DALAM RANAH KELUARGA

PENDIDIK

MAKSUD BASA-BASI DALAM RANAH KELUARGA

PENDIDIK

SEARLE (1969)

36 BAB III