• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Kerangka Teori

Loyalitas konsumen menurut Hur et al dalam Hotlan dan Edwin (2014)

didefinisikan sebagai komitmen yang dipegang teguh untuk membeli kembali produk pilihan atau jasa secara konsisten di masa mendatang, dan memungkinkan terjadinya pembelian atau pengunaan jasa secara berulang meskipun ada perubahan situasi yang berpotensi pelanggan beralih ke produk atau jasa yang lain. Menurut Peter dan Olson (2000:162) dalam Bahrudin dan Zuhro (2015) loyalitas adalah keinginan konsumen untuk melakukan pembelian secara ulang.

Menurut Acep Rohedi yang di kutip dari Caruana (1999), and Gremler and Brown (1996), memberikan pengertian Loyalitas sebagai keinginan dari pelanggan untuk secara konsisten berlangganan terhadap perusahaan jasa yang sama, yang mungkin menjadi pilihan utama diantara beberapa alternatif, yang tercermin dalam perilaku nyata disertai kognisi dan sikap yang menyenangkan tanpa terpengaruh oleh situasi.

Barnes (2003: 16) dalam Molden, Srikandi dan Edy (2014) menegaskan bahwa untuk mempertahankan pelanggan dapat dicapai melalui kepuasan jangka panjang yang berdasarkan nilai yang pelanggan terima ketika menggunakan jasa atau produk dari perusahaan.

Loyalitas dapat diartikan kesetiaan, kesetiaan nasabah terhadap perbankan syariah yang tanpa paksaan tetapi datang dari kesadaran nasabah. Menurut Robert Bramson (2004: 2) loyalitas atau kesetiaan pelanggan merupakan satu konsep yang mencakup lima faktor antara lain yaitu;

a. Pengalaman pelanggan dengan kepuasan utuh ketika melakukan transaksi dengan perusahaan.

b. Kesediaan untuk mengembangkan hubungan dengan perusahaan.

c. Kesediaan untuk menjadi pembeli setia atau menggunakan jasa secara terus-menerus.

d. Kesediaan untuk merekomendasikan kepada orang-orang lain.

e. Penolakan dan berpaling dari pesaing perusahaan yang saat ini digunakan.

Loyalitas merupakan sikap yang tidak bisa berubah oleh keadaan apapun karena nasabah sudah merasa nyaman dan puas dengan produk dan jasa yang digunakan, sebagaimana Oliver (1999) dalam Rizky (2014) menyatakan bahwa loyalitas adalah komitmen yang dipegang secara mendalam dalam menggunakan suatu produk atau jasa yang kemungkinan pelanggan beralih karena kondisi dan situasi yang berbeda. Komitmen dan konsisten dari nasabah yang tidak berpindah memakai produk dan jasa perbankan yang didasari kerelaan hati, maka nasabah dengan sendirinya akan merekomendasikan orang lain untuk ikut serta menggunakan produk dan jasa yang ia gunakan.

Menurut Dick dan Basu (1994) dalam Steven dan Yohanes (2014) mendefinisikan bahwa loyalitas pelanggan sebagai kekuatan hubungan antara konsumen dengan perusahaan yang kemudian konsumen melakukan pembelian dan menggunakan jasa maupun produk perusahaan secara berulang. Dikatakan loyalitas jika nasabah mengkonsumsi atau menggunakan jasa dan produk perusahaan secara berkelanjutan dengan produk yang berbeda tetapi dengan satu merek yang sama untuk memenuhi kebutuhan.

Wulf, Schroeder dan Labocci dalam Mulyo dan Ukudi (2007) mendefinisikan bahwa loyalitas pelanggan adalah besarnya frekuensi pembelian yang dilakukan oleh konsumen terhadap suatu perusahaan. Menurut O’Shaughbessy (1992) sebagaimana yang dikutip oleh Mulyo dan Ukudi (2007) loyalitas adalah kepercayaan, kesediaan untuk bertindak tanpa segera menghitung biaya-biaya dan keuntungan.

Indikator untuk mengukur variabel loyalitas menurut Griffin (2005:31) dalam Bahrudin dan Zuhro (2015) sebagai berikut:

a. Melakukan transaksi terus-menerus b. Mereferensikan kepada orang lain c. Menjadikan pilihan utama 2. Kepercayaan

Anderson dan Narus (1990) dalam Steven dan Yohanes (2014) menyatakan bahwa definisi kepercayaan yaitu “Trust as a belief that

another company will perform actions that will result in positive outcomes for the firm while not taking actions that would result in negative outcomes”. Berdasarkan definisi diatas kepercayaan merupakan keyakinan suatu perusahaan terhadap perusahaan lainnya yang akan memberikan hasil yang positif. Kepercayaan didefinisikan sebagai keinginan untuk menggantungkan diri pada mitra bertukar yang dipercayai (Moorman, Deshpande dan Zaltman, 1993:82) dalam Mulyo dan Ukudi (2007). Menurut Lau dan Lee (1999) yang dikutip oleh Endang, mendefinisikan

kepercayaan sebagai kesediaan (willingness) seseorang untuk

menggantungkan dirinya pada pihak lain dengan resiko tertentu yang

berdasarkan dengan keyakinan (confidence). Sedangkan kepercayaan

konsumen merupakan kunci hubungan pemasaran, karena kepercayaan yang terbangun dengan stabil adalah sebuah komponen yang sangat penting untuk menjaga hubungan yang berkelanjutan (Yohana dan Edwin, 2014). Kepercayaan merupakan salah satu kunci jangka panjang dalam strategi pemasaran untuk meningkatkan penjualan produk perusahaan, karena dengan adanya hubungan yang baik antara konsumen dengan perusahaan, maka hal itu menjadi faktor dalam membangun kepercayaan nasabah yang memudahkan perusahaan dalam mencapai tujuan dan meraih keuntungan. Kepercayaan merupakan keyakinan satu pihak mengenai maksud dan perilaku pihak lainnya, dengan begitu kepercayaan didefinisikan sebagai

harapan konsumen bahwa perusahaan penyedia jasa dapat dipercaya dan di andalkan dalam memenuhi janjinya (Hotlan dan Edwin: 2014). Seseorang yang telah yakin maka ia percaya bahwa mitranya akan memberikan sesuatu seperti yang diharapkan baik dalam bentuk kata, janji dan pernyataan orang lain dapat dipercaya Barnes (2011, 148) dalam Syaiful dan Khuzaini (2015).

Menurut Morgan dan Hunt (1994) dalam Suratno, Margono dan Astrid (2016) membuat konsep tentang kepercayaan sebagai keadaan dimana seseorang mempunyai keyakinan terhadap keandalan dan kejujuran terhadap rekannya. Menurut Morgan dan Hunt (1994) ada lima tindakan yang menunjukkan suatu kepercayaan:

a. Menjaga hubungan

b. Menerima pengaruh

c. Terbuka dalam komunikasi

d. Mengurangi pengawasan

e. Kesabaran akan faham oportunis

Selain lima tindakan tersebut, menurut Ziqmund (2003: 72) dalam Agusta

dan Dedy menyatakan bahwa kepercayaan (trust) terkait dengan emotional

bonding yaitu kemampuan seseorang untuk mempercayakan perusahaan atau sebuah merek untuk melakukan sebuah fungsi.

Menurut Jasfar (2009: 169) kepercayaan dapat diukur dengan Indikator dalam Junai dan Tri (2016) sebagai berikut:

a. Presepsi Integritas

b. Presepsi Kebaikan

c. Presepsi Kompetensi

Menurut Hoy dan Tschannen (1998); Tschannen dan Hoy (20001) menyatakan bahwa kepercayaan pelanggan dibentuk melalui lima dimensi, yaitu:

a. Benevolence, yaitu niat baik dan keyakinan bahwa suatu pihak akan dilindungi dan tidak akan dirugikan oleh pihak yang dipercayai. b. Reliability, yaitu kemampuan dapat diandalkan untuk memenuhi

sesuatu yang dibutuhkan oleh seseorang atau kelompok yang membutuhkan.

c. Comppetence, yaitu kemampuan yang dimiliki oleh suatu pihak dari

skill dan pengetahuan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

d. Honesty, yaitu sejauh mana pernyataan atau ungkapan dapat ditepati.

Suatu pernyataan akan dianggap benar apabila dapat

mengkonfirmasi yang sebenarnya terjadi menurut tanggapan

e. Opennes, yaitu keterbukaan untuk memberitakan atau memeberikan informasi yang dibutuhkan pelanggan.

Berdasarkan pernyataan diatas maka kepercayaan pelanggan akan terbentuk jika ada lima hal, yaitu keyakinan, keandalan, kompetensi, kejujuran, dan keterbukaan. Oleh karena itu, untuk menciptakan kepercayaan pelanggan hendaknya lima dimensi diatas dimiliki oleh Perbankan Syariah.

3. Komitmen

Barnes (2011: 150) dalam Syaiful dan Khuzaini (2015) menyatakan bahwa komitmen adalah suatu keadaan psikologis yang secara global mewakili pengalaman ketergantungan pada suatu hubungan yang memunculkan respon baru. Menurut Moorman dalam Fitri dan Basuki (2011) komitmen sebagai keinginan abadi untuk menjaga hubungan yang dihargai. Komitmen yang tinggi membuat keberhasilan dalam suatu hubungan yang saling memuaskan dan menguntungkan, karena jika masing-masing pihak merasa tidak ada keuntungan dalam mitra bertukar maka tidak ada keinginan untuk hubungan jangka panjang.

Komitmen didefinisikan oleh Morman, Zulthman, Zulganef dan Despande (1992: 316) dalam Mulyo dan Ukudi (2007) sebagai hubungan antara sikap terhadap bukti fisik, proses dan karyawan dengan kualitas keterhubungan, serta perannya dalam menimbulkan niat ualang membeli

dan loyalitas. Komitmen merupakan keinginan yang terus-menerus untuk menjaga hubungan yang bernilai (Jasfar, 2012:179) dalam Syaiful dan Khuzaini (2015). Hubungan yang saling memberikan keuntungan hendaknya dijaga dan dipertahankan oleh setiap perusahaan karena hal itu untuk mempertahakan adanya pelanggan yang loyal terhadap perusahaan. Menurut Fullerton and Taylor (2000) dalam Mulyo dan Ukudi (2007) membedakan konsep komitmen menjadi tiga, diantaranya yaitu:

a. Komitmen afeksi

Komitmen afeksi yaitu komitmen yang merujuk kepada pembagian nilai dan kemurahan hati.

b. Komitmen kontinum

Komitmen kontinum yaitu komitmen yang merujuk kepada pengorbanan dan ketergantungan.

c. Komitmen normatif

Komitmen normatif yaitu komitmen yang merujuk pada konstruk menyeluruh yang menjadi penyebab tumbuhnya rasa bertanggung jawab.

Komitmen sebagai suatu janji baik pada perusahaan penyedia jasa dan pelanggan didefinisikan sebagai suatu janji yang diungkapkan baik secara implisit maupun eksplisit dan hubungan yang terus-menerus berlanjut dengan mitranya (Mulyo dan Ukudi: 2007). Komitmen menjadi tolak ukur terhadap pelanggan yang loyal terhadap perusahaan atau tidak. Pengukuran

variabel komitmen menggunakan indikator yang dinyatakan oleh Allen dan Mayer (1990) dalam Emilia (2014) yaitu:

a. Ikatan emosional

b. Kebanggaan bagian dari Bank

c. Terlibat dengan kegiatan Bank

d. Sulit pindah ke Bank lain

Dokumen terkait