Gambar 1. Sosis Merek C
Gambar 6. Sosis Merek A
Gambar 1. Sampel dimasukkan dalam tabung reaksi
Gambar 5. Sampel yang sudah menjadi larutan dipindahkan dalam erlenmeyer dan dicampur dengan bahan-bahan pereakksi
ܰ ܽ ܰ ܱଶ= ܥ ݔ 2000 ܸ ݔ ܹ Keterangan:
C : Konsentrasi NO2 (ppm) dalam larutan sampel V : Volume filtrat sampel (ml)
W : Berat Sampel (gr) Diketahui : C = 1,8342
V = 25 W = 10 Ditanya : NaNO2 Jawab :
ܰ ܽ ܰ ܱଶ= ܥ ݔ 2000 ܸ ݔ ܹ
ܰ ܽ ܰ ܱଶ=
1,8342ݔ2000 25ݔ10
Jawab : 10 gr = 0,01 kg
Kadar Nitrit dalam 1 kg sampel = 1 x 14,6736 0,01
50 x 1467,36 = 73,218 mg 1000
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Adams, M. & Motarjemi, Y. 2004. Dasar-Dasar Keamanan Makanan untuk Petugas Kesehatan.Jakarta: EGC.
Alwi Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka.
Alwi, Hasan. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Astawan, M. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Awang. Rahmat, 2003. Kesan Pengawet Dalam Makanan, www.prn2.usm.my. Diakses pada [ Tanggal 01 November 2017]
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Kliping surat Kabar Sinar Harapan. Diakses pada tanggal 5 November 2016. www.perpustakaan.pom.go.id.
Baliwati, Y. F., Dwiriani, C. M., dan Khomsan, A. (2004). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
Benowitz, N.L. Nitrates and Nitrits in Poisoning and Drug Overdose. Fifth edition. Olson, KR. (Eds.). McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2007
Buckle,K.A.,1987. Ilmu Pangan.Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Cahyadi, W. (2006) Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Cahyadi, W. (2009). Bahan Tambahan Pangan. Jakarata: PT Bumi Aksara. Darius, Jamari, 2007. Analisis Kandungan Nitrit dan Pewarna Pada Sosis
Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta Tahun 2011.Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Irianto, Kus, 2007. Gizi dan Pola Hidup Sehat.Yrama Widya, Bandung
Khomsan, Ali, 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Kramlich, R. V. 1971. The Science Of Meat and Meat Product,San Fransisco Kramlich, W. E. 1973. Sausage Products. Di dalam Price and B. S. Sceiveger
(ed).The Science and Meat Product. W.H. Freeman and Co., Westport,Connecticut.
Lestari, P. (2011). Analisis Natrium Nitrit secara Spektrofotometri Visibel dalam Daging Burger yang Beredar di Swalayan Purwokerto. Pharmacy.
Lusiana, R. (2013). Penetapan Kadar Nitrit dan Nitrat di dalam Sosis yang Beredar di Kota Medan secara Spektrofotometri Sinar Tampak. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU.
Matondang, N.S. (2015). Penetapan Kadar Nitrit dan Nitrat dalam Kornet Daging sapi dan Daging Sapi Asap secara Spektrofotometri Sinar Tampak.Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU. Halaman 31 dan 39. Nakai, S. And H.W Modler, 2000. Food Protein, Processing Application.Wiley
VCH. New York.
Nurhayati, 2007. Sifat Kimia Kerupuk Goreng yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi dan Perubahan Bilangan TBA Selama Penyimpanan.Jurnal Ftp Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Rachman, Nurhidayatur, 2005. Uji Kadar Nitrat-Nitrit pada Chicken Nugget yang Dijual di Daerah Malang. http://student-research.umm.ac.id. Diakses : 28 Agustus 2010.
SNI. 1995. Tentang Bahan Tambahan Makanan. 01- 0222- 1995. Badan Standart Nasional Indonesia.
Soemirat, Juli, 2009. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging.UGM Press Yogjakarta.
Sutaryo dan Mulyani, S. 2004. Pengetahuan Bahan Olahan Hasil Ternak dan Standar Nasional Indonesia (SNI).Ungaran: Komplek-Taru Budaya. Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan
Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor
Syamsir E, 2009, Peluang Usaha Yogurt, www.ilmupangan.com [ diakses pada tanggal 7 november 2016 pukul. 17.00]
Wahyudi, H. (2007). Keracunan Nitrat-Nitrit.http://red-msg.blogspot.com Winarno, F. G. dan Srikandi Fardias.1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.
Gramedia.
Winarno, F.G., 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G., 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama, Jakarta Winarno, FG. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif yaitu
untuk menganalisa kandungan bahan pengawet nitrit dan yang terdapat di dalam
produk daging sapi olahan yaitu sosis yang bermerk dengan uji laboratorium
secara kuantitatif.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di Kota Medan yaitu Supermarket
Carefour, Brastagi Swalayan, Pasar Karang Sari, Pasar Buah Setia Budi. Alasan
memilih ke 4 tempat tersebut sebagai lokasi penelitian yaitu, tempat tersebut
merupakan tempat menjual berbagai merek sosis serta seluruh bahan baku burger
dan tempat-tempat tersebut mempunyai banyak pelanggan. Pengujian pengawet
nitrit dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Kimia Balai Teknik Kesehatan
Lingkunagan (BTKL) Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan September 2016 sampai
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh merek sosis yang dijual di di Kota
Medan.
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 jenis sosis
berbeda yang diambil berdasarkan metode purpossive sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sampel sesuai kriteria yang
diinginkan peneliti dari populasi menjadi sampel. Jenis sosis yang terpilih yaitu 4
sosis bermerek antara lain merek kimbo, vitalia, makmur, vigo, dan 2 sosis tidak
bermerek.
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Untuk kepentingan analisis di labooratorium maka masing-masing sampel
diambil sebanyak 100 g dan dimasukkan ke dalam kantung plastik serta diberi
tanda/nama merek sosis kemudian dibawa ke Laboratorium Biokimia dan Kimia
Balai Teknik Kesehatan Lingkunagan (BTKL) Medan untuk dilakukan
pemeriksaan. Pemeriksaan kadar nitrit dilakukan dengan metode spektrofotometri
(analisa kuantitatif).
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung pada sosis bermerek
yang dijajakan di grosir bahan baku burger di kota Medan. Selanjutnya kadar nitrit
Biokimia dan Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkunagan (BTKL) Medan.
Alasan pemilihan tempat pemeriksaan ini adalah laboratorium memiliki bahan dan
peralatan yang memadai.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui literatur-literatur yang berhubungan
dengan objek penelitian, yang dapat menjadi bahan masukan dalam penulisan dan
mendukung penelitian yaitu buku, jurnal, skripsi, peraturan perundang-undangan,
peraturan menteri, artikel dan sebagainya.
3.5 Definisi Operasional
1. Sosis adalah produk hasil olahan daging sapi atau daging ayam dengan
bumbu-bumbu, garam, diproses dengan curing.
2. Nitrit adalah zat kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet makanan.
3. Kadar nitrit adalah banyaknya zat pengawet nitrit yang terkandung dalam
sosis, diukur dengan metode spektrofotometri.
4. Tempat penjualan bahan baku burger adalah tempat yang menjual
bahan-bahan dasar pembuatan burger, seperti saus, roti, daging burger dan sosis.
5. Memenuhi syarat kesehatan adalah kondisi dimana kandungan pengawet
nitrit yang terdapat pada daging sapi olahan yaitu sosis sesuai dengan
Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 yaitu sebesar 125 mg/kg.
6. Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 adalah salah satu peraturan
tentang Bahan Tambahan Makanan yang di dalamnya mengatur tentang
batas maksimum penggunaan nitrit yang diperbolehkan dalam daging
3.6 Pemeriksaan Nitrit
3.6.1 Peralatan
1. Spektrofotometer
2. Cawan
3. Pipet volunter 10 ml, 25 ml
4. Nanowave
5. Kuvet, berdiameter 50 mm
6. Erlenmeyer 50 ml
7. Gelas ukur 10 ml
8. Timbangan analitik, dengan kepekaan minimum 1 mg.
9. Tabung reaksi
3.6.2 Bahan Pereaksi
1. Larutan boraks jenuh
2. Larutan seng asetat
3. Larutan NaOH
4. Larutan sulfanilamide
5. Larutan nafthyletilendiamin
3.6.3 Cara Kerja Pemeriksaan Nitrit (Uji Kuantitatif)
1. Sampel (sosis sapi/ayam) ditimbang sebanyak 10 g dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi.
2. Tabung reaksi dimasukkan nanowave kemudian dibiarkan agar sampel
3. Pada sampel yang telah menjadi larutan ditambahkan dengan 5 ml larutan
boraks jenuh dan 100 ml aquadest panas (700 C), kemudian larutan dikocok.
4. Larutan dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditambahkan dengan 2
tetes larutan NaOH dan 2 ml larutan seng asetat.
5. Filtrat dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 25 ml.
6. 25 ml filtrat dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
7. Pada 25 ml filtrat ditambahkan 0,5 ml sulfanilamide.
8. Kemudian larutan ditambahkan dengan 0,5 ml larutan nafthyletilendiamin.
Larutan dikocok dan selama 3 menit larutan dibiarkan sampai larutan
berubah warna menjadi warna pink.
9. Absorbansi larutan diukur dalam kuvet berdiameter 50 mm dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 528 mm.
10. Baca konsentrasi nitrit dalam ppm.
Cara menghitung kadar nitrit dengan menggunakan rumus :
NaNO2(mg) = C x 2000 V x W
Keterangan :
C : Konsentrasi NO2(ppm) dalam larutan sampel
V : Volume filtrat sampel (ml)
3.7 Pengolahan dan Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif.
“Metode Analisis Deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi (Sugiono, 2008)”. Hasil pemeriksaan Laboratorium dibuat
dalam bentuk tabel dan dinarasikan, pembahasan serta diambil kesimpulan.
Kemudian hasil pemeriksaan tersebut dibandingkan dengan Permekes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan. Dari hasil
pemeriksaan tersebut diketahui apakah sosis yang beredar memenuhi atau tidak
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Medan adalah ibukota provinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu
kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar. Terletak di antara
Kabupaten Deli Serdang dan terletak 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Adapun
luasnya adalah ± 300.288 km2 (BPS Kota Medan, 2004).
Kota Medan merupakan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia, di
Medan terdapat beberapa pusat penjualan sosis yaitu antara lain yaitu Brastagi
Swalayan yang terletak di Jl. Jendral Gatot Subroto No. 288, Medan, Sumatera
Utara. Brastagi Swalayan menyediakan berbagai macam barang kebutuhan pokok
termasuk sosis siap saji. Dari Brastagi Swalayan peneliti mendapatkan satu jenis
sampel.
Pasar Karang Sari berlokasi di Jl. Karang Sari Kelurahan Sari Rejo
Kecamatan Medan Polonia merupakan pasar tradisional yang beroperasi di pagi
hari. Masyarakat biasa menggunakan pasar untuk memenuhi belanja kebutuhan
pokok sehari-hari baik dari pedagang di pasar maupun toko-toko grosir di dalam
pasar. Dari Toko grosir di pasar karang rejo peneliti mendapatkan dua jenis
sampel.
Pasar Buah Pondok Indah terletak di Jl. Setia Budi, Tj. Rejo, Medan
Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara. Pasar Buah Pondok indah utamanya
menyediakan buah dan sayur segar untuk konsumsi rumah tangga namun juga
Pasar Buah Pondok Indah
Transmart Carefourr
Medan Fair Plaza, Sekip,
kebutuhan rumah tangga
jadi diantaranya daging
beberapa jenis sosis namun
jenis sampel.
Berikut Gambar Sosis yan
k Indah Peneliti mendapatkan dua jenis sampel.
Carefourr yang terletak di Jl. Gatot Subroto No. 30, Kompleks
Sekip, Medan Petisah, menyediakan berbagai macam
tangga serta bahan pangan baik bahan mentah maupun
daging sosis. Di Transmart Carefourr peneliti mendapatkan
nis sosis namun karena pertimbangan penelitian hanya mengambil sat
r Sosis yang peneliti dapatkan dari beberapa tempat di atas:
Gambar 1. Sosis Curah A
No. 30, Kompleks
berbagai macam alat
maupun barang
peneliti mendapatkan
hanya mengambil satu
Gambar 2. Sosis merek A
Gambar 3. Sosis merek B
4.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
4.2.1. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Nitrit Pada
Pemeriksaan nitrit
sampel yang dilakukan
kemudian dibawa ke Laboratorium
Kimia. Sampel terdiri dari
nitrit pada Sosis dilakukan dengan metode spektrof Gambar 5. Sosis Curah B
Gambar 6. Sosis Curah C
ksaan Laboratorium
iksaan Kuantitatif Nitrit Pada
Pemeriksaan nitrit yang terdapat pada Sosis dimulai dari pengambilan
dilakukan dengan dua kali pengambilan pada hari yang
ke Laboratorium Balai Tenaga kesehatan Lingkungan
Kimia. Sampel terdiri dari 6 Sosis dari setiap pusat penjualan sosis. Pemeriksaan
nitrit pada Sosis dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet.
dari pengambilan
hari yang berbeda
Lingkungan bagian
Hasil perhitungan kadar nitrit diperoleh dalam bentuk ppm atau mg/kg
kemudian hasilnya dibandingkan dengan Permenkes RI No 1168 / Menkes
/ Per / X / 1999 tentang Bahan Tambahan Makanan (BTM), yang membatasi
penggunaan maksimum pengawet nirit di dalam produk daging olahan yaitu
sebesar 125 mg/kg dan melihat apakah penggunaan pengawet nitrit pada Sosis
sudah memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Hasil
pemeriksaan kadar nitrit secara kuantitatif pada sampel sosis dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Kadar Nitrit Pada Sampel Sosis
No Kode Sampel Nilai Banyaknya Batas Maksimum
Serapan Nitrit Penggunaan Nitrit (mg/kg) (mg/kg) dalam bahan
makanan
1 P1 0,0780 62,40
2 P2 1,8342 1467,36
3 P3 0,1986 158,88
125
4 P4 0,4124 329,92
5 P5 0,1514 121,12
6 P6 0,0470 37,60
Keterangan:
P1 : Sosis Curah A
P2 : Sosis Merek A
P3 : Sosis Merek B
P4 : Sosis Merek C
P5 : Sosis Curah B
Pada tabel 4.1. di atas dapat diketahui bahwa dari 6 (enam) sampel sosis
memiliki kadar nitrit yang bervariasi. Kadar nitrit tertinggi terdapat pada kode
sampel P2 yaitu sosis yang dijual di grosir di Pasar Karang Sari Kelurahan Sari
Rejo Kecamatan Polonia sebesar 1467,36 mg/kg dan kadar nitrit yang terendah
terdapat pada kode sampel P6 yaitu sosis yang dijual di Pasar Buah Setiabudi Jl.
Setia Budi sebesar 37,6 mg/kg. Selanjutnya berikut kadar nitrit dari
masing-masing sampel sosis dari kandungan yaitu sampel kode P1 sebesar 62,4 mg/kg,
sampel kode P3 sebesar 158,88 mg/kg, sampel kode P4 sebesar 329,92 mg/kg dan
sampel kode P5 sebesar 121,12 mg/kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar nitrit dari 3 (tiga) sampel sosis yang diperiksa melebihi batas maksimum
5.1. Nitrit Pada Sosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar nitrit pada 6 (enam) sampel Sosis
memiliki kadar nitrit yang bervariasi, dimana kadar nitrit tertinggi terdapat pada
kode sampel P2 yaitu Sosis yang dijual di grosir di Pasar Karang Sari Kelurahan
Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia sebesar 1467,36 mg/kg dan kadar nitrit yang
terendah terdapat pada kode sampel P6 yaitu Sosis yang dijual di Pasar Buah
Setiabudi Jl. Setia Budi sebesar 37,6 mg/kg.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar nitrit pada kode sampel P2,
P3, dan P4 melebihi batas maksimum penggunaan nitrit berdasarkan Permenkes
RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan yaitu sebesar
125 mg/kg.
Berdasarkan hasil penelitian Nur (2012) mengenai kandungan nitrit dalam
sosis pada distributor sosis di Kota Yogyakarta tahun 2011, didapatkan kadar
nitrit tertinggi pada sampel sebesar 211,294 mg/kg dan terendah 83,354 mg/kg
dari 4 sampel yang diteliti. Sedangkan berdasarkan penelitian Lestari (2011)
tentang analisis natrium nitrit secara spektrofotometri visibel dalam daging burger
yang beredar di swalayan purwokerto ditemukan bahwa tidak terdapat daging
burger yang menggunakan bahan pengawet nitrit melebihi batas maksimum
menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999. Hal ini menunjukkan kadar
dengan produk olahan daging ditempat lain sehingga seharusnya pihak terkait
memberikan perhatian yang lebih terhadap kualitas bahan pangan olahan daging
yang beredar di kota Medan.
Walaupun kadar nitrit beberapa sampel Sosis yang diperiksa masih berada
di bawah batas maksimum menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999,
pengkonsumsian Sosis yang mengandung nitrit yang beredar di pasaran tetap
perlu diperhatikan karena nitrit bersifat kumulatif dalam tubuh manusia.
Mengingat hal ini maka perlu ditetapkan batas penggunaan harian (daily
intake) bahan kimia (Syah, 2005). Konsep Acceptable Daily Intake (ADI)
didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan sebagai
bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah
yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau
sakit (Cahyadi, 2006). ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan yang
didefinisikan sebagai jumlah zat kimia yang masuk ke dalam tubuh setiap harinya,
bahkan sampai seumur hidup tanpa menimbulkan gangguan yang berarti bagi
konsumen atau pemakainya (Yuliarti, 2007). Sosis yang dapat dikonsumsi
berdasarkan ADI maksimum adalah yang kandungan nitritnya maksimum 8 mg
untuk 60 kg berat badan.
Dalam sehari masyarakat diperkirakan hanya mengonsumsi sosis 1 kali
dan dalam sosis diasumsikan terdapat 50 gr daging. Dalam penelitian ini kadar
nitrit tertinggi yaitu sebesar 1467,36 mg/kg. Berdasarkan batas maksimum jumlah
asupan harian (ADI) yang dapat dikonsumsi untuk 60 kg berat badan adalah 8 mg
mengonsumsi Sosis dengan kadar nitrit tertinggi dalam 50 gr Sosis adalah sebesar
8 mg, dari hasil ini diketahui bahwa Sosis tersebut tidak aman dikonsumsi oleh
seseorang dengan berat badan 60 kg karena sudah tidak sesuai dengan batas
maksimum ADI.
Penelitian ini dilakukan mengingat nitrit sebagai bahan pengawet yang
diijinkan penggunaanya sering digunakan pada produk olahan daging seperti sosis
untuk menghambat pertumbuhan bakteri pathogen Clostridium botulinum dan
mempertahankan warna merah daging. Penggunaan nitrit sebagai bahan pengawet
dibatasi yaitu maksimum 125 mg/kg karena penggunaan pengawet nitrit dalam
jumlah berlebihan akan menimbulkan dampak bagi kesehatan. Nitrit yang
berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan methemoglobin simptomatik.
Menurut Silalahi dalam Darius (2007) bahwa methemoglobin adalah hemoglobin
yang di dalamnya ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ dan kemampuannya untuk
mengangkut oksigen telah berkurang. Kandungan methemoglobin dalam darah
30-40% dapat menimbulkan gejala klinis berkaitan dengan kekurangan oksigen
dalam darah (hypoxia), karena darah tidak mampu berperan sebagai pembawa
oksigen (Pranita, 2007). Penderita methemoglobin (methemoglobinemia) akan
menjadi pucat, cianosis (kulit menjadi biru), sesak nafas, muntah dan shock.
Kemudian kematian penderita terjadi apabila kandungan methemoglobin lebih
tinggi dari ± 70 % (Cahyadi, 2006).
Pemeriksaan kadar nitrit pada penelitian ini menggunakan metode
spektrofotometri ultraviolet, dimana nitrit dalam sampel diektrasi air panas dan
dengan sulfanilamide dan nafthyletilendiamin sehingga larutan berwarna merah
jambu. Besarnya warna merah jambu ini sebanding dengan jumlah nitrit dalam
sampel dan diukur resapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
maksimum yaitu 528 nm. Pemeriksaan kadar nitrit dilakukan 1 kali percobaan.
Mengingat penggunaan pengawet nitrit pada Sosis tidak dapat diketahui
ciri-ciri khusus yang dapat dilihat secara langsung dengan mata maka masyarakat
harus lebih berhati-hati dalam membeli atau mengonsumsi Sosis. Pengawet nitrit
ini bersifat kumulatif sehingga kadarnya akan semakin banyak dalam tubuh dan
membentuk nitrosamin yang berpotensi menimbulkan penyakit kanker dalam
jangka waktu panjang. Oleh karena itu sebaiknya pengawet nitrit tidak
dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan walaupun kadar nitrit yang terdapat
dalam Sosis masih jauh di bawah standar penggunaan maksimum (Cahyadi,
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kadar nitrit pada
sosis yang dijual di Kota Medan Tahun 2016, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Seluruh sampel daging sosis yang diperiksa mengandung nitrit dengan
kadar yang bervariasi.
2. Kadar nitrit pada tiga sampel yaitu, Sosis Merek A, Sosis Merek C, dan
Sosis Merek B tidak memenuhi persyaratan berdasarkan Permenkes RI
No. 1168/Menkes/Per/X/1999 karena kadarnya melebihi batas maksimum
yaitu sebesar 125 mg/kg.
3. Sosis curah yang dijual di swalayan belum tentu tidak baik dengan sosis
bermerek yang dijual di swalayan begitu juga sebaliknya. Dalam
penggunaan kadar nitrit yang berlebihan tidak bisa diliat dari fisik saja
karna tidak dapat dibedakan.
6.2. Saran
1. Kepada BPOM dan Dinas Kesehatan untuk lebih menginformasikan
peraturan tentang penggunaan bahan tambahan makanan dan bahaya
penggunaan bahan tambahan makanan terhadap kesehatan khususnya pada
2. Kepada masyarakat diharapkan agar lebih hati-hati dalam membeli daging
burger sapi atau tidak sering-sering mengonsumsi daging burger sapi
karena jika nitrit dan pewarna sintetis dikonsumsi dalam jumlah yang
berlebihan dapat berbahaya bagi kesehatan.
3. Kepada Perindustri Perdagangan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat dengan mencantumkan kadar nitrit yang digunakan oleh sosis
2.1 Sosis
Sosis (dalam bahasa Inggris sausage) berasal dari bahasa Latin salsus yang artinya asin adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan (Soeparno, 2009)
Sosis merupakan produk olahan daging yang digiling dan dihaluskan, dicampur bumbu kemudian diaduk dengan lemak hingga tercampur rata dengan proses kuring dan dimasukkan ke dalam selongsong (Buckle, 1987).Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Bahan baku yang digunakan untuk membuat sosis terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging, es, minyak, garam dan lemak. Sedangkan bahan tambahannya yaitu bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu, bahan penyedap dan bahan makanan lain yang diizinkan (bahan inovasi). Istilah sosis berasal dari kata dalam bahasa latin “salsus”, yang memiliki arti garam, sehingga sosis dapat diartikan sebagai daging giling yang diawetkan dengan garam. Sosis didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang dicacah serta dibungkus dalam casing menjadi bentuk silinder (Kramlich, 1973).
Menurut Kramlich et al.(1973) sosis adalah produk daging olahan yang diberi garam dan kadang-kadang ditambahkan bumbu. Menurut Bukle et al. (1987) sosis adalah bahan pangan yang berasal dari potongan kecil-kecil daging yang digiling dan diberi bumbu, yang dapat langsung disiapkan dan segera dimasak untuk dimakan.
Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang secara harfiah berarti daging yang disiapkan melalui penggaraman, karena pada awal pembuatannya sosis dibuat melalui penggaraman dan pengeringan daging. Proses pembuatan sosis pada waktu itu dirasakan cukup karena dimaksudkan untuk mengawetkan daging segar yang tidak dapat dikonsumsi pada saat itu saja (Rust 1987). Proses pembuatan sosis sekarang ini tidak lagi sebatas memberikan garam dan melakukan pengeringan pada daging, namun sekarang ini sosis dibuat dari daging yang digiling dan diberikan bumbu dan biasanya dibentuk menjadi bentuk yang simetris (Tauber 1985).
Sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water atau o/w). Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan itu tidak berbaur tetapi saling antagonistik (Winarno 1997). Berdasarkan metode pembuatannya, sosis dikelompokkan ke dalam enam kelas, yaitu: sosis segar, sosis tidak dimasak tapi diasap, sosis dimasak dan diasap, sosis masak, sosis kering dan semi kering serta difermentasi dan sosis spesialis daging masak (Kramlich 1971).
serta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa ditambahkan bahan-bahan lain atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong, tidak diasap dan setelah dibuat harus segera dimasak. Sosis kering dan agak kering dibuat dari daging yang ditambahkan bahan-bahan lain dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setengah masak (Soeparno 2009).
2.1.1 Bahan pembuatan Sosis
Bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, menurut Nakai dan Modler (2000), adalah:
a. Daging mentah: Pemilihan daging yang tepat adalah penting untuk produksi sosis berkualitas. Daging mentah yang digunakan harus segar, dengan jumlah mikrobia yang sangat rendah.
b. Garam: Bentuk utama garam yang biasa digunakan adalah natrium klorida. Pada prinsipnya, kegunaan garam adalah untuk memecah dan mengekstrak protein myofibril yang diperlukan untuk dapat membentuk ikatan selama pemasakan.
c. Fosfat: Digunakan untuk memperbaiki kapasitas pengikatan air dari daging dengan meningkatkan pembengkakan serat, untuk memecah protein, dan mengurangi oksidasi. Selain itu juga dapat membantu melindungi dan menstabilkan rasa serta warna pada produk akhir.
e. Extenders dan Filler: Banyak produk sosis yang mengandung extenders atau filler, seperti konsentrat whey protein, gluten gandum, dll. Fungsinya adalah untuk meperbaiki tekstur dan rasa sosis.
f. Air
g. Penghambat mikrobia: Contohnya adalah potassium sorbat, benzoat (dengan pencelupan), dan natrium laktat (diformulasikan dalam sosis). h. Bumbu: Sosis merupakan produk yang sangat berbumbu jika
dibandingkan produk lain. Penambahan bumbu berfungsi untuk memperbaiki rasa akhir produk.
i. Antioksidan: Untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi.
Bahan-bahan tambahan yang sering digunakan dalam proses pembuatan sosis diantaranya adalah garam, fosfat, bahan pengawet seperti nitrat, bahan pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat atau lemak. Penambahan lemak terutama untuk mencegah pengerutan protein dan menambah cita rasa. Garam dan fosfat digunakan agar daging lebih awet dan untuk mengembangkan protein, serta meningkatkan pengikatan air. Sedangkan asam askorbat digunakan agar daging terlihat lebih memerah dan untuk mencegah pembusukan daging. Sedangkan untuk meningkatkan kandungan sosis, tak jarang ditambahkan karbohidrat dan isolat protein agar sosis lebih bergizi (Soeparno, 2009).
2.1.2 Proses Pembuatan dan Umur Simpan Sosis
yaitu proses perubahan, pencampuran, pengisian, penggabungan, dan pengemasan (Nakai dan Modler, 2000). Adapun proses pembuatan sosis daging sapi, menurut Sutaryo dan Mulyani (2004), meliputi penggilingan daging, pencampuran adonan sosis (daging, lemak, tepung, garam, gula, bumbu dan es), pengisian selongsong sosis, pengukusan selama 30 menit, dan pendinginan.
Tabel. 2.1. Syarat Mutu Sosis Daging yang Baik
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan :
1.1 Bau - Normal
1 1.2 Warna - Normal
1.3 Rasa - Normal
1.4 Tekstur - Bulat Panjang
2 Air %b/b Maks. 67,0
3 Abu %b/b Maks. 3,0
4 Protein %b/b Min. 13,0
5 Lemak %b/b Maks. 25,0
6 Karbohidrat %b/b Maks. 8
Bahan tambahan makanan
7 7.1 Pewarna Sesuai SNI 01-0222-1995 7.2 Pengawet
Cemaran logam
8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
8 8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0
8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 (250,0)
8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
9 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
Cemaran mikrobia :
10.1 Angka lempang total Koloni/gr Maks.105 10.2 Bakteri bentuk koli APM/gr Maks. 10 10.3 Escherichia coli APM/gr >3
10 10.4 Enterococci Koloni/gr 102
10.5 Clostridium perfringens - Negatif
10.6 Salmonella - Negatif
10.7 Staphilococcus aureus Koloni/gr Maks. 102 (SNI 01-3820-1995)
Berdasarkan proses pengolahannya, sosis umum dapat dibagi 5 yaitu:
a. Sosis mentah (fresh sausage) yaitu sosis yang diolah tanpa pemanasan, contohnya polish sausage.
c. Sosis yang dimasak tanpa diasap, contohnya beer salami, liver sausage d. Sosis kering, semikering (atau sosis fermentasi), misalnya summer
sausage, cervelet, dry salami, pepperoni.
e. Produk sejenis sosis yang dimasak, contohnya meat loaves.
Dari lima jenis sosis ini, yang umum dijumpai di Indonesia adalah dari jenis yang dimasak dan diasap. Jika sosis mentah (fresh sausage) harus dimasak hingga matang sebelum dikonsumsi maka sosis fermentasi dapat langsung dimakan tanpa proses pemasakan atau pemanasan. Sosis masak dengan atau tanpa diasap, karena sudah mengalami proses pemasakan pada proses pembuatannya, cukup dipanaskan sebelum dikonsumsi.
sosis secara cepat, juga untuk memudahkan pengupasan pembungkus jika menggunakan jenis yang tidak dapat dimakan (Suparno, 1998).
2.2 Nitrit
Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Kalium nitrat dan nitrit serta natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam daging olahan (kuring) selama berabad-abad (Silalahi, 2005). Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas karena manfaat nitrit dalam pengolahan daging (seperti sosis, korned, dan burger) selain sebagai pembentuk warna dan bahan pengawet antimikroba, juga berfungsi sebagai pemberi aroma dan cita rasa (Cahyadi, 2006). Curing adalah cara proses daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Natrium nitrit dan atau Natrium nitrat dan gula serta bumbu-bumbu (Harris, 1989). Maksud curing antara lain adalah untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik dan memperpanjang masa simpan produk daging. Produk daging yang diproses dengan curing disebut daging cured (Soeparno, 1994).
Menurut Winarno (2004), Pada umumnya proses curing terjadi karena: a. Reaksi biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO, yang
mampu mereduksi ferri menjadi ferro.
b. Terjadinya denaturasi globinoleh panas. Bila daging yang di curing dipanaskan pada suhu 1500F atau lebih, maka terjadi proses denaturasi. c. Hasil akhircuring daging membentuk pigmen nitrosilmioglobin bila tidak
dimasak, dan nitrosilhemokromogen bila telah dimasak.
patogenik paling berbahaya dan sangat fatal yang dapat mengkontaminasi daging cured. Nitrit mengahmbat produksi toksin Clostridium botulium dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora. Keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin Clostridium botuliumdisebut botulisme (Soeparno, 2009).
Biasanya nitrit dan nitrat banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan daging lainnya . Pada sebuah penelitian pada tahun 1978 dikatakan bahwa nitrit dapat mengakibatkan kanker pada tikus percobaan karena pada kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit dan beberapa amin yang secara alamiah terdapat didalam makanan sehinga membentuk senyawa nitrosiamin yang bersifat karsinogenik atau pemicu terbentuknya sel-sel kanker yang sangat berbahaya ternyata nitrosiamin dapat menimbulkan tumor pada jenis organ bahkan kadang-kadang dapat menembus plasenta sehinga dapat pula mengakibatkan tejadinya tumor pada janin jadi meskipun berbagai jenis bahan tambahan ini di bolehkan untuk dikonsumsi tetap ada batasnya yang di tetepkan (Nurhayati 2007).
senyawa aldehid yang dihasilkan dari oksidasi minyak atau lemak (Raharjo, 2006).
Pengawet merupakan salah satu bentuk Bahan Tambahan Makanan (BTM). Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral (Yuliarti, 2007).
Nitrat dan nitrit terjadi secara alamiah dalam lingkungan dan juga sengaja ditambahkan pada beberapa makanan oalahan, seperti daging sebagai pengawet dan pewarna tetap (Adam M. dan Y. Motarjemi, 2004). Nama lain (sinonim) atau nama dagang dari Natrium Nitrit adalah, Sendawa Chili, Caliche, Saltpeter, Soda niter, anti-rust, filmerine, erinitrit, nci-c02084, synfat1004, azotynsodowy, dusitansodny, natriumnitrit, nitritosodico, dan Sodium nirite. Sifat fisik dari Natrium nitrit (NaNO2) berbentuk butiran berwarna putih sedangkan Kalium nitrit (KNO2) berbentuk butiran berwarna putih dan mudah larut dalam air (Cahyadi, 2006).
Salah satu jenis pengawet yang digunakan adalah nitrit. Nitrit digunakan dalam pengolahan daging. Sifat-sifat nitrit sebagai bahan pengawet, antara lain : 1. Nitrit yang ditambahkan dalam bahan pangan sebelum bahan pangan
daripada bahan pangan dipanaskan terlebih dahulu selanjutnya ditambahkan nitrit.
2. Selama penyimpanan mengakibatkan konsentrasi nitrit semakin menurun 3. Sifat anti-botulinum nitrit tidak dipengaruhi oleh pH, kandungan garam,
suhu inkubasi, jumlah spora Clostridium botulinum. (Nurwantoro, 1997). Menurut Soeparno (1998), penggunaan nitrit sebagai pengawet mempunyai tujuan untuk :
1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen
Mikroorganisme patogen paling berbahaya yang dapat mengkontaminasi daging adalah Clostridium botulinum. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridiumbotulinum dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
spora atau dengan cara membentuk senyawa penghambat bila nitrit pada daging dipanaskan. Nitrit juga dapat menghambat pertumbuhan Clostridium perferingens dan Staphylococcus aureus pada daging.
2. Membentuk cita rasa
Peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa daging olahan atau awetan bersifat sebagai antioksidan. Nitrit akan menghambat oksidasi lemak yang akan membentuk senyawa-senyawa karbonil seperti aldehid, asam-asam dan keton yang menyebabkan rasa dan bau tengik.
3. Memberi warna merah muda yang menarik
mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksimioglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi metmioglobin yang berwarna coklat. Tetapi yang mengalami penambahan nitrit akan tetap berwarna merah (Winarno, 1980). Menurut Buckle (1987), mioglobin bereaksi degan nitrogen oksidasi menghasilkan senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk nitroso-myochromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif stabil.
Berdasarkan penelitian mengenai kadar nitrit pada kornet yang dilakukan Fuad (2004) terhadap 13 sampel kornet sapi yang beredar di pasar swalayan di Kota Semarang, terdapat 5 merek melebihi standar Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.
Penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.
2.3 Sifat Fisik dan Struktur Kimia Nitrit
Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrat dan nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen, nitrat mengikat tiga atom oksigen sedangkan nitrit mengikat dua atom oksigen. Di alam, nitrat sudah diubah menjadi bentuk nitrit atau bentuk lainnya.
Stuktur kimia dari nitrat Struktur kimia dari nitrit
Berat meolkul: 62.05 Berat molekul: 46.006
Pada kondisi yang normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen yang stabil, tetapi dalam suhu yang tinggi akan tidak stabil dan dapat meledak pada suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang sangat besar. Biasanya, adanya ion klorida, bahan metal tertentu dan bahan organik akan mengakibatkan nitrat dan nitrit menjadi tidak stabil. Jika terjadi kebakaran, maka tempat penyimpanan nitrit maupun nitrat sangat berbahaya untuk didekati karena dapat terbentuk gas beracun dan bila terbakar dapat menimbulkan ledakan. Bentuk garam dari nitrat dan nitrit tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasa. Nitrat dan nitrit bersifat higroskopis (Wahyudi, 2007).
2.4 Dampak Pengawet Nitrit Terhadap Kesehatan
Penggunaan nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan
O-amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik (Cahyadi, 2006). Nitrosamin merupakan zat karsinogenik yang dapat menimbulkan kanker pada berbagai macam jaringan tubuh (Anwar, 2004).
Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak yang tidak diingini seperti rasa mual, muntah-muntah, pening kepala dan tekanan darah menjadi rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu. Nitrit dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh konvulsi, koma, dan bila tidak ditolong akan meninggal. Keracunan kronis dapat mengakibatkan depresi, sakit kepala (Awang, 2003).
Menurut Wahyudi (2007), apabila nitrit dan nitrat masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap keracunan. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila daging yang mengandung nitrat atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi. Komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti timbulnya kanker perut pada manusia.
kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan (Wahyudi, 2007).
Penggunaan nitrit pada produk kornet, sosis, dan produk daging giling lainnya tidak boleh melebihi 150ppm. Orang yang mengkonsumsi produk makanan yang menggunakan pengawet nitrit berlebihan akan mengalami sakit di bagian kepala dan muka memerah yang muncul dalam 30 menit setelah mengkonsumsi makanan tersebut (Candra, 2007). Batas penggunaan nitrit di negara-negara Barat telah diturunkan dari 150 ppm menjadi hanya 50 ppm saja, karena terbukti adanya kemungkinan terbentuknya senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik (Anwar, 2004).
atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan (Wahyudi, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005), pengawet nitrit berbahaya karena penggunaan nitrit dapat bereaksi dengan amin sekunder, seperti prolin atau derivat poliamin yang ada dalam bahan makanan pada kondisi pH yang sama dengan lambung dan membentuk senyawa karsinogen (penyebab kanker).
2.5 Jenis-Jenis Bahan Pengawet
Bahan pengawet, menurut Cahyadi (2009), dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Zat Pengawet Organik Zat pengawe organik yang masih sering dipakai
adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit.
2. Zat Pengawet Anorganik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam betuk garamnya. Contoh: asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan lain-lain.
penggunaan Na-nitrit dapat menimbulkan efek yang membahayakan karena nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik (Cahyadi, 2009).
Menurut Cahyadi (2009), reaksi pembentukan nitrosamin dalam pengolahan atau dalam perut bersuasana asam adalah sebagai berikut:
R2NH + N2O3 R2N.NO + HNO2 (amin sekunder)
R3N + N2O3 R2N.NO + RNO2 Nitrosoamina (karsinogenik)
2.6 Kerangka Konsep
[image:55.612.166.453.240.421.2]Sosis menggunakan pengawet nitrit pada proses pengolahan. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar nitrit yang tedapat dalam sosis kemudian disesuaikan dengan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Sosis
Kandungan Nitrit
Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang
Pangan menyebutkan bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang
paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas sehingga negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan,
keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu,
dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga
perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan,
dan budaya lokal ( RI, 2012).
Seiring berkembangnya industri makanan dan minuman maka semakin
banyak pula produk daging yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi dalam bentuk
yang lebih awet, menarik dan lebih praktis dibandingkan dengan produk segarnya,
seperti sosis, kornet daging sapi, dan ham (Winarno, 2011).
Tujuan pengolahan pangan adalah agar bahan menjadi awet dan praktis
dalam penanganan. Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini banyak jenis
makanan yang mengalami berbagai proses mekanis dan kimia, baik dalam skala
kecil maupun skala industri sehingga bahan pangan kehilangan kesegaran, dan
rusak. Kemajuan ilmu dan teknologi dapat juga membuat berbagai jenis makanan
menjadi lebih awet, lebih bergizi, lebih menarik dalam penampilan, lebih aman,
lebih enak, serta lebih praktis bagi konsumen. Keamanan pangan adalah faktor
yang sangat penting dalam pemilihan makanan. Setinggi apapun nilai gizi yang
dihasilkan dan senikmat apapun suatu hidangan, tetapi bila beracun atau tidak
aman bagi kesehatan, tidak ada artinya (Winarno, 2011).
Sosis adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak
hewan, terna dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus
dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tetapi
sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu
cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik
produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama (Alwi,
2011).
Sosis merupakan salah satu jenis emulsi, namun emulsi sosis bukanlah
emulsi sesungguhnya seperti mayonnaise atau emulsi minyak dalam air lainnya.
Emulsi sosis yang secara umum dimaksud oleh industri sosis adalah campuran
daging yang digiling halus, lemak, dan bumbu-bumbu. Lemak pada sosis
dibungkus oleh protein daging dengan struktur serupa dengan emulsi, walaupun
bukan emulsi minyak dalam air yang sesungguhnya, selanjutnya dimasukkan ke
dalam wadah yang terbuat dari usus binatang atau bahan lain sebagai pengganti
usus tersebut, misalnya plastik polipropilen 0,05 mm, sehingga bentuknya khas.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan sosis terdiri atas daging, lemak,
semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak.
Sosis mempunyai nilai gizi tinggi namun, komposisi gizi sosis berbeda-beda
bergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Produk
olahan sosis kaya energi dan dapat digunakan sebagai sumber protein. Ketentuan
mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01–3820-1995) adalah
kadar air maksimal 67%, abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak
maksimal 25%, serta karbohidrat maksimal 8 % (Astawan, 2008). Mutu sosis
yang dihasilkan harus dijaga oleh pengendali mutu supaya menghasilkan produk
sosis yang berkualitas.
Sosis didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang
digiling dan dibumbui serta dibungkus dalamcasingmenjadi bentuk silinder yang
simetris. Komponen utama sosis adalah daging, lemak dan air. Komponen daging
yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging
berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga
membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah
pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi.
Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat,
pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan
karbohidrat.Curing adalah cara proses daging dengan menambahkan beberapa
bahan seperti garam NaCl, Natrium nitrit dan atau Natrium nitrat dan gula serta
bumbu-bumbu. Maksudcuring antara lain adalah untuk mendapatkan warna yang
stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik dan memperpanjang masa simpan
Biasanya nitrit banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan
seperti sosis dan corned beef serta berbagai daging olahan lainnya (Yuliarti,
2007). Tujuan penggunaan nitrit dalam pengolahan daging ialah menghambat
pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, mempertahankan warna merah
daging agar tampil menarik, dan juga sebagai pembentuk cita rasa pada daging
(Syah, 2005).
Bahan makanan yang tercemar oleh nitrit ataupun bahan makanan yang
diawetkan menggunakan nitrat dan nitrit dapat menyebabkan methemoglobinemia
simptomatik pada anak-anak. Methemoglobinemia simptomatik telah terjadi pada
anak-anak yang memakan sosis yang menggunakan nitrit dan nitrat secara
berlebihan (Wahyudi, 2007). Nitrit dalam jumlah besar dapat mengakibatkan
gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh convultion, koma dan
bila tidak segera ditolong akan meninggal. Keracunan kronis menyebabkan
depresi, sakit kepala dan gangguan mental (Soemirat, 2009).
Jumlah maksimum nitrit yang bisa ditambahkan dalam curing daging
adalah 62,8 g/100 Kg. Dosis nitrit yang lebih dari 15 - 20 mg/Kg berat badan akan
menimbulkan kematian (Aberle et al., 2001). Penggunaan natrium nitrit sebagai
pengawet untuk mempertahankan warna daging ternyata dapat menimbulkan efek
yang membahayakakan kesehatan. Nitrit dapat berikatan dengan amino dan amida
yang menghasilkan turunan nitrosamin yang bersifat karsinogenik (Husni et al.,
2007).
Produk pangan yang beredar saat ini masih banyak yang belum memenuhi
dari adanya beberapa permasalahan pokok di bidang keamanan pangan seperti,
masih ditemukannya penggunaan bahan tambahan yang dilarang, cemaran bahan
kimia berbahaya, cemaran pathogen, dan masa kadaluarsa yang ditemukan oleh
BPOM pada beberapa waktu sebelumnya (Baliwati. 2004).
BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sudah selalu mengadakan
survey terhadap makanan yang beredar dipasar tradisional maupun pasar modern
seperti di supermarket. Namun adanya keinginan produsen untuk menghasilkan
keuntungan, dengan mengabaikan faktor keamanan pangan. Hal ini dikemukakan
karena masih banyaknya ditemukan makanan yang tidak memiliki izin dari
BPOM (Cahyadi, 2008).
Produk-produk makanan yang beredar baik di pasar taradisional maupun
pasar modern harus mendapat izin dari BPOM. Khusus untuk makanan yang
beredar di Supermarket, sebagian konsumen beranggapan makanannya lebih
berkualitas dibanding pasar tradisional. Namun terkadang Supermarket juga tidak
menjamin kalau produk makanan yang dijual tersebut aman dan memiliki izin dari
BPOM (Irianto,2007).
Menurut Khomsan (2003), nitrit sebagai pengawet aman digunakan,
namun sekalipun aman perlu diperhatikan batas aman penggunaannya dalam
makanan supaya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Permenkes RI No. 116/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan,
membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan
yaitu sebesar 125mg/kg (Cahyadi, 2006). Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat
menelan korban 38 jiwa manusia. Kasus ini terjadi karena mereka mengkonsumsi
biskuit yang mengandung natrium nitrit dalam taraf yang melebihi batas yang
diijinkan (Yuliarti, 2007).
Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak yang tidak
diinginkan seperti rasa mual, muntah-muntah, sakit kepala dan tekanan darah
menjadi rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu. Nitrit dalam jumlah
besar dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, di ikuti
oleh konvulsi, koma, dan jika tidak dapat pertolongan akan mengakibatkan
kematian. Keracunan kronis dapat mengakibatkan depresi, sakit kepala (Awang,
2003).
Menurut Wahyudi (2007), apabila nitrit dan nitrat masuk bersamaan
dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari
kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini
akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa yang lebih
berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis
yang penting terhadap keracunan. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan
dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila
daging yang mengandung nitrit atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi.
Komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti
timbulnya kanker perut pada manusia. Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan
tekanan darah karena efek vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa
nausea, vomitus, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah
sampai 45 menit. Pada kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir
dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total
hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat
pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar
seperti stupor, koma atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat
tergantung dari terapi yang diberikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005), pengawet
nitrit berbahaya karena penggunaan nitrit dapat bereaksi dengan amin sekunder,
seperti prolin atau derivat poliamin yang ada dalam bahan makanan pada kondisi
pH yang sama dengan lambung dan membentuk senyawa karsinogen (penyebab
kanker). Menurut Silalahi dalam Darius (2007) bahwa jumlah asupan harian
(ADI) oleh FAO/WHO untuk 60 kg berat badan adalah 8 mg untuk nitrit.
Hasil penelitian Magee dan bernes (1954) menunjukan bahwa
nitrosodimetilamin merupakan senyawa racun bagi hati yang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan hati pada beberapa presies nitrisodimetilamin juga
merupakan kasinogen kuat yang dapat menimbulkan tumor terut pada hati dan
ginjal tikus percobaan. Dari Hasil percobaan terhadap tikus, 500 ppm dari
nitrosamine menyebabkan tumor hati malignant dalam waktu 26-40 minggu .pada
dosis yang lebih tinggi lagi menyebabkan tumor kandung kemih, pada dosis 30
mg/kg berat badan akan badan mempercepat timbulnya tumor ginjal.
Berdasarkan penelitian tentang nitrit yang dilakukan oleh Darius (2007),
seorang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Pada 10 sampel sosis
persyaratan untuk mengkonsumsi karena kandungannya masih dibawah batas
maksimum, yaitu sebesar 125 mg/kg.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel
chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga
sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2011) dan
Lusiana (2013) pada sosis dan burger daging sapi masih memenuhi persyaratan,
sedangkan Matondang (2015) kadar nitrit dan nitrat pada kornet daging sapi dan
daging sapi asap yang diteliti masih memenuhi persyaratan yang diizinkan, dan
menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memeriksa perubahan kadar nitrit
dan nitrat terhadap pengaruh suhu dan lama penyimpanan pada kornet daging sapi
dan daging sapi asap.
Berdasarkan hasil data dari Badan Pengawasan, Obat dan Makanan
Provinsi Gorontalo, pada tahun 2013 hasil pemeriksaan laboratorium terdapat
keracunan nitrit pada makanan nasi paket yang mengakibatkan 16 orang
keracunan. Keracunan tersebut terjadi karena adanya penggunaan nitrit yang
berlebihan (BPOM, 2013).
Menurut penelitian Nur (2011) tentang Analisis Kandungan Nitrit Dalam
Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta. Jumlah sampel yang diteliti
pada penelitian ini sebanyak 5 merk sosis yang terdiri dari 3 merk sosis daging
ayam yaitu merk A, C dan D serta 2 merk sosis daging sapi yaitu merk B dan E.
Berdasarkan hasil uji kualitatif kandungan nitrit dalam sosis dapat diketahui 5
nitrit yang terdapat dalam 5 sampel merk sosis tersebut bervariasi. Kadar nitrit
tertinggi tardapat pada merk sosis E yaitu sebesar 211,294 mg/kg dan kadar
terendah terdapat pada merk sosis C yaitu sebesar 83,354 mg/kg. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa kadar nitrit pada sampel merk E melebihi batas
maksimum penggunaan nitrit pada produk olahan daging menurut Permenkes RI
No 1168/Men/Per/1999 yaitu memiliki kadar sebesar 211,294 mg/kg. Walaupun
kadar nitrit beberapa sampel sosis yang diteliti masih berada di bawah batas
maksimum menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/ Per/X/1999, yaitu 125
mg/kg, namun konsumsi sosis yang mengandung nitrit yang beredar di pasaran
tetap perlu diperhatikan karena nitrit bersifat kumulatif dalam tubuh manusia.
Berdasarkan penelitian mengenai kadar nitrit pada kornet yang dilakukan
Fuad (2004) terhadap 13 sampel kornet sapi yang beredar di pasar swalayan di
Kota Semarang, terdapat 5 merek melebihi standar Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999. Penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005)
terhadap 3 sampel chicken nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui
bahwa ketiga sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.
Pada tanggal 16 Oktober 2008 ditemukan kasus keracunan pada siswa
SDN Sukosewu 1 Gandusari Blitar akibat membeli jajanan berupa sosis dan
tempura yang dijual di halaman sekolah mereka. Berdasarkan penelitian BPOM
dinyatakan bahwa para siswa itu keracunan senyawa kimia nitrat yang terdapat
pada sosis dan tempura (BPOM, 2008).
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan penelitian ke
yang memakai bahan pengawet nitrit tetapi tidak diberi label sebagai keterangan
berapa kadar nitrit yang digunakan, merek-merek tersebut antara lain Kimbo,
Champ, dan Vigo. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui kadar
kandungan nitrit pada produk daging sosis apakah kandungan pengawet nitrit
sudah memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi sesuai Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan makanan, dengan batas maksimum
penggunaan 125 mg/kg.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan yaitu
berapakah kadar nitrit yang terdapat dalam daging sosis dan apakah kadar nitrit
yang terdapat dalam daging sosis tersebut telah memenuhi standard baku sesuai
dengan RI No.1168/Menkes/Per/X/1999.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menentukan kadar nitrit yang terdapat pada produk daging sosis
yang dijual di tempat bahan baku burger di kota Medan, lalu dibandingkan dengan
kadar maksimum nitrit yang diizinkan mengacu pada Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan BPOM tentang kadar
nitrit pada produk daging sosis di kora Medan.
2. Dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai bahayanya kadar
diperhatikan batas aman penggunaannya dalam makanan supaya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Permenkes RI No. 116/Menkes/Per/X/ membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125mg/kg. Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak seperti rasa mual, muntah-muntah, sakit kepala dan tekanan darah menjadi rendah, dan lemah otot. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan kadar nitrit yang terdapat pada produk daging sosis yang dijual di tempat bahan baku burger di kota Medan, lalu dibandingkan dengan kadar maksimum nitrit yang diizinkan mengacu pada Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.
Sampel yang dianalisis adalah enam produk sosis dari empat tempat berbeda yaitu Transmart Carefourr, Brastagi Swalayan, Pasar Buah Pondok Indah dan Pasar Karang Rejo. Penetapan kadar nitrit dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak dengan menggunakan pereaksi warna N-(1-naftil) etilen diamin dihidroklorida pada panjang gelombang maksimum 537 nm.
Hasil identifikasi menunjukkan semua sampel yang ditentukan mengandung nitrit. Kadar nitrit yang diperoleh berturut-turut dalam sosis adalah kode sampel P1 sebesar 62,4 mg/kg, P2 sebesar 1467,36 mg/kg, P3 sebesar 158,88 mg/kg, P4 sebesar 329,92 mg/kg, P5 sebesar 121,12 mg/kg, dan sampel kode P6 sebesar 37,6 mg/kg
Tiga sampel tidak memenuhi persyaratan berdasarkan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 yaitu sampel dengan kode sampel P2, P3 dan P4. Kepada BPOM dan Dinas Kesehatan untuk lebih menginformasikan peraturan tentang penggunaan bahan tambahan makanan dan bahaya penggunaan bahan tambahan makanan terhadap kesehatan.
preservative is safe to use, but even safe to consider the safety limit its use in food so as not to cause a negative impact on human health. Permenkes No. 116 / Menkes / Per / X / limit the maximum use of nitrite preservatives in processed meat products in the amount of 125mg / kg. Nitrite preservatives can lead to some effects such as nausea, vomiting, headache, low blood pressure, and muscle weakness. The purpose of this study is to determine the levels of nitrite contained in sausage meat products sold in raw materials burger place in the city of Medan, and then compared with the maximum levels of nitrites permitted refers to Permenkes No. 1168 / Menkes / Per / X / 1999.
Samples were six sausage products from four different places namely Transmart Carefourr, Brastagi Supermarket, Pondok Indah Fruit Market and Tanjung Rejo Market. Determination of nitrite levels carried by visible spectrophotometry using a color reagent N- (1-naphthyl) ethylene diamine dihydrochloride at a wavelength of 537 nm maximum.
The identification results showed all samples were determined to contain nitrite. Nitrite levels were obtained respectively in the sausage is sample code P1 amounted to 62.4 mg / kg, P2 amounted to 1467.36 mg / kg, P3 amounted to 158.88 mg / kg, P4 amounted to 329.92 mg / kg, amounting to P5 121.12 mg / kg, and sample code P6 amounted to 37.6 mg / kg
Three samples did not meet the requirements based Permenkes No. 1168 / Menkes / Per / X / 1999, were sample with code P2, P3 and P4. To BPOM and Health Department had to inform the regulations on the use of food additives and dangers of the used of food additives on health.
FAKULTAS KESE UNIVERSITAS
MEDAN 2016
Oleh :
SUCI DEFAYANTI 121000142
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KANDUNGAN NITRIT PADA SOSIS BERMEREK DAN TIDAK
BERMEREK DI KOTA MEDAN 2016” ini beserta seluruh isinya adalah benar
hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan dan pengutipan
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudia ditemukan adanya pelanggaran terhadap
etika keilmuan dalam karya saya ini atau kali dari pihak lain terhadap keaslian
karya saya ini.
Medan, Februari 2017 Yang membuat pernyataan
diperhatikan batas aman penggunaannya dalam makanan supaya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Permenkes RI No. 116/Menkes/Per/X/ membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125mg/kg. Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak seperti rasa mual, muntah-muntah, sakit kepala dan tekanan darah menjadi rendah, dan lemah otot. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan kadar nitrit yang terdapat pada produk daging sosis yang dijual di tempat bahan baku burger di kota Medan, lalu dibandingkan dengan kadar maksimum nitrit yang diizinkan mengacu pada Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.
Sampel yang dianalisis adalah enam produk sosis dari empat tempat berbeda yaitu Transmart Carefourr, Brastagi Swalayan, Pasar Buah Pondok Indah dan Pasar Karang Rejo. Penetapan kadar nitrit dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak dengan menggunakan pereaksi warna N-(1-naftil) etilen diamin dihidroklorida pada panjang gelombang maksimum 537 nm.
Hasil identifikasi menunjukkan semua sampel yang ditentukan mengandung nitrit. Kadar nitrit yang diperoleh berturut-turut dalam sosis adalah kode sampel P1 sebesar 62,4 mg/kg, P2 sebesar 1467,36 mg/kg, P3 sebesar 158,88 mg/kg, P4 sebesar 329,92 mg/kg, P5 sebesar 121,12 mg/kg, dan sampel kode P6 sebesar 37,6 mg/kg
Tiga sampel tidak memenuhi persyaratan berdasarkan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 yaitu sampel dengan kode sampel P2, P3 dan P4. Kepada BPOM dan Dinas Kesehatan untuk lebih menginformasikan peraturan tentang penggunaan bahan tambahan makanan dan bahaya penggunaan bahan tambahan makanan terhadap kesehatan.
preservative is safe to use, but even safe to consider the safety limit its use in food so as not to cause a negative impact on human health. Permenkes No. 116 / Menkes / Per / X / limit the maximum use of nitrite preservatives in processed meat products in the amount of 125mg / kg. Nitrite preservatives can lead to some effects such as nausea, vomiting, headache, low blood pressure, and muscle weakness. The purpose of this study is to determine the levels of nitrite contained in sausage meat products sold in raw materials burger place in the city of Medan, and then compared with the maximum levels of nitrites permitted refers to Permenkes No. 1168 / Menkes / Per / X / 1999.
Samples were six sausage products from four different places namely Transmart Carefourr, Brastagi Supermarket, Po