PENINGKATAN KETERAMPILAN MENCERITAKAN KEMBALI
CERITA ANAK MELALUI TEKNIK
STORY TELLING
DENGAN MEDIA
FLASH CARD
PADA SISWA KELAS VII-C SMP ISLAM SUDIRMAN SUMOWONO
KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2008/2009
SKRIPSI
diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh:
Nama
: Nurul Aini
NIM
: 2101405079
Program Studi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan
: Bahasa dan Sastra Indonesia
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
SARI
Nurul, Aini
. 2009.
Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita
Anak melalui Teknik Story Telling dengan Media Flash Card pada Siswa
Kelas VII-C SMP Islam Sudirman Sumowono Kabupaten Semarang Tahun
Pelajaran 2008/2009. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I:
Drs. Bambang Hartono, M.Hum., Pembimbing II: Dra. Suprapti, M.Pd.
Kata Kunci
: menceritakan kembali cerita anak, teknik story telling, media
flash card
Keterampilan menceritakan kembali merupakan salah satu kompetensi
dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Berdasarkan wawancara yang telah
dilakukan oleh peneliti terhadap guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP Islam
Sudirman Sumowono serta observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti,
menunjukkan keterampilan siswa dalam menceritakan kembali cerita anak masih
rendah. Faktor penyebab rendahnya keterampilan tersebut terdiri atas faktor
internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari siswa, sedangkan faktor
eksternal berasal dari metode yang digunakan guru dalam pembelajaran serta
minimnya ketersediaan media pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, peneliti
berusaha untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah tersebut melalui
pengajaran menceritakan kembali cerita anak menggunakan teknik dan media
baru, yaitu teknik story telling dengan media flash card.
Masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar peningkatan
keterampilan menceritakan kembali cerita anak dan bagaimanakah perubahan
sikap dan perilaku siswa kelas VII-C SMP Islam Sudirman Sumowono dalam
pembelajaran menceritakan kembali cerita anak menggunakan teknik story telling
dengan media
flash card? Tujuan penelitian ini mendeskripsi peningkatan
keterampilan menceritakan kembali cerita anak dan perubahan sikap serta perilaku
siswa kelas VII-C SMP Islam Sudirman Sumowono dalam pembelajaran
menceritakan kembali cerita anak menggunakan teknik story telling dengan media
flash card tahun pelajaran 2008/2009.
Teori yang menunjang penelitian ini (1) teori pembelajaran berbicara
dengan teknik story telling yang diterapkan oleh Nurhayati dalam jurnal penelitian
dan (2) teori pemakaian media flash card yang diterapkan Arsyad sebagai upaya
untuk merangsang imajinasi siswa. Penelitian ini berupaya memadukan teknik
story telling dan media flash card agar lebih memotivasi siswa serta memudahkan
siswa dalam pembelajaran.
iii
teknik story telling dengan media
flash card. Pengumpulan data pada siklus I dan
siklus II menggunakan teknik tes dan nontes. Instrumen yang digunakan adalah
tes esai perintah menceritakan kembali cerita anak, sedangkan instrumen nontes
yang digunakan berupa pedoman observasi, jurnal, dan wawancara. Hasil
penelitian dianalisis dengan teknik kuantitatif dan kualitatif.
Dalam penelitian siklus I diperoleh hasil menceritakan kembali cerita anak
37,20% atau baru sekitar 16 siswa dikategorikan tuntas, sedangkan nilai rata-rata
klasikal siklus I mencapai 61,74. Sementara itu, pada siklus II 81,40% atau 34
siswa dikategorkan tuntas, sedangkan nilai rata-rata klasikal mencapai 72,79.
Dengan demikian, terjadi peningkatan kategori ketuntasan 44,2%, sedangkan nilai
rata-rata klasikal meningkat sebesaer 17,89% dari siklus I ke siklus II.
Peningakatan keterampilan menceritakan kembali ini juga diikuti dengan
perubahan sikap dan perilaku siswa kearah positif. Pada siklus II siswa terlihat
senang dan bersemangat dalam pembelajaran. Selain itu, siswa semakin aktif dan
antusias dalam mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran. Dari hasil penelitian
keterampilan menceritakan kembali cerita anak di atas, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan siswa mengalami peningkatan setelah mengikuti proses pembelajaran
menggunakan teknik
story telling dengan media
flash card dan perilaku siswa
mengalami perubahan dari perilaku negatif menjadi perilaku positif.
Saran yang dapat diberikan dari data hasil penelitian ini adalah agar guru
bahasa Indonesia menggunakan teknik story telling serta media flash card sebagai
alternatif pembelajaran menceritakan kembali cerita anak. Bagi siswa hendaknya
mengikuti kegiatan pembelajaran menceritakan kembali cerita anak dengan
bersemangat dan berperilaku positif sehingga siswa dapat bercerita dengan baik
dan menarik.
iv
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Semarang
pada hari
: Senin
tanggal
: 10 Agustus 2009
Panitia Ujian Skripsi
Ketua,
Sekretaris,
Prof. Dr. Rustono, M.Hum.
Drs. Haryadi, M.Pd.
NIP 195801271983031003
NIP 196710051993031003
Penguji I,
Tommi Yuniawan, S.Pd., M.Hum.
NIP 197506171999031002
Penguji II,
Penguji III,
v
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia
Ujian Skripsi.
Semarang, Juli 2009
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Bambang Hartono, M.Hum.
Dra. Suprapti, M.Pd.
vi
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian maupun
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Juli 2009
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
1.
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila meraka
tidak merubah nasibnya sendiri” (QS: Ar Ra’du, ayat 11).
2.
“Sesungguhnya kami telah telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka)
bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala
sesuatu”(QS: Al Kahfi, ayat 84).
3.
Setiap ada kekusahan pasti ada kebahagiaan, setiap ada kesukaran pasti akan
ada kemudahan.
4.
Iringilah perjalan hidup kita dengan ikhtiar dan doa.
Persembahan:
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1.
Bapak dan ibuku tercinta yang senantiasa mendukung dan mengiringi setiap
langkah hidupku dengan doa.
viii
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt karena
dengan segala cinta dan kasih-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari izin dan dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1.
Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang yang telah
memberikan izin penelitian;
2.
Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin
dalam penyususnan skripsi ini;
3.
Drs. Bambang Hartono, M.Hum., sebagai Pembimbing I dan Dra. Suprapti,
M.Pd., sebagai Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyususnan skripsi ini;
4.
Bapak dan ibu dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas
Negeri Semarang;
5.
Keluarga besar SMP Islam Sudirman Sumowono Kabupaten Semarang
yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian;
6.
Abangku yang menjadi motivator dan semangat dalam hidupku;
7.
Segenap keluarga yang selalu memberikan dorongan untuk maju;
8.
Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Semarang, 2009
Penulis,
ix
DAFTAR ISI
SARI ...
i
PENGESAHAN KELULUSAN ...
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
iv
PERNYATAAN ...
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...
vi
PRAKATA ...
vii
1.2
Identifikasi Masalah ...
6
1.3
Pembatasan Masalah ...
8
1.4
Rumusan Masalah ...
9
1.5
Tujuan Penelitian ...
10
1.6
Manfaat Penelitian ...
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka ... 12
2.2
Landasan Teori ... 15
2.2.1 Keterampilan Menceritakan Kembali ...
15
2.2.1.1 Hakikat Menceritakan Kembali ... 15
2.2.1.2 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menceritakan Kembali .. 19
2.2.2 Cerita Anak ... 23
2.2.2.1 Pengertian Cerita Anak ... 23
2.2.2.2 Unsur-Unsur Cerita Anak ... 27
2.2.2.3 Kriteria Pemilihan Cerita Anak ... 33
x
2.2.4 Media Flash Card ... 36
2.2.4.1 Hakikat Media ... 37
2.2.4.2 Flash Card ... 41
2.2.5 Pembelajaran Menceritakan Kembali Cerita Anak melalui Teknik
Story Telling dengan Media Flash Card ... 44
2.2.5.1 Teknik Story Telling dengan Media Flash Card dalam
Pembelajaran Menceritakan Kembali Cerita Anak ... 44
2.2.5.2 Tahap Pembelajaran Menceritakan Kembali Cerita Anak melalui
Teknik Story Telling dengan Media Flash Card ... 46
2.3
Kerangka Berpikir ... 49
2.4
Hipotesis Tindakan ... 52
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ... 53
3.1.1 Prosedur Tindakan Kelas Siklus I ... 54
3.1.2 Prosedur Tindakan Kelas Siklus II ... 59
3.2 Subjek Penelitian ... 63
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian ... 76
4.1.1 Prasiklus ... 76
xi
4.1.2.1 Hasil Tes Siklus I ... 78
4.1.2.2 Hasil Nontes Siklus I ... 89
4.1.2.3 Refleksi Siklus I ... 101
4.1.3 Hasil Penelitian Siklus II ... 104
4.1.3.1 Hasil Tes Siklus II ... 105
4.1.3.2 Hasil Nontes Siklus II ... 114
4.1.3.3 Refleksi Siklus II ... 128
4.2
Pembahasan ... 130
4.2.1 Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Anak
Siswa Kelas VII-C SMP Islam Sudirman Sumowono ... 131
4.2.2 Perubahan Sikap dan Perilaku Siswa Kelas VII-C SMP Islam
Sudirman Sumowono ... 134
BAB V PENUTUP
5.1
Simpulan ... 141
5.2
Saran ... 142
DAFTAR PUSTAKA ... 144
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Skor Penilaian Bercerita ... 67
Tabel 2 Kriteria Penilaian Bercerita ... 68
Tabel 3 Kriteria Menceritakan Kembali Cerita Anak ... 70
Tabel 4 Rincian Perolehan Nilai Tiap Siswa ... 71
Tabel 5 Hasil Tes Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Anak
Siklus I ... 78
Tabel 6 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek Kelancaran
Bercerita ... 82
Tabel 7 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek Alur
Cerita ... 83
Tabel 8 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek Diksi... 84
Tabel 9 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek Kesesuaian
dengan Topik ... 85
Tabel 10 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek
Penampilan ... 87
Tabel 11 Hasil Observasi Siklus I ... 89
Tabel 12 Hasil Tes Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Anak
Siklus II ... 105
Tabel 13 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek Kelancaran
Bercerita ... 108
Tabel 14 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek Alur
Cerita ... 110
Tabel 15 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek Diksi ... 111
Tabel 16 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek Kesesuaian
dengan Topik ... 112
Tabel 17 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek
Penampilan ... 113
xiii
Tabel 19 Ketuntasan dan Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali
Cerita Anak pada Siklus I dan Siklus II ... 132
Tabel 20 Perolehan Nilai dan Peningkatan Keterampilan Menceritakan
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 Persentase Ketuntasan Tes Keterampilan Menceritakan
Kembali Cerita Anak Siklus I ...
79
Diagram 2 Hasil Tes Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Anak
Siklus I ...
81
Diagram 3 Persentase Ketuntasan Tiap Aspek Keterampilan Menceritakan
Kembali Cerita Anak Siklus I ...
88
Diagram 4 Persentase Ketuntasan Tes Keterampilan Menceritakan
Kembali Cerita Anak Siklus II ... 107
Diagram 5 Hasil Tes Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Anak
Siklus II ... 107
Diagram 6 Persentase Ketuntasan Tiap Aspek Keterampilan Menceritakan
Kembali Cerita Anak Siklus II ... 114
Diagram 7 Peningkatan Nilai Keterampilan Menceritakan Kembali
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Proses Penelitian Tindakan Kelas ... 54
Gambar 2 Kegiatan pada saat Peneliti Menerangkan Materi ... 91
Gambar 3 Kegiatan Siswa saat Dikelompokkan dan Pemberian Contoh
Media ... 92
Gambar 4 Kegiatan pada saat Siswa Membaca ... 93
Gambar 5 Kegiatan Siswa Membuat Ringkasan dan Melengkapi
Gambar ... 93
Gambar 6 Kegiatan Siswa Bercerita di Dalam Kelompok ... 94
Gambar 7 Kegiatan Siswa Bercerita di Depan Kelas ... 94
Gambar 8 Kegiatan Peneliti Menerangkan Materi ... 118
Gambar 9 Kegiatan Siswa Membaca dan Membuat Ringkasan ... 119
Gambar 10 Kegiatan Siswa Bercerita, Bertanya, dan Mencatat ... 120
Gambar 11 Kegiatan Siswa Bercerita di Depan Kelas ... 120
Gambar 12 Kegiatan Siswa Membaca Teks Cerita ... 137
Gambar 13 Kegiatan Siswa Membuat Ringkasan ... 137
Gambar 14 Kegiatan Siswa dalam Kelompok ... 138
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 RPP Siklus I ... 146
Lampiran 2 RPP Siklus II ... 150
Lampiran 3 Pedoman Observasi Siklus I ... 154
Lampiran 4 Pedoman Observasi Siklus II ... 155
Lampiran 5 Pedoman Jurnal Siswa Siklus I ... 156
Lampiran 6 Pedoman Jurnal Siswa Siklus II ... 157
Lampuran 7 Pedoman Jurnal Guru Siklus I ... 158
Lampiran 8 Pedoman Jurnal Guru Siklus II ... 159
Lampiran 9 Pedoman Wawancara Siklus I ... 160
Lampiran 10 Pedoman Wawancara Siklus II ... 161
Lampiran 11 Teks Cerita Anak Siklus I ... 162
Lampiran 12 Teks Cerita Anak Siklus II ... 171
Lampiran 13 Daftar Nama Siswa Kelas VII-C SMP Islam
Sudirman Sumowono ... 177
Lampiran 14 Daftar Nilai Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak ... 178
Lampiran 15 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Siklus I ... 180
Lampiran 16 Hasil Tes Menceritakan Kembali Cerita Anak Siklus II ... 182
Lampiran 17 Hasil Observasi Siklus I ... 184
Lampuran 18 Hasil Observasi Siklus II ... 185
Lampiran 19 Hasil Wawancara Siklus I... 186
Lampiran 20 Hasil Wawancara Siklus II... 188
Lampiran 21 Hasil Jurnal Guru Siklus I ... 191
Lampiran 22 Hasil Jurnal Guru Siklus II... 192
Lampiran 23 Hasil Jurnal Siswa Siklus I... 193
Lampiran 24 Hasil Jurnal Siswa Siklus II... 194
Lampiran 25 Contoh Hasil Jurnal Siswa Siklus I... 195
Lampiran 26 Contoh Hasil Jurnal Siswa Siklus II... 198
Lampiran 27 Contoh Media Siklus I ... 202
xvii
Lampiran 28 Surat Pengangkatan Dosen Pembimbing Skripsi ... 228
Lampiran 28 Surat Permohonan Izin Penelitian FBS Unnes ... 229
Lampiran 30 Surat Keterangan Selesei Penelitian ... 230
Lampiran 31 Surat Keterangan Selesai Bimbingan ... 231
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi yang syarat dengan persaingan dan perkembangan IPTEK, manusia dituntut untuk selalu aktif dalam segala hal. Berpikir cepat dan kritis serta mempunyai intelektual yang tinggi. Bahasa sebagai sarana komunikasi sangat diperlukan dalam hal tersebut. Bahasa dapat meningkatkan intelektual seseorang dan kemampuan bersastra seseorang. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa yang mengajarkan manusia untuk dapat berkomunikasi secara efektif sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan maupun tulisan sangatlah diperlukan.
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan mengungkapkan isi hati, gagasan, pemikiran secara lisan kepada orang lain. Dalam berbicara tidak hanya berkaitan dengan apa yang dikatakan oleh seseorang, tetapi juga bagaimana cara penyampaiannya. Hal ini berkaitan dengan tujuan utama dalam berbicara adalah lawan bicara memahami maksud informasi yang disampaikan.
Meskipun keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang perlu dimiliki oleh seseorang, tetapi keterampilan ini bukanlah warisan turun-temurun. Perlu adanya pelatihan sejak dini dan pengarahan intensif agar seseorang terampil berbicara. Terampil berbicara bukanlah hal yang mudah dimiliki oleh seseorang. Banyak orang yang terampil menuangkan ide-idenya dalam bentuk tulisan, tetapi sering kali kurang terampil dalam menuangkan ide secara lisan.
Keterampilan berbicara merupakan modal utama dalam kegiatan berkomunikasi. Kemampuan mengkomunikasikan ide, isi hati, gagasan, atau pesan mustahil dapat seseorang peroleh jika tidak terampil dalam berbicara. Keterampilan berbicara merupakan modal utama dalam berkomunikasi dalam masyarakat. Kenyataannya orang yang pandai berbicara sangat dibutuhkan dalam masyarakat baik dalam acara formal maupun nonformal. Dengan demikian, peningkatan keterampilan berbicara perlu mendapatkan perhatian yang serius.
berdiskusi, serta bermain peran. Dalam implementasi di sekolah terkadang pembelajaran berbicara sering dikesampingkan. Hal ini dikarenakan pembelajaran berbicara memakan waktu banyak dan berbicara menjadi hal yang mudah. Padahal keterampilan tersebut merupakan salah satu aspek berbahasa yang sama pentingnya dengan aspek yang lain. Oleh kerena itu, pembelajaran berbicara perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan aspek kebahasaan yang lain.
Tingkat keberhasilan pembelajaran berbicara berkaitan dengan tingkat kemampuan pengajar, respon maupun tingkat penerimaan pengetahuan oleh peserta didik, metode dan teknik yang digunakan dalam pembelajaran, serta media atau alat yang digunakan dalam pembelajaran. Semua komponen tersebut saling berkaitan. Selain itu, untuk mencapai keberhasilan pembelajaran berbicara perlu mendapat penanganan yang intensif.
Dalam standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP atau MTs kelas VII aspek berbicara menyatakan bahwa siswa harus mampu menceritakan kembali cerita anak yang dibaca (Depdiknas 2005:4). Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut siswa tidak hanya dijejali dengan teori mengenai karya sastra prosa, tetapi siswa diajak mengapresiasi karya sastra. Apresiasi dilakukan dengan siswa diajak membaca dan memahami karya sastra tersebut kemudian menceritakan kembali cerita yang dibaca.
memerlukan juga sebuah kebiasaan yang terus-menerus dan berulang-ulang sehingga akan mempengaruhi tingkat kemampuan siswa dalam menceritakan kembali.
Keterampilan menceritakan kembali merupakan bagian dari pembelajaran bercerita. Inti pembelajaran ini adalah siswa mampu menyampaikan cerita yang dibacakan secara runtut dan ekspresif. Selain itu, pendengar mampu memahami isi ceritanya. Oleh karena itu, tugas utama guru adalah bagaimana siswa memahami isi cerita dan mampu menuangkapkan kembali secara lisan.
Berdasarkan wawancara dengan guru Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VII di SMP Islam Sudirman Sumowono, diperoleh simpulan bahwa pembelajaran menceritakan kembali cerita anak yang dibaca masih mengalami banyak hambatan. Pernyataan tersebut, diperkuat dengan observasi secara langsung di kelas dalam pembelajaran menceritakan kembali. Dari wawancara dan observasi ditemukan fakta bahwa siswa kurang antusias untuk bercerita serta kurang lancar dalam bercerita. Hal ini dikarenakan siswa kurang memahami isi bacaan yang dibacanya. Selain itu, siswa kurang memiliki keberanian untuk bercerita sehingga mereka cenderung saling menuding satu sama lain untuk bercerita. Padahal untuk mencapai kompetensi dasar tersebut hal utama yang harus dimiliki siswa adalah pemahaman terhadap isi bacaan dan keberanian.
Sementara itu, persoalan lain yang dihadapi siswa dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita anak adalah kejenuhan dalam pembelajaran. Pembelajaran biasanya dilakukan dengan cara siswa membaca cerita anak di dalam buku paket kemudian beberapa siswa menceritakan kembali di depan kelas. Dengan demikian, hanya beberapa siswa yang telah dilatih untuk bercerita sementara yang lain hanya sebagai pendengar. Hal ini menyebabkan motivasi siswa dalam pembelajaran kurang.
Kondisi sekolah juga menjadi faktor kurang berhasilnya pembelajaran. SMP Islam Sudirman Sumowono merupakan salah satu sekolah swasta yang berada di kawasan Kabupaten Semarang. Sekolah tersebut sebagian besar orang tua murid merupakan dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Oleh karena itu, penyediaan sarana dana prasarana pendidikan sulit dihimpun dari orang tua siswa. Selain itu, sekolah pun memiliki keterbatan saran dan prasarana pembelajaran yang memadahi. Padahal sarana dan prasarana pembelajaran dapat memudahkan pembelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penyediaan sarana dan parasarana (media pembelajaran) sederhana yang mampu membangkitkan semangat siswa serta memudahkan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
bukan menjadi faktor tunggal karena siswa juga harus memiliki keberanian dan kepercayaan diri dalam bercerita. Sebagai pencerita tidak hanya lancar bercerita saja tetapi juga harus ekspresif.
Untuk mengatasi problematika dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita anak yang dibaca tersebut diperlukan sebuah metode maupun teknik pembelajaran yang integratif yakni memadukan beberapa aspek keterampilan berbahasa serta diperlukan suatu media yang mampu memudahkan siswa bercerita. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menitik- beratkan pada peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita anak menggunakan teknik story telling dan mengunakan media flash card.
1.2 Identifikasi Masalah
Sementara itu, faktor eksternal yang ikut andil dalam permasalahan ini adalah (a) metode dan teknik yang digunakan dalam pembelajaran menceritakan kembali cenderung monoton yakni siswa membaca cerita dan bercerita di depan kelas, (b) sarana dan prasarana pembelajaran seperti media pembelajaran kurang memadahi. Padahal dengan ketersediaan media akan memudahkan siswa menerima pembelajaran yang disampaikan. (c) masyarakat sekitar yang sering menggunakan bahasa ibu (bahasa Jawa).
Rasa grogi dan kurang percaya diri dalam bercerita menjadi masalah klasik dalam bercerita di depan orang banyak. Siswa belum terbiasa berbicara di depan orang banyak sehingga siswa mengalami banyak kasulitan untuk bercerita di depan kelas.
Pemahaman siswa dalam memahami isi bacaan dirasakan masih kurang. Akar dari persoalan tersebut adalah motivasi siswa untuk membaca kurang. Selain itu, siswa kurang memahami hal-hal yang penting dalam bacaan tersebut.
Kejenuhan siswa terhadap pembelajaran sering terjadi dalam dunia pendidikan. Hal ini terjadi karena pembelajaran yang monoton. Pemakaian teknik, model, dan metode pembelajaran yang kurang variatif menyebabkan kejenuhan pada siswa. Sebenarnya hal tersebut dapat diantisipasi dengan pemakaian media. Namun, keterbatasan media sering menjadi pemicu kurangnya pemanfaatan media dalam pembelajaran.
serta ada pula yang berhenti ditengah jalan dalam bercerita karena tidak hafal urutannya. Dalam pembelajaran ini siswa cenderung menghafalkan kalimat dalam bacaan bukan memahami isi dan runtutan ceritanya. Oleh karena itu, siswa kurang lancar dalam bercerita dan kurang runtut.
Kebiasaan masyarakat sekitar menggunakan bahasa daerah menjadi penyebab siswa kurang pandai menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu, perbendaharaan kosa kata siswa menjadi rendah.
Faktor internal dan eksternal tersebut menyebabkan keterampilan siswa dalam menceritakan kembali cerita anak masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang serius terhadap persoalan tersebut.
1.3 Pembatasan Masalah
Teknik dan media pembelajaran merupakan salah satu solusi untuk memudahkan pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada teknik story telling dan media flash card untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam bercerita.
Teknik story telling ini berorientasi pada pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, teknik story telling ini diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan diri dalam siswa karena mereka mendapat kesempatan untuk berlatih berbicara secara merata.
mengalami kebosanan, maka teknik story telling ini dirasakan cocok dipergunakan. Hal ini dikarenakan prosedur pelaksanaan teknik ini setiap anggota kelompok mendapatkan materi cerita yang berbeda sehingga siswa tetap antusias dan tidak mengalami kebosan karena mendengarkan cerita yang sama. Selain itu, pembagian peran dalam kelompok mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran karena siswa tidak hanya mendengarkan saja tetapi harus mampu mengajukan pertanyaan dan mencatat isi cerita serta pertanyaan yang diajukan.
Sementara itu, media flash card pada dasarnya adalah media gambar yang disajikan dalam bentuk kartu-kartu. Media ini merupakan ilustrasi dari cerita yang dibaca. Selain dalam bentuk gambar-gambar, media ini juga memuat sedikit ringkasan cerita. Ringkasan singkat yang ada di dalam media tersebuat dibuat oleh siswa. Kegiatan menuliskan ringkasan diharapkan panguasaan siswa tentang cerita yang dibaca semakin meningkat. Media ini dapat memudahkan siswa dalam bercerita, serta memberikan daya tarik siswa agar merasa senang dengan pembelajaran menceritakan kembali.
Pada intinya penggunaan teknik story telling dengan media flash card ini bertujuan agar siswa termotivasi untuk memahami isi cerita karena ingin menceritakan kepada orang lain. Setelah itu, siswa mampu menuangkan pemahaman terhadap bacaan dalam bentuk ringkasan. Siswa juga mampu menceritakan kembali cerita yang dibaca secara lisan dengan media flash card.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita anak melalui teknik story telling dengan media flash card pada siswa kelas VIIC SMP Islam Sudirman Sumowono?
2. Bagaimana perubahan sikap dan perilaku siswa kelas VIIC SMP Islam Sudirman Sumowono dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita anak melalui teknik story telling dengan media flash card?
1.5 Tujuan Penelitian
Senada dengan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. mendeskripsi peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita anak melalui teknik story telling dengan media flash card pada siswa kelas VIIC SMP Islam Sudirman Sumowono?
2. mendeskripsi perubahan sikap dan perilaku siswa kelas VIIC SMP Islam Sudirman Sumowono dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita anak melalui teknik story telling dengan media flash card?
1.6 Manfaat Penelitian
menambah khasanah keilmuan bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran menceritakan kembali cerita anak.
Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi siswa dan guru. Bagi siswa, penelitian ini dapat menumbuhkan minat siswa dalam membaca. Selain itu, dapat mendorong siswa untuk memiliki kredibilitas tinggi saat bercerita sehingga siswa memiliki kepercayaan diri saat berbicara di depan umum.
12
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian tentang keterampilan berbicara telah dilakukan oleh mahasiswa maupun dosen dalam penyusunan skipsi, jurnal, dan desertasi. Skipsi yang berjudul Peningkatan Keterampilan Berbicara melalui Diskusi pada Siswa Kelas 2A SLTP
Bhakti Praja Sumur Panggang, Tegal oleh Karyati Tahun 2000 membahas tentang keefektivan metode diskusi dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa teknik diskusi sangat efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa, terbukti dengan peningkatan nilai rata-rata siswa dari 6,56 menjadi 7, 016 atau meningkat sebesar 4,56 %.
Sementara itu, Mujingtyas tahun 2000 dalam sksipsi berjudul Upaya Peningkatan Kemampuan Menceritakan Kembali Cerpen dengan Pola Latihan
Berjenjang Siswa Kelas II MTs Tuan Sukolongu, Kabupaten Pati Tahun Ajaran
1999/2000 berusaha meningkatkan kemampuan menceritakan kembali cerpen
Dalam jurnal yang berjudul Penerapan Teknik Story Telling dalam Upaya Meningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Sekolah Dasar oleh Nurhayati dan L. Ratnawati tahun 2005 dapat ditarik kesimpulan bahwa teknik story telling mampu meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata pratindakan hanya 43, sedangkan nilai rata-rata pada siklus I meningkat menjadi 63 dan rata-rata nilai siklus II meningkat menjadi 81. Sementara pada siklus III meningkat lagi menjadi 83. dengan demikian sudah jelas bahwa teknik story telling mampu meningkatkan keterampilan berbicara (Nurhayati 2005).
Skripsi yang berjudul Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Boneka pada Siswa Kelas VII-G SMP N 4 Pemalang Tahun Ajaran 2006/2007
oleh Denok Wijayanti tahun 2007 yang meneliti tentang kefektifan media boneka untuk memudahkan siswa dalam bercerita. Berdasarkan data penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bercerita menggunakan media boneka mengalami peningkatan sebesar 7,8%. Pada siklus I keberhasilan pembelajaran mencapai 73,4%. Adapun pada siklus II mencapai 81,2%.
Menurut Dewi Setyawan dalam skripsinya yang berjudul Penggunaan Media Strip melalui Komponen Pemodelan untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara
Siswa Kelas VII-C SMP N 2 Rangkit Banjarnegara Tahun Ajaran 2006/2007 berusaha
Berdasarkan kajian pustaka di atas, dapat diketahui bahwa penelitian
tindakan kelas tentang berbicara memiliki persamaan, penelitian yang
dilakukan sama-sama mengenai keterampilan berbicara, hanya saja berbeda
dalam penggunaan teknik, metode, bahkan pendekatan yang bervariasi dalam
upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Setiap penelitian
mempunayi kebaruan dalam hal cara sehingga hasilnya pun berbeda. Namun
demikian, penelitian tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu
meningkatkan keterampilan berbiacara siswa. Terkait dengan
penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, penelitian-penelitian tersebut dapat digunakan sebagai
panduan bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Dalam skripsi ini, peneliti menerapkan pembelajaran menceritakan
kembali cerita anak melalui teknik
story telling dengan media
flash card
sebagai tindak lanjut dan pelengkap penelitian sebelumnya. Penelitian ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya karena menerapkan teknik dan media
pembelajaran. Meskipun inti dalam teknik dan media ini sama dengan
penelitian sebelumnya yaitu untuk meningkatkan keberanian siswa dalam
berbicara. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu lebih meningkatkan
keaktivan siswa dalam pembelajaran serta mengurangi kesulitan siswa dalam
belajar. Penelitian ini mengkaji mengenai peningkatan keterampilan
menceritakan kembali cerita anak serta meneliti mengenai perubahan sikap
dan perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Dalam landasan teori ini penulis menguraikan teori-teori yang dikemukakan para ahli dari berbagai sumber untuk mendukung penelitian ini. Landasan teori tersebut terdiri atas keterampilan menceritakan kembali, cerita anak, teknik story telling, media flash card, pembelajaran menceritakan kembali melalui teknik story
telling dengan media flas card.
2.2.1 Keterampilan Menceritakan Kembali
Menceritakan kembali merupakan bagian dari pembelajaran berbicara. Pada dasarnya pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang integral karena tidak hanya melibatkan keterampilan berbicara saja, tetapi melibatkan keterampilan membaca dan mendengarkan. Berikut ini dipaparkan mengenai hakikat keterampilan menceritakan kembali dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menceritakan kembali.
2.2.1.1 Hakikat Keterampilan Menceritakan Kembali
Menikmati sebuah cerita mulai tumbuh pada seorang anak semenjak ia mengerti akan peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan setelah memorinya mampu merekam beberapa kabar berita. Seorang anak, dengan usianya yang masih muda akan lebih tertarik mendengarkan cerita anak. Namun, seiring bertambahnya usia anak akan mulai menikmati cerita melalui kegiatan membaca.
yang selalu dia dengar atau yang pernah dia baca. Anak berusaha mengingat-ingat jalan cerita dan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut, kemudian merangkainya manjadi sebuah cerita. Dengan kegiatan ini secara otomatis kemampuan imajinasi dan kreativitas siswa dapat terlatih.
Berdasarkan uaraian di atas berarti siswa telah melakukan kegiatan menceritakan kembali. Pada dasarnya kegiatan menceritakan kembali merupakan kengiatan mengungkapkan kembali apa-apa yang dibaca maupun yang didengar. Kegiatan menceritakan kembali dapat diimplementasikan secara lisan atau secara tulisan. Kegiatan menceritakan kembali secara tulis, identik dengan kegiatan menuliskan kembali cerita. Sementara itu, kegiatan menceritakan kembali secara lisan, identik dengan kegiatan bercerita.
Dalam pembahasan ini lebih menekankan pada menceritakan kembali secara lisan. Hal ini senada dengan ungkapan Majid (2001:55) yakni sebaiknya, kita tidak menggunakan pengungkapan nonlisan, karena pertama, pengungkapan nonlisan lebih sulit dipahami siswa daripada pengungkapan secara lisan; kedua, kegiatan itu dimaksudkan untuk memperbaiki bahasa dan gaya bahasa para siswa
Kegiatan menceritakan kembali merupakan bagian dari kegiatan bercerita. Keduanya merupakan kegiatan menceritakan sesuatu hal atau peristiwa. Namun, kegiatan menceritakan kembali harus melalui tahap membaca atau menyimak terlebih dahulu agar bisa bercerita. Sementara itu, kegiatan bercerita tidak harus melalui tahapan membaca atau menyimak, tetapi lewat pengalaman atau kejadian yang dialami mampu menciptakan sebuah cerita. Dengan demikian untuk merumuskan konsep menceritakan kembali diambil dari konsep bercerita.
Bercerita merupakan kegiatan menuturkan perbuatan, pengalaman, atau kejadian-kejadian baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun rekaan belaka (KBBI 1999:186).
Menurut Heri Hidayat dalam Ella Faridati Zen (2008) bercerita dikatakan sebagai aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman atau suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi maupun hasil rekaan. Bercerita dikatakan sebagai menuturkan, yaitu menyampaikan gambaran atau deskripsi suatu kejadian.
Sementara itu, Subyantoro (2007:14) mengartikan bercerita sebagai suatu kegiatan yang disampaikan oleh pencerita kepada siswanya, ayah dan ibu kepada anak-anaknya, juru bercerita kepada pendengarnya. Bercerita juga merupakan suatu kegiatan yang bersifat seni, karena erat kaitannya dengan bersandar kepada kekuatan kata.
Menurut Majid (2001:28) pencerita adalah pemindahan cerita atau penyampaiannya kepada penyimak atau pendengar. Sementara itu, bercerita merupakan seni yang alami sebelum menjadi sebuah keahlian. Pendongeng yang alami cenderung lebih kuat dari pada pendongeng yang mengikuti sekolah/kursus. Jaman dahulu orang yang bercerita disebut tukang cerita dan pelipur lara, sementara saat ini disebut pencerita.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai bercerita, maka bercerita adalah seni menuturkan perbuatan, pengalaman, atau kejadian-kejadian yang dialami, dirasakan, dilihat serta sesuatu yang dibaca oleh pencerita kepada pendengar. Sementara itu, menceritakan kembali merupakan bercerita dari sesuatu yang dibaca atau yang didengarkan. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa menceritakan kembali merupakan seni menuturkan sesuatu yang dibaca dan didengar yang dilakukan pencerita untuk pendengarnya.
(story reading). Meskipun banyak teknik dalam bercerita, tetapi dalam bercerita hal yang utama yaitu keruntutan cerita.
Menurut Moeslikhatoen dalam artikel “Teknik Bercerita dalam Bimbingan Konseling” oleh Ella Faridati Zen (2008), beberapa teknik bercerita, antara lain yaitu: 1) Bercerita dengan membaca buku cerita, 2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar, 3) Bercerita dengan menggunakan papan flannel, 4) Bercerita dengan menggunakan media boneka, 5) Bercerita dengan dramatisasi, 6) Bercerita dengan memainkan jari tangan.
Beberapa teknik bercerita yang menggunakan berbagai alat peraga atau media dapat diterapkan dalam kegiatan menceritakan kembali. Sementara itu, teknik bercerita dengan membacakan cerita kurang cocok untuk kegiatan menceritakan kembali. Hal ini dikarenakan teknik bercerita tersebut tidak melalui tahap mengungkapkan kembali. Penggunaan media atau alat peraga mampu mempermudah pencerita dalam mangungkapkan kembali cerita yang dibaca atau didengar.
2.2.1.2 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menceritakan Kembali
Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam bercerita adalah: (1) penguasaan dan penghayatan cerita, (2) penyelarasan dengan situasi dan kondisi, (3) pemilihan dan penyusunan kalimat yang tepat, (4) pengekspresian yang alami, dan (5) keberanian (Haryadi dan Zamzani 1997 : 62).
Adapun menurut Riris dalam laporan karya wiyata menyebutkan ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian dalam bercerita, yaitu: a) orang yang bercerita; meliputi penampilan, gerak tubuh, ekspresi, dan pilihan kata, b) keseluruhan cerita; meliputi pendahuluan, perubahan, fokus, dan penutup, serta c) pengaturan tempat dan suasana; pengaturan tersebut dimaksudkan agar terjadi kontak antara pencerita dengan pendengar serta tercipta suasana nyamanan.
Rothlin dalam Haryadi (1997:63) mengemukakan beberapa persiapan yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan suatu cerita, yaitu (1) membaca cerita berkali-kali, (2) menganalisis plotnya untuk menetapkan pendahuluan, kesimpulan, dan urutannya, (3) menganalisis cerita untuk menetapkan tindakan, konflik, dan klimaks, (4) memperhatikan petualangan kata dan frasa, (5) memvisualisasikan karakter pelaku, (6) memvisualisasikan setting untuk menetapkan perasaan, (7) menyertakan gestur, pengekspresian, serta suara, (8) membuat kerangka cerita, (9) praktik bercerita di depan cermin, (10) menggunakan tepe recorder untuk berlatih, (11) menyimpan kerangka cerita dalam sebuah file sebagai bahan referensi masa mendatang.
tersebut, memahami pesan khusus cerita yang akan disampaikan, memahami dengan baik karakter tokoh-tokoh dalam cerita, dan membuat catatan kecil hal-hal penting dalam cerita.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat bercerita menurut Majid adalah (1) tempat cerita, bercerita bisa dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas yang dianggap baik untuk bercerita. (2) Posisi duduk, pendengar harus dikondisikan senyaman mungkin serta posisi pencerita jangan monoton. (3) Bahasa cerita, bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang mudah dipahami pendengar. (4) Intonasi suara, intonasi dalam bercerita harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi alur atau plot cerita. Selain itu, pencerita harus bersuara nyaring. (5) Pemunculan tokoh, saat bercerita harus memperhatikan tokoh-tokoh dan karakter tokoh dalam cerita. (6) Pencerita diharapkan mampu membawa emosi jiwa pendengar ke dalam cerita. (7) Peniruan suara, pencerita mampu membedakan suara masing-masing tokoh. (8) Pencerita harus mampu memahami emosi pendengar. (9) Menghindari ucapan spontan dan pengulangan kata yang berlebihan.
Yang tidak kalah pentingnya pencerita harus menggunakan efek suara yang tepat.
Dengan demikian pembelajaran menceritakan kembali merupakan pembelajaran bercerita dari cerita yang dibaca atau didengar. Dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita yang diceritakan tidak harus persis dengan cerita aslinya, tetapi tidak boleh menyimpang dari srtuktur cerita secara utuh. Selain itu, dalam menceritakan kembali harus menggunakan efek suara dan ekpresi yang tepat. Pembelajaran menceritakan kembali dapat mendorong siswa untuk lebih kreatif.
Berdasarkan uraian di atas untuk melatih siswa dalam menceritakan kembali harus memperhatikan dua hal, yaitu: pracerita dan saat bercerita. Hal-hal yang perlu dilakukan pracerita yaitu: (1) memahami isi cerita dan memahami karakter tokoh, (2) latihan bercerita yang intensif dan latihan olah vokal, (3) menyiapkan alat atau media apabila diperlukan, (4) menghafalakan garis besar cerita atau membuat catatan atau ringakasan cerita, serta (5) memahami kondisi pendengar.
2.2.2 Cerita Anak
Cerita anak merupakan salah satu bagian dari karya sastra. Cerita anak bukan sekedar bacaan anak-anak, tetapi memiliki manfaat yang besar bagi anak. Cerita anak dapat digunakan untuk hiburan serta untuk memberikan pendidikan moral pada anak. berikut ini pemaparan mengenai pengertian cerita anak, unsur-unsur cerita anak, dan kriteria pemilihan cerita anak.
2.2.2.1 Pengertian Cerita anak
Perkembangan kejiwaan yang terjadi pada anak-anak dapat dipengeruhi oleh beberapa aspek, salah satunya adalah cerita anak. Cerita anak merupakan bentuk salah satu karya sastra bergenre prosa. Manfaat utama dari cerita anak adalah memberikan hiburan dan kegembiraan kepada anak.
Cerita yang baik adalah yang mampu menyenangkan anak-anak serta mampu memberikan nilai-nilai pendidikan. Pada dasarnya cerita anak terdiri atas kata ”cerita” dan ”anak”. Cerita adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian tsb (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka) dalam KBBI (2005:210).
sedangkan Kennji mengartikannya sebagai peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu yang disajikan dalam sebuah karya fiksi.
Yudha menganggap bahwa cerita adalah suatu proses kreatif anak-anak. Dalam proses perkembangannya, dongeng senantiasa mengaktifkan tidak hanya aspek-aspek intelektual; tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni, fantasi, dan imajinasi; tidak hanya mengutamakan otak kiri, tapu juga otak kanan.
Anak adalah insan muda praremaja yang dalam perkembangan fisik dan kepribadiannya diperlukan aneka hal agar kelak menjadi insan dewasa yang tangguh dan bertanggung jawab demi diri dan masyarakatnya (Sugihastuti 1996:1).
Menurut Zuchdi dan Budiasih (1997:84) cerita anak dapat berbentuk fabel (cerita binatang), legenda (cerita sal-usul daerah), dan cerita rakyat. Cerita binatang biasanya digunakan untuk pendidikan moral, legenda digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep dan baik digunakan di kelas rendah, sementara cerita rakyat digunakan untuk menerangkan suatu masyarakat, sejarah, dan gejala alam.
lain cerita anak harus bercerita tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang mempengaruhinya.
Menurut Tarigan (1995:5) cerita anak-anak adalah cerita yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak. Cerita anak adalah media seni, yang mempunyai ciri-ciri tersendiri sesuai dengan selera penikmatnya. Tidak seorangpun pengarang cerita anak-anak sanggup berkarya dengan mengabaikan dunia anak-anak. Cerita anak di masyarakat sering dikenal dengan dongeng. Menurut Herman R.N dongeng termasuk jenis cerita pendek kolektif kesusastraan lama.
Sugihastuti (1996:70) manyatakan bahwa cerita anak-anak adalah media seni, yang mempunyai ciri-ciri tersendiri sesuai dengan selera penikmatnya. Tidak seorang pengarang cerita anak-anak pun yang sanggup berkarya dengan mengabaikan duni anak-anak. Meskipun cerita anak-anak diciptakan oleh orang dewasa, tetapi merupakan ekspresi diri anak-anak lewat idiom-idiom bahasa anak-anak.
Berdasarkan uraian tersebut cerita anak adalah sastra anak yang berupa prosa yang mengisahkan peristiwa atau pengalaman berdasarkan urutan waktu yang benar-benar dialami oleh seseorang atau dapat juga berupa rekaan atau imajinasi ang mengisahkan seputar dunia anak-anak.
Cerita anak yang ada dalam masyarakat ada berbagai macam dan ragam. Menurut Andi Yudha (2007:85) menggolongkan cerita anak atau dongeng ke dalam beberapa macam yaitu (1) dongeng tardisonal; merupakan dongeng yang berkaitan dengan cerita rakyat dan biasanya turun-temurun. Dongeng ini sebagaian besar berfungsi untuk melipur lara dan berisi semangat kepahlawanan. (2) Dongeng futuristik atau fantasi (Modern); dongeng yang mengisahkan tentang masa depan. (3) Dongeng pendidikan; dongeng yang diciptakan dengan suatu misi pendidikan badi dunia anak-anak. (4) fabel; dongeng yang mengisahkan kehidupan binatang yang digambarkan bisa bicara seperti manusia. (5) Dongeng sejarah; dongeng yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. (6) dongeng terapi (Traumatic Healing); dongeng yang diperuntukkan badi anak-anak korban bencana atau anak-anak yang sakit.
namun tidak dianggap suci. Tokoh dalam cerita adalah manusia, walaupun adakalanya manusia tersebut memiliki sifat luar biasa dan dibantu oleh makhluk ajaib. Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi dan tidak terikat ruang dan waktu.
Sementara itu, cerita anak yang tergolong fantasi modern adalah cerita yang ditulis oleh seorang pengarang. Cerita anak modern terdiri atas beberapa jenis yaitu (1) dongeng-dongeng modern yang banyak mengabil elemen-elemen cerita rakyat, (2) fantasi ilmiah, dan (3) cerita-cerita fantasi lain mengenai binatang atau manusia, robot, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka cerita anak digolongkan ke dalam dua jenis yaitu, cerita anak tradisonal dan cerita anak modern. Cerita anak tradisional terdiri atas fabel, legenda, dan cerita rakyat. Sementara itu, cerita modern terdiri atas dongeng modern, fantasi ilmiah, dan cerita fantasi.
2.2.2.2 Unsur-unsur Cerita Anak
diri sendiri, pengalaman orang lain, atau berasal dari imajinasi pengarang (Haryadi dan Zamzani 1997:81).
Senada dengan hal tersebut, Korrie Layun Rampan (2009) mengungkapkan bahwa struktur cerita anak tidak berbeda jauh dengan struktur fiksi dewasa. Oleh karena itu, susun bangun cerita mulai dari tema, alur, penokohan, latar, dan gaya harus terkandung pula dalam cerita anak yang hendak disajikan.
Beberapa pendapat tersebut hampir sama dengan pandapat Riris K.T. Sarumpaet. Sarumapet (2009) menyatakan bahwa aspek struktur yang menentukan sebuah bangun cerita anak sesuai pemaparan adalah sebagai berikut.
1.
Alur
Dalam cerita fiksi kita tahu bahwa bangun yang menentukan atau mendasarinya adalah alur. Alurlah yang menentukan sebuah cerita menarik atau tidak. Dan hal penting dari alur ini adalah konflik. Karena konfliklah yang menggerakkan sebuah cerita. Konflik pula yang bisa menyebabkan seseorang menangis, tertawa, marah, senang, jengkel ketika membaca sebuah cerita.
cerita secara linier, artinya peristiwa-peristiwa diceritakan berdasarkan urutan waktu terjadi. Sementara itu, alur flashback atau sorot balik dan maju mundur atau campuran yang cenderung menampilkan peristiwa masa lalu atau digunakan penulis untuk menginformasikan peristiwa yang telah terjadi sebelumnya. Biasanya alur sorot balik ini dijumpai pada bacaan anak yang lebih tua dan biasanya akan membingungkan anak-anak di bawah usia sembilan tahun karena masih sulit dicerna oleh pikiran anak-anak.
2.
Tokoh
Tokoh adalah "pemain" dari sebuah cerita. Tokoh yang digambarkan secara baik dapat menjadi teman, tokoh identifikasi, atau bahkan menjadi orang tua sementara bagi pembaca. Peristiwa tak akan menarik bagi anak, jika tokoh yang digambarkan dalam cerita tidak mereka gandrungi.
Tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita anak-anak adalah anak-anak dan dapat pula orang dewasa, tetapi tokoh utamanya adalah anak-anak, sedangkan tokoh utamanya selain tokoh anak-anak, ada juga tokoh remaja, dewasa, dan orang tua (Subyantoro 2007:13). Sementara itu, Zuchdi dan Budiasih (1997:82) menyatakan bahwa tokoh-tokoh binatang merupakan bagian penting dari sastra anak-anak. Dengan demikian tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam cerita anak tidak hanya tokoh manusia, tetapi tokoh binatang juga sering dimunculkan.
Waktu yang menunjukkan kapan sebuah cerita terjadi dan tempat di mana cerita itu terjadi menunjukkan latar sebuah cerita. Misalnya dalam cerita kesejarahan, penciptaan waktu yang otentik ini sangatlah penting untuk memahami sebuah cerita.
Sementara itu, Zuchdi dan Budiasih (1997:82) menyatakan bahwa latar atau setting cerita biasanya diartikan tempat dan waktu terjadinya cerita. Latar tidak hanya menggambarkan tempat dan waktu, tetapi juga menggambarkan cara tokoh-tokoh cerita hidup dan aspek kultural lingkungan.
Latar cerita dalam cerita anak bervariasi dapat dilakukan di mana saja baik di kota maupun di desa. Namun, latar cerita anak harus jelas dan mudah dipahami oleh anak-anakm atau sesuai dengan jangkauan pikiran anak-anak.
4.
Tema
Menurut Zuhdi dan Bidiasih (1997:84) menyatakan bahwa tema cerita merupakan konsep abstrak yang dimasukkan pengarang ke dalam cerita yang ditulisnya. Oleh karena itu, tema cerita anak harus disesuaikan dengan perkembangan kejiwaan anak-anak. Tema yang digunakan dalam cerita anak biasanya seputar dunia anak-anak yakni seputar hubungan anak-anak dengan alam dan orang lain.
tokoh-tokoh cerita. Tentu saja buku yang ditulis dengan baik akan menyampaikan pesan moral, tetapi juga harus bercerita tentang sesuatu, dari mana pesan itu mengalir. Dengan cara itu, tema disampaikan kepada anak secara tersamar.
Jadi, jika nilai moral hendak disampaikan pada anak, tema harus terjahit dalam bahan cerita yang kuat. Dengan demikian, anak dapat membangun pengertian baik atau buruk tanpa merasa diindoktrinasi.
5.
Gaya
Gaya bahasa juga menjadi perhatian dalam cerita anak. Menurut Sugihastuti (1996:70) bahasa cerita anak merupakan wujud dari sebuah proses dialektik yang bertolak dari idiom dunia berpikirnya dalam usaha dan perjalanannya menjadi orang dewasa. Seiring perkembangan ciri-ciri bahasa anak, seorang pengarang cerita anak harus mau menciptakan karya mereka dalam semangat bahasa anak-anak. Senada dengan hal tersebut Majid (2001:26) mengatakan para pengarang cerita anak hendaknya memilih kata-kata yang mudah diucapkan dan dipahami oleh anak-anak. Dengan demikian bahasa yang digunakan dalam cerita anak harus disesuaiakn dengan perkembangan bahasa anak. Sebaiknya bahasa yang digunakan menggunakan kata-kata yang sederhana dan konkret, kalimatnya disusun pendek agar mudah dicerna oleh anak-anak.
dengan cerita itu. Karena kita tahu bahwa pilihan kata akan menimbulkan efek tertentu.
Hal lain adalah masalah kalimat. Kalimat dalam cerita anak-anak haruslah lugas, tidak bertele-tele, dan tidak harus menggunakan kalimat tunggal. Kita bisa menggunakan kalimat kompleks asalkan logis dan langsung mengarah kepada apa yang ingin disampaikan.
6.
Amanat
Amat sebuah cerita, khususnya dalam cerita anak sangat penting diperlukan. Hal ini dikarenakan lewat amat yang ada didalam cerita pembelajaran budi pekerti dan moral dapat disisipkan dalam cerita tersebut. Menurut Subyantoro (2007:12) cerita anak yang unggul itu anatara lain mengandung nilai personal dan nilai pendidikan bagi pembacanya.
7.
Pusat
Penceritaan
Berkaitan dengan pusat penceritaan atau pint of view, pengarang dapat memilih gaya diaan atau gaya akuan. Gaya diaan dipilih pengarang apabila ia menghendaki berada di luar cerita. Sementara itu, gaya akuan dipilih apabila pengarang ingin memberi gambaran kepada pembaca seolah-olah peristiwa itu dialami sendiri oleh pengarangnya. Dalam cerita anak, gaya diaan tampaknya lebih banyak digunakan daripada gaya akuan.
Untuk memilih sebuah bacaan atau cerita anak yang baik harus memeperhatikan keenam unsur-unsur yang terkandung dalam cerita anak. Namun, Endraswara (2003) meneturkan hal-hal yang penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih dongeng atau ceriat, anatara lain:
(1) tuntutan keinginan peserta didik. Hal ini menunjuk pada kesesuaian dongeng dengan harapan. Dongeng yang menurut pandangan pengajar menarik belum tentu mengasyikkan bagi peserta didik. Oleh karena itu, dalam pemilihan dongeng sebaiknya peserta didik ikut terlibat, sementara pengajar hanya menyediakan alternatif dongeng.
(2) kondisi peserta didik dan lingkungan sekitar. Pemilihan dongeng sebaiknya merupakan dongeng yang berada di sekitar peserta didik.
(3) nilai atau pesan dongeng sangat penting. Hal ini dikarenakan, sering terdapat dongeng-dongeng yang baik, ceritanya bagus, gaya bahasanya lancar, enak didengar, tetapi mengandung budaya kekerasan. Hal ini tak berarti budaya kekerasan harus tabu bagi peserta didik, melainkan pendongeng harus mampu mengemas dongeng tersebut agar peserta didik mampu memamhami budaya kekerasan, tetapi sadar akan akibatnya. Sementara itu, ada beberap hal yang perlu diperhatikan dalm memilih dongeng yang digunakan di setiap jenjang pendidikan, anatara lain:
(a) dongeng yang digunakan cukup menghibur dan memuat budi pekerti tertentu sehingga dongeng yang dapat merusak moral sebaiknya dihindari,
(c) dongeng sebaiknya yang cair, mengalir secara alami, tidak terlalu menggurui dan mudah dicerna,
(d) dongeng yang dipilih sebaiknya bervariasi, tidak mudah ditebak jalan ceritanya dan bukan membodohi audience.
Dengan demikian, untuk memilih sebuah cerita atau dongeng yang baik tidak hanya memperhatikan unsur-unsur cerita yang menarik saja, tetapi harus sesuai dengan peserta didik dan juga harus mengandung nilai manfaat.
2.2.3 Teknik Story Telling
Bercerita (story telling) merupakan keterampilan mendasar yang dimiliki oleh setiap orang. Keterampilan ini bersandar pada kemampuan untuk mengingat dan berbicara, yang merupakan kemampuan-kemampuan mendasar yang dimiliki di awal tahap perkembangan manusia. Karena sederhananya kemampuan yang harus dimilikinya, bercerita dapat dijadikan sarana pengajaran yang praktis dan efektif.
Dalam proses pembelajaran teknik story telling dapat digunakan untuk lebih mengaktifkan siswa artinya semua siswa tidak ada yang pasif dalam pembelajaran atau hanya sebagai pendengar setia. Semua siswa memiliki tugas masing-masing dalam pembelajaran ini. Selain itu, pembelajaran ini tidak membosankan bagi siswa karena masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan cerita yang berbeda.
Secara garis besar pembelajaran menceritakan kembali cerita anak dengan teknik story telling dilakukan dengan cara-cara siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari tiga siswa, satu siswa sebagai pencerita, satu siswa sebagai penanya, dan satu siswa sebagai pencatat pertanyaan. Berikutnya siswa diberikan cerita yang berbeda-beda dalam satu kelompok. Siswa membaca cerita yang dibagikan. Setelah membaca siswa mencertakan kembali cerita yang dibaca dalam kelompok tersebut. Siswa lain menyimak cerita tersebut, setelah selasai menyimak siswa mengajukan pertanyaan dan ada yang bertugas mencatat pertanyaa. Kegiatan ini dilakukan secara bergiliran. Dengan demikian, siswa berfungsi sebagai pencerita, penanya, dan pencatat. Setelah semua selesai bercerita mereka bertiga membuat rangkuman cerita-cerita yang disimaknya.
jarang berbicara. Suasana dalam kelompok kecil lebih memungkinkan siswa berani berbicara.
2.2.4 Media Flashcard
Dalam kegiatan belajar mengajar lebih efektif apabila menggunakan media dan media tersebut tidak harus media yang canggih saja, melainkan media yang lebih sederhana buatan guru sendiri. Dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran menceritakan kembali cerita anak, penulis menggunakan media flash card. Berikut ini dipaparkan mengenai hakikat media dan flash card.
2.2.4.1 Hakikat Media
Sadiman dkk. (1990:7) mengungkapkan bahwa media adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi.
Suparno dalam Setyawati (2007:22) media adalah suatu alat yang
dipakai oleh saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan
(message) atau informasi dari suatu sumber (resource) kepada
penerimanya (receiver). Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi
antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Secara sederhana media
pembelajaran merupakan media yang digunakan dalam proses
belajar-mengajar.
Media adalah segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi
sebagai perantara / sarana / alat untuk proses komunikasi (proses belajar
mengajar). Sementara itu, media instruksional
education (media
pembelajaran) adalah sarana komunikasi dalam proses belajar mengajar
yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai
proses dan hasil instruksional secara efektif dan efisien serta tujuan
instruksional dapat dicapai dengan mudah.
yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee 1997). Media
pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan
pesan pembelajaran. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana
penyampai pesan atau media.
Dengan demikian media pembelajaran adalah segala sesuatu atau
alat yang digunakan untuk mempermudah penyampaian informasi dalam
proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat.
Media
pembelajaran
harus
meningkatkan
motivasi
pembelajar.
Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada
pembelajar. Selain itu, media juga harus merangsang pembelajar
mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan
belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam
memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong mahasiswa
untuk melakukan praktek-praktek dengan benar.
terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa
dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu.
Menurut Rohani (1997:29-30) untuk memilih atau menggunakan
suatu media instruksional edukatif perlu memperhatikan hal-hal berikut:
(1) biaya yang lebih murah, (2) kesesuaiannya dengan metode
instruksional, (3) kesesuaiannya dengan karakteristik peserta didik, (4)
pertimbangan praktis, (5) ketersediaan media tarsebut. Sementara itu,
Kasmadi memaparkan empat kriteria pemilihan media yang baik yaitu:
produksi, peserta didik, isi, dan guru.
Arsyad (2002:75-76) mengungkapkan enam kriteria pemilihan
media yang baik, yaitu (1) sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai; (2)
tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip,
atau generalisasi; (3) praktis, luwes, bertahan; (4) guru terampil
menggunakannya; (5) pengelompokan sasaran; dan (6) mutu teknis.
Media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan yaitu (1)
memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis, (2)
mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, (3) mengatasi sifat
pasif siswa, (4) memberikan perangsang, pangalaman, dan persepsi yang
sama (Sadimin dkk. 1990:16).
Hal tersebut senada dengan pendapat Wagiran (2006)
menyatakan bahwa secara garis besar fungsi media ada enam hal, yaitu :
(1) memperjelas penyajian pesan; (2) mengatasi keterbatasan ruang,
waktu, dan daya indra; (3) menghindari verbalisme; (4) mengatasi sifat
pasif siswa; (5) Mengatasi keterbatasan pengalaman; (6) Memberikan
pengalaman menyeluruh dari yang konkret ke abstrak.
Fungsi media pembelajaran yang pokok menurut Sudarso dan
Eveline (2007:6-7) mencakup dua hal yaitu untuk memberikan
pengalaman yang konkret kepada siswa dan sebagai sarana komunikasi
dan interaksi antara siswa dengan media tersebut, dan merupakan sumber
belajar yang penting. Secara lebih luas diungkapkan ada delapan fungsi
media pembelajaran, yaitu: (1) memberikan pengetahuan tentang tujuan
belajar; (2) memotivasi siswa; (3) menyajikan informasi; (4) merangsang
diskusi; (5) mengarahkan kegiatan siswa; (6) melaksanakan latihan dan
ulangan; (7) menguatkan belajara; (8) memberikan penglaman simulasi.
diharapkan mamapu memberikan pengalaman bagi siswa atau peserta
didik sehingga mengalami perubahan perilaku dalam kawasan kognitif,
afektif maupun psikomotorik sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2.2.4.2
Flash Card
Flash card adalah alat untuk membantu anak mengembangkan
kemampuan bercerita. Dengan melihat gambar dan distimulus pertanyaan,
Anak diharapkan dapat berkembang kemampuan bercerita, berkhayal, dan
alur
logikanya.
Flash
card
berguna
untuk
membantu
anak
mengembangkan kemampuan bahasanya, baik lisan ataupun tulisan
(eMagazine Sekolah Rumah 2009).
Flash card merupakan salah satu bentuk media visual.
Flash
card
merupakan media yang berbentuk kartu kecil yang berisi gambar,
teks, atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kapada
sesuatu yang berhubungan dengan gambar tersebut.
Flash card biasanya
berukuran 8x12 cm, atau dapat disesuaikan dengan besar kecilnya kelas
yang dihadapi (Arsyad 2002:119-120).
Flash card dapat digunakan
sebagai petunjuk dan rangsangan bagi siswa untuk memberikan respon
yang diinginkan.
berukuran 25X30 cm. Gambar-gambarnya dibuat menggunakan tangan
atau foto, atau memanfaatkan gambar/foto yang sudah ada yang
ditempelkan pada lembaran-lembaran
flash card. Gambar-gambar yang
ada pada
flash card merupakan rangkaian pesan yang disajikan dengan
keterangan setiap gambar yang dicantumkan pada bagian belakangnya.
Flash card merupakan media visual yang berbentuk kartu-kartu
yang berisi gambar dan pesan singkat. Media ini cocok digunakan dalam
kelompok kecil.
Flash card memiliki kelebihan dibandingkan media yang lain
yaitu:
(a) Mudah di bawa-bawa; dengan ukuran yang kecil flash card dapat disimpan di tas bahkan di saku, sehingga tidak membutuhkan ruang yang luas, dapat digunakan di mana saja, di kelas ataupun di luar kelas.