BAB II KAJIAN PUSTAKA
F. Kerangka Berpikir
1. Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap
Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga.
Pelaksanaan pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar
peserta diklat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk
mencapai penguasaan kompetensi. Proses pembelajaran di sekolah dan di
dunia usaha dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis,
keterampilan, dan kepribadian siswa. Pelaksanaan pembelajaran/diklat
yang baik akan meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Hal ini
disebabkan para siswa berinteraksi baik dengan teman maupun pekerja
sehingga mau tidak mau harus mampu mengerti dan mengendalikan
emosi.
Derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap
kecerdasan emosional berwirausaha siswa diduga kuat berbeda pada kultur
keluarga yang berbeda. Kultur keluarga adalah kebiasaan-kebiasaan dan
kebudayaan keluarga akan menjadi pola pikir tersendiri yang digunakan
sebagai dasar seseorang bertindak dan mengambil keputusan. Pada kultur
keluarga yang bercirikan jarak kekuasaan (power distance) kecil tampak dari berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan
mengakui perbedaan, dan tidak tergantung pada orang tua, maka derajat
pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan
emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan pada jarak
kekuasaan yang besar. Hal ini disebabkan adanya sikap mandiri di dalam
keluarga sehingga siswa mampu mengembangkan diri dalam
melaksanakan pendidikan dan pelatihan. Sedangkan pada jarak kekuasaan
(power distance) besar tampak dari otoritas orang tua berpengaruh terus menerus sepanjang hidup, ketaatan kepada norma keluarga, dan
bergantung pada orang lain, maka siswa kurang mampu mengembangkan
pendidikan dan pelatihan sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya
rendah. Hal ini disebabkan siswa menjadi terkekang karena pengaruh
orang tua yang otoriter. Pada kultur keluarga yang bercirikan
individualism tampak dari demokratis dalam keluarga, mampu mengelola keuangan, tidak diwajibkan mengikuti upacara keagamaan dalam keluarga,
dan merasa bersalah jika melanggar peraturan, maka derajat pengaruh
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional
berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan pada collectivism. Hal ini disebabkan adanya demokrasi dalam keluarga sehingga siswa mampu
mengaplikasikannya dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
Sementara yang bercirikan collectivism tampak dari kesetiaan pada kelompok, tidak wajib mengikuti perayaan/pesta dalam keluarga, merasa
malu jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat bersatunya
anggota keluarga, maka siswa kurang mampu mengembangkan diri dalam
melaksanakan pendidikan dan pelatihan, sehingga kecerdasan emosional
berwirausaha akan rendah. Hal ini disebabkan siswa tidak mau membuka
diri dengan kelompok lain. Pada kultur keluarga yang bercirikan
masculinity tampak dari adanya jarak antara orang tua dan anak, perbedaan
peran orang tua, dan suka tantangan, maka derajat pengaruh pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha
akan lebih tinggi dibandingkan pada femininity. Hal ini disebabkan dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan siswa dapat lebih kreatif dan
inovatif. Sedangkan yang bercirikan femininity tampak dari peran wanita yang lebih rendah dari pria dan belajar bersama menjadi rendah hati, maka
siswa kurang mampu mengembangkan diri dalam melaksanakan
pendidikan dan pelatihan. Hal ini disebabkan dalam melaksanakan
pendidikan dan pelatihan siswa kurang terbuka dalam pergaulan sehingga
kecerdasan emosional berwirausahanya rendah. Pada kultur keluarga yang
bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak pada mampu bertoleransi terhadap situasi yang tidak pasti, dan memiliki aturan, maka
derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap
kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan pada
uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa mempunyai inisiatif saat menghadapi kesulitan dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan.
Sedangkan pada uncertainty avoidance kuat tampak dari keluarga menjadi tempat belajar dan kurang mampu menghadapi situasi yang tidak pasti,
maka siswa kurang mampu mengembangkan pendidikan dan pelatihan
sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya rendah. Hal ini
disebabkan siswa menjadi pesimis dalam pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan.
2. Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap
Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Sekolah.
Pelaksanaan pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar
peserta diklat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk
mencapai penguasaan kompetensi. Proses pembelajaran di sekolah dan di
dunia usaha dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis,
keterampilan, dan kepribadian siswa. Pelaksanaan pembelajaran/diklat
yang baik akan meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Hal ini
disebabkan para siswa berinteraksi baik dengan teman maupun pekerja
sehingga mau tidak mau harus mampu mengerti dan mengendalikan
emosi.
Derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap
kecerdasan emosional berwirausaha siswa diduga kuat berbeda pada kultur
sekolah yang berbeda. Kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam
membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil,
berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik. Pada kultur
sekolah yang bercirikan jarak kekuasaan (power distance) kecil yang tampak dari perlakuan guru terhadap siswa sama, proses pembelajaran
terpusat pada siswa, dan kesempatan bertanya, maka derajat pengaruh
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional
berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan dengan jarak kekuasaan
(power distance) besar. Hal ini disebabkan siswa dapat bebas dalam mengemukakan pendapat. Sedangkan pada jarak kekuasaan (power
distance) besar yang tampak dari adanya komunikasi satu arah di kelas, kurang berani mengembangkan kemampuan dan bakat, dan adanya
hukuman fisik jika melanggar peraturan, maka siswa dalam melaksanakan
pendidikan dan pelatihan kurang baik sehingga kecerdasan emosional
berwirausahanya rendah. Hal ini disebabkan proses pembelajaran
didominasi oleh guru. Pada kultur sekolah yang bercirikan individualism yang tampak dari kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian
tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif
dalam mengerjakan tugas, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih
tinggi dibandingkan collectivism. Hal ini disebabkan adanya kemandirian dan siswa mempunyai tujuan berprestasi dalam melaksanakan pendidikan
dan pelatihan. Sementara yang bercirikan collectivism yang tampak dari kurang berani dalam mengungkapkan pendapat dan tergantung pada orang
lain, maka siswa dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan kurang
baik sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya rendah. Hal ini
disebabkan siswa kurangnya kemampuan beradaptasi saat melaksanakan
pendidikan dan pelatihan. Pada kultur sekolah yang bercirikan masculinity yang tampak dari suka kompetisi dan berorientasi pada prestasi, maka
derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap
kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibanding
femininity. Hal ini disebabkan adanya kompetensi guru yang tinggi. Sedangkan yang bercirikan femininity yang tampak dari lebih
mengutamakan kinerja kelompok dan kurang berani mengambil resiko,
maka siswa dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan akan kurang
baik, sehingga kecerdasan emosional berwirausaha rendah. Hal ini
disebabkan terbatasnya lingkup pergaulan. Pada kultur sekolah yang
bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak dari kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran dan kedekatan hubungan antara guru,
siswa, dan orang tua, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi
dibandingkan uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa mau menerima kekurangan guru dalam pelaksanakan pendidikan dan pelatihan.
Sedangkan uncertainty avoidance kuat tampak dari siswa menganggap guru selalu benar dan menolak kekurangan guru, maka siswa dalam
melaksanakan pendidikan dan pelatihan kurang baik sehingga kecerdasan
emosional berwirausaha rendah. Hal ini disebabkan siswa menaruh
kepercayaan sepenuhnya kepada guru.
3. Pengaruh Pelaksanaan Pendididkan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap
Kecerdasaan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Bakat Kewirausahaan.
Pelaksanaan pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar
peserta diklat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk
mencapai penguasaan kompetensi. Proses pembelajaran di sekolah dan di
dunia usaha dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis,
keterampilan, dan kepribadian siswa. Pelaksanaan pembelajaran/diklat
yang baik akan meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Hal ini
disebabkan para siswa berinteraksi baik dengan teman maupun pekerja
sehingga mau tidak mau harus mampu mengerti dan mengendalikan
emosi.
Derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap
kecerdasan emosional berwirausaha siswa diduga kuat berbeda pada bakat
kewirausahaan yang berbeda. Bakat kewirausahaan adalah kemampuan
untuk kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya
untuk mencapai peluang untuk menuju sukses, yang merupakan potensi
yang masih perlu dikembangkan dan dilatih. Pada siswa yang berbakat
derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap
kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang tidak berbakat. Hal ini tampak dari ciri kreatif, berani
menanggung risiko, inovatif, mampu bekerjasama dalam kelompok,
percaya diri, mampu mengatur kehidupannya sendiri, mudah
menyesuaikan diri, knowledgeable, versatile, more carrier oriented and prepared, memiliki kemampuan manajerial yang baik, good characteristics, managerial style, desire for growth, desire for profits, restleness, dan pengendali aktivitas yang baik, sehingga ciri-ciri tersebut mendukung siswa dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan dengan
baik.