• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN READING COURSE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN READING COURSE"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN READING COURSE

PENGARUH PERILAKU PHUBBING DI ERA DIGITAL TERHADAP TINGKAT KEINTIMAN SESEORANG DI KALANGAN REMAJA

SONNA TRIANSYAH AKTIOFAN 4825160617

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

(2)

i

1. Judul Reading Course : Pengaruh Perilaku Phubbing di Era Digital Terhadap Tingkat

Keintiman Seseorang di Kalangan Remaja 2. Peneliti

a) Nama Peneliti : Sonna Triansyah Aktiofan

b) Jenis Kelamin : Laki-laki

c) No. Registrasi : 4825160617

d) Program Studi : Sosiologi

e) Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

f) Alamat : Jln. Jatiwaringin, Gang. Nurussa’adah RT 1/RW 3 No. 93

Kel. Jatiwaringin, Kec. Pondok Gede, 17411, Jawa Barat, Indonesia

g) Telepon : 08871613427

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan Mata Kuliah (MK) Kapita Selekta Sosiologi (Reading Course) pada Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Abdi Rahmat, M.Si

NIP. 197302182006041001 Tanggal Pengesahan :

(3)

ii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Reading Course yang berjudul “Pengaruh Perilaku Phubbing di Era Digital Terhadap Tingkat Keintiman Seseorang di Kalangan Remaja” adalah benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak manapun kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.

Jakarta, Juli 2019

Sonna Triansyah Aktiofan NIM. 4825160617

(4)

iii

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga laporan Reading Course yang berjudul “Pengaruh Perilaku Phubbing di Era Digital Terhadap Tingkat Keintiman Seseorang di Kalangan Remaja” dapat terselesaikan dengan baik. Laporan Reading Course ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah (MK) Kapita Selekta Sosiologi (Reading Course) pada Progam Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta.

Selama penulisan laporan Reading Course ini, penulis menyadari bahwa laporan ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Abdi Rahmat, M.Si selaku Dosen Pembimbing 1 yang selalu memberikan dukungannya kepada saya, baik berupa masukan, saran, dan kritik selama penulisan laporan Reading Course. Tidak lupa pula kepada Ibu Rusfadia Saktiyanti Jahja, M.Si selaku dosen pengampu Mata Kuliah Kapita Selekta yang telah memberikan ilmu pengantar dalam penulisan Reading Course kepada penulis. Serta beberapa pihak, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis telah berusaha membuat laporan ini dengan sebaik-baiknya namun tetap menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan baik dari aspek materi dan penyajiannya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan laporan ini. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian laporan Reading Course ini. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat menjadi inspirasi bagi penulis-penulis selanjutnya.

Jakarta, Juli 2019

Sonna Triansyah Aktiofan

(5)

iv DAFTAR ISI Hlm. LEMBAR PENGESAHAN... i LEMBAR PERNYATAAN... ii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... iv BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Pertanyaan Penelitian... 6 1.3. Tujuan Penelitian... 6 1.4. Metodologi Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

Jurnal Nasional 2.1. Fenomena Phubbing Di Era Milenia (Ketergantungan Seseorang Pada Smartphone Terhadap Lingkungannya)... 7

2.2. Hubungan antara Kelekatan dengan Interaksi Sosial pada Siswa... 11

2.3. Intensitas Penggunaan Smartphone dan Perilaku Komunikasi (Studi Pada Pengguna Smartphone di Kalangan Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Telkom)... 14

2.4. Hubungan Intimate Friendship dengan Self-Disclosure pada Mahasiswa Psikologi Pengguna Media Sosial Facebook... 16

2.5. Pengungkapan Diri (Self-Disclosure) Mahasiswa... 20

2.6. Pengembangan Inventori Self Disclosure Bagi Siswa Usia Sekolah Menengah Atas... 23

2.7. Influence of Adolescents’ Smartphone Addiction on Mental and Emotional Development in West Java Indonesia... 25

2.8. Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Bermedia Internet terhadap Persahabatan Mahasiswa di Dunia Maya... 27

Jurnal Internasional 2.9. The Effects of “Phubbing” on Social Interaction... 30

2.10. Determinants Of Phubbing, Which Is The Sum Of Many Virtual Addictions: A Structural Equation Model... 33

2.11. How “Phubbing” Becomes The Norm: The Antecedents And Consequences of Snubbing via Smartphone... 37

(6)

v

Formation and Interaction Quality... 40 2.13. An Explorative Model to Assess Individuals’ Phubbing Risk... 42 2.14. Neuroticism, Trait Fear of Missing Out, and Phubbing: The Mediating Role

of State Fear of Missing Out and Problematic Instagram Use... 45 2.15. Measuring Phone Snubbing Behavior: Development and Validation of the

Generic Scale of Phubbing (GSP) and the Generic Scale of Being Phubbed (GSBP)... 47 2.16. My Life Has Become A Major Distraction From My Cell Phone: Partner

Phubbing and Relationship Satisfaction Among Romantic Partners... 50 2.17. A New Framing For An Old Sociology Of Intimacy... 52 2.18. Intimacy as a Concept: Explaining Social Change in the Context of

Globalisation or Another Form of Ethnocentricism?... 55 2.19. Implications of Rejection Sensitivity for Intimate Relationships... 57 2.20. Intimacy In Adolescent Friendship: The Roles of Attachment, Coherence, and

Self-Disclosure... 60 2.21. Networked Intimacy: Algorithmic Friendship and Scalable Sociality... 62 2.22. Intimacy as an Interpersonal Process: The Importance of Self-Disclosure,

Partner Disclosure, and Perceived Partner Responsiveness in Interpersonal Exchanges... 63 2.23. Assessing Intimacy: The PAIR Inventory... 66 2.24. Intimacy and Need Fulfillment in Couple Relationships... 68 Tesis

2.25. Hubungan Depresi dan Kecemasan dengan Smartphone Addiction pada Coass Program Studi Pendidikan dokter di Provinsi Bali... 70 Buku

2.26. Digital Sociology: Critical Perspectives... 73 2.27. Digital Sociology... 76 2.28. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi

Komunikasi di Masyarakat (Edisi Pertama)... 80 2.29. Human Communication: The Basic Course (13th Edition)... 85 2.30. Handbook of Closeness and Intimacy... 88

(7)

vi

BAB III. TABEL PERBANDINGAN... 91

BAB IV. KERANGKA BERPIKIR... 109

BAB V. PENUTUP... 112

(8)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang kian canggih, telah memberikan banyak pengaruh dan kemudahan bagi kehidupan manusia untuk melakukan komunikasi maupun akses informasi. Jika dahulu banyak orang berkomunikasi secara lisan dan bertatap muka, maka pada era digital seperti saat ini, seseorang tidak lagi diharuskan bertemu untuk hanya sekedar menyampaikan pesan atau informasi. Sebab, perkembangan teknologi di era digital telah mempermudah aktivitas manusia hanya sekali genggaman saja. Salah satu bentuk perkembangan teknologi ini adalah smartphone. Smartphone atau dikenal dengan ponsel pintar mampu membantu manusia hampir dalam semua aktivitasnya seperti dalam berkomunikasi, bekerja, mencari informasi, menjadi media belajar, menyimpan data pribadi, mengabadikan momen, hingga menghibur diri. Semua kemudahan tergabung menjadi satu di dalam smartphone. Ditambah dengan kehadiran fitur baru seperti media sosial dan teknologi jaringan internet generasi ke-empat atau yang lebih sering disebut sebagai jaringan internet 4G, semakin memanjakan penggunanya untuk terjun bebas berlama-lama di layar smartphone dengan segala fitur yang diberikannya untuk mengakses informasi dan komunikasi secara cepat dan mudah dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Disisi lain, dengan bentuknya yang praktis dan mudah dibawa kemana-kemana membuat smartphone menjadi pilihan prioritas umat manusia dalam menunjang aktivitas. Begitu juga dengan harga smartphone. Lantaran harganya yang sudah semakin terjangkau, ponsel atau smartphone menjadi barang yang dapat dimiliki oleh seluruh kalangan dan hal

tersebut menjadikan permintaan pasar terhadap smartphone terus meningkat.1 Di Indonesia,

pasar smartphone pada kuartal III mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Berdasarkan data dari Canalys di laman seluler.id, pengiriman smartphone menurun di empat negara dari tujuh negara, namun Indonesia terus tumbuh. Pengiriman smartphone di tujuh negara di wilayah Asia Tenggara turun 3 persen dari tahun-ke-tahun menjadi 25,4 juta unit. Penurunan terjadi karena tiga dari lima pasar terbesar mengalami penurunan pada kuartal tersebut. Thailand, Vietnam, Myanmar dan Filipina semuanya mengalami penurunan masing-masing 20,1 persen, 16,8 persen, 10,3 persen, dan 3,1 persen. Bertolak belakang dengan kondisi

1 Ita Musfirowati Hanika, 2015, Fenomena Phubbing di Era Milenia (Ketergantungan Seseorang pada

(9)

2

kawasan, Indonesia memimpin pertumbuhan dengan peningkatan 13,2 persen.2 Sementara

dua negara lainnya dua negara lainnya, Malaysia tumbuh 5,3 persen dan Kamboja naik 6,8 persen.3 Dengan adanya data tersebut, dapat dikatakan Indonesia merupakan negara dengan pangsa pasar smartphone terbesar di Asia Tenggara.

Gambar 1.1. Permintaan Pasar Smartphone di Asia Tenggara dan Pertumbuhan Persentase Berdasarkan Data Canalys

(Sumber: Seluler.id., Canalys Q3 2018: Pasar Smartphone Asia Tenggara Turun, Indonesia Tumbuh)

Berbeda dengan kuartal III, pada kuartal IV, permintaan pasar smartphone di Indonesia mengalami peningkatan hingga mencapai 17,1 persen. Berdasarkan data riset Canalys pada laman kompas.com, jumlah smartphone yang dikapalkan di tanah air selama

tahun 2018 mencapai 38 juta.4

Beringinan dengan permintaan pasar smartphone di Indonesia, pengguna smartphone aktif di Indonesia juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam lima tahun terakhir, menurut data eMarketer, pengguna Indonesia tumbuh dari 38,3 juta di 2014

2

Seluler.Id, 2019, Canalys Q3 2018: Pasar Smartphone Asia Tenggara Turun, Indonesia Tumbuh, diakses melalui laman https://selular.id/2019/01/canalys-q3-2018-pasar-smartphone-asia-tenggara-turun-indonesia-tumbuh/ pada tanggal 24 Maret 2019 pukul 21.10 WIB.

3

Loc.cit.

4 Wahyu Kusuma Pertiwi, 2019, 2018, Pasar Smartphone Indonesia Tumbuh Dua Digit, diakses melalui laman

https://tekno.kompas.com/read/2019/03/01/16160037/2018-pasar-smartphone-indonesia-tumbuh-dua-digit/ pada tanggal 24 Maret 2019 pukul 21.32 WIB.

(10)

3

sebesar itu, maka tak heran smartphone sudah menjadi teknologi prioritas bagi umat manusia khususnya di Indonesia dalam menunjang kebutuhan aktivitas sehari-hari. Dari yang berusia muda sampai dengan berusia tua memiliki teknologi genggam ini. Tak jarang juga smartphone digunakan dari bangun tidur sampai dengan kembali tidur. Bahkan intensitas penggunaan smartphone dapat ditemukan dimana-mana. Bukan hanya pada ranah domestik saja, namun pada ranah publik penggunaan smartphone kerap kali dijumpai, seperti mendengarkan musik atau memainkan smartphonenya sekedar menyelami internet dan media sosial di transportasi umum, tempat makan, caffe, halte angkutan umum atau bus, kampus, sekolah, kantor, swalayan, toko, dan tempat-tempat lainnya. Smartphone sudah menjadi teman baik dalam kehidupan manusia. Meskipun memang, lebih didominasi oleh kaum anak muda dalam penggunaannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari University of Oxford mencoba untuk meneliti waktu ideal seseorang dalam menggunakan smartphone. Sebanyak 99,9 persen responden mengaku melakukan lebih dari satu aktivitas dan menggunakan lebih dari satu perangkat dalam kesehariannya, kendati smartphone dilaporkan sebagai gadget yang paling populer digunakan. Dari hasil hitung-hitungan peneliti, durasi ideal untuk melakukan aktivitas online adalah sepanjang 257 menit atau sekitar 4 jam 17 menit dalam sehari.6 Dengan durasi tersebut, peneliti meyakini remaja bukan hanya mahir dalam hal teknologi tetapi juga akan mampu bersosialisasi dengan baik.

Sejalan dengan pernyataan diatas, penelitian yang dilakukan oleh Digitak GFK Asia, rata-rata orang Indonesia hampir menghabiskan waktu 5,5 jam dalam menggunakan smartphone. Perempuan Indonesia setidaknya menghabiskan waktu selama 5,6 jam per hari saat mengutak-utik layar smartphone mereka. Menurut data yang disampaikan Karthik Venkatakrishnan, regional director Digital GFK Asia, perempuan Indonesia membuka sekitar 45 aplikasi atau domain (alamat website) dalam satu hari. Adapun pria Indonesia, setidaknya menghabiskan waktu selama 5,4 sehari dan membuka sekitar 47 aplikasi atau alamat website. Secara rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu dengan smartphone-nya selama 5,5

5

Agus Aryanto, 2019, China Kuasai 56% Market Smartphone Indonesia, diakses melalui laman https://wartaekonomi.co.id/berita216500/china-kuasai-56-market-smartphone-indonesia/ pada tanggal 24 Maret 2019 pukul 21.52 WIB.

6

Rahma Lillahi Sativa, 2017, Berapa Lama Waktu Ideal Gunakan Gadget?, diakses melalui laman https://detik.com/inet/cyberlife/d-3398914/berapa-lama-waktu-ideal-gunakan-gadget/ pada tanggal 25 Maret 2019 pukul 19.59 WIB.

(11)

4

jam sehari dan membuka 46 aplikasi dan alamat website.7 Hal ini memicu terjadinya

kecanduan kepada smartphone. Mengingat ideal penggunaan smartphone berdasarkan hasil data penelitian oleh peneliti University of Oxford berdurasi sekitar 4 jam 17 menit dalam sehari.

Dengan penggunaan smartphone secara berlebihan, tanpa disadari penggunaan smartphone akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam berkomunikasi terlebih dengan adanya kecanduan kepada smartphone. Dengan segala kemudahan yang ditawarkan, seseorang sering lupa akan dampak negatifnya, contohnya adalah apa yang disebut dengan perilaku phubbing. Phubbing dapat didefiniskan sebagai seseorang yang sedang melakukan percakapan dengan lawan bicaranya namun pandangannya tertuju pada smartphone nya dan melarikan diri dari komunikasi interpersonal. Kata phubbing sendiri muncul ketika dimasukkan ke dalam pembaruan kamus yang terkenal yaitu Macquarie Dictionary. Tim pembaruan membuat kata phubbing dengan menggabungkan kata ponsel dan snubbing bagi

mereka yang candu dengan smartphone nya, yang mungkin dianggap sebagai gangguan usia.8

Seseorang dengan perilaku phubbing terindikasi menyakiti orang lain dengan pura-pura memperhatikan saat diajak berkomunikasi, tetapi pandangannya sebentar-sebentar tertuju

pada smartphone yang ada di tangannya.9 Mereka lebih banyak mengacuhkan orang di depan

mereka dan lebih memilih ponsel pintar. Fenomena ini dapat ditemukan hampir di seluruh sudut tempat, yang biasanya menjadi tempat ketika seseorang sedang berkumpul dan saling bercengkrama. Namun, tak dapat dipungkiri, terkadang phubbing justru menjadi pilihan ketika seseorang tengah bosan dan enggan menyimak pembicaraan. Rendahnya kesadaran untuk mendengarkan menjadi faktor utama penyebab terjadinya sikap acuh tak acuh, sehingga akan mengakibatkan hilangnya rasa simpati dan empati seseorang dalam berkomunikasi secara langsung.

Hal ini tentu menjadi faktor penentu berubahnya perilaku individu dalam kegiatan sehari-hari khususnya dalam berkomunikasi dengan individu lainnya karena perilaku

7 Astri S., 2016, Rata-rata Orang Indonesia Habiskan Waktu 5,5 Jam Main HP dari Bangun Hingga Beranjak

Tidur, diakses melalui laman http://www.tribunnews.com/lifestyle/2016/02/26/rata-rata-orang-indonesia-habiskan-waktu-55-jam-main-hp-dari-bangun-hingga-beranjak-tidur pada tanggal 25 Maret 2019 pukul 19.52 WIB.

8

ENGİN KARADAĞ, dkk, 2015, Determinants Of Phubbing, Which Is The Sum Of Many Virtual Addictions: A Structural Equation Model, Journal of Behavioral Addictions, Volume 4, No. 2, hlm. 60.

9 Inta elok Youarti & Nur Hidayah, 2018, Perlaku Phubbing Sebagai Karakter Remaja Generasi Z, Jurnal Fokus

(12)

5

tersebut bisa dibuktikan dengan kenyataan di lapangan. Semua orang cenderung tidak bisa lepas dengan smartphone, meskipun dalam konteks berkomunikasi dengan individu lainnya. Maka tak heran, teknologi smartphone yang seharusnya mendekatkan yang jauh, membuat kehidupan manusia jadi menjauhkan yang dekat. Sebagaimana dalam pernyataan Hassan dalam penelitian Aisyah Anggraeni & Hendrizal, mengemukakan teknologi komunikasi cenderung memungkinkan terjadinya transformasi berskala luas dalam kehidupan. Transformasi tersebut telah memunculkan perubahan dalam berbagai pola hubungan antarmanusia (patterns of human communication), yang pada hakikatnya adalah hubungan antarpribadi (interpersonal relation).11 Dalam hubungan antarpribadi setidaknya melibatkan paling sedikit dua orang yang saling berinteraksi dan mempunyai pesan/timbal balik yang sekiranya berisikan pengungkapan diri, informasi, pikiran, tanggapan dan perilaku yang khas dalam berkomunikasi tatap muka (face to face).

Di dalam hubungan antarpribadi juga terdapat adanya hubungan keintiman di antara dua orang yang sedang menjalin hubungan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Debra J. Mashek dan Arthur Aron, keintiman merupakan suatu kebutuhan dasar manusia dalam membangun dan memelihara keterikatan dan koneksi dengan orang lain ketika menjalin hubungan.12 Menurut Reis dan Shaver, keintiman adalah proses transaksional interpersonal dengan dua komponen utama: pengungkapan diri dan respons pasangan. Proses ini secara khusus mengacu pada "rangkaian pemikiran, perasaan, dan perilaku yang relevan, yang masing-masing dipengaruhi oleh kondisi anteseden dan konsekuensi yang diantisipasi". Keintiman dimulai ketika seseorang berkomunikasi secara pribadi dan mengungkapkan informasi, pikiran, dan perasaan kepada orang lain. Agar proses keintiman berlanjut, pendengar harus memancarkan emosi, ekspresi, dan perilaku yang di mana keduanya memberikan respon terhadap konten spesifik dari pengungkapan dan menyampaikan

penerimaan, validasi, dan kepedulian terhadap pengungkapan individu.13

Namun apabila merujuk, pada fenomena yang sedang terjadi yang sudah dipaparkan diatas, perilaku phubbing telah mengabaikan bukan hanya lawan bicaranya. Melainkan juga

10 Sharen Gifary & Iis Kurnia N., 2015, Intensitas Penggunaan Smartphone dan Perilaku Komunikasi (Studi Pada

Pengguna Smartphone di Kalangan Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Telkom), Jurnal Sosioteknologi, Volume 14, No. 2, hlm. 170.

11 Aisyah Anggraeni & Hendrizal, 2018, Pengaruh Penggunaan Gadget terhadap Kehidupan Sosial Para SMA,

Jurnal PPKn & Hukum, Volume 13, No. 1, hlm. 70.

12

Debra J. Mashek dan Arthur Aron, 2004, Handbook of Closeness and Intimacy, Lawrence Erlbaum Associates, London, hlm. 61.

13

(13)

6

mengabaikan komponen penting dalam hubungan interpersonal yang di mana membentuk sebuah keintiman. Keintiman dalam hubungan interpersonal dapat dibentuk, apabila keduanya memasuki pengungkapan diri dan respons pasangan dalam percakapan mereka.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk menganalisis perilaku phubbing di era digital terhadap tingkat keintiman seseorang di kalangan remaja. Maka, berikut pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan:

1. Apakah perilaku phubbing di era digital memengaruhi tingkat keintiman seseorang di kalangan remaja?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang telah dipaparkan di atas, didapatkan beberapa tujuan dilakukannya Reading Course ini adalah:

1. Mengidentifikasi lebih jauh mengenai pengaruh perilaku phubbing di era digital terhadap tingkat keintiman seseorang di kalangan remaja.

1.4. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka. Pada dasarnya, penelitian pustaka merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji teori dan konsep yang relevan dengan permasalahan yang dibahas agar berkaitan dengan apa yang dibahas oleh penulis. Penulis menggunakan jurnal nasional, jurnasl internasional, buku-buku, tesis sebagai data-data yang digunakan dalam penelitian ini. Penulis juga menggunakan beberapa sumber lain untuk mendukung dan mempermudah analisis permasalahan yang dilakukan.

(14)

7

TINJAUAN PUSTAKA

1. Jurnal Nasional

Peneliti Ita Musfirowati Hanika Identitas Jurnal Judul :

Fenomena Phubbing Di Era Milenia (Ketergantungan Seseorang Pada Smartphone Terhadap Lingkungannya)

Tahun : 2015

Bentuk : Elektronik (pdf)

Nama Jurnal : Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi Volume : 4 (1)

Halaman : 42-51 Nilai Jurnal : S3

Alamat https://ejournal.undip.ac.id/index.php/interaksi/article/view/9734 Tanggal diunduh : 24 Maret 2019

Artikel ini dianalisis oleh Ita Musfirowati Hanika yang bertumpu pada permasalahan perkembangan teknologi yang kian berkembang dari jaman ke jaman. Jika dahulu, era kesukuan (tribal) orang berkomunikasi secara lisan dan bertatap muka maka pada era digital seperti sekarang ini, orang tidak lagi harus bertemu dengan lawan bicara untuk menyampaikan pesan karena alat komunikasi seperti smartphone menjadi perangkat yang mampu mengantarkan pesan tersebut dalam hitungan detik. Dengan bentuknya yang praktis dan fungsi yang beragam, smartphone menjadi perangkat yang membuat hidup seseorang menjadi lebih mudah. Meskipun, memberikan kemudahan. Terkadang smartphone juga memberikan malapetaka bagi penggunanya. Smartphone akan memberikan efek ketergantungan bagi mereka-mereka yang telah terlanjur asyik bermain perangkat tersebut. Tanpa disadari, ketergantungan ini menimbulkan kecemasan berlebihan jika tidak menggunakannya. Maka tak heran, smartphone sudah menjadi teman yang akrab bagi setiap setiap insan manusia. Kapanpun dan dimanapun, orang akan selalu menggenggam smartphone-nya, termasuk pada saat bertatap muka. Alih-alih berkumpul untuk silahturahmi, justru orang-orang disibukan dengan smartphone-nya masing-masing.

(15)

8

Oleh karena itu, merujuk hal tersebut artikel ini fokus menyelidiki fenomena phubbing (tindakan menyakiti lawan bicara dengan menggunakan smartphone yang berlebihan pada saat berkomunikasi tatap muka) yang berkembang di masyarakat terutama generasi Y terhadap perkembangan ilmu komunikasi dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif melalui desain polling. Polling merupakan suatu kerja pengumpulan pendapat umum dengan menggunakan teknik dan prosedur ilmiah. Cellinda C. Lake mendefinisikan polling sebagai cara sitematis, ilmiah dan terpercaya, mengumpulkan informasi dari sampel orang yang digunakan untuk menggeneralisasikan pada kelompok atau populasi yang lebih luas darimana sampel itu diambil. Dalam hal ini, desain penelitian polling merupakan suatu pengukuran pada satu waktu untuk mengetahui sikap, perilaku, kepercayaan, dan hubungan diantara semua parameter.14 Peserta berjumlah 50 peserta yang dianggap sudah mewakili sampel yang terdiri dari pengguna aktif smartphone dengan rentan lahir pada tahun 1980an hingga 2010. Peserta merupakan mahasiswa MIKOM UNDIP yang berusia 21-30 tahun.

Data diperolah melalui penyebaran kuesioner terhadap peserta yang telah disesuaikan sebelumnya. Berdasarkan data dalam artikel, terdapat 8 item pernyataan yang telah diklasifikasi berdasarkan yang telah disusun, berikut item-itemnya: (1) saluran yang digunakan, (2) preferbilitas ketinggalan, (3) intensitas penggunaan smartphone dalam sehari, (4) perasaan cemas, (5) phubbing, (6) meminta izin kepada lawan bicara, (7) alasan melakukan phubbing, (8) perasaan terganggu.

Dalam melihat fenomena phubbing, penulis mengkaitkannya dengan teori depedensi media yang dimana secara sederhana teori ini ingin menegaskan bahwa semakin seseorang tergantung pada kebutuhannya dalam menggunakan media, maka semakin penting peranan media dalam kehidupan seseorang, dan hal tersebut akan memberikan lebih banyak pengaruh kepada individu yang bersangkutan. Walaupun media yang dimaksud didalam teori ini adalah media massa, tetapi dalam perkembangannya media baru seperti smartphone juga memiliki karakteristik yang serupa dengan media massa. Dimana konvergensi media menjadikan media massa dapat dinikmati melalui medium smartphone.

Hasilnya, berdasarkan diagram 1 dalam item pertama mengenai saluran yang digunakan, sebanyak 28 responden menjawab berkomunikasi via smartphone dengan persentase 56% dan yang lainnya menjawab komunikasi tatap langsung dengan persentase

14

(16)

9

menjawab lebih baik ketinggalan dompet dibandingkan smartphone dengan jumlah persentase sebesar 60%. Sedangkan pada diagram 3 dalam item intensitas penggunaan smartphone dalam sehari, dari 4 jawaban hanya jawaban sepanjang hari yang memiliki persentase yang tinggi sebesar 36% dibandingkan yang lainnya. Sisanya 24% untuk jawaban 20-30 kali, 22% untuk jawaban dibawah 10 kali, dan 18% untuk jawaban 10-20 kali. Diagram lainnya pada item keempat yang menanyakan mengenai perasaan cemas, terdapat 27 responden (54%) menjawab iya yang memiliki makna bahwa ketergantungan smartphone memberikan efek perasaan cemas. Diagram 5 pada item kelima, terdapat 37 responden menjawab iya yang berarti ketergantungan smartphone memberikan dampak pada gangguan sosial seperti phubbing dengan persentase sebesar 82%. Melanjutkan diagram 5, pada diagram 6 hampir keseluruhan responden (32 responden) menjawab tidak melakukan izin kepada lawan bicara dalam menggunakan smartphone-nya. Jumlah persentasenya sebanyak 64%, sedangkan yang menjawab melakukan izin sebanyak 36%. Pada diagram 7, alasan melakukan phubbing, responden memiliki berbagai macam alasan. Sebesar 54% menjawab menerima pesan/panggilan, 32% menjawab membuka chat/media sosial, 12% menjawab bosan dengan lawan bicaranya, dan terdapat 2% menjawab lain-lainnya. Terakhir pada diagram 8 dalam item kedelapan yang mengenai perasaan terganggu, sebanyak 40 responden (64%) menjawab merasa terganggu jika lawan bicara menggunakan smartphone pada saat sedang berkomunikasi.

Pada hasil diatas, maka dapat dikatakan seorang individu dapat memiliki ketergantungan terhadap smartphone. Pertama adalah intensitas penggunaan smartphone per harinya, dimana sebanyak 18 responden menggunakan smartphone nya sepanjang hari, dan sebanyak 14 responden menggunakannya 20 sampai 30 kali dalam sehari. Indikator yang kedua adalah kecemasan responden ketika tidak menggunakan smartphone dalam beberapa jam, dimana sebanyak 27 responden menjawab bahwa mereka akan mengalami hal tersebut jika tidak menggunakan smartphone.

Ketergantungan ini pada akhirnya menjadikan manusia teralienasi dan berada dalam bingkai kehidupannya sendiri. Seperti yang disebutkan di awal, bagaimana fenomena baru seperti phubbing muncul atas ketergantungan manusia terhadap smartphone sehingga orang menjadi lebih apatis terhadap lingkungan, karena terlalu fokus pada apa yang ada didalam genggamannya. Walaupun sejumlah 37 responden belum mengetahui istilah tersebut tetapi hasil penelitian mengungkapkan bahwa hampir sebagian besar responden pernah merasakan

(17)

10

berada di situasi tersebut. Berbagai macam alasan pun menjadi latar belakang seseorang melakukan phubbing. Seharusnya, teknologi mendekatkan yang jauh, bukan sebaliknya. Maka tak heran, efek negatif perkembangan teknologi semakin hari semakin terasa. Dengan hal tersebut, analisis fenomena phubbing sejalan dengan teori depedensi media.

Dalam artikel, McLuhan menjelaskan teknologi media telah menciptakan revolusi di tengah masyarakat karena masyarakat sudah sangat tergantung kepada teknologi dan tatanan

masyarakat terbentu berdasarkan kemampuan masyarakat menggunakan teknologi.15

Kesimpulannya bahwa generasi Y yang tinggal di kota besar seperti Jakarta dan Semarang juga mengalami fenomena phubbing yang disebabkan karena ketergantungan terhadap penggunaan smartphone yang cukup tinggi. Ketergantungan ini disebabkan karena kemudahan yang disediakan oleh smartphone. Jika masyarakat terutama generasi Y tidak bisa bersikap bijak dalam menggunakan smartphone maka bukan tidak mungkin akan menghasilkan efek domino. Gangguan sosial seperti phubbing tentunya akan mengakibatkan lawan bicara merasa tidak dihargai sehingga kedekatan hubungan diantara phubbee (orang yang diacuhkan) dan phubber (orang yang melakukan phubbing) pun akan menjadi renggang, selain itu phubber (orang yang melakukan phubbing) juga akan semakin teralienasi oleh lingkungan sosialnya, dan mengakibatkan kepekaan terhadap lingkungannya menjadi menurun.

15

(18)

11

Peneliti Maharani Puteri dan Muhammad Nur Wangid Identitas Jurnal Judul :

Hubungan antara Kelekatan dengan Interaksi Sosial Pada Siswa Tahun : 2017

Bentuk : Elektronik (pdf) Nama Jurnal : PSIKOPEDAGOGIA Volume : 6 (2)

Halaman : 84-91 Nilai Jurnal : S2 Alamat

http://journal.uad.ac.id/index.php/PSIKOPEDAGOGIA/article/view/9439 Tanggal diunduh : 1 Juli 2019

Artikel ini dianalisis oleh Maharani Puteri dan Muhammad Nur Wangid yang bertumpu pada permasalahan yang berada di lapangan, temuan di lapangan menunjukkan terdapat cukup banyak remaja yang interaksi sosialnya rendah. Salah satu data yang menunjang fakta tersebut ialah adanya interaksi sosial remaja yang meresahkan seperti fenomena tawuran antar pelajar. Remaja yang memiliki kemampuan interaksi sosial yang kurang baik dalam berhubungan dengan orang lain maka akan menimbulkan konflik di antara remaja. Maka tak heran, interaksi sosial yang rendah menjadi penyebab utama dari tawuran antar pelajar. Bahkan ketika ditelurusi lebih lanjut, faktor penentu interaksi sosial remaja yang rendah karena didasari kurangnya kelekatan orang tua dengan anak. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan guru bimbingan dan konseling di SMPN 1 Trucuk, alasannya karena siswa ditinggal orang tua nya merantau. Tuntutan ekonomi dan kebutuhan hidup mengakibatkan kedua orang tua siswa merantau dan siswa harus ditinggal dengan saudara atau nenek mereka. Hal ini bertentangan dengan pernyataan kebutuhan akan kelekatan pada orang tua menjadi hal yang penting dalam kehidupan seorang individu, demikian pula pada remaja. Kelekatan pada orang tua merupakan suatu langkah awal dalam proses perkembangan dan sosialisasi. Oleh sebab itu, untuk melihat antaran keterikatan kedua permasalahan tersebut, penulis dalam mengkaji hubungan antara kelekatan dengan interaksi sosial pada siswa.

Metodologi yang digunakan dalam artikel ialah jenis metode pendekatan Kuantitatif yang lebih spesifik diarahkan pada jenis penelitian korelasional. Subjek dalam artikel ini

(19)

12

adalah siswa kelas VII dengan jumlah 173 siswa, dengan rentan usia sekitar 13 sampai 15 tahun.

Hasilnya berdasarkan tabel uji korelasi menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kelekatan anak-orang tua dengan interaksi sosial remaja. Hasilnya positif saling berkorelasi. Hasil ini menunjukan semakin tinggi kelekatan maka semakin tinggi pula interaksi sosial, sebaliknya semakin rendah kelekatan maka semakin rendah pula interaksi sosialnya. Berikut data tabel yang berada di dalam artikel:

Sumber: Hasil Uji Tabel - Maharani Puteri dan Muhammad Nur Wangid (2017)

Papalia, Olds, dan Feldman berpendapat bahwa rasa aman yang timbul dalam diri anak bisa terwujud karena figur lekat memberikan cinta dan kasih sayang yang cukup, selalu siap mendampingi anak, selalu menolong ketika anak terjebak dalam kondisi yang mengancam atau menakutkan dan tercukupi akan kebutuhan-kebutuhan anak. Siswa yang mendapatkan kasih sayang dan cinta yang cukup dari figur lekatnya, selalu didampingi saat ada masalah dan tercukupi kebutuhan-kebutuhannya baik secara biologis maupun psikologis, akan memiliki kelekatan yang erat dengan figur selalu ada saat dibutuhkan.16 Keluarga merupakan tempat bagi remaja untuk mengembangkan interaksi sosial mereka. Kelekatan yang kuat timbul dari interaksi yang dilakukan oleh orang tua sehingga akan membentuk respons yang positif bagi remaja khususnya interaksi sosial mereka dengan orang lain.

Dalam data juga menunjukkan bahwasanya interaksi sosial siswa tidak ada satupun yang rendah. Sebagian siswa memiliki interaksi yang sedang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mampu mencapai perkembangan sosialnya yaitu mampu mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita karena pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya termasuk pergaulan lawan jenis.

16 Maharani Puteri dan Muhammad Nur Wangid, 2017, Hubungan antara Kelekatan dengan Interaksi Sosial

(20)

13

perkembangan anak, yaitu: 1) ikatan emosional yang kuat, hubungan dalam keluarga ditandai dengan ikatan emosional yang sangat kuat. Emosi ini menjadi pengikat dan mewarnai setiap proses interaksi yang terjadi dalam lingkungan keluarga, baik positif maupun negatif. 2) orang tua memiliki motivasi yang kuat untuk mendidik anaknya, hal ini disebabkan karena anak merupakan ikatan darah dari orang tua yang merupakan buah kasih sayang. Motivasi ini menjadikan hubungan emosional orang tua dengan anak sangat kuat. Anak yang memiliki ikatan kuat dengan orang tua, memiliki kepercayaan terhadap orang tua dan orang lain. 3) sebagian besar waktu anak berada di lingkungan keluarga. Dengan banyaknya waktu anak berada di rumah, berbagai hal yang ada di lingkungan akan berpengaruh terhadap

perkembangan anak, termasuk interaksi sosialnya juga.17

Berdasarkan hasil studi dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kelekatan dengan interaksi sosial pada siswa. Hal tersebut didtunjukkan dengan koefisien korelasi (r) sebesr 0,365 dan p = 0.000 (p < 0,05), artinya semakin tinggi kelekatan maka semakin tinggi interaksi sosialnya, sebaliknya pun begitu.

17

(21)

14 3. Jurnal Nasional

Peneliti Sharen Gifary dan Iis Kurnia N. Identitas Jurnal Judul :

Intensitas Penggunaan Smartphone dan Perilaku Komunikasi (Studi Pada Pengguna Smartphone di Kalangan Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Telkom)

Tahun : 2015

Bentuk : Elektronik (pdf) Nama Jurnal : Jurnal Sosioteknologi Volume : 14 (2)

Halaman : 170-178 Nilai Jurnal : S2

Alamat http://journals.itb.ac.id/index.php/sostek/article/view/1472 Tanggal diunduh : 24 Maret 2019

Artikel ini dianalisis oleh Sharen Gifary dan Iis Kurnia yang bertumpu pada permasalahan intensitas penggunaan smartphone di Indonesia yang sudah sangat meningkat. Berdasarkan temuan Locket dalam hasil studinya yang dilaporkan oleh ABC News pada akhir Mei 2013. Laporan Internet Trends Kleiner Perkins Caufield & Byers's, intensitas penggunaan smartphone di Indonesia telah menunjukan angka sebesar 150 kali dalam sehari. Apabila diakumulasikan, dalam satu minggu rata-rata orang bisa menggunakan

smartphone-nya lebih dari 1.050 kali.18 Terlebih setelah ditetapkannya Indonesia menjadi negara dengan

peringkat kelima terbesar dalam penggunaan smartphone di dunia. Hal tesebut, memberikan suatu permasalahan baru. Berdasarkan penjelasan di dalam artikel, penggunaan Android di Indonesia sudah mencapai 1 miliar, sedangkan iOS mencapai 700 juta.19 Oleh karena itu, merujuk data sebesar itu, fokus artikel ini mencoba untuk menganalisis intensitas penggunaan smartphone terhadap perilaku komunikasi seseorang dalam berkomunikasi. Penulis meyakini intensitas penggunaan smartphone menjadi faktor penentu berubahnya perilaku individu dalam berkomunikasi, dikarenakan smartphone telah menjadi media baru dalam berkomunikasi.

Artikel ini menggunakan metode deskriptif. Untuk penelitian lebih lanjut, analisis dilakukan dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Artikel ini juga termasuk causal

18 Sharen Gifary dan Iis Jurnia N., Loc.cit. 19

(22)

15

Telkom yang menggunakan smartphone. Jumlah mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Telkom sampai bulan Januari 2015 sebanyak 1187. Dalam artikel, penelitian digunakan tingkat kesalahan sebesar 10% sehingga sampel yang diperlukan adalah 100 orang. Uji validitas menggunakan rumus teknik korelasi Product Moment dan uji reliabilitas menggunakan intrumen Cronbach Alpha, sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif, uji asumsi klasik, analisis regresi sederhana, uji hipotesis parsial (uji-T), dan uji koefisien determinasi.

Teori yang digunakan dalam artikel ini ialah teori komunikasi yang berkaitan erat dengan proses komunikasi beberapa individu. Teori pertama ialah new media atau media baru merupakan istilah yang dipakai untuk semua bentuk media komunikasi massa yang berbasis teknologi komunikasi dan informasi. Media baru yang memiliki ciri yakni adalah adanya internet. Internet adalah jaringan kabel dan telepon satelit yang menghubungkan komputer. Teori kedua ialah teori terpaan media. Terpaan media merupakan kegiatan menerima (membaca, mendengar, menonton) pesan (secara aktif/ pasif). Penerima pesan secara aktif melibatkan perhatian. Terpaan media menjelaskan penggunaan jenis media meliputi audio, audiovisual, media cetak, dan sebagainya. Frekuensi penggunaan media mengumpulkan data khalayak tentang berapa kali mengakses media dalam satu minggu, satu bulan, atau satu tahun. Sementara itu, durasi penggunaan media dapat dilihat dari lamanya khalayak menggunakan media tersebut. Teori ketiga, psikologi komunikasi diartikan sebagai ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengontrol peristiwa mental dan behavioral. Terakhir adalah teori ketergantungan, teori tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa ketika seseorang semakin bergantung pada suatu media untuk memenuhi kebutuhannya, media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu.

Dalam mengukur intensitas penggunaan smartphone, penulis menggunakan variabel intensitas yang berisi indikator berupa frekuensi, durasi, dan isi. Sedangkan untuk mengukur perilaku komunikasi, penulis menggunakan variabel perilaku komunikasi. Indikator yang terdapat pada variabel perilaku komunikasi ialah afektif, kognitif, dan konatif.

Hasil dalam artikel ini ialah berdasarkan data yang telah diuji membuktikan bahwa intensitas penggunaan smartphone berpengaruh terhadap perilaku komunikasi. Tanggapan responden menunjukkan bahwa mereka rata-rata menggunakan smartphone dengan frekuensi dan durasi yang tinggi. Selain itu, konten yang digunakan pun beragam, mulai dari jejaring sosial, game, video, foto, musik, e-mail, SMS, telepon, dan chatting online. Responden pun

(23)

16

mengakui bahwa hal ini berpengaruh terhadap perilaku komunikasi mereka. Mereka mengakui bahwa mereka menggunakan smartphone karena ingin memperoleh pengalaman baru, ingin mendapatkan respon, dan ingin diakui oleh lingkungan sekitar. Selain itu, responden juga mengakui bahwa smartphone bisa membentuk mereka menjadi pribadi yang gemar bersosialisasi sehingga smartphone kini menjadi bagian dari gaya hidup mereka. Dari data juga menunjukan hasil yang dominan pengguna smartphone didominasi oleh wanita.

Hasil koefisien determinasi pun sebesar 55,4%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri atas intensitas penggunaan smartphone terhadap perilaku komunikasi sebesar 55,4% sedangkan sisanya 44,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Dalam artikel, penulis membagikan tiga kesimpulan dasar yang diantaranya kurang lebih seperti ini:

1) Berdasarkan analisis deskriptif, tanggapan responden terhadap intensitas penggunaan smartphone mencapai nilai 69%. Hal tersebut menunjukkan bahwa intensitas penggunaan smartphone termasuk dalam kategori tinggi.

2) Berdasarkan analisis deskriptif, tanggapan responden terhadap perilaku komunikasi mencapai nilai 77%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku komunikasi termasuk dalam kategori baik berdasarkan rata-rata persentase total tanggapan responden terhadap variabel perilaku komunikasi yang mencakup aspek afektif, kognitif, dan konatif. Jika dilihat rata-rata persentase subvariabel, aspek yang memiliki nilai paling tinggi yaitu aspek kognitif dengan nilai persentase 87%.

3) Terdapat pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 55,4% yang didapat melalui uji koefisien determinasi. Artinya, intensitas penggunaan smartphone berpengaruh sebesar 55,4% terhadap perilaku komunikasi. Sementara itu, sisanya sebesar 44,6% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Berdasarkan hasil uji t, didapatkan hasil sebesar t hitung 10,987 yang memiliki arti terdapat pengaruh antara variabel intensitas penggunaan smartphone terhadap perilaku komunikasi. Selanjutnya, berdasarkan analisis deskriptif secara keseluruhan, variabel perilaku komunikasi memiliki presentase lebih besar dibandingkan dengan variabel intensitas penggunaan smartphone, dengan nilai 77% untuk variabel perilaku komunikasi dan 69% untuk variabel intensitas penggunaan smartphone. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas penggunaan smartphone memang memengaruhi perilaku komunikasi.

(24)

17

Peneliti Fionna Almira Pohan dan Hairul Anwar Dalimunthe Identitas Jurnal Judul :

Hubungan Intimate Friendship dengan Self-Disclosure pada Mahasiswa Psikologi Pengguna Media Sosial Facebook

Tahun : 2017

Bentuk : Elektronik (pdf) Nama Jurnal : Jurnal Diversita Volume : 3(2)

Halaman : 15-24 Nilai Jurnal : S5

Alamat http://ojs.uma.ac.id/index.php/diversita/article/view/1256/1392 Tanggal diunduh : 1 Juni 2019

Artikel ini dianalisis oleh Fionna Almira Pohan dan Hairul Anwar Dalimunthe yang bertumpu pada permasalahan kehadiran Facebook sebagai salah satu media sosial yang mendukung fitur interaksi di dunia maya. Di Indonesia, Facebook berada di posisi pertama sebagai media sosial yang paling banyak dikunjungi sebesar 71.6 juta pengguna atau 54%. Berbagai fasilitas yang variatif dan lengkap membuat Facebook menjadi pilihan dalam melakukan interaksi di dunia maya. Facebook juga digunakan sebagai media eksistensi, media untuk mencari kesenangan atau hiburan dan aktualisasi diri dengan mengupdate status,

foto, maupun memberikan komentar pada akun pengguna lain.20 Kehadiran Facebook telah

membangkitkan kebutuhan dasar manusia untuk dapat bersosialisasi dengan self-disclosure kepada orang-orang di lingkungan sekitarnya sehingga individu dapat dengan mudah dan bebas mengungkapkan apa saja mengenai diri mereka melalui Facebook tanpa harus bertatap muka langsung dengan orang lain. Namun, hal ini bersebrangan dengan konsep mengenai self-disclosure yang dimana ketika seseorang telah berani terbuka tentang dirinya, akan menumbuhkan intimate diantara mereka. Intimate ini tumbuh karena adanya rasa dekat, akrab dan percaya. Berbeda dengan pengguna Facebook, mereka terbuka dan membagikan statusnya kepada orang-orang yang tidak akrab bahkan tidak dikenal sekali pun dengan bebas. Maka bertumpu pada permasalahan tersebut, penulis dalam artikel ini fokus

20 Fionna Almira Pohan dan hairul Anwar Dalimunthe, 2017, “Hubungan Intimate Friendship dengan

(25)

18

menjelaskan kaitannya dengan intimate friendship dengan self-disclosure pada pengguna Facebook.

Artikel ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yang dimana menggunakan metode korelasional. Alasannya ialah agar dapat melihat dua variabel yang sedang diteliti, yaitu intimate friendship yang disimbolkan (X) dan self-disclosure yang disimbolkan (Y). Intimate friendship (X) yaitu ialah individu yang bisa membuat orang lain merasa nyaman untuk menceritakan tentang diri sendiri, berbagi keluh kesah, dan meminta solusi terhadap suatu permasalahan dengan pertanyaan yang lebih intim, sedangkan self-disclosure (Y) yaitu kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa atau mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Medan Area angkatan tahun 2013 yang berjumlah 225 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian yaitu teknik non-probability sampling dengan menggunakan teknik pengambilan sampel accidental sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 87 orang dengan kriteria mahasiswa/mahasiswi Fakultas Psikologi angkatan tahun 2013 Universitas Medan Area yang memiliki serta aktif menggunakan media sosial Facebook serta menceritakan atau menuliskan sekurang-kurang 2 status dalam sehari yang berisikan pengalaman, ide, perasaan maupun pemikiran di media sosial Facebook. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam artikel ini menggunakan instrumen yang mengacu pada skala likert. Pernyataan dalam skala likert memiliki 2 sifat yaitu mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Masing-masing pernyataan terdiri atas 4 alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk pernyataan yang bersifat favorable diberi rentang skor 4- 1, sedangkan pernyataan yang bersifat unfavorable diberi rentang skor 1-4. Uji validitas menggunakan rumus teknik korelasi Product Moment dan uji reliabilitas menggunakan intrumen Cronbach Alpha, sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik uji prasyarat, uji asumsi, uji normalitas, uji linearilitas, dan uji hipotesis.

Hasil di dalam artikel menunjukan terdapat hubungan negatif antara intimate friendship dengan self-disclosure. Hasil ini dibuktikan dengan koefisien korelasi, dimana rxy = -0.372 ; p = 0.000 < 0.05. Artinya semakin tinggi intimate friendship, maka akan semakin rendah self-disclosure, dan sebaliknya pun begitu. Dari hasil penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan dinyatakan diterima. Nilai koefisien determinasi (R square) penelitian dengan nilai sebesar 0.138. Dapat diartikan bahwa variabel intimate friendship mempengaruhi self-disclosure sebesar 13.8%.

(26)

19

para mahasiswa, maka perlu dibandingkan antara mean empirik (ME) dengan mean hipotetik (MH) dengan memperhatikan besarnya bilangan SB atau SD dari masing-masing variabel. Untuk variabel intimate friendship nilai SB atau SD-nya adalah 9.463 sedangkan untuk variabel self-disclosure adalah 4.277. Berdasarkan perbandingan kedua nilai rata-rata di atas (mean hipotetik dan mean empirik), maka dapat dinyatakan bahwa tingkat intimate friendship rendah dan tingkat self-disclosure tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian di dalam artikel ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil perhitungan korelasi r Product Moment diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara intimate friendship dengan self-disclosure. Artinya semakin tinggi intimate friendship yang dimiliki mahasiswa maka akan semakin rendah self-disclosure yang dilakukan mahasiswa. Adanya sumbangan efektif dari variabel bebas terhadap variabel tergantung sebesar 13.8%, artinya Intimate Friendship mempengaruhi Self-Disclosure sebesar 13.8% selebihnya ada faktor lain yang dapat mempengaruhi Self-Disclosure.

(27)

20 5. Jurnal Nasional

Peneliti Daharnis, dkk. Identitas Jurnal Judul :

Pengungkapan Diri (Self-Disclosure) Mahasiswa Tahun : 2001

Bentuk : Elektronik (pdf)

Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Pendidikan Volume : 8 (4)

Halaman : 294-304 Nilai Jurnal : S2

Alamat http://journal.um.ac.id/index.php/jip/article/view/579 Tanggal diunduh : 1 Juli 2019

Artikel ini dianalis oleh Daharnis, dkk. yang berfokus pada permasalahan pengungkapan diri mahasiswa yang di mana apabila seorang individu memiliki pengungkapan diri yang tinggi cenderung menumbuhkan persahabatan dan menciptakan hubungan antarpribadi yang akrab. Sebaliknya, tidak adanya pengungkapan diri dari salah seorang individu dalam hubungan antarpribadi dapat mengakibatkan putusnya persahabatan yang telah dijalin dan bubarnya suatu kelompok. Singkatnya, bahwa pengungkapan diri ialah suatu hal yang penting dalam hubungan antarpribadi. Dalam artikel menjelaskan bahwa pengungkapan diri mahasiswa tidak tumbuh sendirinya, tetapi ditumbuhkembangkan oleh dosen PA dengan cara menciptakan hubungan yang kondusif dalam berinteraksi dengan mahasiswa. Namun sebagian besar mahasiswa, cenderung menutup diri kepada dosen PA. Selama ini mahasiswa menemui dosen PA terbatas untuk menandatangani Kartu Rencana Studinya (KRS). Mahasiswa cemderung tidak mengungkapkan masalah yang dialaminya kepada dosen PA, padahal sebagian besar mahasiswa mengalami masalah dalam perkuliahan. Bertumpu pada permasalahan tersebut, artikel ini fokus untuk mendeskripsikan pengungkapan diri mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari, yang ditinjau berdasarkan aspek jenis kelamin, target person (kepada siapa ia menyampaikan masalahnya), dan topik yang disampaikan.

Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini ialah pendekatan penelitian Kuantitatif dengan metode deskriptif. Populasi dari penelitian ini ialah mahasiswa Universitas Negeri Padang yang terdaftar pada semester ganjil 2000. Sampel penelitian sebanyak 258 mahasiswa

(28)

21

Konsep yang digunakan ialah konsep pengungkapan diri (self-disclosure) dari beberapa ahli. Secara definisi, pengungkapan diri merupakan revealing intimatee aspect of oneself to others, revealing personal state, plans for the future, and other personal information. Watson, dkk. serta Baruth dan Robinson mendefinisikan pengungkapan diri sebagai proses menceritakan keadaan diri yang semipribadi, pribadi atau keadaan diri yang paling dalam, terutama keadaan diri yang negatif kepada orang lain. Keadaan diri yang diceritakan tersebut terdiri atas dua lapisan (wedges), yaitu lapisan semipribadi (pengungkapan diri yang dangkal), dan lapisan pribadi (pengungkapan diri yang dalam). Keadaan ddiri yang semipribadi (nonintimate topic) biasanya diungkapankan kepada orang yang baru kenal. Kepada orang tersebut biasanya diceritakan aspek-aspek geografis tentang diri, misalnya nama, daerah asal, dan alamat. Keadaan diri yang pribadi (intimate topic) diceritakan kepada orang-orang yang memiliki kedekatan hubungan (Intimacy), misalnya orang tua, teman seejenis, dan pacar. Pendek kata, dangkal dalamnya seseorang menceritakan dirinya

ditentukan oleh siapa yang hendak diajak berbagi cerita atau target person.21

Hasilnya menunjukan bahwa tingkat pengungkapan diri mahasiswa UNP relatif rendah dengan skor berjumlah 57,57522. Untuk masing-masing target person, rata-rata pengungkapan diri tertinggi adalah kepada ayah dan ibu, sementara kepada teman sejenis, teman lawan jenis, dan kepada pacar relatif rendah. Dengan kata lain, mahasiswa relatif terbuka hanya kepada ayah dan ibunya sedangkan kepada teman sejnis, lawan jenis dan pacar relatif tertutup. Sedangkan hasil pengungkapan diri perbandingan antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Namun secara khusus mahasiswa perempuan lebih cenderung terbuka kepada ayahnya dibanddingkan kepada mahasiswa laki-laki. Sementara kepada target person lainnya seperti ibu, teman sejenis, teman lawan jenis dan pacar tidak ada perbedaan pengungkapan diri antara mahasiswa laki-laki dan perempuan. Hasil juga menunjukan mahasiswa lebih terbuka dengan aspek selera dan minat, sikap dan opini, pendidikan dan pekerjaan mereka dibandingkan dengan aspek keuangan, pribadi dan fisik.

Rendahnya pengungkapan diri mahasiswa UNP kemungkinan disebabkan oleh berbagai hal, tetapi yang paling mendasar ialah karena faktor budaya. Budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri seseorang. Di tempat penelitian ini,

21 Daharnis, dkk., 2001, Pengungkapan Diri (Self-Disclosure) Mahasiswa, Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 8, No. 4,

(29)

22

mahasiswa hidup dalam budaya kolektivistik. Dalam budaya Minangkabau dan mungkin juga dalam budaya Indonesia secara keseluruhan, sejak kecil anak dididik dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat untuk tidak menceritakan sesuatu yang memalukan diri sendiri, keluarga, masyarakat kepada orang lain. Anak yang menceritakan sesuatu yang memalukan akan diberi hukuman (punishment), dan anak yang tidak menceritakannya diberi pujian oleh orang dewasa. Dengan demikian anak sudah dididik untuk tidak terbuka kepada orang lain.

Kesimpulannya bahwa tingkat pengungkapan diri mahasiswa UNP sangat rendah. Dari lima target person, pengungkapan diri mereka relatif tinggi kepada orang tua, sementara kepada target person lainnya mereka relatif tertutup. Dilihat dari aspek yang diukur, mahaiswa cenderung terbuka dengan aspek selera dan minat, sikap dan opini, pendidikan dan pekerjaan. Aspek keuangan, pribadi, dan fisik relatif tertutup. Dan secara keseluruhan tidak adanya perbedaan yang signifikan pengungkapan diri mahasiswa laki-laki dan perempuan.

(30)

23

Peneliti Maryam B. Gainau

Identitas Jurnal Judul :

Pengembangan Inventori Self Disclosure Bagi Siswa Usia Sekolah Menengah Atas

Tahun : 2008

Bentuk : Elektronik (pdf)

Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Pendidikan Volume : 15 (3)

Halaman : 169-174 Nilai Jurnal : S2

Alamat http://journal.um.ac.id/index.php/jip/article/view/2536/353 Tanggal diunduh : 1 Juli 2019

Artikel ini dianalisis oleh Maryam B. Gainau yang berfokus pada permasalahan siswa SMA yang cenderung kurang membuka diri (self-disclosure) dalam mengungkapkan persoalan yang dihadapi. Hal ini ditandai oleh sikap siswa yang malu dan takut untuk mengungkapkan masalahnya kepada konselor. Siswa juga malu untuk mengungkapkan masalahnya kepada teman, tidak terbiasa mengemukakan pikiran dan pendapat kepada temannya, tidak memiliki kepercayaan kepada temannya karena khawatir masalahnya dibocorkan kepada teman lainnya. untuk mengatasi permasalahan tersebut, dalam artikel ini penulis memberikan bantuan data berupa inventori self disclosure yang di mana para konsuler dapat mengembangkan keterbukaan siswa tentang diri mereka. Maka, dengan fokus permasalahan tersebut, artikel ini membahas mengenai pengembangan alat pengembangan self disclosure yang diberi nama inventori self disclosure dalam membantu konselor sekolah untuk mengetahui informasi tentang diri siswa.

Alasan dikembangkannya inventori self disclosure adalah agar dapat dipergunakan untuk mendapatkan informasi diri secara mendalam dan menyeluruh, dapat dikembangkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan dengan tetap berpijak pada konsep atau teori, belum tersedianya inventori atau alat pengungkapan diri, mudah digunakan, dikembangkan karena memiliki kekhususan, dan sebagainya. Inventori self disclosure merupakan salah satu instrumen yang dibutuhkan oleh konselor dalam layanan bimbingan di sekolah. Informasi diri siswa yang diperoleh melalui self disclosure dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan pribadi maupun bimbingan sosial yang

(31)

24

sesuai dengan siswa. Melalui pemahaman yang baik terhadap diri siswa, konselor dapat

menentukan jenis bantuan yang tepat bagi siswa.22

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan pendekatan Kuantitatif yang di mana prosedur pengembangan penelitian sesuai dengan prosedur pengembangan Borg dan Gall. Alasannya karena siklus pengembangannya lebih rinci dan sistematis. Pengembangannya meliputi pengembangan produk, menguji produk di lapangan, merevisi, menguji kembali di lapangan, merevisi kembali sampai produk benar-benar sesuai dengan tujuan pengembangan yang diharapkan.23 Populasi terdiri dari siswa kelas 1 dan 2 SMA Negeri dan SMK Negeri di Kota Malang. Jumlah sampel adalah 410 siswa yang di mana menggunakan penarikan sampel cluster sampling. Teknik analisis data menggunakan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa masukan dari ahli inventori self disclosure sedangkan data kuantitatif dianalisis menggunakan SPSS 11 berupa menentukan nilai skala, validitas instrumen, dan sebagainya. Konsep yang digunakan ialah konsep self disclosure.

Hasilnya bahwa dalam pengembangan ini terdapat 89 peryataan inventori yang terdiri atas pernyataan positif maupun negatif. Hasil dari validasi menunjukkan 82 pernyataan dinyatakan valid dan 7 tidak valid. Inventori self disclosure memiliki reliabilitas yang tinggi dan pernyataan-pernyataan yang terdapat pada inventori memiliki korelasi yang cukup tinggi. Kesimpulannya adalah inventori self disclosure mengalami bobot nilai skala berdasarkan metode summated rating dan sebagian besar berjumlah 92,13% yang di mana memiliki bobot nilai yang konsisten. Pengembanga ini juga dilakukan melalui uji lapangan yang terdiri uji permualaan dan uji lapangan utama.

22

Maryam B. Gainau, 2008, Pengembangan Inventori Self Disclosure Bagi Mahasiswa, Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 15, No. 3, hlm. 171.

23

(32)

25

Peneliti Meita Dhamayanti, Resti Gradia Dwiwina, dan Rubiah Adawiyah Identitas Jurnal Judul :

Influence of Adolescents’ Smartphone Addiction on Mental and Emotional Development in West Java Indonesia

Tahun : 2019

Bentuk : Elektronik (pdf)

Nama Jurnal : Majalah Kedokteran Bandung Volume : 51 (1)

Halaman : 46-52 Nilai Jurnal : S2 Alamat

http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/1577 Tanggal diunduh : 24 Juni 2019

Artikel ini dianalisis oleh Meita Dhamayanti, Resti Gradia Dwiwina dan Rubiah Adawiyah yang bertumpu pada permasalahan dampak yang diberikan smartphone. Terlebih pengguna smartphone dan internet diduduki oleh kelompok usia 5-12 tahun. Meski ada banyak yang dampak positif smartphone yang memfasilitasi remaja, penggunaan yang berlebihan selalu bukan hal yang baik. Penggunaan smartphone yang berlebihan dapat menyebabkan kekeringan mata karena tidak cukup berkedip dan mungkin secara signifikan mengurangi interaksi sosial anak-anak. Interaksi sosial didefinisikan sebagai sosial hubungan antar individu dengan yang lainnya dari banyak aspek kehidupan sosial. Melalui interaksi sosial, anak-anak akan belajar bagaimana hidup dalam masyarakat dan mengetahui lebih baik tentang diri mereka sendiri. Singkatnya, bahwa kecanduan smartphone dapat mempengaruhi emosi dan perkembangan perilaku, dan mungkin juga merugikan mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup.24 Maka, dengan permasalahan tersebut, penulis bertujuan untuk menganalisis korelasi antara kecanduan smartphone dengan mental dan perkembangan emosional remaja awal.

Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini ialah pendekatan penelitian Kuantitatif yang di mana menggunakan metode cross-sectional. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang disebar sesuai populasi yang dibutuhkan yakni remaja awal yang berusia

24 Meita Dhamayanti, dkk, 2019, “Pengaruh Kecanduan Gawai pada Perkembangan Mental dan Emosional

(33)

26

12 tahun dan bersekolah di sekolah dasar Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang. Sample penelitian berisi 206 responden. Pengolahan data menggunakan SPSS vers. 25.0.

Hasilnya menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan terhadap tingkat penggunaan smartphone yang tinggi dengan masalah mental emosional remaja awal 11-12 tahun. Data menunjukan sebesar 44% siswa mengalami tingkat kecanduan smartphone tinggi. Sejalan dengan artikel ini, penelitian yang dibuat oleh Ahmad Ramadhan juga menemukan kecanduan smartphone berkorelasi signifikan dengan emosi dan gangguan perilaku remaja. Selain itu, dalam sebuah penelitian di India, ditemukan bahwa 33,3% dari total 87% yang merupakan pengguna smartphone berada di tingkat kecanduan juga. Oleh karena itu, temuan ini sesuai dengan penelitian lain yaitu penggunaan kecanduan smartphone dapat membawa efek merugikan.

Kesimpulannya ialah terdapat hubungan tingkat kecanduan smartphone dengan masalah mental emosional remaja awal. Dengan itu, maka dapat diartikan bahwa penggunaan smartphone yang berlebihan akan memberikan dampak kepada penggunanya.

(34)

27

Peneliti Anne Ratnasari

Identitas Jurnal Judul :

Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Bermedia Internet terhadap Persahabatan Mahasiswa di Dunia Maya

Tahun : 2007

Bentuk : Elektronik (pdf) Nama Jurnal : Mediator Volume : 8 (1) Halaman : 165-182 Nilai Jurnal : S3 Alamat

https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/view/1236 Tanggal diunduh : 24 Juni 2019

Artikel ini dianalisis oleh Anne Ratnasari yang di mana berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan melakukan chatting dapat mendatangkan manfaat (fungsional) dan masalah disfungsional). Hasil dari artikel ini akan menunjukan bahwa kehadiran teknologi komunikasi baru, khusus internet yang saat ini telah demikian menyeba di lingkungan masyarakat tidak terlepas dari manfaat yang positif dan dampak buruknya. Bertumpu pada hal tersebut, artikel ini berusaha untuk mengungkapkan sisi baik dan sisi buruk dalam penggunaan chatting di internet sebagai modus baru memperoleh pertemanan atau persahabatan di dunia maya.

Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini ialah pendekatan penelitian Kuantitatif dengan menggunakan metode survei eksplanatoris, yaitu suatu penelitian yang bertujuan menguji hipotesis dengan cara mendasarkan pada pengamatan terhadap akibat yang terjadi dan mencari faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu. Objek yang dituju dalam artikel ini ialah mahasiswa pengguna fasilitas Chat yang mengakses internet di Kubus Net Bandung. Sample terdiri 265 orang yang di mana menggunakan teknik sampling klaster dua tahap dengan menganggap lokasi/cabang tempat penyewaan internet sebagai klaster. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara, observasi, studi kepustakaan, dan dokumentasi.

(35)

28

Data dalam artikel ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara, dan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan inferensial.

Teori yang digunakan dalam artikel ini terbagi menjadi 3 teori yakni teori berdasarkan teori makro (teori struktural fungsional), teori messo (teori kehadiran sosial dan teori penetrasi sosial), dan teori operasional (teori hypersonal dan teori komunikasi antarpribadi). Berikut kerangka pemikirannnya:

Sumber: Anne Ratnasari - 2007

Hasilnya menunjukan bahwa komunikasi antarpribadi bemedia internet berpengaruh

secara signifikan terhadap persahabatan mahasiswa di dunia maya, yang mendukung perspektif struktural fungsional, di mana pengaruh yang diperoleh bersifat fungsional dan disfungsional.

Pengaruh fungsional, komunikasi antarpribadi melalui chat di internet memadukan kebutuhan untuk berhubungan secara sosial dengan media komunikasi yang berkembang pesat melalui internet. Pengguna berkomunikasi antapribadi melalui fasilitas chat tidak secaea global (lokal), dan anonimitas komunikasi antarpribadi melalui chat di internet meningkat kemampuan berekspresi yang menambah keluasan dan kedalaman pesan. Disisi lain, anonimitas melonggarkan kendali sosial dalam komunikasi antarpribadi di dunia maya yang membuka peluang tumbuhnya komunikasi semu yang disfungsional. Persahabat di

(36)

29

persahabatan yang telah ada, karena pelakunya melakukan juga persahabatan tatap-muka. Pengujian statistik menunjukan intensitas chatting di internet berpengaruh terhadap persahabatan mahasiswa di dunia maya, total pengaruhnya adalah 13,2%. Data penelitian di dalam artikel ini memperlihatkan mayoritas responden masuk pada kategori pengguna ringan. Hasil dari pengujian statistik juga menunjukan daya tarik chatting di internet berpengaruh terhadap persahabatan mahasiswa di dunia maya. Menurut responden komunikasi antarpribadi melalui internet memiliki daya tarik yang cukup tinggi. Daya tarik internet menurut responden, antara lain, karena chat room lokal (satu kota), penggunaan nama samaran, sistem menu dan emoticon, memperoleh teman dunia maya, serta kecepatan proses mengirim dan menerima pesan. Hasil lainnya juga menunjukan ketergantungan melakukan chatting di internet berpengaruh terhadap persahabatan mahasiswa di dunia maya, meskipun masih dapat dikatakan ketergantungan yang ringan. Selanjutnya, pesan komunikasi saat chatting menunjukan hasil yang berpengaruh terhadap persahabatan mahasiswa di dunia maya. Responden memandang chatting sama berartinya dengan berbincang di dunia nyata. Dalam membina persahabatan di dunia maya, responden bersifat terbuka, empatik, suportif, positif, dan setara.

Sumber: Analisis Anne Ratnasari - 2007

Kesimpulannya bahwa komunikasi antarpribadi bermedia internet berpengaruh secara signifikan terhadap persahabatan di dunia maya. Hasil dari artikel ini mendukung perspektif struktural fungsional, sebagaimana pandangan Merton, pengaruh itu bersifat fungsional dan disfungsional.

(37)

30 9. Jurnal Internasional

Peneliti Varoth Chotpitayasunondh dan Karen M. Douglas

Identitas Jurnal Judul : The Effects of “Phubbing” on Social Interaction Tahun : 2018

Bentuk : Elektronik (pdf)

Nama Jurnal : Journal of Applied Social Psychology Volume : 486 (6)

Halaman : 1-13 Nilai Jurnal : Q2

Alamat https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/jasp.12506 Tanggal diunduh : 24 Maret 2019

Artikel ini dianalisis oleh Varoth Chotpitayasunondh dan Karen M. Douglas yang bertumpu pada permasalahan fenomena phubbing dikalangan remaja. Fenomena ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yakni smartphone yang dapat memfasilitasi interaksi sosial seseorang dengan mudah yang terkadang berdampak negatif memisahkan orang. Salah satunya ialah fenomena phubbing. Oleh karena itu, merujuk hal tersebut artikel ini fokus untuk menyelidiki konsekuensi sosial dari phubbing dengan menggunakan metode penelitian eksperimental yang merupakan bagian dari jenis pendekatan penelitian kuantitatif yang dimana mencoba membuat sebuah treatment untuk mengetahui hasil akhir dari analisis yang ingin di cari. Treatment dari artikel ini menggunakan sistem manipulasi penayangan animasi 3D yang bertemakan percakapan perilaku phubbing. Responden merupakan mahasiswa British University yang telah disesuaikan berdasarkan populasi dan sampling. Total keseluruhan peserta berisi 128 peserta yang diantaranya 14 pria dan 114 wanita dari berbagai macam sebaran dan rentan umur yang berbeda-beda sekitar 18-36 tahun.

Dalam artikel ini, penulis mengkaitkan fenomena phubbing sebagai salah satu konsep pengecualian sosial. Pengecualian sosial atau pengasingan didefinisikan oleh Williams sebagai “menjadi tidak terlihat dan dikeluarkan dari interaksi sosial mereka”. Pengalaman ini akan sangat penting bagi perkembangan kesejahteraan individu, karena pengecualian sosial akan berdampak pada gangguan emosi negatif seperti agresi, kecemasan, depresi bahkan kesepian. Selain itu pengecualian sosial juga berdampak pada empat kebutuhan dasar manusia yakni kebutuhan untuk saling memiliki, kebutuhan akan harga diri, kebutuhan untuk

Gambar

Gambar 1.1. Permintaan Pasar Smartphone di Asia Tenggara dan Pertumbuhan Persentase  Berdasarkan Data Canalys
TABEL PERBANDINGAN

Referensi

Dokumen terkait

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat

Tipe hasil belajar menerima merupakan tingkat tujuan belajar afektif yang berupa perhatian terhadap stimulasi secara pasif yang meningkat secara lebih aktif. Tipe

Media pembelajaran segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian, minat serta

Metode ini merupakan metode tentang penyampaian informasi obat dengan melibatkan subjek secara aktif yaitu mendengar, melihat, menulis dan melakukan evaluasi

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan

Media adalah segala se- suatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian

Ilmu yang mempelajari proses penyampaian pesan secara efektif dari komunikator pemberi pesan kepada komunikan penerima pesan melalui berbagai media Ilmu Komunikasi mempelajari