• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS IV SEMESTER GENAP SD NEGERI 3 REJOSARI KECAMATAN PRINGSEWU KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS IV SEMESTER GENAP SD NEGERI 3 REJOSARI KECAMATAN PRINGSEWU KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2012"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

xiii

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 34

2. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas ... 35

3. Grafik persentase Aktivitas Belajar siswa tiap-tiap siklus... 64

4. Grafik Hasil Belajar siswa tiap-tiap siklus... 65

(5)

xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTA LAMPIRAN... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Rumusan Masalah ... 6

1.4. Tujuan Penelitian... 7

1.5. Manfaat Penelitian... 7

II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Belajar... 9

2.1.1. Behaviorisme... 9

2.1.2. Gestalt ... 11

2.1.3. Kognitivisme ... 14

2.1.4. Konstruktivisme ... 18

2.2. Aktivitas Belajar... 23

2.3. Hasil Belajar ... 25

2.4. Model PembelajaranMake A Match... 30

2.5. Pembelajaran Matematika SD ... 31

2.6. Kerangka Pikir Penelitian ... 33

III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 35

3.2. Setting Penelitian ... 36

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 36

3.4. Teknis Analisis Data ... 37

3.5. Prosedur Penelitian... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 47

4.1.1. Siklus 1 ... 47

4.1.2. Siklus 2 ... 56

4.2. Pembahasan ... 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 67

5.2. Saran... 67 DAFTAR PUSTAKA

(6)

xii

Tabel Halaman

1. Pencapaian Nilai Evaluasi Belajar Siswa... 5

2. Data Awal Prosentase Aktivitas Belajar ... 55

3. Data Prosentase Aktivitas Belajar Siklus 1... 56

4. Prosentase Hasil Belajar Siswa ( Data Awal) ... 56

5. Prosentase Hasil Belajar Siswa ( Siklus 1) ... 56

6. Data Prosentase Aktivitas Belajar Siklus 2... 64

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.

(16)

Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.

Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Artinya, dalam sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata lain pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa. Mukhtar dan Samsu (2003:63), menyatakan bahwa hasil belajar tidak saja merupakan sesuatu yang bersifat kualitas yang harus dimiliki siswa dalam jangka waktu tertentu, tetapi dapat juga bersifat proses atau cara yang harus dikuasai siswa sepanjang kegiatan belajar tertentu, seperti pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu, tapi dapat juga berbentuk kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam mengolah produk tersebut.

(17)

Hal ini menunjukkan bahwa matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, yaitu memiliki objek kejadian yang abstrak serta bepola pikir deduktif konsisten. Menurut Suraharta (2005:21) menyatakan bahwa Matematika sekolah tidaklah sepenuhnya sama dengan matematika sebagai ilmu. Penyajian dan pengungkapan matematika di sekolah disesuaikan dengan perkiraan perkembangan intelektual peserta didik. Mungkin dengan mengaitkan butir yang akan disampaikan dengan realitas di sekitar siswa atau disesuaikan dengan pemakaiannya. Jadi penyajiannya tidak langsung berupa butir-butir matematika. Tentu dapat dipahami bahwa penyajian matematika pada Sekolah Menengah Atas (SMA) berbeda dengan penyajian matematika pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Dasar (SD). Hal ini didasarkan pada tahap perkembangan intelektual siswa.

(18)

diajarkan dan sumber belajar yang tersedia, dan berkualitas karena selama ini pembelajarannya tidak efesien cenderung membosankan, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Rendahnya hasil belajar mata pelajaran matematika menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Oleh karena itu, guru perlu merefleksi diri untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan siswanya dalam pelajaran matematika. Sebagai guru yang baik dan profesional, permasalahan ini tentu perlu ditanggulangi dengan segera dilakukan, yaitu dengan berkolaborasinya para guru, diharapkan kemampuan profesional guru dalm merancang pembelajran akan lebih baik dan dapat menerapkan model pembelajaran yang bervariatif, sehingga dapat melakukan perubahan dan perbaikan dalam mengelola proses pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa.

Observasi dan refleksi dengan menggunakan tes evaluasi pada ulangan harian kenyataannya pada saat proses pembelajaran yang dilakukan pada mata pelajaran Matematika Kelas IV di SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu hasilnya kurang memuaskan.

Berikut data pencapaian nilai evaluasi belajar siswa :

Tabel 1: Pencapaian Nilai Evaluasi Belajar Siswa pada ulangan harian

NO KKM RENTANG

NILAI

JUMLAH

SISWA PERSENTASE KET

1. 58 < 58 19 67,86% Belum Tuntas

2. 58 59 - 74 8 28,57% Tuntas

3. 58 75 - 80 1 3,57% Tuntas

4. 58 81 > 0 0 %

(19)

Hal tersebut mendorong guru untuk melakukan penelitiaan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa pun dapat meningkat. Hal-hal yang menjadi kurangnya motivasi belajar siswa yaitu dengan ditemukannya berbagai permasalahan sebagai berikut: (1) Kegiatan pembelajaran masih banyak didominasi oleh guru sehingga siswa kurang aktif dalam belajar (2) Metode yang digunakan metode ceramah, dimana informasi/konsep-konsep yang dipelajari diberitahukan atau disajikan dengan ceramah saja; (3) Dalam proses pembelajaran guru kurang menciptakan rasa menyenangkan; (4) Proses pembelajaran menitik beratkan pada pemberian materi kepada siswa. (5) Siswa terlihat mengandalkan siswa lainnya yang dianggap mampu dalam belajar.

(20)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Kegiatan pembelajaran masih banyak didominasi oleh guru sehingga siswa kurang aktif dalam belajar.

2. Metode yang digunakan metode ceramah, dimana informasi/ konsep-konsep yang dipelajari diberitahukan atau disajikan dengan ceramah saja.

3. Kurang terciptanya pembelajaran yang menyenangkan.

4. Proses pembelajaran menitik beratkan pada pemberian materi kepada siswa.

5. Siswa terlihat mengandalkan siswa lainnya yang dianggap mampu dalam belajar.

6. Aktivitas dan Hasil belajar Matematika masih rendah.

7. Perlunya variasi model pembelajaran termasuk diterapkanya model model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012.

1.3. Rumusan Masalah

(21)

Ajaran 2011/2012. Dengan rumusan masalah tersebut permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(1) Bagaimanakah peningkatan aktivitas belajar matematika dengan model pembelajaranMake A Match pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012 ? (2) Bagaimanakah peningkatan hasil belajar matematika dengan model

pembelajaranMake A Match pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012 ?

Dengan demikian judul penelitian ini adalah Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Make A Match Pada Mata Pelajaran Matematika kelas IV Semester Genap SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun 2012.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian Perbaikan Pembelajaran ini dilakukan dengan tujuan untuk : (1) Untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika dengan menggunakan

model pembelajaran Make A Match pada siswa Kelas IV SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2011/2012.

(22)

1.5. Manfaat Penelitian (1) Bagi Siswa :

Memberikan wawasan bagi guru agar dapat meningkatkan Aktivitas dan Hasil belajar pembelajaran Matematika dengan Model PembelajaranMake A Match yang diterapkan dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan keprofesionalannya.

(2) Bagi Guru :

Untuk dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan pembelajaran Matematika, serta mengembangkan potensi siswa sehingga proses pembelajarannya menjadi lebih bermakna.

(3) Bagi Sekolah :

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Teori Belajar 2.1.1. Behaviorisme

Teori ini lebih mementingkan respon yang dihasilkan. Input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon yang menghasilkan perubahan tingkah laku adalah bagian yang terpenting. Karena bagian ini yang akan diamati dan dibuktikan secara empiris. Sedangkan proses pembelajaran tidak dianggap penting sama sekali. Selain dari faktor stimulus (input) dan respon (output), faktor lain yang juga dianggap penting adalah penguatan (reinforcement). Teori ini dipelopori oleh Pavlov, Watson, Hull, Guthrie dan Skinner. Setiap dari pelopor – pelopor ini memberikan kontribusi yang kuat bagi perkembangan teori ini dari awal perkebangannya hingga sekarang.

(24)

stimulus – respons. Guru memberikan stimulus, siswa merespons, seperti tampak pada latihan tubian (drill) dalam pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran yang mementingkan kaidah tata bahasa, struktur bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk kebahasaan merupakan penerapan Behaviorisme, karena Behaviorisme lebih mementingkan bentuk dan struktur bahasa ketimbang makna dan maksud. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).

(25)

melihat bagaimana proses murid – murid mencerna materi pengajaran, guru hanya melihat bagaimana hasil akhir yang diperoleh. Reinforcement positif atau negatif yang akan diberikan tergantung dari bagaimana perubahan tingkah laku yang dihasillkan. Ciri dari teori belajar behaviorisme adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.

Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan teori behavioris. Pelajar menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk memahami materi dan material sering terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Little tanggung jawab ditempatkan pada pembelajar mengenai pendidikannya sendiri.

2.1.2. Gestalt

(26)

menerima stimulus (respon) dari luar dirinya. Stimulus tersebut tidak diterimanya begitu saja, melainkan ia melakukan seleksi sesuai dengan tujuannya, setelah itu mereka bereaksi terhadap stimulus-stimulus itu dengan cara mengolanya.

Seiring dengan Kohler dan Koffka, Max Wertheimer merupakan salah satu pendukung utama Teori Gestalt yang menekankan tingkat tinggi proses kognitif di tengah-tengah behaviorisme. Fokus teori Gestalt adalah ide tentang “pengelompokan”, yaitu, karakteristik stimulus menyebabkan kita struktur atau menafsirkan bidang visual atau masalah dengan cara tertentu (Wertheimer, 1922).

Faktor utama yang menentukan pengelompokan atau prinsip organisasi adalah: (1) kedekatan–elemen cenderung dikelompokkan bersama menurut kedekatan mereka, (2) kesamaan – item serupa dalam beberapa hal cenderung dikelompokkan bersama, (3) penutupan – item dikelompokkan bersama-sama jika mereka cenderung untuk menyelesaikan beberapa entitas, dan (4) kesederhanaan – butir akan diatur dalam angka sederhana berdasarkan simetri, keteraturan, dan halus. Faktor-faktor ini disebut hukum organisasi dan dijelaskan dalam konteks persepsi dan pemecahan masalah.

(27)

Inti dari perilaku pemecahan masalah sukses menurut Wertheimer adalah mampu melihat struktur keseluruhan masalah ini: sebuah tertentu di wilayah tersebut menjadi bidang penting, difokuskan, tetapi itu tidak menjadi terisolasi. “Sebuah struktur yang lebih dalam baru melihat, dari situasi berkembang, melibatkan perubahan dalam arti fungsional, pengelompokan, dll dari item wilayah. Disutradarai oleh apa yang dibutuhkan oleh suatu struktur situasi untuk krusial, salah satu adalah menyebabkan prediksi yang wajar, yang seperti bagian lain dari struktur, panggilan untuk verifikasi, langsung atau tidak langsung mendapatkan. dua arah yang terlibat secara keseluruhan, gambar konsisten dan melihat apa struktur memerlukan keseluruhan untuk bagian-bagian

(28)

Berbeda dengan behaviorisme yang bersifat fragmentaris (mementingkan bagian demi bagian, sedikit demi sedikit), teori belajar ini melihat pentingnya belajar secara keseluruhan. Jika Anda mempelajari sebuah buku, bacalah dari awal sampai akhir dulu, baru kemudian bab demi bab. Dalam linguistik dan pengajaran bahasa, aliran ini melihat bahasa sebagai keseluruhan utuh, melihat bahasa secara holistik, bukan bagian demi bagian. Belajar bahasa tidak dilakukan setapak demi setapak,dari fonem, lalu morfem dan kata, frasa, klausa sampai dengan kalimat dan wacana. Bahasa adalah sesuatu yang mempunyai staruktur dan sistem, dalam arti bahasa terdiri atas bagian-bagian yang saling berpengaruhdan saling bergantung.

2.1.3. Kognitivisme

(29)

dengan informasi yang baru diperoleh. Agar siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara aktif.

Teori Kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Teori ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Karakteristik teori kognitivisme :

a. Belajar adalah proses mental bukan behavioral b. Siswa aktif sebagai penyadur

c. Siswa belajar secara individu dengan pola deduktif dan induktif d. Instrinsik motivation, sehingga tidak perlu stimulus

e. Siswa sebagai pelaku untuk menuntun penemuan f. Guru memfasilitasi terjadinya proses insight.

Model Kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.

(30)

pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu:

(1) Enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek;

(2) Iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar; dan

(3) Symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak

Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausebel ini dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut: (1) Mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan

dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, review , pertanyaanpertanyaan dan lain-lain tehnik;

(2) Memilih materi-materi kunci, lalu menyajikannya dimulai dengan contoh-contoh kongkrit dan kontraversial;

(31)

(4) Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari,

(5) Memakai advance organizers;

(6) Mengajar peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan memberikan fokus pada hubungan-hubungan yang ada.

Menurut Hartley & Davies (1978), prinsip-prinsip kognitivisme dari beberapa contoh diatas banyak diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

(1) Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu;

(2) Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik peserta didik harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana;

(3) Belajar dengan memahami lebih baik dari pada menghapal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya;

(32)

2.1.4. Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

(1) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

(2) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.

(3) Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.

(4) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.

(33)

(6) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Tokoh yang berperan pada teori Konstruktivisme adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

(34)

Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya adalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat. Menurut C. Asri Budiningsih menjelaskan bahwa ada dua macam proses adapatasi yaitu adaptasi bersifat autoplastis, yaitu proses penyesuaian diri dengan cara mengubah diri sesuai suasana lingkungan, lalu adaptasi yang bersifat aloplastis yaitu adaptasi dengan mengubah situasi lingkungan sesuai dengan keinginan diri sendiri.

(35)

memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

(36)

memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

(37)

seseorang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya budaya bahasa, system tulisan, dan sistem perhitungan. Inti teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vigotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal developmentmereka.

2.2. Aktivitas Belajar

Sebelum peneliti meninjau lebih jauh tentang aktivitas belajar, terlebih dahulu kita harus mengetahui tentang pengertian dari aktivitas dan belajar. 1) Aktivitas

Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas.

(38)

2) Belajar

Menurut Sardiman A.M. (2003 : 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsepataupun teori”

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas(2005 : 31), belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek koqnitif, afektif dan psikomotor”.

Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.

(39)

interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

Banyak macam- macam kegiatan (aktivitas belajar) yang dapat dilakukan anak- anak di kelas, tidak hanya mendengarkan atau mencatat. Macam-macam kegiatan (aktivitas belajar) menurut Paul B. Diedrich (dalam Nasution,2004:9), antara lain: Visual activities, Oral activities, Listening activities, Writing activities, Drawing activities, Motor activities, Mental activities dan Emotional activities.

2.3. Hasil Belajar

(40)

utama kegiatan evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka hasilnya dapat difungsikan dan ditujukan untuk diagnosis dan pengembangan, untuk seleksi, untuk kenaikan kelas dan untuk penempatan.

Sebagai salah satu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka evaluasi belajar memiliki tujuan yang berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan.

Adapun tujuan penilaian terhadap proses belajar mengajar antara lain sebagai berikut :

1) Guru mendapatkan umpan balik ( feed back ) terhadap proses belajar yang telah dilakukannya.

2) Mendapatkan angka kemajuan hasil belajar masing-masing pebelajar. 3) Menempatkan pebelajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. 4) Secara umum dapat diketahui tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan

dan pengajaran disekolah atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. 5) Guru dapat melakukan perbaikan alat evaluasi yang telah dilakukan.

Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan untuk mencapai tujuan pendidikan. Ranah-ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar tersebut, yakni :

1) Ranah Kognitif

(41)

terhadap pengetahuan dan informasi serta pengembangan atau keterampilan intelektual”. Penggolongan ranah kognitif menurut Bloom ada enam tingkat, yaitu: a) pengetahuan b) pemahaman c) penggunaan atau penerapan d) analisis e) sintesis f) evaluasi.

Tipe belajar ingatan adalah kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali ingatannya yang berupa fakta, konsep, pengertian dan pengetahuan tentang suatu hal. Dalam ranah kognitif, tipe belajar ingatan merupakan tingkatan rendah. Namun, menjadi prasyarat dalam tipe berikutnya. Tipe hasil belajar pemahaman adalah kemampuan siswa untuk memahami, menjelaskan fakta serta kemampuan untuk dapat menghubungkan konsep-konsep yang pernah dipelajari. Tipe hasil belajar tingkat penerapan berupa kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan teoritisnya dalam situasi yang lebih konkrit. Sedangkan tipe belajar analisa merupakan kemampuan untuk dapat menganalisis unsur-unsur suatu masalah yang sedang dihadapinya. Tipe belajar sintesa merupakan kelanjutan dari tipe belajar analisis. Pada tipe ini siswa dituntut untuk dapat mengkategorikan, menghubungkan, menyimpulkan dan merancang hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi.

(42)

2) Ranah Afektif

Menurut Davies, Jarolimek dan Foster dalam buku Belajar dan Pembelajaran, tujuan ranah afektif berhubungan dengan hierarki perhatian, sikap, penghargaan, nilai perasaan dan emosi. Adapun tujuannya adalah menerima, merespons, menilai, mengorganisasi dan mengkarakterisasi.

Tipe hasil belajar menerima merupakan tingkat tujuan belajar afektif yang berupa perhatian terhadap stimulasi secara pasif yang meningkat secara lebih aktif. Tipe hasil belajar merespons merupakan kesempatan untuk menanggapi stimulan dan merasa terikat serta secara aktif memperhatikan. Tipe belajar menilai merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan, sehingga dengan sengaja merespon lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas apa yang terjadi dalam menilai. Pada tipe belajar mengorganisasi, siswa dituntut agar dapat membentuk system nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya. Tipe hasil belajar karakterisasi, merupakan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan masing-masing nilai pada waktu merespons dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan.

3) Ranah Psikomotorik

(43)

Kebler, Barket dan Miles mengemukakan tujuan ranah psikomotorik sebagai berikut : a) Gerakan tubuh yang mencolok, b) kecepatan gerak yang dikoordinasikan, c) perangkat komunikasi non verbal, d) kemampuan berbicara

Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam:

 Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.

 Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.

 Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.

 Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.

 Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana”(how)dan “mengapa”(why).

(44)

 Inhibisi, menghindari hal yang mubazir.

 Apresiasi, menghargai karya-karya bermutu.

 Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.

2.4. Model PembelajaranMake A Match

Model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Model Pembelajaran Make A Match artinya model pembelajaran mencari pasangan. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran Make A Match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan.

Langkah-langkah model pembelajaran Make A Match adalah sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap kelompok mendapat satu buah kartu.

3. Tiap kelompok memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. 4. Setiap kelompok mencari pasangan yang mempunyai kartu yang

(45)

kartu ‘soal’ maka harus mencari pasangan yang memegang kartu ‘ jawaban soal’ secepat mungkin. Demikian juga sebaliknya.

5. Setiap kelompok yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap kelompok mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

7. Demikian seterusnya sampai semua kartu soal dan jawaban jatuh ke semua kelompok.

8. Kesimpulan/penutup.

Kelebihan model pembelajaranMake A Matchdi antaranya sebagai berikut:

1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan

2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa Sedangkan Kelemahan model pembelajaranMake A Matchyaitu :

1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan

2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.

3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai

2.5. Pembelajaran Matematika SD

(46)

melakukan usaha tertentu dalam suatu penggalan waktu tertentu pula. Dengan demikian, jika tujuan pembelajaran dipandang sebagai suatu harapan yang akan diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, maka prestasi belajar dapat disajikan sebagai ukuran sebarapa jauh tujuan pembelajaran tersebut tercapai. Dalam kaitannya dengan belajar matematika maka prestasi belajar matematika dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai/prestasi seseorang setelah melalui proses pembelajaran matematika. Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai bahan pelajaran matematika yang dipelajarinya, diperlukan suatu alat ukur berupa tes. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ratumanan (Ahmad, 2006) bahwa tes merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. Tes merupakan pengukuran terencana yang digunakan guru untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperlihatkan prestasi mereka dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditetapkan.

(47)

untuk mengkontruksikan konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan keterampilannya sendiri melalui internalisasi sehingga konsep itu terbangun kembali. Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, atau teknik yang banyak melibatkan siswa secara aktif dalam belajar baik secara mental, fisik, maupun sosial. Prinsip belajar aktif inilah yang diharapkan menumbuhkan sasaran pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis untuk membantu siswa dalam membangun sendiri konsep dan prinsip yang dipelajarinya.

Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan tujuan utama matematika salah satunya yaitu Menambah dan mengembangkan keterampilan berhitung dengan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.

2.6. Kerangka Pikir Penelitian

(48)

Kondisi Awal

Tindakan

Kondisi Akhir

Guru : Belum menggunakan modelMake A Match

Guru : menggunakan modelMake A Match

Siswa : aktivitas dan hasil belajar rendah

Siklus I: Penggunaan modelMake A Match (individu guru)

Siklus II: Penggunaan modelMake A Match (melibatkan siswa)

Melalui modelMake A Match (melibatkan siswa)

dapat meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar siswa pada mata pelajaran matematika di kelas IV SDN 3 Rejosari pada semester genap tahun ajaran 2011/2012

[image:48.595.144.510.153.368.2]

Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai berikut :

(49)

Observasi

Pelaksanaan Tindakan

Refleksi

Rencana Tindakan Siklus I

Siklus II Refleksi

Observasi

Pelaksanaan Tindakan

Rencana Tindakan BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

[image:49.595.137.504.420.719.2]

Metode Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Rejosari menggunakan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini dilaksanakan melalui kegiatan yang dimulai dari Perencanaan (planning), dilanjutkan dengan Pelaksanaan Tindakan (acting), dan Refleksi yang didasarkan pada hasil pengamatan (reflecting). Adapun langkahnya dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2 :Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas Hopkins (dalam Arikunto, 1991:105)

(50)

3.2. Setting Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 3 Rejosari yang berjumlah 28 Siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan.

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 25 April 2012 sampai tanggal 16 Mei 2012 di SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.

2. Faktor yang diteliti

Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah Aktivitas dan Hasil belajar siswa selama proses pembelajaran Matematika berlangsung.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data yaitu :

1. Lembar observasi, untuk mendapatkan data tentang aktivitas belajar. Merupakan kegiatan melihat sesuatu secara cermat untuk memperoleh pemahaman yang lebih meningkat tentang kegiatan pembelajaran siswa kelas IV SD Negeri 3 Rejosari. Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama penelitian sebagai upaya untuk mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan. Data diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dengan menggunakan tanda (√ ).

(51)

keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa kelas IV SD Negeri 3 Rejosari. Tes dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make A Match. Selain itu, tes ini dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan tiap siswa dari setiap siklusnya.

Teknik penelitian yang digunakan adalah dengan mengisi Lembar Observasi tentang Penilaian Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Sehingga Peneliti bisa melihat hasil dari penggunaan metode pembelajaran yang dipakai dalam proses pembelajaran tersebut.

3.4. Teknik Analisis Data

Data penelitian dalam penelitian ini terdiri dari Data Kualitatif Data Kuantitatif. Data Kualitatif berupa data aktivitas siswa pada siklus 1 dan siklus 2. Data aktivitas tersebut diambil dengan memperhatikan perilaku dari siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan Data Kuantitatif yaitu data berupa nilai-nilai yang diperoleh siswa dari tes yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus 1 dan siklus 2.

3.5. Prosedur Penelitian

(52)

pengamatan/observasi, dan refleksi. Berikut merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas :

Siklus 1 Pertemuan 1

1. Tahap Perencanaan

1) Identifikasi permasalahan pada kondisi awal melalui pengamatan, wawancara, dan dokumentasi.

2) Mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 3) Membuat skenario pembelajaran.

4) Mempersiapkan alat dan media pembelajaran yang diperlukan. 5) Mempersiapkan lembar pengamatan yang diperlukan.

2. Tahap Pelaksanaan 1) FaseEksplorasi:

a) Memperlihatkan konsep-konsep pokok dan mengajukan pertanyaan,

b) Menampung semua jawaban siswa ditulis di papan tulis, 2) FaseElaborasi:

a) Memperkenalkan/menjelaskan tentang pokok-pokok materi. b) Membimbing siswa untuk merumuskan kembali pengetahuan

siswa.

(53)

3) FaseKlarifikasi:

a) Memberi kesempatan kepada kelompok untuk melaporkan hasil diskusi.

b) Guru memberi kesempatan kepada siswa merumuskan rekomendasi.

c) Memberi tugas kepada siswa untuk membuat tulisan materi yang dibahas.

3. Tahap Pengamatan dan penilaian

Pada tahap ini menggunakan lembar pengamatan yang digunakan untuk menilai tingkat/kategori aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pada setiap siklus. Pengamatan ini dilakukan oleh guru (peneliti) pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung pada setiap iklus pembelajaran.

4. Refleksi

(54)

Pertemuan 2

1. Tahap Perencanaan

1) Identifikasi permasalahan pada kondisi awal melalui pengamatan, wawancara, dan dokumentasi.

2) Mempersiapkan Perbaikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

3) Membuat skenario pembelajaran.

4) Membuat lembar kerja siswa yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

5) Mempersiapkan alat dan media pembelajaran yang diperlukan. 6) Mempersiapkan lembar pengamatan yang diperlukan.

2. Tahap Pelaksanaan 1) FaseEksplorasi:

a) Memperlihatkan konsep-konsep pokok dan mengajukan pertanyaan,

b) Menampung semua jawaban siswa ditulis di papan tulis,

c) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki rumusan yang tidak sesuai dengan jawaban semula.

2) FaseElaborasi:

a) Memperkenalkan/menjelaskan tentang pokok-pokok materi. b) Membimbing siswa untuk merumuskan kembali pengetahuan

(55)

c) Memberikan beberapa permasalahan kepada siswa untuk dipecahkan.

d) Mengarahkan dan membimbing siswa untuk berdiskusi secara berkelompok dalam melakukan penyelidikan.

e) Guru memberi kesempatan kepada siswa mencari tambahan rujukan.

3) FaseKlarifikasi:

a) Memberi kesempatan kepada kelompok untuk melaporkan hasil diskusi.

b) Guru memberi kesempatan kepada siswa merumuskan rekomendasi.

c) Memberi tugas kepada siswa untuk membuat tulisan materi yang dibahas.

3. Tahap Pengamatan dan penilaian

Pada tahap ini menggunakan lembar pengamatan yang digunakan untuk menilai tingkat/kategori aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pada setiap siklus. Pengamatan ini dilakukan oleh guru (peneliti) pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung.

4. Refleksi

(56)

refleksi, adalah: Aktivitas belajar siswa yang meliputi: (1) jumlah siswa yang aktif, (2) prosentase siswa yang aktif. Prosentase siswa aktif kemudian dijadikan acuan dalam menentukan indikator keberhasilan dan menentukan apakah penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus berikutnya atau tidak.

Siklus 2 Pertemuan 1

1. Tahap Perencanaan

1) Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

2) Membuat skenario pembelajaran menekankan pembelajaran melalui modelMake A Match.

3) Membuat lembar kerja siswa

4) Mempersiapkan alat dan media pembelajaran yang diperlukan. 5) Mempersiapkan lembar pengamatan yang diperlukan.

2. Tahap Pelaksanaan 1) FaseEksplorasi

a) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen b) Menjelaskan pada siswa tentang arti kerjasama dalam kelompok c) Menjelaskan beberapa aturan kelompok yang harus diterapkan 2) FaseElaborasi

(57)

b) Memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok.

c) Membimbing setiap anggota kelompok dalam mencari pasangan jawaban dari soal yang dikerjakan pada kelompok lain.

d) Mengarahkan siswa dalam saling membantu antar anggota jika ada yang mengalami kesulitan.

3) FaseKonfirmasi

a) Memberikan penghargaan pada kelompok yang skor rata-ratanya melebihi kriteria tertentu.

b) Memberikan evaluasi kepada semua siswa

3. Tahap Pengamatan dan Penilaian

Pada tahap ini menggunakan satu lembar pengamatan yang digunakan untuk menilai tingkat/kategori aktivitas belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pada setiap siklus. Pengamatan ini dilakukan oleh guru (peneliti) pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung pada setiap siklus pembelajaran Matematika kelas IV dengan Lembar Pengamatan.

4. Refleksi

(58)

siswa aktif kemudian dijadikan acuan dalam menentukan indikator keberhasilan. Jika ketuntasan keberhasilan belum tercapai maka peneliti merencanakan untuk pertemuan berikutnya.

Pertemuan 2

1. Tahap Perencanaan

1) Mempersiapkan perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

2) Membuat skenario pembelajaran menekankan pembelajaran melalui modelMake A Match.

3) Membuat lembar kerja siswa yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk mengetahui aktivitas dan hasil belajar yang dilakukan tiap akhir siklus.

4) Mempersiapkan alat dan media pembelajaran yang diperlukan. 5) Mempersiapkan lembar pengamatan yang diperlukan.

2. Tahap Pelaksanaan 1) FaseEksplorasi

a) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen

b) Menjelaskan pada siswa tentang arti kerjasama dalam kelompok

(59)

2) FaseElaborasi

a) Menyajikan/mempresentasikan materi pelajaran dengan bahasa yang mudah dimengerti siswa.

b) Memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok.

c) Membimbing setiap anggota kelompok dalam mencari pasangan jawaban dari soal yang dikerjakan pada kelompok lain.

d) Mengarahkan siswa dalam saling membantu antar anggota jika ada yang mengalami kesulitan.

e) Mengingatkan dan menekankan pada setiap kelompok agar melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.

3) FaseKonfirmasi

a) Memberikan penghargaan pada kelompok yang skor rata-ratanya melebihi kreteria tertentu.

b) Memberikan evaluasi kepada semua siswa.

3. Pengamatan dan Penilaian

(60)

4. Refleksi

(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan data, analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Rejosari semester II tahun pelajaran 2011/2012. Secara deskripsi diperoleh hal-hal sebagai berikut :

 Model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan Aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas IV di SDN 3 Rejosari Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun Pelajaran 2011/2012.

 Model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan Hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas IV di SDN 3 Rejosari Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun Pelajaran 2011/2012.

5.2. Saran

(62)

karakteristiknya, agar siswa mampu mencapai ketuntasan belajar yang diharapakan.

(63)
(64)

Ahmad, 2006. definisi tes belajar. http://wahidilqohar.webnode.com/news/teori-hasil-belajar1/.(Diakses tanggal 01 Mei 2012)

Akib, 2001. tujuan pembelajaran matematika di sekolah.

http://lets-belajar.blogspot.com/2012/01/matematika-pembelajar.html.(Diakses tanggal 01 Mei 2012)

Arikunto, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Bruner, 1966Resiprositas Pembelajaran. http://www.scribd.com/doc/

50053862/11/A-Memperkenalkan-Belajar-Aktif. (Diakses tanggal 8 Agustus 2012)

Curran Lorna, 1994. Model Pembelajaran Make a matchatau mencari pasangan. http://wyw1d.wordpress.com/2009/11/06/model-pembelajaran-make-a-match-lorna-curran-1994/.(Diakses tanggal 01 Mei 2012).

Dahar, 1989. Teori Konstruktivisme.http://edukasi.kompasiana.com/2010/ 10/06/teori-konstruktivisme. (Diakses: 01Mei 2012).

Depdiknas, 2005 Jakarta : Grasindo. Sumber:http://id. shvoong.com/social-sciences/1961162-aktifitas-belajar/#ixzz29zDSpV00. (Diakses tanggal 01 Mei 2012)

Diedrich, 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2005.Proses Belajar mengajar.Jakarta : Bumi Aksara. Hartley & Davies,1978. Prinsip-prinsip Kognitivisme.http://blog.um.ac.id/

zakydroid88/2011/11/26/teori-belajar-kognitivisme/.(Diakses: 01Mei 2012)

(65)

Marilyn dan Tony, 1995. Karakteristik Teori Konstruktivisme.Jakarta : Grasindo.http://edukasi.kompasiana.com /2010/10/06/ teori-konstruktivisme. (Diakses: 01Mei 2012)

Muhkal, 1998. Defenisi Prestasi Belajar.http://wahidilqohar.webnode.com/news/ teori-hasil-belajar1/. (Diakses tanggal 01 Mei 2012).

Nasution, 2004.Macam-macam kegiatan aktivitas belajarJakarta: Raja Grafindo Persada.

Poedjiadi,1999. Perkembangan Kognitif.http://ipoteswordpress.com /2009/05/24. (Diakses tanggal 01 Mei 2012).

Sardiman A.M. 2003. Definisi Belajar. http://wahidilqohar.webnode.com/ news/teori-hasil-belajar1/.(Diakses tanggal 01 Mei 2012)

Sardiman. 2009.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suparno, 1996. Pengertian tentang akomodasi.(http://ipoteswordpress.com /2009/05/24).(Diakses tanggal 01 Mei 2012)

Surya Moh, 1997. Definisi Hasil Belajar. http://wahidilqohar.webnode.com/ news/teori-hasil-belajar1/.(Diakses tanggal 01 Mei 2012).

Tanjung, 1998. Teori Belajar Kognitivisme.http://edukasi.kompasiana.com /2010/10/06/teori-konstruktivisme.(Diakses: 01Mei 2012)

Trinandita, 1984. Proses Belajar. http://lets-belajar.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-gestalt.html). (Diakses tanggal 01 Mei 2012)

Wertheimer, 1959. teori Gestalt.http://lets-belajar.blogspot.com/2012/ 01/teori-belajar-gestalt.html.(Diakses tanggal 01Mei 2012)

Gambar

Gambar 1 : Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2: Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas

Referensi

Dokumen terkait

pengalaman belajarnya baik pada ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini berupa perubahan tingkah

Hasil penelitian ini adalah adanya peningkatan kemampuan komunikasi dan aktivitas belajar matematika yang dapat dilihat dari indikator kemampuan komunikasi yaitu:

Kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian yang dilakukan adalah model pembelajaran aktif tipe Make A Match dengan kartubergambar mempengaruhi tingkat pemahaman dan

Perumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah : “Bagaimana Peningkatan Aktivitas dan Prestasi Belajar IPS Melalui Model Cooperative Learning Tipe

hasil belajar siswa melalui strategi Aktif Index Card Match. Sebagai dasar untuk penelitian berikutnya yang sejenis. Manfaat Praktis. 1) Manfaat

Setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, rata- rata hasil belajar Matematika siklus I meningkat menjadi 77,29 dengan persentase ketuntasan 79,2%, setelah

secara aktif, dengan begitu aktvitas belajar siswa akan meningkat yang diikuti. dengan peningkatan

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis butir soal yang terdiri dari validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan keefektifan penggunaan distraktor terhadap