• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA BERPIKIR

Dalam dokumen LAPORAN READING COURSE (Halaman 116-120)

Perkembangan Teknologi di Era Digital

(Hanika, 2015., Ratnasari, 2007., Lupton, 2015., Bungin, 2006)

Muncul Teknologi Smartphone

(Ghifary & Kurnia, 2015)

Dampak Negatif

(Dhamayanti, dkk, 2019., Chotpitayasunondh & Karen, 2016., Guazzini, dkk, 2019)

Dampak Positif

(Dhamayanti, dkk, 2019., Chotpitayasunondh & Karen, 2016., Guazzini, dkk, 2019)

Perilaku Phubbing

Seseorang yang sedang melakukan percakapan dengan lawan bicaranya namun pandangannya tertuju pada smartphone nya.

(Hanika, 2015., Chotpitayasunondh & Karen, 2018., Engin Karadağ, dkk, 2015., Chotpitayasunondh & Karen, 2016., Guazzini, dkk, 2019., Balta,

dkk, 2018., Roberts & Meredith, 2016.)

Candu Smartphone

(Hanika, 2015., Dhamayanti, dkk, 2019., Engin Karadağ, dkk, 2015., Guazzini, dkk, 2019., Chotpitayasunondh & Karen, 2018.,

Kurniawan, 2017)

Mengabaikan Pembicaraan

(Chotpitayasunondh & Karen, 2018., Abeele, dkk, 2016., Balta, dkk, 2018., Roberts & Meredith, 2016., Dawney & Scott, 1996., Bungin, 2006., Bungin, 2006., DeVito, 2014., Mashek & Arthur,

2004)

Kualitas Komunikasi

(Daharnis, dkk, 2001., Gainau, 2008., Chotpitayasunondh & Karen, 2018., Abeele, dkk, 2016., Bauminger, dkk, 2008., Laurenceau, 1998., Johnson & Nick, 2013., Bungin, 2006.,

DeVito, 2014., Mashek & Arthur, 2004)

Keintiman

Proses transaksional interpersonal ketika seseorang sedang ingin

membangun suatu hubungan. Transaksional ini berupa komunikasi antara belah pihak: Pengungkapan diri dan respons

pasangan.

(Puteri & Wangid, 2017., Pohan & Hairul, 2017., Forstie, 2017., Jamleson, 2011., Dawney & Scott,

1996., Bauminger, dkk, 2008., Chambers, 2017., Laurenceau, 1998., Olson & Mark, 1981., Prager & Duane, 1998., Johnson &

Nick, 2013., DeVito, 2014., Mashek & Arthur, 2004)

Sumber Hasil Analisis Penulis (2019)

Tingkat Keintiman

Menunjukan tingkat yang rendah, sedang atau bahkan tinggi.

110

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, terlihat bahwa di era digital, perkembangan teknologi berkembang sangat pesat. Berbagai macam teknologi baru satu persatu hadir di era digital. Salah satunya ialah teknologi baru dibidang komunikasi atau dengan nama Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Jika dahulu banyak orang berkomunikasi secara lisan dan bertatap muka, maka pada era digital seperti saat ini, seseorang tidak lagi diharuskan bertemu tatap muka untuk hanya sekedar menyampaikan pesan atau informasi. Sebab, perkembangan teknologi di era digital telah mempermudah aktivitas manusia hanya sekali genggaman saja. Salah satu bentuk perkembangan teknologi dibidang komunikasi ialah smartphone atau ponsel pintar. Kemunculan smartphone ditengah-tengah euforia digital meninggalkan jejak kebermanfaatan tersendiri. Dengan bentuknya yang praktis dan fungsinya yang beragam, smartphone dapat menjadi perangkat untuk membuat hidup seseorang menjadi lebih mudah seperti mengirim pesan hanya dalam hitungan detik, media dalam menunjang pekerjaan, mencari informasi, menjadi media belajar, menyimpan data pribadi, mengabadikan momen, bahkan hingga menghibur diri.

Kemudahan-kemudahan tersebut, sudah sepatutnya menjadi dampak yang positif dalam menunjang kehidupan sehari-hari. Namun, dibalik kemudahan tersebut. Justru smartphone juga cenderung memberikan dampak yang negatif apabila digunakan secara berlebihan. Dampaknya diibaratkan sebagai pisau bermata dua di mana dampak positif selalu diiringi dengan dampak negatif. Smartphone telah menyebabkan subjek teknologi berpotensi menjadi pengguna yang bermasalah. Tanpa disadari penggunaan smartphone akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam berkomunikasi. Sebut saja fenomena perilaku phubbing. Secara khusus, istilah phubbing merupakan penggabungan dari kata "phone" dan "snubbing", dan menggambarkan tindakan menghina seseorang dalam pengaturan sosial dengan memperhatikan teleponnya alih-alih berbicara langsung dengan orang tersebut dalam kumpulannya. Dengan kata lain, phubbing melibatkan penggunaan smartphone dalam lingkungan sosial dua orang atau lebih, dan berinteraksi dengan smartphone daripada dengan seseorang atau orang yang hadir.

Seseorang dengan perilaku phubbing terindikasi menyakiti orang lain dengan pura-pura memperhatikan saat diajak berkomunikasi. Maka tak heran apabila seseorang dengan perilaku phubbing, kualitas komunikasi mereka rendah. Mereka tidak mampu merespons pesan yang disampaikan lawan bicara. Hal ini dikarenakan, perilaku mereka yang tidak bisa lepas dari genggaman smartphone. Penggunaan smartphone perilaku phubbing dapat dikatakan sebagai pengguna yang bermasalah. Mereka candu akan smartphone sehingga

111

merujuk alur dan proses berkomunikasi atau berinteraksi. Seorang komunikan harus mampu menerima pesan dan mengirimi pesannya kembali sebagai bentuk proses timbal balik dalam berinteraksi. Proses ini bukan hanya sekedar mengirim dan juga menerima pesan, melainkan di dalam pengiriman pesan, terdapat beberapa komponen penting untuk membangun sebuah keintiman yang di mana akan berlanjut menjadi hubungan yang akrab antarpribadi apabila kedua belah pihak ingin membangun suatu hubungan antarpribadi. Komponen ini seperti pengungkapan diri (self-disclosure) yang berisi informasi, pikiran, dan perasaan kepada orang lain. Agar proses keintiman berlanjut, komunikan harus memancarkan emosi, ekspresi, dan perilaku yang di mana keduanya memberikan respon terhadap konten spesifik dari pengungkapan seseorang.

Oleh karena itu, perilaku phubbing di dalam lingkungan sosial yang sedang berinteraksi tidak dianjurkan, dikarenakan akan memberikan kecanduan bagi dirinya yang sedikit-sedikit memainkan smartphone dan memiliki kualitas komunikasi yang buruk karena mengabaikan pesan-pesan yang hendak disampaikan lawan bicaranya. Maka, tanpa dipungkiri perilaku phubbing akan berdampak langsung pada tingkat keintiman seseorang dalam membangun suatu hubungan, baik itu tingkat keintiman yang rendah, sedang atau bahkan tinggi karena sudah dianggap hal yang biasa atau normatif di masyarakat atau dengan kata lain tidak mempengaruhi keintiman sama sekali.

112 BAB V PENUTUP

Perilaku phubbing merupakan dampak negatif dari adanya perkembangan teknologi di era digital yang bersarang karena adanya kecanduan smartphone yang berlebihan. Kata phubbing sendiri dimasukkan ke dalam pembaruan kamus yang terkenal yaitu Macquarie Dictionary, yakni “phone” dan “snubbing” karena dianggap suatu perilaku menyimpang dan bermasalah yang perlu dihentikan. Hal ini dikarenakan, perilaku phubbing menunjukkan sikap tidak sopan terhadap orang yang berkomunikasi dengannya, mereka cenderung mengabaikan dan lebih memilih lingkungan virtual yang ada pada smartphone daripada lingkungan sosialnya. Ada beberapa faktor seseorang menjadi perilaku phubbing, pertama karena adanya kecanduan internet yang diberikan smartphone sebagai fitur tambahan untuk menunjang kehidupan sehari-hari seperti bermedia sosial, menjelajahi informasi, bermain game, dan sebagainya, kedua takut ketinggalan akan sesuatu hal misalnya seperti informasi yang sedang booming di media sosial, ketiga ialah pengontrolan diri yang kurang. Mereka cenderung resah dan grogi dalam lingkungan sosial tertentu sehingga smartphone menjadi pelarian untuk mengontrol diri mereka.

Terlepas dari semua itu, perilaku phubbing memberikan citra yang buruk bagi dirinya maupun lingkungan sosialnnya. Perilaku phubbing teridentifikasi memiliki kualitas komunikasi yang buruk, mereka tidak dapat merespons pesan yang disampaikan oleh lawan bicaranya karena sikap mereka yang acuh dan lebih memilih memainkan smartphone. Bahkan, dalam proses berkomunikasi dan berinteraksi, perilaku phubbing dianggap sudah menghilangkan proses dan komponen penting dalam membangun hubungan. Dalam berinteraksi sudah seharusnya komunikan memberikan respons agar dapat membangun keintiman dalam suatu hubungan yang akrab. Namun tidak bagi seseorang dengan perilaku phubbing. Oleh karena itu, keintiman seseorang yang mengalami perilaku phubbing dipertanyakan, apakah dalam tingkat rendah, sedang atau bahkan tinggi karena sudah dianggap suatu hal yang biasa atau normatif di masyarakat memainkan smartphone ketika sedang berinteraksi sehingga tidak mempengaruhi keintiman seseorang.

113 JURNAL NASIONAL

Daharnis, dkk. 2001. Pengungkapan Diri (Self-Disclosure) Mahasiswa. Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 8, No. 4: 294-304.

Dhamayanti, Meita, dkk. 2019. “Pengaruh Kecanduan Gawai pada Perkembangan Mental dan Emosional Remaja di Jawa Barat, Indonesia”. Majalah Kedokteraan Bandung, Vol. 51, No. 1: 46-52.

Gainau, Maryam B. 2008. Pengembangan Inventori Self Disclosure Bagi Mahasiswa. Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 15, No. 3: 169-174.

Gifary, Sharen dan Iis Kurnia N. 2015. Intensitas Penggunaan Smartphone dan Perilaku Komunikasi (Studi Pada Pengguna Smartphone di Kalangan Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Telkom). Jurnal Sosioteknologi, Volume 14, No. 2: 170-178.

Hanika, Ita Musfirowati. 2015. Fenomena Phubbing di Era Milenia (Ketergantungan Seseorang pada Smartphone terhadap Lingkungannya). Jurnal Interaksi, Vol. 4, No. 1: 42-51.

Puteri, Maharani dan Muhammad Nur Wangid. 2017. Hubungan antara Kelekatan dengan Interaksi Sosial Pada Siswa. PSIKOPEDAGOGIA: Jurnal Bimbingan dan Konseling, Vol. 6, No. 2: 84-91.

Pohan, Fionna Almira dan hairul Anwar Dalimunthe. 2017. “Hubungan Intimate Friendship dengan Self-Disclosure pada Mahasiswa Psikologi Pengguna Media Sosial Facebook”. Jurnal Diversita, Vol. 3, No. 2: 15-24.

Ratnasari, Anne. 2007. Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Bermedia Internet terhadap Persahabatan Mahasiswa di Dunia Maya. Mediator, Vol. 8, No. 1: 165-182.

Dalam dokumen LAPORAN READING COURSE (Halaman 116-120)

Dokumen terkait