• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

xii Lampiran 1 Kuisioner

1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan yang mempunyai peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit bersifat holistik atau menyeluruh mulai dari pencegahan, penyembuhan hingga pemulihan penyakit. Saat ini rumah sakit telah mengalami pergeseran tujuan. Awalnya rumah sakit didirikan dengan tujuan sosial dan berhubungan dengan keagamaan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, tujuan rumah sakit tidak hanya pelayanan sosial tetapi juga mengarah pada tujuan ekonomi bahkan komersial. (Hartono, 2010)

Ukuran sektor jasa semakin besar di seluruh negara di dunia. Seperti halnya di Amerika Serikat, kebanyakan negara yang sedang berkembang dan maju memiliki sektor ekonomi jasa yang tumbuh pesat. Kebijakan pemerintah, perubahan sosial, tren bisnis, kemajuan teknologi dan globalisasi adalah beberapa faktor kuat yang mendorong pesatnya pertumbuhan di sektor jasa. (Lovelock, dkk, 2010). Produk yang dijual oleh rumah sakit adalah pelayanan kesehatan yang pada hakikatnya adalah komoditas berupa jasa (service). Menurut Kotler dan Keller (2009), jasa memiliki empat ciri penting, yaitu tidak kasat mata (intangible), tidak dapat dipisahkan (inseparable), bervariasi (variable), dan tidak dapat ditimbun (perishable). Tidak sebagaimana barang, jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar atau dibau, sebelum dibeli. Dengan kata lain, pelayanan

kesehatan adalah komoditas yang tidak kasat mata, sehingga penuh dengan ketidakpastian. Untuk mengurangi ketidakpastian itu, konsumen lalu menggunakan tempat, orang, peralatan, simbol-simbol, dan tarif/harga, sebagai acuan. (Hartono, 2010). Industri pelayanan kesehatan saat ini menghadapi tantangan dan kesempatan yang sangat besar. Perkembangan teknologi yang sangat pesat diiringi dengan peningkatan kebutuhan manusia yang menciptakan permintaan tinggi untuk pelayanan kesehatan. Begitu pula semakin banyak pelayanan kesehatan bermunculan, menimbulkan suasana yang kompetitif.

Rumah sakit mulai menyadari bahwa agar dapat bertahan dalam keadaan yang kompetitif ini mereka harus beroperasi sebagai organisasi bisnis. Pergeseran dari orientasi produk menjadi orientasi pemasaran menjadi sebuah kebutuhan. Rumah sakit juga dituntut untuk bersaing dengan pelayanan kesehatan lainnya. Salah satu taktik agar rumah sakit dapat bersaing adalah teknik pemasaran. (Mohan dan Naik, 2006). Rumah sakit di Indonesia pun pada hakikatnya sedang menghadapi masalah perubahan sikap dan kebutuhan masyarakat, meningkatnya persaingan dan menurunnya dana atau dukungan pembiayaan. (Hartono, 2010)

Seiring dengan perkembangan kota Bekasi, semakin banyak pula rumah sakit yang didirikan. Dalam hal ini, Rumah Sakit Hermina Bekasi mau tidak mau terlibat dalam lingkaran persaingan. Pernyataan ini sesuai dengan Hartono (2010) dalam bukunya Manajemen Pemasaran untuk Rumah Sakit bahwa pemasaran dibutuhkan karena rumah sakit pun kini bersaing satu sama lain. Agar dapat memenangkan persaingan ini rumah sakit harus menyadari bahwa menetapkan posisi yang kuat dalam pasar adalah penting dalam kelangsungan hidup organisasi rumah sakit.

Dari pembahasan diatas, diketahui bahwa pemasaran adalah hal yang mutlak diperlukan untuk rumah sakit agar dapat bertahan hidup dan menjaga kesehatan organisasi, dengan mengupayakan, setidak-tidaknya, tercapainya impas biaya (cost recovery). Oleh sebab itu, tidaklah keliru jika para pengelola rumah sakit mulai melirik pemasaran, dengan harapan disiplin ini dapat menjawab tantangan-tantangan yang ada. Manajemen pemasaran merupakan upaya yang dapat dilakukan agar utilisasi pelayanan rumah sakit menjadi lebih tinggi sehingga berdampak pada meningkatnya derajat kesehatan masyarakat (Hartono, 2010).

Tujuan pemasaran rumah sakit adalah memperkenalkan rumah sakit pada masyarakat luas, menginformasikan sejelas-jelasnya mengenai fasilitas dan kemampuan pelayanan yang dimiliki oleh rumah sakit pada masyarakat dan segenap warga rumah sakit, membentuk dan membina citra rumah sakit melalui kepercayaan dan penghargaan masyarakat terhadap kemampuan rumah sakit, pemanfaatan sumber daya rumah sakit secara optimal dan disamping itu rumah sakit juga mengharapkan terjadinya peningkatan penghasilan. (Hartono, 2010). Karena ruang lingkup pemasaran yang luas, maka kemudian disederhanakan menjadi kebijakan pemasaran yang dapat dikendalikan oleh perusahaan. Kebijakan pemasaran ini lazim disebut bauran pemasaran. Bauran pemasaran adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkannya di pasar sasaran. (Kotler dan Armstrong, 2008). Bauran pemasaran ini kemudian dikembangkan lagi karena dianggap kurang mencukup disebabkan karakteristik jasa yang berbeda. Para pakar pemasaran kemudian menambahkan unsur dalam bauran pemasaran menjadi bauran pemasaran jasa. Menurut Lovelock dan Wirtz (2010) unsur

bauran pemasaran jasa terdiri dari product (produk), price (harga), promotion (promosi), place (tempat), people (sumber daya manusia), process (proses), physical evidence (bukti fisik). Namun manajemen pemasaran pada rumah sakit tidak dapat diaplikasikan secara bebas terutama dalam mengaplikasi promosi karena ada batasan atau etika yang harus dipatuhi seperti etika promosi rumah sakit.

Minat kunjungan ulang atau minat membeli ulang konsumen adalah keputusan konsumen untuk melakukan pembelian kembali suatu produk atas jasa berdasarkan atas pengalaman dengan mengeluarkan biaya untuk memperoleh barang atau jasa (Hellier, dkk, 2003). Menurut Jones dan Sasser (1995) minat beli ulang konsumen adalah tujuan terpenting dalam kesuksesan perusahaan dan konsep terpenting dalam pemasaran, selanjutnya Samu (1999) menambahkan bahwa salah satu indikator kesuksesan produk perusahaan atau tidaknya di pasar adalah seberapa jauh tumbuhnya minat beli konsumen terhadap produk tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli ulang konsumen salah satunya adalah stimulus pemasaran (Assael, 2002). Stimulus pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2008) terdiri dari bauran pemasaran. Selanjutnya Payne (2001) menyatakan bahwa untuk meningkatkan minat beli ulang perlu diperhatikan serta difahami empat komponen kunci pemasaran yakni produk, harga, tempat, dan promosi.

Klinik Bobath merupakan bagian dari layanan Klinik Tumbuh Kembang bagian Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Hermina Bekasi. Klinik ini menangani anak dengan masalah perkembangan di bidang motorik, kognisi maupun perilaku. Masalah perkembangan motorik anak contohnya adalah anak

belum mampu duduk, berdiri dan berjalan seperti anak normal seusianya. Kasus terbanyak untuk masalah perkembangan anak khususnya dalam hal motorik adalah cerebral palsy, sedangkan kasus terbanyak dalam masalah perilaku pada anak adalah ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder) dan Autism. ADHD merupakan masalah psikologis yang paling banyak terjadi akhir-akhir ini, sekitar 3-10 % terjadi di Amerika Serikat, 3-7% di Jerman, 5-10% di Kanada dan Selandia Baru (Barkley, 2006). Di Indonesia angka kejadiannya masih belum ditemukan angka yang pasti, namun kelainan ini tampak cukup banyak terjadi dan sering dijumpai pada anak usia prasekolah dan usia sekolah (Judarwanto, W, 2006). Untuk cerebral palsy, menurut Soetjiningsih (1995) prevalensi penderita cerebral palsy di Indonesia diperkirakan sekitar 1-5 per 1.000 kelahiran hidup.

Bagian Pemasaran Rumah Sakit Hermina Bekasi telah melakukan upaya pemasaran yaitu berupa analisis segmentasi, target dan posisi pasar, melakukan pengembangan produk baru berdasarkan kebutuhan pasien, bekerja sama dengan rumah sakit serta perusahaan dan melakukan upaya promosi rumah sakit melalui media brosur, seminar, event, kegiatan kehumasan dan paket penawaran menarik. Namun upaya yang telah dilakukan belum dievaluasi apakah berhubungan dengan minat masyarakat atau pasien dalam memilih berobat di klinik Bobath Rumah Sakit Hermina Bekasi. Evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari upaya pemasaran yang telah dilakukan.

Berdasarkan data Laporan MR Rumah Sakit Hermina Bekasi, terdapat fluktuasi jumlah kunjungan pasien klinik bobath. Kenaikan dan penurunan jumlah kunjungan terjadi pada tiga tahun terakhir. Pada tahun 2011 jumlah kunjungan klinik bobath adalah 19,3 kunjungan rata-rata per hari, lalu jumlah

kunjungan naik pada tahun 2012 menjadi 21,73 kunjungan rata-rata per hari dari 6606 kunjungan selama 304 hari kerja, dan kembali menurun pada tahun 2013 menjadi 20,52 kunjungan rata-rata per hari dari 6179 kunjungan selama 301 hari kerja serta tidak tercapainya target rumah sakit yakni 25 kunjungan rata-rata per hari. Adanya fluktuasi jumlah kunjungan serta tidak tercapainya target kunjungan pada tahun 2013 menjadi tertarik untuk diteliti sehingga diharapkan pada upaya pemasaran dan upaya promosi pada periode selanjutnya akan menjadi efektif menjangkau masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

Jumlah kunjungan pasien klinik Bobath Rumah Sakit Hermina Bekasi selama tiga tahun terakhir telah mengalami fluktuasi jumlah kunjungan serta tidak mencapai target kunjungan pada tahun 2013, sedangkan di lain pihak, Bagian Pemasaran Rumah Sakit Hermina Bekasi sebagai salah satu sumber informasi yang berperan telah melakukan upaya pemasaran yaitu berupa memilih dan menetapkan bauran pemasaran yakni produk, harga, tempat, dan promosi untuk klinik bobath demi mencapai keinginan pasien. Agar meningkatkan jumlah kunjungan terutama jumlah kunjungan ulang perlu diperhatikan empat komponen kunci pemasaran yakni produk, harga, tempat, dan promosi.

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah faktor-faktor bauran pemasaran berhubungan dengan minat kunjungan ulang pada pasien klinik bobath di RS Hermina Bekasi tahun 2014?”.

Diharapkan penelitian ini dapat membantu mengembangkan bauran pemasaran untuk periode selanjutnya dalam meningkatkan kunjungan pasien.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Dari uraian pada sub bab latar belakang dan perumusan masalah, maka pertanyaan penelitian yang muncul adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran faktor-faktor bauran pemasaran yang meliputi produk, harga, tempat, dan promosi terhadap minat kunjungan ulang pada pada pasien klinik bobath di RS Hermina Bekasi tahun 2014?

2. Apakah faktor-faktor bauran pemasaran jasa yang meliputi produk, harga, tempat, dan promosi berhubungan dengan minat kunjungan ulang pada pasien klinik bobath di RS Hermina Bekasi tahun 2014?

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor bauran pemasaran jasa yang berhubungan dengan minat kunjungan ulang pada pasien klinik bobath di RS Hermina Bekasi tahun 2014.

1.4.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Diketahuinya gambaran faktor-faktor bauran pemasaran yang meliputi produk, harga, tempat, dan promosi terhadap minat kunjungan ulang pada pada pasien klinik bobath di RS Hermina Bekasi tahun 2014.

2. Diketahuinya hubungan faktor-faktor bauran pemasaran jasa yang meliputi produk, harga, tempat, dan promosi dengan minat kunjungan ulang pada pasien klinik bobath di RS Hermina Bekasi tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Rumah Sakit Hermina Bekasi

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dalam bentuk informasi mengenai hubungan faktor-faktor bauran pemasaran jasa klinik bobath yaitu produk, harga, tempat, promosi, sumber daya manusia, proses, dan bukti fisik dengan minat kunjungan ulang pasien klinik bobath di RS Hermina Bekasi. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan pada perencanaan program pemasaran periode berikutnya.

1.5.2. Bagi Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan memperoleh tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan proses belajar mahasiswa. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian dalam bidang manajemen pemasaran rumah sakit.

1.5.3. Bagi Peneliti

Merupakan suatu pengalaman belajar yang sangat berharga dalam melaksanakan dan menyusun penelitian. Selain itu, peneliti mempunyai kesempatan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dalam bidang manajemen pemasaran rumah sakit.

1.6. Ruang Lingkup

Penelitian dilakukan di Klinik Bobath Rumah Sakit Hermina Bekasi pada bulan Juni-Juli 2014. Permasalahan ini timbul karena terdapat fluktuasi jumlah kunjungan pasien rawat jalan klinik Bobath pada tiga tahun terakhir serta tidak tercapainya target kunjungan yang ditetapkan oleh rumah sakit pada tahun 2013. Dengan substansi penelitian mengenai hubungan faktor-faktor bauran pemasaran, yaitu: produk, harga, tempat, dan promosi dengan minat kunjungan ulang pada pasien klinik bobath RS Hermina Bekasi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan mengukur variabel penelitian, penelitian ini menggunakan time horizon cross sectional. Selain itu metode yang digunakan adalah metode survei. Data penelitian diperoleh dari pengisian kuisioner oleh para responden yang merupakan pasien yang memanfaatkan fasilitas klinik kemudian diperkuat dengan melakukan telaah dokumen yang berkaitan dengan bauran pemasaran Klinik Bobath Rumah Sakit Hermina Bekasi.

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Pemasaran

Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009) adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial.

American Marketing Association berpendapat bahwa pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangu kepentingannya.

Manajemen pemasaran menurut Suyanto (2007) adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi.

Sedangkan manajemen pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009) adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.

2.2.Jasa

Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner dalam Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani (2006) mendefinisikan jasa sebagai “All economic activities whose output is not a physical product or construction is generally consumed at that time it is produced, and provides added value in forms (such as convenience, amusement, comfort or health)”.

Kotler dan Keller (2009) mengartikan jasa sebagai setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apa pun. Produksi jasa bisa berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya.

2.2.1. Karakteristik dan Klasifikasi Jasa

Kotler dan Keller (2009) menjelaskan empat karakteristik yang terdapat pada jasa, yakni:

a. Tak Berwujud

Tidak seperti produk fisik jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar, atau dibaui sebelum jasa itu dibeli. Karena itu, tugas penyedia jasa adalah mengelola bukti untuk mewujudkan hal yang tak berwujud.

Perusahaan juga dapat berusaha mendemonstrasikan kualitas jada mereka melalui bukti fisik dan presentasi. b. Tak terpisahkan

Jasa pada umumnya diproduksi dan dikonsumsi sekaligus. c. Bervariasi

Kualitas jasa sangat tergantung pada siapa yangmenyediakannya, kapan dan di mana, dan kepada siapa, jasa sangat bervariasi.

d. Dapat musnah

Jasa tidak dapat disimpan, jadi dapat musnahnya jasa bisa menjadi masalah ketika permintaan berfluktuasi. (Kotler dan Keller, 2009).

Tidak jauh berbeda, Griffin dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006) menyebutkan karakteristik jasa sebagai berikut :

a. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting hal ini adalah nilai penting tak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan, atau kenyamanan.

b. Unstorability (tidak dapat disimpan). Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga inseparability (tidak dapat

dipisahkan), mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.

c. Customization (kustomisasi). Jasa sering kali didesain khusus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

Produk jasa tidak ada yang mirip satu sama lain. Maka dari itu, ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan produk jasa. Pertama, didasarkan atas tingkat kontak konsumen dengan pemberi jasa sebagai bagian dari sistem saat jasa tersebut dihasilkan. Kedua,jasa juga bisa diklasifikasikan berdasarkan kesamaannya dengan operasi manufaktur. (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006).

2.3.Bauran Pemasaran

Jangkauan pemasaran sangat luas dengan berbagai tahap kegiatan yang harus dilalui oleh barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen. Ruang lingkup yang luas ini kemudian disederhanakan menjadi 4 (empat) kebijakan pemasaran yang dapat dikendalikan perusahaan. Kebijakan pemasaran ini lazim disebut sebagai bauran pemasaran. Kotler dan Armstrong (2008) dalam bukunya Prinsip-prinsip Pemasaran, menjelaskan bahwa bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkannya di pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari empat komponen biasanya disebut “empat P (4P)”, yaitu Product

(Produk), Price (Harga), Place (Tempat), dan Promotion (Promosi). (Kotler dan Armstrong, 2008).

Kotler dan Keller (2009) menggambarkan komponen-komponen bauran pemasaran sebagai berikut:

Gambar 2.1

Komponen Bauran Pemasaran

Sumber : Kotler dan Keller, 2009.

2.3.1. Product (Produk)

Produk menurut Utami (2010) adalah keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen. Jika pasien merasa produk jasa yang ditawarkan oleh rumah sakit sudah baik maka pengalaman tersebut dijadikan bahan evaluasi untuk mempertimbangkan keputusan untuk penggunaan kembali produk jasa tersebut. Lupiyoadi dan Hamdani (2006) menyatakan bahwa produk jasa tidak PRODUCT (PRODUK) a. Ragam produk b. Kualitas c. Desain d. Fitur e. Nama merek f. Kemasan g. Ukuran h. Layanan i. Jaminan j. Pengembalian PRICE (HARGA) a. Harga terdaftar b. Diskon c. Potongan harga d. Periode pembayaran e. Syarat kredit f. Flexibility g. Price level PROMOTION (PROMOSI) a. Promosi penjualan b. Periklanan c. Tenaga penjualan d. Hubungan masyarakat e. Pemasaran langsung PLACE (TEMPAT) a. Saluran b. Cakupan c. Pilihan d. Lokasi e. Persediaan f. Transportasi

menimbulkan beralihnya kepemilikan dari penyedia jasa kepada konsumen. Produk jasa merupakan sebuah Total Produk. Total Produk terdiri atas :

 Produk inti (core product), merupakan fungsi inti dari produk tersebut.

 Produk yang diharapkan (expected product)  Produk tambahan (augmented product).  Produk potensial (potential product).

Selain core product, unsur lainnya merupakan unsur potensial untuk dijadikan nilai tambah bagi konsumen sehingga produk berbeda dengan produk lain. (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006).

2.3.2. Place (Tempat)

Tempat dalam jasa merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas saluran distribusi, dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana cara penyampaian jasa kepada konsumen dan dimana lokasi yang strategis. (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006). Pemilihan tempat dan lokasi memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap beberapa faktor berikut:

a. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum

b. Visibilitas, misalnya lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan

c. Tempat parkir yang aman dan luas

d. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha dikemudian hari

e. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan

f. Persaingan, yaitu lokasi pesaing

g. Peraturan pemerintah. (Tjiptono, 2004).

2.3.2.1. Lokasi

Lokasi berhubungan dengan di mana perusahaan melakukan kegiatannya. Ada tiga jenis interaksi yang memengaruhi lokasi yaitu:

 Konsumen mendatangi pemberi jasa (perusahaan): lokasi menjadi sangat penting. Perusahaan sebaiknya memilih tempat dekat dengan konsumen, dengan kata lain harus strategis.

 Pemberi jasa mendatangi konsumen: dalam hal ini lokasi tidak terlalu penting, namun penyampaian jasa harus berkualitas.

 Pemberi jasa dan konsumen tidak bertemu secara langsung: penyedia jasa dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu. Dalam hal ini lokasi menjadi tidak penting selama komunikasi terlaksana dengan baik. (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006).

2.3.3. Price (Harga)

Keputusan bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategis dan taktis seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran dan tingkat diskriminasi harga di antara berbagai kelompok pelanggan. Pada umumnya, aspek-aspek ini mirip dengan yang biasa dijumpai pemasar barang. Akan tetapi, ada pula perbedaannya, yaitu karakteristik intangible jasa menyebabkan harga menjadi indikator signifikan atas kualitas. Karakteristik personal dan non-transferable pada beberapa tipe jasa memungkinkan diskriminasi harga dalam pasar jasa tersebut, sementara banyak pula jasa yang dipasarkan oleh sektor publik dengan harga yang disubsidi atau bahkan gratis. Hal ini menyebabkan kompleksitas dalam penetapan harga jasa. (Tjiptono, 2007).

2.3.4. Promotion (Promosi)

Hal yang perlu diperhatikan dalam promosi adalah pemilihan bauran promosi (promotion mix). Bauran promosi terdiri atas:

 Iklan (advertising).

 Promosi penjualan (sales promotions).  Penjualan perorangan (personal selling).  Hubungan masyarakat (public relation).

 Informasi dari mulut ke mulut (word of mouth).  Surat pemberitahuan langsung (direct mail).

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam promosi, yaitu:  Identifikasi audiens target: hal ini berhubungan dengan

segmentasi pasar.

 Menentukan tujuan promosi.

 Mengembangkan pesan yang disampaikan.

 Pilih bauran komunikasi: komunikasi personal atau komunikasi nonpersonal. (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006).

2.4. Bauran Pemasaran Rumah Sakit a. Produk (Product)

Produk menurut Rowland & Rowland (1984) mengemukakan bahwa pengertian produk adalah jenis pelayanan yang diberikan, baik dalam bentuk preventif, diagnostik, terapeutik dan lain-lain. Komponen produk menurut Kotler dan Keller (2009) meliputi ragam produk, kualitas, desain, fitur, nama merek, kemasan, ukuran, layanan, jaminan, pengembalian. b. Harga (Price)

Komponen harga menurut Kotler dan Keller (2009) meliputi harga terdaftar, diskon, potongan harga, periode pembayaran, syarat kredit. Kemudian Zeithaml dan Bitner menjelaskan komponen harga meliputi flexibility, dan price level.

c. Tempat (Place)

Pengertian tempat di rumah sakit meliputi tempat pelayanan, waktu yang dihabiskan, konsep rujukan, dan lain-lain. Lokasi fasilitas seringkali menentukan kesuksesan suatu jasa, karena lokasi erat kaitannya dengan pasar potensial suatu perusahaan. Misalnya rumah sakit umumnya menempati daerah yang cukup luas dan berlokasi dekat daerah yang pada penduduknya, karena rumah sakit bertujuan untuk melayani masyarakat umum secara luas. (Tjiptono, 2004). Komponen tempat menurut Kotler dan Keller (2009) adalah saluran, cakupan, pilihan, lokasi, persediaan, transportasi.

d. Promosi (Promotion)

Konsep promosi di rumah sakit adalah bagaimana pasien tahu tentang jenis pelayanan yang ada di rumah sakit, bagaimana mereka termotivasi untuk menggunakan secara berkesinambungan dan menyebarkan informasi itu kepada rekan-rekannya. (Tjiptono, 2004). Promosi atau pemasaran di rumah sakit dianggap sebagai sesuatu yang wajar. (Sabarguna, 2005). Tetapi dalam melakukan ada hal-hal yang harus diperhatikan, salah satunya pedoman etika rumah sakit Indonesia oleh PERSI. Komponen promosi menurut Kotler dan Keller (2009) adalah promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, hubungan masyarakat, serta pemasaran langsung.

2.5.Proses Pengambilan Keputusan

Menurut Setiadi (2008), proses pengambilan keputusan pembelian melewati lima tahap, yaitu:

1. Mengenali Kebutuhan

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan yang nyata dengan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal.

2. Pencarian Informasi

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yangb lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level ini, orang hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya,

orang tersebut mungkin aktif mencari informasi, seperti mencari bahan bacaan, mencari referensi, menelepon teman dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Melalui pengumpulan informasi, konsumen

Dokumen terkait