BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Landasan Teori
2.5.2 Kerangka Konsep
Berkumur Klorheksidin
Diglukonat 0,12%
Povidon Iodin 1%
Jumlah bakteri rongga mulut Normal saline 0,9%
sebagai kontrol
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental laboratorium dengan desain penelitian Post Test Only With Control Group Design dan teknik pengambilan sampelnya dengan teknik purposive sampling.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan dilakukan pada periode Mei-Juli 2018.
3.3 Populasi dan Besar Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3.3.2 Besar Sampel Penelitian
Besar sampel penelitian dihitung dengan menggunakan rumus eksperimental laboratorium sederhana.21
(n - 1)(t - 1) > 15 (n - 1)(3 - 1) > 15
(n - 1) 2 > 15 (n - 1) > 7,5
n > 8,5
Keterangan:
n = besar sampel tiap kelompok t = jumlah perlakuan
Dalam penelitian ini didapat besar sampel minimum adalah 8,5 untuk tiap kelompok. Selanjutnya besar sampel dilakukan pembulatan ke atas menjadi 9.
Mengingat bahwa terdapat kehilangan kontrol terhadap sampel, maka besar sampel ditambah 10% menjadi 10 sampel per perlakuan. Maka jumlah sampel pada penelitian ini minimal sebesar 30.
Dalam penelitian ini didapat besar sampel adalah 36 untuk tiap kelompok dimana sampel dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol berkumur dengan normal saline 0,9%, kelompok berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur dengan povidon iodin 1%.
3.3.3 Kriteria Inklusi
1. Mahasiswa di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara 2. Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian
3. Memiliki kesehatan gigi dan mulut yang baik 4. Tidak kompromis medis
3.3.4 Kriteria Eksklusi 1. Terdapat karies
2. Terdapat lesi pada rongga mulut 3. Terdapat penyakit periodontal 4. Terdapat abses
5. Menggunakan kawat gigi 6. Menggunakan protesa gigi
7. Alergi terhadap klorheksidin diglukonat dan povidon iodin
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Jumlah koloni bakteri rongga mulut.
3.4.1.3 Variabel Terkendali 1. Durasi berkumur
2. Volume larutan berkumur 3. Saliva
3.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali Mikroorganisme di luar rongga mulut.
3.4.2 Definisi Operasional
Tabel 2. Variabel dan definisi operasional No. Variabel
2.
3. Tabung penampung steril 4. Colony counter
5. Stopwatch 6. Cawan petri
7. Inkubator 8. Mikropipet 9. Autoklaf 10. Gelas ukur 11. Oven
12. Gelas plastik
4.5.2 Bahan
1. Klorheksidin diglukonat 0,12%
2. Povidon iodin 1%
3. Normal saline 0,9%
4. Media Plate Count Agar 5. Alkohol 70%
6. Spiritus 7. Air mineral
3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Pengambilan Sampel
3.6.1.1 Pengambilan Sampel pada Kelompok Kontrol
Tahap pengambilan sampel pada kelompok kontrol adalah sebagai berikut:7 1. Subjek penelitian didudukkan di kursi gigi.
2. Lakukan profilaksis dengan berkumur air mineral.
3. Siapkan normal saline 0,9% 15 ml pada gelas plastik.
4. Instruksikan pada subjek penelitian untuk berkumur normal saline 0,9%
yang sudah disediakan selama 30 detik.
5. Hasil kumuran ditampung dalam tabung penampung steril.
3.6.1.2 Pengambilan Sampel pada Kelompok Berkumur Klorheksidin Diglukonat 0,12%
Tahap pengambilan sampel pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% adalah sebagai berikut:7
1. Subjek penelitian didudukkan di kursi gigi.
2. Lakukan profilaksis dengan berkumur air mineral.
3. Siapkan klorheksidin diglukonat 0,12% 15 ml pada gelas plastik.
4. Instruksikan pada subjek penelitian untuk berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% yang sudah disediakan selama 30 detik.
5. Hasil kumuran ditampung dalam tabung penampung steril.
3.6.1.3 Pengambilan Sampel pada Kelompok Berkumur Povidon Iodin 1%
Tahap pengambilan sampel pada kelompok berkumur povidon iodin 1% adalah sebagai berikut:7
1. Subjek penelitian didudukkan di kursi gigi.
2. Lakukan profilaksis dengan berkumur air mineral.
3. Siapkan povidon iodin 1% 15 ml pada gelas plastik.
4. Instruksikan pada subjek penelitian untuk berkumur povidon iodin 1% yang sudah disediakan selama 30 detik.
5. Hasil kumuran ditampung dalam tabung penampung steril.
3.6.2 Sterilisasi
Lakukan sterilisasi alat-alat dengan oven dan sterilisasi media Plate Count Agar dengan autoklaf juga sterilisasi ruangan dengan menggunakan alkohol 70% untuk menghindari kontaminasi dengan mikroorganisme luar.22,23
3.6.3 Preparasi Sampel
Prosedur preparasi untuk tiap sampel dari kelompok kontrol, kelompok berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur dengan povidon iodin 1% adalah sama yaitu dengan prosedur berikut ini: 23
1. Siapkan enam buah tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan NaCl 0,9% pada tiap tabung reaksi.
2. Ambil hasil kumuran 1 ml dengan menggunakan mikropipet dan lakukan pengenceran dengan mencampurkan 1 ml hasil kumuran dengan 9 ml larutan NaCl 0,9% pada tabung pertama.
3. Homogenkan campuran tersebut.
4. Lakukan pengenceran berikutnya pada tabung reaksi kedua dengan mencampurkan 1 ml larutan dari tabung reaksi pertama dengan 9 ml larutan NaCl 0,9% pada tabung reaksi kedua.
5. Lakukan pengenceran pada tabung reaksi ketiga dengan prosedur yang sama hingga di tabung reaksi keenam.
3.6.4 Pembiakan dan Perhitungan Sampel
Prosedur pembiakan dan perhitungan untuk tiap sampel dari kelompok kontrol, kelompok berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur dengan povidon iodin 1% adalah sama yaitu dengan prosedur berikut ini: 22,23
1. Siapkan media Plate Count Agar 15 ml ke dalam cawan petri.
2. Letakkan 1 ml larutan hasil pengenceran dari tabung keenam di atas media Plate Count Agar yang berada di cawan petri.
3. Homogenkan campuran tersebut.
4. Inkubasi Plate Count Agar yang telah dihomogenkan dengan hasil pengenceran dari tabung keenam dengan inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.
5. Lakukan perhitungan jumlah koloni bakteri dengan menggunakan alat colony counter.
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
Data akan diolah menggunakan program Microsoft Excel dan analisa data dengan komputerisasi dengan perhitungan:
1. Uji One Way Anova apabila data terdistribusi normal dan apabila data tidak terdistribusi normal dilakukan perhitungan uji Kruskal-Wallis untuk melihat perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah berkumur dengan normal saline 0,9%, klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
2. Uji t-independent apabila data terdistribusi normal dan apabila data tidak terdistribusi normal dilakukan perhitungan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12 % terhadap berkumur dengan normal saline 0,9%.
3. Uji t-independent apabila data terdistribusi normal dan apabila data tidak terdistribusi normal dilakukan perhitungan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah berkumur dengan povidon iodin 1% terhadap berkumur dengan normal saline 0,9%.
4. Uji t-independent apabila data terdistribusi normal dan apabila data tidak terdistribusi normal dilakukan perhitungan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah berkumur antara klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
Hasil pengolahan data dikatakan signifikan atau memiliki perbedaan nilai antara satu variabel dengan variabel lainnya apabila nilainya lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% (p-value < 0,05) dan data dikatakan tidak signifikan atau tidak memiliki perbedaan nilai antara satu variabel dengan variabel lainnya apabila nilainya lebih besar dari tingkat signifikansi 5% (p-value > 0,05).24
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Jumlah Koloni Bakteri pada Kelompok Kontrol, Kelompok Berkumur Klorheksidin Diglukonat 0,12% dan Kelompok Berkumur Povidon Iodin 1%
Pada tabel 3 berikut dapat dilihat jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol, kelompok setelah berkumur klorheksidin diglukonat dan kelompok setelah berkumur povidon iodin.
Tabel 3. Jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol, kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur povidon iodin 1%
Jumlah Koloni Bakteri (CFU/ml) 4.2 Hasil Pengolahan dan Analisis Data
Pengujian normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel pada penelitian ini lebih kecil dari 50 sampel. Hasil uji normalitas menunjukkan data tidak terdistribusi normal karena terdapat dua kelompok yang tidak memenuhi kriteria normal yang artinya tidak memenuhi nilai signifikansi lebih dari 0,05 yaitu kelompok berkumur normal saline 0,9% dan kelompok berkumur povidon iodin 1% (tabel 4).
Tabel 4. Hasil pengujian normalitas data
Kelompok Berkumur n Hasil Uji Statistik
Kontrol (normal saline
Apabila data tidak terdistribusi normal, pengujian hipotesis dilanjutkan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk menguji lebih dari dua kelompok tidak berpasangan.
Hasil penelitian diperoleh rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% adalah 3,167 ± 1,898 CFU/ml, rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% adalah 13,667 ± 6,257 CFU/ml dan rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur normal saline 0,9% adalah 55,416 ± 21,997 CFU/ml. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%, kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol didapat nilai p = 0,001 dimana nilai p-value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%, kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol (tabel 5). Setelah melihat perbedaan diantara ketiga kelompok tersebut dilanjutkan analisis post hoc dengan uji Mann-Whitney untuk melihat antarkelompok mana yang memiliki perbedaan.
Tabel 5. Hasil uji Kruskal-Wallis pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%, kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol Kelompok
Jumlah koloni bakteri (rerata ±
SD)
n Hasil Uji Statistik Klorheksidin
Hasil penelitian diperoleh rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% adalah 3,167 ± 1,898 CFU/ml dan rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur normal saline 0,9% adalah 55,416 ± 21,997 CFU/ml.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok kontrol didapat nilai p = 0,001 dimana nilai p-value
< 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok kontrol (tabel 6).
Tabel 6. Hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok kontrol
Kelompok
Jumlah koloni bakteri (rerata ±
SD)
N Hasil Uji Statistik Klorheksidin
Hasil penelitian diperoleh rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% adalah 13,667 ± 6,257 CFU/ml dan rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur normal saline 0,9% adalah 55,416 ± 21,997 CFU/ml. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol didapat nilai p = 0,001 dimana nilai p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol (tabel 7).
Tabel 7. Hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur povidon iodin 1% dan
N Hasil Uji Statistik Povidon iodin 1%
Hasil penelitian diperoleh rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% adalah 3,167 ± 1,898 CFU/ml dan rerata jumlah
koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% adalah 13,667 ± 6,257 CFU/ml.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur povidon iodin 1% didapat nilai p = 0,001 dimana nilai p-value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok povidon iodin 1% (tabel 8).
Tabel 8. Hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur povidon iodin 1%
Kelompok
Jumlah koloni bakteri (rerata ±
SD)
N Hasil Uji Statistik Klorheksidin
Gambar 4. Perbandingan jumlah koloni bakteri pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%, povidon iodin 1% dan normal saline 0,9%.
BAB 5 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% adalah 3,167 ± 1,898 CFU/ml dan rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% adalah 13,667 ± 6,257 CFU/ml, sedangkan pada kelompok kontrol rerata jumlah koloni bakteri yang didapat adalah 55,416 ± 21,997 CFU/ml. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rerata jumlah bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% paling rendah dibandingkan jumlah bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% dan normal saline 0,9%.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah koloni bakteri di tiap kelompok berbeda-beda. Pada kelompok kontrol rerata jumlah koloni bakterinya sebesar 55,416 ± 21,997 CFU/ml dengan interval dari 32 hingga 108. Hal ini disebabkan karena normal saline tidak memberikan efek letal pada bakteri tetapi ia hanya menimbulkan lingkungan hipertonis terhadap bakteri, sehingga ia hanya bisa menghambat pertumbuhan bakteri dalam rongga mulut tetapi tidak dalam jangka waktu yang lama.3 Selain itu, jumlah koloni bakteri tidaklah sama pada tiap sampel. Pertumbuhan bakteri di dalam rongga mulut dipengaruhi berbagai faktor, yaitu faktor pertahanan tubuh, aliran saliva dan gaya hidup dimana faktor-faktor tersebut tidak selalu sama pada setiap individu.19 Konsentrasi normal saline sebesar 0,9% merupakan konsentrasi yang maksimal diterima dalam rongga mulut karena konsentrasi tersebut bersifat isotonik dengan sel-sel di dalam rongga mulut sehingga tidak membahayakan kesehatan rongga mulut.3 Hal ini juga dapat menjadi penyebab rerata jumlah bakteri untuk kelompok kontrol memiliki nilai yang paling besar dibandingkan dengan kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
Pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% memiliki rerata jumlah koloni bakteri sebesar 3,167 ± 1,898 CFU/ml dengan interval dari 1 hingga 7.
Interval tersebut terdiri dari nilai jumlah koloni bakteri yang kecil dan berbeda-beda
untuk tiap sampel. Perbedaan tersebut terjadi mungkin karena adanya perbedaan jumlah dan jenis koloni bakteri pada tiap sampel yang sensitif terhadap klorheksidin diglukonat 0,12% atau kekuatan tekanan daya berkumur yang berbeda-beda pada tiap sampel. Namun, kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% memiliki rerata jumlah koloni bakteri yang paling kecil. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas antimikrobial yang baik dari klorheksidin diglukonat dengan cara mengadsorpsi membran sel bakteri sehingga menimbulkan efek letal pada bakteri. Selain itu, rantai diglukonat pada klorheksidin tersebut juga memberi peran terhadap turunnya jumlah koloni bakteri karena dua rantai glukonat menghantarkan klorheksidin lebih cepat sehingga koloni bakteri yang terbunuh lebih banyak. Klorheksidin diglukonat juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri hingga 12 jam ke depan. Konsentrasi klorheksidin diglukonat sebesar 0,12% dan volumenya sebesar 15 ml juga menyebabkan turunnya jumlah koloni bakteri, karena dengan konsentrasi dan volume tersebut sudah bisa menimbulkan aktivitas bakteriostatik dan bakterisidal pada bakteri. Konsentrasi klorheksidin sebesar 0,12% dengan volume sebesar 15 ml sudah setara dengan 18 mg klorheksidin, dimana nilai optimum yang dapat diterima dalam rongga mulut adalah 20 mg klorheksidin.8-10 Apabila pemberian klorheksidin diglukonat melebihi nilai optimum akan terjadi stain pada gigi, erosi mukosa, pengecapan yang buruk dan pembesaran kelenjar parotid.8,9 Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kapoor dkk dimana mereka menyatakan bahwa klorheksidin diglukonat mampu menghambat pertumbuhan plak sebesar 91% dibandingkan larutan plasebo lainnya.10 Penelitian Patabang dkk juga menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%.23
Pada kelompok berkumur povidon iodin 1% memiliki rerata jumlah koloni bakteri sebesar 13,667 ± 6,257 CFU/ml dengan interval dari 7 hingga 23. Dalam interval tersebut juga memiliki nilai jumlah koloni yang berbeda-beda pada tiap sampel. Perbedaan tersebut juga mungkin disebabkan karena adanya perbedaan jumlah dan jenis koloni bakteri pada tiap sampel yang sensitif terhadap povidon iodin 1% atau perbedaan kekuatan tekanan daya berkumur pada tiap sampel. Namun rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% tidak melebihi rerata
jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan karena povidon iodin memiliki ukuran molekul yang kecil sehingga aktivitas antimikrobialnya bekerja dengan cara melepaskan iodin bebas untuk menembus ke dalam membran sel bakteri dan mengoksidasi asam amino dan asam nukleat bakteri tanpa merusak membran sel bakteri. Hal ini akan merusak jalur metabolisme bakteri sehingga menyebabkan kerusakan yang ireversibel pada membran sel. Selain itu, konsentrasi dan volume povidon iodin sebesar 1% dan 15 ml merupakan alasan jumlah koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin tidak melebihi jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol karena hal tersebut sudah menjadi standar untuk menimbulkan efek bakteriostatik dan bakterisidal. Povidon iodin dapat menghambat pertumbuhan bakteri selama 4 jam.8,12 Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kanagalingam dkk dan Kosutic dkk bahwa terdapat penurunan jumlah koloni bakteri yang signifikan antara berkumur dengan povidon iodin 1% dengan normal saline 0,9%.11,12
Hasil pengujian yang dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan yang signifikan antara jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%. Dari hasil penelitian didapat jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% lebih rendah dibandingkan dengan povidon iodin 1%. Hal ini dapat disebabkan karena klorheksidin diglukonat membunuh bakteri lebih cepat daripada povidon iodin.
Klorheksidin diglukonat memiliki ukuran molekul yang lebih besar dari povidon iodin sehingga klorheksidin mampu mengadsorpsi bakteri dengan cara menimbulkan ikatan ion dengan fosfolipid pada membran sel bakteri.8,12 Ikatan ion terbentuk karena muatan positif yang berasal dari rantai heksametilen yang ada pada klorheksidin menarik muatan negatif yang berasal dari membran bakteri. Setelah berikatan dengan membran sel bakteri klorheksidin akan memberikan efek letal pada bakteri dengan cara menghancurkan membran sel sehingga komponen bakteri tersebut lisis.8-10 Rantai diglukonat pada klorheksidin tersebut juga memberi peran terhadap turunnya jumlah koloni bakteri karena dua rantai glukonat menghantarkan klorheksidin lebih cepat sehingga koloni bakteri yang terbunuh lebih banyak.9 Povidon iodin juga memiliki aktivitas antimikrobial tetapi prosesnya diawali dengan memasuki dari celah
membran sel bakteri kemudian merusak metabolisme bakteri dan mendeaktivasi enzim tanpa menghancurkan membran sel sehingga proses bakterisidalnya lebih lama dibandingkan proses bakterisidal klorheksidin diglukonat.8,12 Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kosutic dkk yang menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%, povidon iodin 1% dan normal saline 0,9% dimana klorheksidin diglukonat 0,12%
memiliki jumlah koloni bakteri yang paling rendah.3
Selain itu, penelitian Lachapelle dkk menyatakan bahwa klorheksidin diglukonat lebih efektif membunuh bakteri gram positif dibandingkan povidon iodin.11 Hal ini disebabkan karena klorheksidin diglukonat bersifat kationik dimana ia memiliki muatan positif, sehingga lebih mudah untuk membuat ikatan ion dengan bakteri gram positif dimana bakteri gram positif memiliki muatan negatif.8 Distribusi koloni bakteri gram positif dan gram negatif juga dapat menjadi kemungkinan mengapa jumlah koloni bakteri setelah klorheksidin diglukonat 0,12% lebih rendah dibandingkan dengan povidon iodin 1%. Kondisi rongga mulut setiap orang berbeda-beda, baik dari segi jumlah koloni bakteri, aliran saliva, faktor pertahanan tubuh terhadap bakteri tersebut, jumlah substrat dan kekebalan bakteri itu sendiri. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi distribusi jumlah koloni bakteri gram positif dan bakteri gram negatif yang ada di dalam rongga mulut.
Walaupun klorheksidin diglukonat 0,12% memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan povidon iodin 1%, povidon iodin 1% masih banyak digunakan sebagai bahan antiseptik. Hal ini disebabkan karena penggunaan povidon iodin 1%
jarang menimbulkan efek samping, sedangkan penggunaan klorheksidin diglukonat 0,12% dengan jangka panjang dapat menimbulkan efek samping meskipun penggunaannya sudah sesuai dosis. Penelitian Bigliardi menyatakan bahwa povidon iodin 1% jarang mengalami resistensi terhadap bakteri, memiliki tolerabilitas yang baik terhadap sistemik, jarang menimbulkan reaksi hipersensitif dan harganya lebih terjangkau dibandingkan dengan klorheksidin diglukonat 0,12%.13
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah berkumur dengan normal saline 0,9%, klorheksidin diglukonat 0,12%
dan povidon iodin 1%.
2. Rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% adalah 3,167 CFU/ml, dengan standar deviasi 1,898 (3,167 ± 1,898).
3. Rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur dengan povidon iodin 1%
adalah 13,667 CFU/ml, dengan standar deviasi 6,257 (13,667 ± 6,257).
4. Rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur dengan normal saline 0,9%
adalah 55,416 CFU/ml, dengan standar deviasi 21,997 (55,416 ± 21,997).
6.2 Saran
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya.
2. Dalam penelitian ini hanya menggunakan sampel yang memiliki kesehatan gigi dan rongga mulut yang baik, maka itu untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel yang memiliki kesehatan gigi dan rongga mulut yang kurang baik untuk melihat perbedaan jumlah koloni bakterinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suleh MM, Wowor VNS, Mintjelungan CN. Pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada tindakan ekstraksi gigi di rumah sakit dan mulut PSPDG FK UNSRAT. J e-Gigi 2015; 3(2): 587-94.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013: 118.
3. Kosutic D et al. Preoperative antiseptics in clean/contaminated maxillofacial and oral surgery: Prospective randomize study. Int J Oral Maxillofaci Surg. 2009;38: 160-1.
4. Parthasarathi K, Smith A, Chandu A. Factors affecting incidence of dry socket: a prospective community-based study. J Oral Maxillofac Surg.
2011; 69: 1880-1884.
5. Passariello C, Puttini M, Iebba V, Pera P, Gigola P. Influence of oral conditions on colonization by highly toxigenic staphylococcus aureus strains. Oral Diseases. 2012; 18: 402–4.
6. Ohara-Nemoto Y, Haraga H, Kimura S, Nemoto TK. Occurrence of staphylococci in the oral cavities of healthy adults and nasal–oral trafficking of the bacteria. Journal of Medical Microbiology. 2008; 57: 95–
7.
7. Johnson NR, Kazoullis A, Bobinkas AM, Jones L, Hutmacher DW, Lynham A. Bacterial comparison of preoperative rinsing and swabbing for oral surgery using 0,2% chlorhexidine. Journal of Investigative and Clinical Dentistry. 2015; 6:193-6.
8. Dumitrescu A. Antibiotics and antiseptics in periodontal therapy. New York:Springer Heidelberg Dordrecht London New York, 2010: 205-27.
9. Najafi MH et al. Comparative study of 0.2% and 0.12% digluconate chlorhexidine mouth rinses on the level of dental staining and gingival indices. Dent Res. 2012; 9(3): 305–8.
10. Kapoor D, Kaur N, Nanda T. Efficacy of two different concentrations of chlorhexidine mouth-rinse on plaque re-growth. India J Dent.
2011;2(2):11-3.
11. Lachapelle JM et al. Antiseptics in the era of bacterial resistance: a focus on povidone iodine. Int J Surg. 2017; 4-8.
12. Kanagalingam J, Feliciano R, Hah JH, Labib H, Le TA, Lin JC. Practical use of povidone-iodine antiseptic in the maintenance of oral health and in the prevention and treatment of common oropharyngeal infection. Clin Prac. 2013; 10(5):579-89.
13. Bigliardi PL, Alsagoff SAL, El-Kafrawi HY, Pyon JK, Wa CTC, Villa MA. Povidone iodine in wound healing: A review of current concepts and practices. Int J Clin Pract. 2015; 69(11): 1247-56.
14. Andersson L, Kahnberg KE, Pogrel MA. Oral and maxillofacial surgery.
Chichester: Wiley-Blackwell, 2010: 145-53.
15. Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. Ed 2. New Delhi:
Mosby, 2013: 80-96.
16. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary of oral and maxillofacial
16. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary of oral and maxillofacial