• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

2.6 Kerangka Konsep

Sosis menggunakan pengawet nitrit pada proses pengolahan. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar nitrit yang tedapat dalam sosis kemudian disesuaikan dengan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Sosis

Kandungan Nitrit

Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999

Tidak memenuhisyarat Memenuhi syarat

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyebutkan bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal ( RI, 2012).

Seiring berkembangnya industri makanan dan minuman maka semakin banyak pula produk daging yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet, menarik dan lebih praktis dibandingkan dengan produk segarnya, seperti sosis, kornet daging sapi, dan ham (Winarno, 2011).

Tujuan pengolahan pangan adalah agar bahan menjadi awet dan praktis dalam penanganan. Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini banyak jenis makanan yang mengalami berbagai proses mekanis dan kimia, baik dalam skala kecil maupun skala industri sehingga bahan pangan kehilangan kesegaran, dan sebagian atau sebagian besar zat gizi yang terkandung di dalamnya hilang atau

rusak. Kemajuan ilmu dan teknologi dapat juga membuat berbagai jenis makanan menjadi lebih awet, lebih bergizi, lebih menarik dalam penampilan, lebih aman, lebih enak, serta lebih praktis bagi konsumen. Keamanan pangan adalah faktor yang sangat penting dalam pemilihan makanan. Setinggi apapun nilai gizi yang dihasilkan dan senikmat apapun suatu hidangan, tetapi bila beracun atau tidak aman bagi kesehatan, tidak ada artinya (Winarno, 2011).

Sosis adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan, terna dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tetapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama (Alwi, 2011).

Sosis merupakan salah satu jenis emulsi, namun emulsi sosis bukanlah emulsi sesungguhnya seperti mayonnaise atau emulsi minyak dalam air lainnya. Emulsi sosis yang secara umum dimaksud oleh industri sosis adalah campuran daging yang digiling halus, lemak, dan bumbu-bumbu. Lemak pada sosis dibungkus oleh protein daging dengan struktur serupa dengan emulsi, walaupun bukan emulsi minyak dalam air yang sesungguhnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari usus binatang atau bahan lain sebagai pengganti usus tersebut, misalnya plastik polipropilen 0,05 mm, sehingga bentuknya khas. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan sosis terdiri atas daging, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, air, garam dapur dan bumbu. Pada prinsipnya

semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak. Sosis mempunyai nilai gizi tinggi namun, komposisi gizi sosis berbeda-beda bergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Produk olahan sosis kaya energi dan dapat digunakan sebagai sumber protein. Ketentuan mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01–3820-1995) adalah kadar air maksimal 67%, abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak maksimal 25%, serta karbohidrat maksimal 8 % (Astawan, 2008). Mutu sosis yang dihasilkan harus dijaga oleh pengendali mutu supaya menghasilkan produk sosis yang berkualitas.

Sosis didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang digiling dan dibumbui serta dibungkus dalamcasingmenjadi bentuk silinder yang simetris. Komponen utama sosis adalah daging, lemak dan air. Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat.Curing adalah cara proses daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Natrium nitrit dan atau Natrium nitrat dan gula serta bumbu-bumbu. Maksudcuring antara lain adalah untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik dan memperpanjang masa simpan produk daging. (Soeparno, 2009).

Biasanya nitrit banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan corned beef serta berbagai daging olahan lainnya (Yuliarti, 2007). Tujuan penggunaan nitrit dalam pengolahan daging ialah menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, mempertahankan warna merah daging agar tampil menarik, dan juga sebagai pembentuk cita rasa pada daging (Syah, 2005).

Bahan makanan yang tercemar oleh nitrit ataupun bahan makanan yang diawetkan menggunakan nitrat dan nitrit dapat menyebabkan methemoglobinemia simptomatik pada anak-anak. Methemoglobinemia simptomatik telah terjadi pada anak-anak yang memakan sosis yang menggunakan nitrit dan nitrat secara berlebihan (Wahyudi, 2007). Nitrit dalam jumlah besar dapat mengakibatkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh convultion, koma dan bila tidak segera ditolong akan meninggal. Keracunan kronis menyebabkan depresi, sakit kepala dan gangguan mental (Soemirat, 2009).

Jumlah maksimum nitrit yang bisa ditambahkan dalam curing daging adalah 62,8 g/100 Kg. Dosis nitrit yang lebih dari 15 - 20 mg/Kg berat badan akan menimbulkan kematian (Aberle et al., 2001). Penggunaan natrium nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging ternyata dapat menimbulkan efek yang membahayakakan kesehatan. Nitrit dapat berikatan dengan amino dan amida yang menghasilkan turunan nitrosamin yang bersifat karsinogenik (Husni et al., 2007).

Produk pangan yang beredar saat ini masih banyak yang belum memenuhi syarat higienis, dan standar mutu keamanan pangan. Fenomena ini dapat terlihat

dari adanya beberapa permasalahan pokok di bidang keamanan pangan seperti, masih ditemukannya penggunaan bahan tambahan yang dilarang, cemaran bahan kimia berbahaya, cemaran pathogen, dan masa kadaluarsa yang ditemukan oleh BPOM pada beberapa waktu sebelumnya (Baliwati. 2004).

BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sudah selalu mengadakan survey terhadap makanan yang beredar dipasar tradisional maupun pasar modern seperti di supermarket. Namun adanya keinginan produsen untuk menghasilkan keuntungan, dengan mengabaikan faktor keamanan pangan. Hal ini dikemukakan karena masih banyaknya ditemukan makanan yang tidak memiliki izin dari BPOM (Cahyadi, 2008).

Produk-produk makanan yang beredar baik di pasar taradisional maupun pasar modern harus mendapat izin dari BPOM. Khusus untuk makanan yang beredar di Supermarket, sebagian konsumen beranggapan makanannya lebih berkualitas dibanding pasar tradisional. Namun terkadang Supermarket juga tidak menjamin kalau produk makanan yang dijual tersebut aman dan memiliki izin dari BPOM (Irianto,2007).

Menurut Khomsan (2003), nitrit sebagai pengawet aman digunakan, namun sekalipun aman perlu diperhatikan batas aman penggunaannya dalam makanan supaya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Permenkes RI No. 116/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan, membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125mg/kg (Cahyadi, 2006). Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan. Pada tahun 1989 terdapat kasus biskuit beracun yang

menelan korban 38 jiwa manusia. Kasus ini terjadi karena mereka mengkonsumsi biskuit yang mengandung natrium nitrit dalam taraf yang melebihi batas yang diijinkan (Yuliarti, 2007).

Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak yang tidak diinginkan seperti rasa mual, muntah-muntah, sakit kepala dan tekanan darah menjadi rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu. Nitrit dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, di ikuti oleh konvulsi, koma, dan jika tidak dapat pertolongan akan mengakibatkan kematian. Keracunan kronis dapat mengakibatkan depresi, sakit kepala (Awang, 2003).

Menurut Wahyudi (2007), apabila nitrit dan nitrat masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap keracunan. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila daging yang mengandung nitrit atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi. Komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti timbulnya kanker perut pada manusia. Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea, vomitus, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah dan takikardi, serta sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit

sampai 45 menit. Pada kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005), pengawet nitrit berbahaya karena penggunaan nitrit dapat bereaksi dengan amin sekunder, seperti prolin atau derivat poliamin yang ada dalam bahan makanan pada kondisi pH yang sama dengan lambung dan membentuk senyawa karsinogen (penyebab kanker). Menurut Silalahi dalam Darius (2007) bahwa jumlah asupan harian (ADI) oleh FAO/WHO untuk 60 kg berat badan adalah 8 mg untuk nitrit.

Hasil penelitian Magee dan bernes (1954) menunjukan bahwa nitrosodimetilamin merupakan senyawa racun bagi hati yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati pada beberapa presies nitrisodimetilamin juga merupakan kasinogen kuat yang dapat menimbulkan tumor terut pada hati dan ginjal tikus percobaan. Dari Hasil percobaan terhadap tikus, 500 ppm dari nitrosamine menyebabkan tumor hati malignant dalam waktu 26-40 minggu .pada dosis yang lebih tinggi lagi menyebabkan tumor kandung kemih, pada dosis 30 mg/kg berat badan akan badan mempercepat timbulnya tumor ginjal.

Berdasarkan penelitian tentang nitrit yang dilakukan oleh Darius (2007), seorang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Pada 10 sampel sosis daging sapi yang diteliti mengandung pengawet nitrit tapi masih memenuhi

persyaratan untuk mengkonsumsi karena kandungannya masih dibawah batas maksimum, yaitu sebesar 125 mg/kg.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2011) dan Lusiana (2013) pada sosis dan burger daging sapi masih memenuhi persyaratan, sedangkan Matondang (2015) kadar nitrit dan nitrat pada kornet daging sapi dan daging sapi asap yang diteliti masih memenuhi persyaratan yang diizinkan, dan menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memeriksa perubahan kadar nitrit dan nitrat terhadap pengaruh suhu dan lama penyimpanan pada kornet daging sapi dan daging sapi asap.

Berdasarkan hasil data dari Badan Pengawasan, Obat dan Makanan Provinsi Gorontalo, pada tahun 2013 hasil pemeriksaan laboratorium terdapat keracunan nitrit pada makanan nasi paket yang mengakibatkan 16 orang keracunan. Keracunan tersebut terjadi karena adanya penggunaan nitrit yang berlebihan (BPOM, 2013).

Menurut penelitian Nur (2011) tentang Analisis Kandungan Nitrit Dalam Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta. Jumlah sampel yang diteliti pada penelitian ini sebanyak 5 merk sosis yang terdiri dari 3 merk sosis daging ayam yaitu merk A, C dan D serta 2 merk sosis daging sapi yaitu merk B dan E. Berdasarkan hasil uji kualitatif kandungan nitrit dalam sosis dapat diketahui 5 bahwa semua sampel merk sosis yang diteliti mengandung nitrit, sedangkan kadar

nitrit yang terdapat dalam 5 sampel merk sosis tersebut bervariasi. Kadar nitrit tertinggi tardapat pada merk sosis E yaitu sebesar 211,294 mg/kg dan kadar terendah terdapat pada merk sosis C yaitu sebesar 83,354 mg/kg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar nitrit pada sampel merk E melebihi batas maksimum penggunaan nitrit pada produk olahan daging menurut Permenkes RI No 1168/Men/Per/1999 yaitu memiliki kadar sebesar 211,294 mg/kg. Walaupun kadar nitrit beberapa sampel sosis yang diteliti masih berada di bawah batas maksimum menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/ Per/X/1999, yaitu 125 mg/kg, namun konsumsi sosis yang mengandung nitrit yang beredar di pasaran tetap perlu diperhatikan karena nitrit bersifat kumulatif dalam tubuh manusia.

Berdasarkan penelitian mengenai kadar nitrit pada kornet yang dilakukan Fuad (2004) terhadap 13 sampel kornet sapi yang beredar di pasar swalayan di Kota Semarang, terdapat 5 merek melebihi standar Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999. Penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.

Pada tanggal 16 Oktober 2008 ditemukan kasus keracunan pada siswa SDN Sukosewu 1 Gandusari Blitar akibat membeli jajanan berupa sosis dan tempura yang dijual di halaman sekolah mereka. Berdasarkan penelitian BPOM dinyatakan bahwa para siswa itu keracunan senyawa kimia nitrat yang terdapat pada sosis dan tempura (BPOM, 2008).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan penelitian ke lapangan, didapatkan beberapa merek daging sosis di tempat bahan baku burger

yang memakai bahan pengawet nitrit tetapi tidak diberi label sebagai keterangan berapa kadar nitrit yang digunakan, merek-merek tersebut antara lain Kimbo, Champ, dan Vigo. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui kadar kandungan nitrit pada produk daging sosis apakah kandungan pengawet nitrit sudah memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi sesuai Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan makanan, dengan batas maksimum penggunaan 125 mg/kg.

Dokumen terkait