EFEKTIVITAS PEMBERIAN OBAT KUMUR KLORHEKSIDIN DIGLUKONAT 0,12% DAN POVIDON IODIN 1% TERHADAP
KOLONI BAKTERI SEBAGAI TINDAKAN ASEPSIS DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
KARISHA HANNA S NIM: 140600136
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2018
Karisha Hanna S.
Efektivitas pemberian obat kumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1% terhadap koloni bakteri sebagai tindakan asepsis di departemen bedah mulut dan maksilofasial fakultas kedokteran gigi universitas sumatera utara.
xi + 40 halaman
Tindakan asepsis merupakan segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan infeksi dimana salah satu tindakannya adalah berkumur bahan antiseptik sebelum dilakukan perawatan. Bahan antiseptik biasanya digunakan untuk berkumur adalah klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan jumlah koloni bakteri di dalam rongga mulut setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan desain post test only with control group design dan teknik purposive sampling pada mahasiswa kepaniteraan klinik yang memiliki kesehatan gigi dan mulut yang baik.
Penelitian ini menggunakan tiga kelompok sampel yang terdiri dari 12 orang pada tiap kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol dengan normal saline 0,9%, kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur povidon iodin 1%. Responden diinstruksikan untuk berkumur selama 30 detik dan hasil kumuran ditampung kemudian diobservasi di dalam laboratorium untuk melihat jumlah koloni bakterinya.
Hasil penelitian dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney. Hasil menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan antara berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1% dimana klorheksidin diglukonat 0,12%
memiliki jumlah koloni yang paling rendah (p-value < 0,05).
Daftar Rujukan: 24 (2008-2017).
Faculty of Dentistry
Department of Oral and Maxillofacial Surgery 2018
Karisha Hanna S.
Efficacy of rinsing chlorhexidine digluconate 0,12% and povidone iodine 1%
on bacteria colonization as aseptic technique at department of oral and maxillofacial surgery.
Aseptic technique is a practice to prevent bacteria from entering human body that could cause infection. One of the practices is rinsing the mouth with antiseptic agent before treatment. Antiseptic agents that are usually used are chlorhexidine digluconate 0,12% and povidone iodine 1%.
xi + 40 pages
The purpose of this research is to compare chlorhexidine digluconate 0,12%
and povidone iodine 1% on total bacterial count after mouth rinsing. This was an experimental study with post-test only control group design approach. Purposive technique is applied to collect samples which are clinical students with good oral hygiene. In this study, sample were divided into 3 groups and each consisting of 12 people. Normal saline 0,9% was used as control group while chlorhexidine digluconate 0,12% and povidone iodine 1% was used as the treatment group. Each member performed mouth rinsing for 30 seconds and mouthrinses were collected by using sterile tube. Samples were then sent to the microbiology laboratory to be observed in order to count the number of bacterial colonizations.
The results were statistically analyzed using Kruskal Wallis and Mann-Whitney test. The comparison between chlorhexidine digluconate 0,12% and povidone iodine 1% showed a significant difference to the total bacteria count after mouth rinsing (p<0.05) and the chlorhexidine digluconate 0,12% group showed a greater mean reduction.
References: 24 (2008-2017).
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Di hadapan tim penguji skripsi
Pembimbing :
Isnandar, drg., Sp.BM
NIP: 19790225 200501 1 001
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 2 November 2018
TIM PENGUJI
KETUA : Indra Basar Siregar, drg., M.Kes ANGGOTA : 1. Isnandar, drg., Sp. BM
2. Hendry Rusdy, drg., M.Kes, Sp. BM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada ibunda tercinta Dra. Lisa Dumayanti Siregar dan ayahanda Ir. Ashari Syamsudin atas segala kasih sayang, doa dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak terlupakan, terima kasih kepada adikku Karina Hanna Afriaty dan kakakku Kak Murni yang selalu memberikan semangat dan dukungan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg, M.Kes, Sp. RKG(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg, Sp. BM selaku Plt. Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Isnandar, drg, Sp. BM selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, semangat dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Gema Nazri Yanti, drg, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
5. Mahasiswa kepanitraan klinik yang telah banyak membantu dalam melakukan penelitian di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Nasri selaku asisten laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang selalu membimbing dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.
7. Teman satu bimbingan (Mimi, Calvina, Elisabeth, Isra) dan seluruh teman- teman seperjuangan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan dukungan, bantuan, semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman stambuk 2014, terkhusus kepada Tiara, Dina, Nabila, Mimip, Sarah, Putri, Caca, Istaria dan Icut yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik yang membangun. Akhir kata dengan kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.
Medan, 24 Agustus 2018 Penulis
Karisha Hanna S 140600136
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN ...
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1 Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4 Hipotesis Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tindakan Asepsis ... 6
2.1.1 Perkembangan Tindakan Asepsis ... 6
2.1.2 Sterilisasi Instrumen ... 6
2.1.3 Persiapan Pasien ... 9
2.1.4 Persiapan Operator ... 10
2.2 Klorheksidin Diglukonat ... 11
2.2.1 Mekanisme Klorheksidin Diglukonat ... 12
2.2.2 Penggunaan Klorheksidin Diglukonat ... 13
2.2.3 Efek Samping Klorheksidin Diglukonat ... 14
2.2.4 Keamanan Klorheksidin Diglukonat ... 14
2.3 Povidon Iodin ... 14
2.3.1 Aktivitas Antimikrobial Povidon Iodin ... 15
2.3.2 Mekanisme Povidon Iodin ... 16
2.3.3 Penggunaan Povidon Iodin ... 16
2.4 Flora Normal Pada Rongga Mulut ... 17
2.5 Landasan Teori ... 19
2.5.1 Kerangka Teori ... 19
2.5.2 Kerangka Konsep ... 20
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 21
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21
3.3 Populasi dan Besar Sampel ... 21
3.3.1 Populasi Penelitian ... 21
3.3.2 Besar Sampel Penelitian ... 21
3.3.3 Kriteria Inklusi ... 22
3.3.4 Kriteria Eksklusi ... 22
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 23
3.4.1 Variabel Penelitian ... 23
3.4.1.1 Variabel Bebas ... 23
3.4.1.2 Variabel Terikat ... 23
3.4.1.3 Variabel Terkendali ... 23
3.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali ... 23
3.4.2 Definisi Operasional ... 23
3.5 Alat dan Bahan ... 24
3.5.1 Alat ... 24
3.5.2 Bahan ... 25
3.6 Prosedur Penelitian ... 25
3.6.1 Pengambilan Sampel ... 25
3.6.1 Pengambilan Sampel pada Kelompok Kontrol ... 25
3.6.2 Pengambilan Sampel pada Kelompok Setelah Berkumur Klorheksidin Diglukonat 0,12% ... 26
3.6.3 Pengambilan Sampel pada Kelompok Setelah Berkumur Povidon Iodin 1% ... 26
3.6.2 Sterilisasi ... 26
3.6.3 Preparasi Sampel ... 27
3.6.4 Pembiakan dan Perhitungan Sampel ... 27
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 28
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Jumlah Koloni Bakteri pada Kelompok Kontrol, Kelompok Berkumur Klorheksidin Diglukonat 0,12% dan Kelompok Berkumur Povidon Iodin 1% ... 29
4.2 Hasil Pengolahan dan Analisis Data ... 29
BAB 5 PEMBAHASAN ... 33
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 37 6.2 Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pemasangan kain penutup bedah ... 10 2. Persiapan operator memakai penutup kepala, masker, dan baju bedah ... 11 3. Pemakaian sarung tangan pada operator ... 11 4. Perbandingan jumlah koloni bakteri pada kelompok berkumur
klorheksidin diglukonat 0,12%, povidon iodin 1% dan normal saline
0,9% ... 32
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Flora normal yang sering ditemukan pada rongga mulut... 18 2. Variabel dan definisi operasional ... 23 3. Jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol, kelompok berkumur
klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur povidon iodin
1% ... 29 4. Hasil pengujian normalitas data ... 30 5. Hasil uji Kruskal-Wallis pada kelompok berkumur klorheksidin
diglukonat 0,12%, kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok
kontrol ... 30 6. Hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur klorheksidin
diglukonat 0,12% dan kelompok kontrol ... 31 7. Hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur povidon iodin 1% dan
kelompok kontrol ... 31 8. Hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur klorheksidin
diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur povidon iodin 1% ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Daftar Riwayat Hidup 2. Rincian Biaya Penelitian 3. Jadwal Penelitian
4. Ethical Clearance
5. Lembar Penjelasan kepada Subjek Penelitian 6. Informed Consent
7. Surat Keterangan Bebas Penelitian
8. Surat Keterangan Bebas Biaya Administrasi Penelitian 9. Hasil Pengolahan Data
10. Alat dan Bahan Penelitian 11. Sampel Penelitian
12. Proses Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan asepsis sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya infeksi silang, termasuk melakukan asepsis kepada pasien yang akan dilakukan perawatan.
Penelitian Suleh dkk menyatakan 60,26% dokter gigi sudah melakukan tindakan asepsis pada pasien sebelum dilakukan perawatan, termasuk perawatan dengan pencabutan gigi.1 Pencabutan gigi merupakan salah satu perawatan yang paling sering dilakukan dalam kedokteran gigi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menyatakan indeks DMFT di Indonesia sebesar 4,6 dimana dengan indeks 2,9 menyatakan gigi sudah dicabut. Hal ini menandakan bahwa masih tingginya perawatan dengan melakukan pencabutan gigi di Indonesia dibandingkan dengan perawatan dengan penambalan.2
Tinggi risiko terjadinya infeksi dalam prosedur perawatan gigi dan mulut yang bersifat invasif. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah bakteri yang ada di dalam rongga mulut sehingga sedikit kemungkinan untuk mencapai kondisi yang aseptik. Analisa mikrobiologi kuantitatif menunjukkan bahwa luka yang terkontaminasi oleh bakteri yang berada di dalam rongga mulut merupakan penyebab infeksi yang biasanya terjadi pada saat pasca pembedahan. Flora normal pada rongga mulut beragam dan terdiri dari bakteri anaerob dan aerob dengan koloni 107-108 per 1 ml saliva.3
Apabila tindakan asepsis tidak dilakukan dengan baik, akan ada kemungkinan terjadi infeksi. Parthasarathi dkk menyatakan prevalensi terjadinya alveolar osteitis setelah tindakan pencabutan gigi adalah 3% sampai 5%.4 Walaupun peluangnya kecil, tetapi hal tersebut tetap menjadi fokus utama bagi dokter gigi untuk mencegah terjadinya komplikasi infeksi tersebut. Infeksi dapat meluas dari infeksi oral hingga invasi ke dalam tubuh. Salah satu contoh penyebab infeksi adalah bakteri Stafilokokus aureus yang merupakan salah satu flora normal yang ada pada rongga
mulut. Stafilokokus aureus sekarang menjadi perhatian di dunia medis.5 Ohara- Nemoto dkk mengatakan bahwa insidensi bakteremia endokarditis yang disebabkan oleh spesies Stafilokokus semakin tinggi.6
Teknik asepsis pada pasien dengan cara berkumur bahan antiseptik lebih dipercaya memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan cara pengolesan.
Johnson dkk menyatakan dengan berkumur klorheksidin memiliki hasil yang signifikan dalam penurunan jumlah bakteri dibandingkan dengan cara mengoleskan klorheksidin pada daerah kerja saja. Hal ini disebabkan karena dengan cara berkumur dapat menjangkau seluruh daerah di dalam rongga mulut yang sulit dijangkau dengan cara pengolesan.7
Salah satu bahan antiseptik yang paling sering digunakan dalam tindakan asepsis adalah klorheksidin karena klorheksidin memiliki sifat bakteriostatik dan bakterisidal yang berpengaruh pada bakteri patogen di dalam rongga mulut dan tidak resisten terhadap bakteri. Salah satu turunan dari klorheksidin adalah klorheksidin diglukonat. Menurut Najafi dan Dumitrescu, konsentrasi klorheksidin yang sering digunakan adalah 0,12%, 0,2% dan 0,1%.8,9 Berdasarkan penelitian Kapoor dkk, klorheksidin diglukonat 0,12% menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah infeksi pada prosedur bedah mulut.10 Menurut penelitian Kosutic dkk didapat penurunan jumlah koloni bakteri anaerob sebesar 1865 kali sedangkan jumlah koloni bakteri aerobnya hanya sebesar 13 kali.3 Selain dapat menurunkan jumlah bakteri lebih banyak, klorheksidin diglukonat memiliki rasa yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan povidon iodin.
Povidon iodin juga menjadi salah satu bahan antiseptik yang sering digunakan dalam tindakan asepsis.8,11-13 Kanagalingam dkk membandingkan efektivitas antara antiseptik sediaan kumur berbahan povidon iodin, klorheksidin dan cetylpiridinium terhadap Stafilokokus aureus dan bakteri gram negatif yaitu Pseudomonas aeruginosa. Hasil membuktikan bahwa povidon iodin membunuh bakteri tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan kedua bahan lainnya dalam tiga puluh detik pertama setelah pemaparan dan povidon iodin juga efektif dalam membunuh Enterokokus faecium dan Streptokokus mutans.12 Selain itu, hasil penelitian Kosutic menyatakan
bahwa terdapat penurunan jumlah koloni bakteri yang cukup signifikan setelah berkumur dengan povidon iodin pada golongan bakteri anaerob yaitu sebesar 245 kali pada koloni bakteri aerob dan 867 kali pada koloni bakteri anaerob.3
Penggunaan bahan antiseptik sebagai tindakan asepsis di bedah mulut dan maksilofasial masih diperdebatkan. Banyak penelitian melaporkan bahwa tindakan tersebut dapat menurunkan jumlah bakteri di dalam rongga mulut selama tindakan operasi berlangsung, tetapi banyak ahli bedah tidak merasa yakin dengan efek pemberian antiseptik sebelum operasi dapat menurunkan insidensi infeksi setelah operasi.3 Menurut Summers dkk, hanya sekitar 46% ahli bedah yang melaporkan adanya pengurangan koloni bakteri dimana 35% diantaranya memberi efek yang baik selama operasi bedah berlangsung setelah dilakukannya asepsis pada pasien terlebih dahulu.7 Lalu, sedikit penelitian yang melihat efek berkumur dengan bahan antiseptik sebelum dilakukannya tindakan bedah, khususnya untuk prosedur bedah yang menggunakan anastesi lokal. Berdasarkan penelitian sebelumnya, penulis tertarik untuk membuktikan terdapat penurunan jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1% sebagai tindakan asepsis di bidang bedah mulut dan maksilofasial.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah ada perbedaan jumlah koloni bakteri setelah berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1% dibanding pasien yang tidak diberi perlakuan obat kumur?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan jumlah koloni bakteri di dalam rongga mulut setelah berkumur dengan bahan antiseptik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah koloni bakteri di dalam rongga mulut setelah berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12%.
2. Untuk mengetahui jumlah koloni bakteri di dalam rongga mulut setelah berkumur dengan povidon iodin 1%.
3. Untuk mengetahui jumlah koloni bakteri di dalam rongga mulut setelah berkumur dengan normal saline 0,9%.
1.4 Hipotesis Penelitian H0
1. Tidak terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri setelah berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% dibandingkan dengan berkumur normal saline 0,9%.
2. Tidak terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri setelah berkumur dengan povidon iodin 1% dibandingkan dengan berkumur normal saline 0,9%.
3. Tidak terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri setelah berkumur antara klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
4. Tidak terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri setelah berkumur dengan normal saline 0,9%, klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
Ha
1. Terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri setelah berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% dibandingkan berkumur dengan normal saline 0,9%.
2. Terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri setelah berkumur dengan povidon iodin 1% dibandingkan berkumur dengan normal saline 0,9%.
3. Terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri setelah berkumur antara klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
4. Terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri setelah berkumur dengan normal saline 0,9%, klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumbangan atau kontribusi bagi pengemban ilmu pengetahuan dan penerapannya, khususnya dalam bidang kedokteran gigi.
2. Penelitian dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan bahan antiseptik sebagai tindakan asepsis untuk menghindari infeksi.
3. Penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada petugas kesehatan khususnya dokter gigi dalam memilih bahan antiseptik yang tepat pada pasien.
4. Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi yang benar dalam pertimbangan pemilihan bahan antiseptik klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1% sebagai bahan asepsis pada pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tindakan Asepsis
2.1.1 Perkembangan Tindakan Asepsis
Seiring perkembangan zaman, banyak timbul pertanyaan mengapa perlu memakai penutup kepala, masker dan sepatu bedah saat pembedahan. Penelitian terdahulu menunjukkan penggunaan masker saat pembedahan dalam jangka waktu yang lama dapat menjadi media pertumbuhan bakteri dari saliva dan sekresi hidung operator, sehingga terdapat kemungkinan pasien terkontaminasi dengan bakteri yang berasal dari masker operator. Bahkan sebelum berkembangnya tindakan asepsis dalam bekerja, dokter gigi pada saat melakukan pembedahan minor seperti pencabutan gigi tidak menggunakan sarung tangan, penutup kepala dan masker tetapi hanya menggunakan baju bedah saja sebagai alat proteksi diri.14
Telah terjadi perubahan semenjak ditemukannya banyak jenis virus dan bakteri patogen pada awal tahun 1980 seperti virus hepatitis B, hepatitis C, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) sehingga pemikiran untuk tidak memakai alat proteksi diri sudah ditinggalkan.14 Oleh karena itu, dokter gigi mulai memakai sarung tangan, penutup kepala dan masker untuk menghindari terjadinya infeksi silang.
2.1.2 Sterilisasi Instrumen
Sterilisasi merupakan suatu proses dimana suatu objek, permukaan instrumen atau media bebas dari mikroorganisme. Sebelum dilakukan sterilisasi, instrumen harus dibersihkan dari darah atau debris agar semua permukaan instrumen berkontak dengan bahan sterilisasi.
Terdapat dua cara dalam melakukan sterilisasi yaitu:14-18 1. Cara Fisis
Cara fisis digunakan untuk instrumen yang bersifat tahan terhadap panas.
Berikut beberapa cara fisis untuk sterilisasi instrumen:
a. Sinar Matahari
Cara ini merupakan cara yang alami dalam membasmi bakteri karena kandungan ultraviolet yang ada pada cahaya matahari.
b. Pengeringan
Cara ini sangat tidak direkomendasikan karena pada dengan metode pengeringan spora jamur tidak terpengaruhi.
c. Pemanasan
Cara pemanasan dikenal cepat, baik efektivitasnya, murah dan tidak menggunakan bahan kimia. Dengan menggunakan temperatur di atas temperatur pertumbuhan mikroba akan terjadi perubahan biokimia pada molekul organik pada membran sel mikroba sehingga menyebabkan matinya mikroba tersebut. Pemanasan juga dapat mengeringkan air yang dapat menjadi media pertumbuhan mikroba.
Terdapat dua cara pemanasan, yaitu pemanasan kering dan pemanasan lembab.
Pemanasan kering dapat menimbulkan efek letal pada mikroba karena proses mengubah protein dari reaksi oksidasi sehingga membentuk lingkungan internal yang kering. Contoh dari cara pemanasan kering adalah dengan metode pembakaran, insinerasi dan uap panas. Pemanasan lembab menimbulkan efek letal pada mikroba karena proses denaturasi protein dimana proses tersebut dapat menghancurkan ikatan kimiawi pada protein tersebut. Contoh dari cara pemanasan lembab adalah pasteurisasi, perebusan, pemanasan dengan uap bertekanan rendah.
d. Filtrasi
Cara ini bersifat mekanis dengan proses penyaringan mikroba dari sebuah larutan. Mikroba akan tersaring dalam sebuah filter seiring larutan tersebut mengalir melewati filter tersebut. Contoh dari cara filtrasi adalah dengan menggunakan membran dan alas asbestos.
e. Radiasi
Terdapat dua tipe sterilisasi dengan cara radiasi, yaitu dengan ionizing dan non- ionizing. Tipe ionizing menggunakan energi dengan panjang gelombang yang rendah yaitu dengan sinar X dan sinar γ, sedangkan pada tipe non-ionizing menggunakan
energi dengan panjang gelombang yang tinggi yaitu sinar inframerah dan radiasi ultraviolet.
f. Getaran ultrasonik dan sonik
Cara ini kurang dianjurkan untuk digunakan dalam proses sterilisasi walaupun terbukti mempunyai kekuatan bakterisidal. Hal ini disebabkan karena hasilnya dalam membunuh mikroba bervariasi disebabkan karena sensitivitas pada setiap mikroba berbeda-beda sehingga masih dapat ditemukan mikroba setelah dilakukannya proses sterilisasi.
2. Cara Kemis
Cara kemis digunakan untuk instrumen yang bersifat tidak tahan terhadap panas. Berikut beberapa cara kemis untuk sterilisasi instrumen:
a. Alkohol
Alkohol merupakan antiseptik yang efektif pada kulit dan disinfektan yang baik untuk instrumen medis. Pada instrumen medis biasanya digunakan etanol karena sifatnya yang dapat mendenaturasi protein dan menghancurkan lemak pada mikroba yang dapat menimbulkan efek letal pada mikroba. Selain itu etanol merupakan bahan yang bersifat dehidrasi tinggi.
b. Aldehid
Terdapat dua jenis aldehid yang digunakan sebagai bahan disinfeksi yaitu formaldehid dan glutaraldehid. Formaldehid dalam bentuk gas digunakan untuk sterilisasi perlengkapan bedah, baju bedah dan instrumen medis yang dikeluarkan dalam ruangan tertutup. Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang maksimal harus didiamkan selama 12 jam. Namun, formaldehid meninggalkan residu sisa setelah sterilisasi sehingga sebelum pemakaiannya perlu dicuci terlebih dahulu. Glutaraldehid dalam bentuk cairan merupakan bahan disinfeksi yang paling efektif. Molekulnya yang kecil menghancurkan sel mikroba dalam waktu 10 sampai 30 menit dan 10 jam untuk menghancurkan spora. Oleh karena itu, glutaraldehid efektif dalam membasmi jamur, virus, dan tubercle bacilli.
c. Biguanid
Bahan disinfeksi golongan biguanid yang sering digunakan dalam sterilisasi adalah klorheksidin karena sifatnya yang memiliki ikatan ion dengan membran sel bakteri.
d. Halogen
Terdapat dua jenis bahan disinfeksi golongan halogen yang sering digunakan dalam sterilisasi yaitu klorin dan iodin. Klorin bersifat efektif terhadap mikroorganisme berspektrum luas, termasuk bakteri gram positif, bakteri gram negatif, virus, jamur dan protozoa tetapi tidak pada spora. Pada iodin, iodin memiliki ukuran atom yang lebih besar daripada klorin sehingga bersifat lebih germisidal dan reaktif.
2.1.3 Persiapan Pasien
Pasien dianjurkan melakukan profilaksis oral sebelum dilakukan ekstraksi yaitu berkumur dengan antiseptik seperti klorheksidin untuk mengurangi jumlah bakteri pada daerah kerja. Setelah itu, operator melakukan disinfeksi pada daerah kerja.14,17 Kulit di sekitar rongga mulut dan mukosa rongga mulut pasien didisinfeksi dengan menggunakan antiseptik. Kemudian daerah non-kerja ditutup dengan tiga kain penutup bedah steril berukuran 80 x 80 cm. Kain penutup bedah steril pertama diletakkan pada sandaran kepala dan punggung pada dental unit dan kain penutup bedah steril kedua dilipat menjadi bentuk segitiga diletakkan diatas kain penutup bedah pertama. Dasar dari bentuk segitiga kain penutup bedah kedua menghadap ke bawah yang ditempatkan pada tengkuk leher pasien. Ujung lateral dari kain penutup bedah yang berbentuk segitiga menutupi kepala sampai hidung dan dijepit dengan towel clamp. Kain penutup bedah ketiga dilebarkan sepanjang dada dan leher pasien kemudian dijepit pada sisi kain penutup bedah yang berbentuk segitiga dengan menggunakan dua towel clamp, sehingga hanya meninggalkan area hidung, mulut dan batas inferior mandibular sebagai daerah kerja bedah seperti gambar 1.17
Gambar 1. Pemasangan kain penutup bedah 17
2.1.4 Persiapan Operator
Persiapan operator penting dilakukan sebelum memulai prosedur pembedahan seperti mencuci tangan dengan antiseptik dan menggunakan baju bedah. Operator juga perlu menggunakan sepatu bedah, penutup kepala bedah dan masker seperti pada gambar 2.14-18
Prosedur disinfeksi dimulai dengan mencuci tangan dengan sabun yang mengandung bahan antiseptik. Setelah mencuci tangan, operator menggunakan baju bedah yang dibantu dengan asisten operator dan memakai sarung tangan bedah seperti gambar 3. 14-18
Gambar 2. Persiapan operator memakai penutup kepala, masker dan baju bedah 17
Gambar 3. Pemakaian sarung tangan pada operator 17
2.2 Klorheksidin Diglukonat
Klorheksidin diglukonat merupakan bentuk garam dari klorheksidin yang merupakan golongan biguanid dan masuk ke dalam klasifikasi antiseptik yang bermolekul besar.8,12 Klorheksidin tidak mampu penetrasi ke dalam saluran membran
bakteri atau porin sehingga harus diadsorpsi ke dalam membran bakteri dengan menggunakan kemampuan bakteriostatik dan bakterisidalnya. Selain itu, bentuk garam dari klorheksidin seperti klorheksidin diglukonat sering digunakan dalam bidang kesehatan karena kemampuannya yang mampu larut dalam air sehingga dapat menghantarkan molekul lebih efektif.9
Klorheksidin diglukonat memiliki spektrum luas terhadap aktivitas antimikrobial seperti bakteri gram positif dan gram negatif, jamur dan virus lipofilik.
Aktivitas antimikrobialnya akan semakin besar pada kondisi basa dibandingkan dengan kondisi asam.8,9
2.2.1 Mekanisme Klorheksidin Diglukonat
Klorheksidin merupakan molekul dikationik yang besar dengan muatan positif yang terdistribusi ke seluruh atom nitrogen yang terletak pada rantai heksametilen.
Dengan demikian, klorheksidin memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi permukaan yang negatif seperti membran sel bakteri dan teradsorpsi sangat kuat pada senyawa fosfat. Hal ini menghalangi integritas membran sel bakteri dan klorheksidin tertarik ke dalam membran sel. Klorheksidin berikatan dengan fosfolipid yang ada di dalam membran sel, dimana akan meningkatkan permeabilitas membran sel dan pengurangan komponen yang mengandung berat molekul yang rendah seperti ion kalium.8 Rantai diglukonat dari klorheksidin diglukonat sendiri mempermudah penghantaran molekul dari klorheksidin karena sifatnya yang lebih mudah larut dalam air.9
Klorheksidin berikatan dengan permukaan yang berbeda pada mulut seperti gigi dan mukosa juga pelikel dan saliva. Contohnya, setelah berkumur dengan klorheksidin, aksi antibakteri akan muncul 5 jam kemudian setelah pemaparan dan akan bertahan dalam 12 jam ke depan. Dengan demikian, klorheksidin mampu berikatan dengan elemen yang bermuatan negatif yang ada pada rongga mulut selama beberapa jam ke depan. Hal ini ditandai dengan adanya aktivitas bakteriostatik dari klorheksidin. 8-10
2.2.2 Penggunaan Klorheksidin Diglukonat Berikut beberapa sediaan klorheksidin diglukonat:8,9 1. Sediaan Kumur
Larutan klorheksidin diglukonat dengan konsentrasi 0,12% dan 0,2% tersedia dan banyak beredar di pasaran. Larutan yang optimum diterima pada rongga mulut adalah sekitar 20 mg klorheksidin, dimana ukuran ini ekivalen dengan 10 ml dari 0,2% atau 15 ml dari 0,12% larutan klorheksidin diglukonat untuk pemakaian dua kali sehari. Pengurangan komposisi dari standar komposisi tersebut berefek pada pengurangan efektivitas dari klorheksidin diglukonat tersebut dalam aktivitas bakteriostatik dan bakterisidalnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya, klorheksidin diglukonat 0,12% memiliki sifat antiplak yang signifikan.
2. Sediaan Jel
Keefektifan klorheksidin diglukonat sediaan jel sulit dijelaskan dalam aksi bakteriostatik. Jel tidak bisa penetrasi semudah sediaan larutan. Hal ini bisa saja disebabkan karena pengaruh tersapunya jel disaat menyikat gigi.
3. Sediaan Semprot
Sediaan semprot mengandung 0,1% dan 0,2% klorheksidin diglukonat yang secara komersial tersedia di beberapa negara. Francetti mengungkapkan efisiensi klorheksidin sediaan semprot pada kontrol plak pascabedah mirip dengan klorheksidin sediaan kumur.
Namun, insidensi stain pada gigi lebih rendah pada klorheksidin sediaan spray.
Efek ini mungkin berhubungan dengan cara pemaparan klorheksidin, dimana dosis yang diterima akan lebih rendah dibandingkan dengan sediaan kumur. Selain itu, klorheksidin sediaan semprot berguna pada pasien yang mengalami cacat fisik dan mental.
4. Sediaan Pasta
Efektivitas klorheksidin sediaan pasta masih diragukan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa beberapa masalah seperti inaktivasi oleh bahan-bahan anion pada sediaan pasta, hambatan untuk retensi bahan pada rongga mulut dan konsentrasi 1%
dan 4% klorheksidin pada pasta diformulasikan tidak memiliki interaksi antara klorheksidin dan bahan-bahan anion atau kation.
2.2.3 Efek Samping Klorheksidin Diglukonat
Efek samping penggunaan klorheksidin diglukonat yang dilaporkan adalah timbulnya stain pada gigi, pengecapan yang buruk, memiliki rasa yang tidak menyenangkan, erosi mukosa dan pembesaran kelenjar parotid. Hipogeusia juga dapat terjadi karena pemakaian klorheksidin diglukonat, terutama pada rasa asin dan pahit. 8,9
Beberapa tahap terjadinya stain karena klorheksidin adalah:8
1. Degradasi molekul klorheksidin untuk melepaskan parakloroanilin 2. Katalisis menjadi reaksi Maillard
3. Denaturasi protein dengan pembentukan logam sulfida 4. Pengendapan kromogen anion
2.2.4 Keamanan Klorheksidin Diglukonat
Para ahli menyarankan untuk menggunakan klorheksidin diglukonat 0,12%
dalam sediaan kumur tidak lebih dari 1 menit dalam dua kali sehari untuk mencegah terjadinya hipogeusia.8
2.3 Povidon Iodin
Povidon iodin adalah salah satu jenis antiseptik yang merupakan golongan halogen dan masuk ke dalam klasifikasi antiseptik yang bermolekul kecil. Molekul kecil seperti diiodin yang berasal dari povidon iodin mampu penetrasi ke dalam saluran membran bakteri atau porin dan menghasilkan oksidasi protein bersama dengan sitoplasma bakteri.8,12
Povidon iodin memiliki spektrum luas terhadap aktivitas antimikrobial dan kurang resisten terhadap bakteri. Povidon iodin memiliki aktivitas antimikrobial yang cukup besar terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, jamur, protozoa dan spora juga berbagai virus.12
2.3.1 Aktivitas Antimikrobial Povidon Iodin
Berikut beberapa aktivitas antimikrobial povidon iodin:12 1. Aktivitas Bakterisidal
Dalam penelitian penggunaan obat kumur pada relawan yang sehat, povidon iodin memiliki aktivitas bakterisidal yang lebih tinggi terhadap Stafilokokus aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA) dan Pseudomonas aeruginosa dibandingkan dengan benzetonium klorida dan klorheksidin glukonat. Povidon iodin dalam penelitian in vitro efektif dalam membasmi Enterokokus faecium, Stafilokokus koagulase negatif, dan berbagai strain Mikobakterium.
2. Aktivitas Virusidal
Povidon iodin dilaporkan memiliki aktivitas virusidal yang tinggi. Pada penelitian in vitro, obat kumur povidon iodin ditemukan mampu menginaktivasi panel virus diantaranya adenovirus, campak, rotavirus, rhinovirus, virus herpes simplex, rubella, dan influenza. Selain itu, ada beberapa penelitian menyatakan dengan menggunakan povidon iodin sediaan kumur dan semprot pada tenggorokan memiliki aktivitas virusidal yang cepat terhadap strain patogen yang berat (H5N1) dan strain patogen yang rendah (H5N3, H7N7, dan H9N2) hanya dengan masa inkubasi selama 10 detik.
3. Aktivitas Fungisidal
Povidon iodin juga menunjukkan aktivitas fungisidal yang tinggi terhadap spesies kandida secara in vitro dengan waktu 10-120 detik setelah pemaparan.
Kandida albikans merupakan patogen oportunistik yang dapat menyebabkan terjadinya jamur dan orofaringeal kandidiasis yang biasanya menjadi manifestasi oral pada pasien yang menderita HIV/AIDS, dimana ia akan membutuhkan perawatan yang mahal untuk pengobatan antijamur. Povidon iodin dilaporkan memiliki efektivitas yang tinggi terhadap jamur jenis spesies tersebut dan mengurangi biaya medis yang berhubungan dengan antijamur.
2.3.2 Mekanisme Povidon Iodin
Bagian yang aktif dari povidon iodin yaitu iodin bebas dilepas. Povidon itu sendiri tidak memiliki kemampuan antimikrobial tetapi mengantar iodin bebas ke membran sel target. Iodin bebas tersebut memediasi oksidasi amino, thiol dan gugus fenol hidroksil yang ada pada asam amino dan nukleotida. Iodin bebas juga berikatan dengan kuat dengan ikatan ganda asam lemak tak jenuh dan organel membran.
Povidon iodin berinteraksi dengan membran sel bakteri sehingga membentuk celah yang bersifat sementara atau permanen. Hal ini menyebabkan hilangnya komponen sitoplasma dan deaktivasi enzim.Selain itu povidon iodin mampu menggumpalkan asam nukleat tanpa menghancurkan membran sel.8,12
Iodin bebas yang sudah lepas digantikan oleh iodin yang berikatan dengan povidon.12 Konsentrasi iodin bebas menentukan aksi antimikroba dari povidon iodin.
Keterpaparan povidon iodin dapat merusak sitosol dan asam nukleat bakteri, menghalangi terbentuknya eksotoksin, endotoksin dan enzim-enzim yang merusak jaringan dan merusak membran sel pada jamur.8,12 Pada penelitian terhadap virus, mikrografi elektron menunjukkan iodin bebas dari povidon iodin mendegenerasi nukleoprotein pada virus. Selain itu, iodin juga membasmi radikal bebas oksigen sehingga ia bisa bertindak sebagai agen antiinflamasi. Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa efektivitas povidon iodin terhadap aktivitas antimikrobial bertahan selama 4 jam setelah pemaparan.12
2.3.3 Penggunaan Povidon Iodin
Povidon iodin tersedia dalam berbagai konsentrasi, yaitu 10%, 7,5% dan 1%
dalam sediaan kumur dan 0,45% dalam sediaan jel yang disesuaikan dengan kebutuhan.12,13 Regimen dan lama pemakaian povidon iodin bergantung pada kondisi yang akan dirawat. Untuk mencapai hasil yang diinginkan, konsentrasi larutan dan lama keterpaparan harus diseimbangkan. Pada umumnya, berkumur dengan 10-15 ml dengan povidon iodin yang tidak diencerkan selama 30 detik merupakan hal yang tepat untuk perawatan dan pencegahan radang tenggorokan dan sebagai tindakan profilaksis sebelum, selama dan sesudah bedah. Berkumur selama 2 menit disarankan
untuk perawatan lesi pada mukosa rongga mulut dan pada yang mengalami oral mukositis disarankan untuk berkumur selama 3 menit. 12
Povidon iodin juga bisa digunakan sebagai tindakan profilaksis sehari-hari, dimana berkumur selama 30 detik sebanyak 10-15 ml larutan povidon iodin yang diencerkan. Pada konsentrasi 10% dianjurkan untuk mengencerkannya dengan air dengan rasio 1:10 agar mencegah terjadinya asidosis atau disfungsi pada tiroid.12
2.3.4 Keamanan Povidon Iodin
Penggunaan povidon iodin dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan disfungsi tiroid, tetapi kasus tersebut jarang ditemukan. Penelitian sebelumnya menyatakan obat kumur povidon iodin digunakan empat kali sehari untuk jangka waktu yang singkat (dua minggu) atau sekali dalam sehari untuk pemakaian dalam jangka waktu yang lama tidak akan mengakibatkan efek samping pada fungsi tiroid.
Walaupun begitu, peningkatan serum tiroid dalam menstimulasi hormon dapat terjadi dengan pemakaian povidon iodin dalam jangka waktu yang lama.12,13
Povidon iodin tidak dianjurkan untuk digunakan pada yang penderita hipertiroidisme dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan tiroid. Penggunaan povidon iodin dibolehkan pada ibu hamil dan ibu menyusui jika diperlukan dalam dosis yang minimal. Povidon iodin tidak memberi efek samping pada anak-anak untuk kesehatan gigi dan mulut dan pada umumnya diketahui povidon iodin lebih ditoleransi pada anak-anak dua puluh kali dibandingkan dengan antiseptik lainnya.12
2.4 Flora Normal Pada Rongga Mulut
Di dalam rongga mulut banyak terdapat populasi mikroorganisme karena membran mukosa pada rongga mulut basah dan hangat. Hal ini merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Bakteri yang ditemukan pada rongga mulut biasanya dalam golongan laktobasilus dan streptokokus.19,20 Streptokokus dan Stafilokokus biasanya dapat berkembang menjadi patogen apabila kondisi di dalam rongga mulut tidak seimbang.20
Berikut merupakan beberapa bakteri yang biasanya ditemukan di dalam rongga mulut:
Tabel 1. Flora normal yang sering ditemukan pada rongga mulut 20
Mikroorganisme Rentangan Insidens (%)
Staphylococcus aureus (koagulase positif)
10-35
Streptococcus mitis 100
Streptococcus sanguis 100
Streptococcus mutans 100
Streptococcus salivarius 100
2.5 Landasan Teori 2.5.1 Kerangka Teori
Sterilisasi instrumen
Persiapan Pasien Persiapan Operator
Berkumur antiseptik
Iodin bebas berikatan asam amino, membran sel, dan menggumpalkan asam
nukleat pada bakteri Klorheksidin
diglukonat 0,12%
Povidon Iodin 1%
Membentuk ikatan ion antara senyawa fosfat dengan muatan
negatif pada membran sel bakteri
Efek bakteriostatik dan bakterisidal
Mengurangi jumlah bakteri di dalam rongga mulut Tindakan Asepsis
2.5.2 Kerangka Konsep
Berkumur Klorheksidin
Diglukonat 0,12%
Povidon Iodin 1%
Jumlah bakteri rongga mulut Normal saline 0,9%
sebagai kontrol
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental laboratorium dengan desain penelitian Post Test Only With Control Group Design dan teknik pengambilan sampelnya dengan teknik purposive sampling.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan dilakukan pada periode Mei-Juli 2018.
3.3 Populasi dan Besar Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3.3.2 Besar Sampel Penelitian
Besar sampel penelitian dihitung dengan menggunakan rumus eksperimental laboratorium sederhana.21
(n - 1)(t - 1) > 15 (n - 1)(3 - 1) > 15
(n - 1) 2 > 15 (n - 1) > 7,5
n > 8,5
Keterangan:
n = besar sampel tiap kelompok t = jumlah perlakuan
Dalam penelitian ini didapat besar sampel minimum adalah 8,5 untuk tiap kelompok. Selanjutnya besar sampel dilakukan pembulatan ke atas menjadi 9.
Mengingat bahwa terdapat kehilangan kontrol terhadap sampel, maka besar sampel ditambah 10% menjadi 10 sampel per perlakuan. Maka jumlah sampel pada penelitian ini minimal sebesar 30.
Dalam penelitian ini didapat besar sampel adalah 36 untuk tiap kelompok dimana sampel dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol berkumur dengan normal saline 0,9%, kelompok berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur dengan povidon iodin 1%.
3.3.3 Kriteria Inklusi
1. Mahasiswa di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara 2. Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian
3. Memiliki kesehatan gigi dan mulut yang baik 4. Tidak kompromis medis
3.3.4 Kriteria Eksklusi 1. Terdapat karies
2. Terdapat lesi pada rongga mulut 3. Terdapat penyakit periodontal 4. Terdapat abses
5. Menggunakan kawat gigi 6. Menggunakan protesa gigi
7. Alergi terhadap klorheksidin diglukonat dan povidon iodin
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian
3.4.1.1 Variabel Bebas
1. Klorheksidin diglukonat 0,12%
2. Povidon iodin 1%
3. Normal saline 0,9%
3.4.1.2 Variabel Terikat
Jumlah koloni bakteri rongga mulut.
3.4.1.3 Variabel Terkendali 1. Durasi berkumur
2. Volume larutan berkumur 3. Saliva
3.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali Mikroorganisme di luar rongga mulut.
3.4.2 Definisi Operasional
Tabel 2. Variabel dan definisi operasional No. Variabel
Bebas
Definisi Operasional
Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Klorheksidi
n
diglukonat 0,12%
Bentuk garam dari klorheksidin dengan konsentrasi 0,12% yang merupakan
golongan biguanid dimana aktivitas bakterisidalnya dengan membentuk ikatan ion dengan membran sel mikroba
Konsentrasi 0,12%
2.
3.
Povidon iodin 1%
Normal saline 0,9%
Bahan antiseptik golongan halogen dengan konsentrasi 1% dimana
aktivitas bakterisidalnya terbentuk dengan cara melepaskan iodin dengan membran sel mikroba Larutan NaCl dengan konsentrasi 0,9% yang isotonik dengan sel tubuh manusia
- Konsentrasi 1%
Konsentrasi 0,9%
Nominal
No Variabel Terikat
Definisi Operasional
Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Jumlah
koloni bakteri rongga mulut
Kuantitas bakteri yang berada di dalam rongga mulut
Observasi Rata-rata jumlah bakteri dalam satuan colony- forming units per millilitre (CFU/ml)
Rasio
3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat
1. Pipet ukur 2. Tabung reaksi
3. Tabung penampung steril 4. Colony counter
5. Stopwatch 6. Cawan petri
7. Inkubator 8. Mikropipet 9. Autoklaf 10. Gelas ukur 11. Oven
12. Gelas plastik
4.5.2 Bahan
1. Klorheksidin diglukonat 0,12%
2. Povidon iodin 1%
3. Normal saline 0,9%
4. Media Plate Count Agar 5. Alkohol 70%
6. Spiritus 7. Air mineral
3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Pengambilan Sampel
3.6.1.1 Pengambilan Sampel pada Kelompok Kontrol
Tahap pengambilan sampel pada kelompok kontrol adalah sebagai berikut:7 1. Subjek penelitian didudukkan di kursi gigi.
2. Lakukan profilaksis dengan berkumur air mineral.
3. Siapkan normal saline 0,9% 15 ml pada gelas plastik.
4. Instruksikan pada subjek penelitian untuk berkumur normal saline 0,9%
yang sudah disediakan selama 30 detik.
5. Hasil kumuran ditampung dalam tabung penampung steril.
3.6.1.2 Pengambilan Sampel pada Kelompok Berkumur Klorheksidin Diglukonat 0,12%
Tahap pengambilan sampel pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% adalah sebagai berikut:7
1. Subjek penelitian didudukkan di kursi gigi.
2. Lakukan profilaksis dengan berkumur air mineral.
3. Siapkan klorheksidin diglukonat 0,12% 15 ml pada gelas plastik.
4. Instruksikan pada subjek penelitian untuk berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% yang sudah disediakan selama 30 detik.
5. Hasil kumuran ditampung dalam tabung penampung steril.
3.6.1.3 Pengambilan Sampel pada Kelompok Berkumur Povidon Iodin 1%
Tahap pengambilan sampel pada kelompok berkumur povidon iodin 1% adalah sebagai berikut:7
1. Subjek penelitian didudukkan di kursi gigi.
2. Lakukan profilaksis dengan berkumur air mineral.
3. Siapkan povidon iodin 1% 15 ml pada gelas plastik.
4. Instruksikan pada subjek penelitian untuk berkumur povidon iodin 1% yang sudah disediakan selama 30 detik.
5. Hasil kumuran ditampung dalam tabung penampung steril.
3.6.2 Sterilisasi
Lakukan sterilisasi alat-alat dengan oven dan sterilisasi media Plate Count Agar dengan autoklaf juga sterilisasi ruangan dengan menggunakan alkohol 70% untuk menghindari kontaminasi dengan mikroorganisme luar.22,23
3.6.3 Preparasi Sampel
Prosedur preparasi untuk tiap sampel dari kelompok kontrol, kelompok berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur dengan povidon iodin 1% adalah sama yaitu dengan prosedur berikut ini: 23
1. Siapkan enam buah tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan NaCl 0,9% pada tiap tabung reaksi.
2. Ambil hasil kumuran 1 ml dengan menggunakan mikropipet dan lakukan pengenceran dengan mencampurkan 1 ml hasil kumuran dengan 9 ml larutan NaCl 0,9% pada tabung pertama.
3. Homogenkan campuran tersebut.
4. Lakukan pengenceran berikutnya pada tabung reaksi kedua dengan mencampurkan 1 ml larutan dari tabung reaksi pertama dengan 9 ml larutan NaCl 0,9% pada tabung reaksi kedua.
5. Lakukan pengenceran pada tabung reaksi ketiga dengan prosedur yang sama hingga di tabung reaksi keenam.
3.6.4 Pembiakan dan Perhitungan Sampel
Prosedur pembiakan dan perhitungan untuk tiap sampel dari kelompok kontrol, kelompok berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur dengan povidon iodin 1% adalah sama yaitu dengan prosedur berikut ini: 22,23
1. Siapkan media Plate Count Agar 15 ml ke dalam cawan petri.
2. Letakkan 1 ml larutan hasil pengenceran dari tabung keenam di atas media Plate Count Agar yang berada di cawan petri.
3. Homogenkan campuran tersebut.
4. Inkubasi Plate Count Agar yang telah dihomogenkan dengan hasil pengenceran dari tabung keenam dengan inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.
5. Lakukan perhitungan jumlah koloni bakteri dengan menggunakan alat colony counter.
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
Data akan diolah menggunakan program Microsoft Excel dan analisa data dengan komputerisasi dengan perhitungan:
1. Uji One Way Anova apabila data terdistribusi normal dan apabila data tidak terdistribusi normal dilakukan perhitungan uji Kruskal-Wallis untuk melihat perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah berkumur dengan normal saline 0,9%, klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
2. Uji t-independent apabila data terdistribusi normal dan apabila data tidak terdistribusi normal dilakukan perhitungan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah berkumur dengan klorheksidin diglukonat 0,12 % terhadap berkumur dengan normal saline 0,9%.
3. Uji t-independent apabila data terdistribusi normal dan apabila data tidak terdistribusi normal dilakukan perhitungan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah berkumur dengan povidon iodin 1% terhadap berkumur dengan normal saline 0,9%.
4. Uji t-independent apabila data terdistribusi normal dan apabila data tidak terdistribusi normal dilakukan perhitungan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah berkumur antara klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
Hasil pengolahan data dikatakan signifikan atau memiliki perbedaan nilai antara satu variabel dengan variabel lainnya apabila nilainya lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% (p-value < 0,05) dan data dikatakan tidak signifikan atau tidak memiliki perbedaan nilai antara satu variabel dengan variabel lainnya apabila nilainya lebih besar dari tingkat signifikansi 5% (p-value > 0,05).24
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Jumlah Koloni Bakteri pada Kelompok Kontrol, Kelompok Berkumur Klorheksidin Diglukonat 0,12% dan Kelompok Berkumur Povidon Iodin 1%
Pada tabel 3 berikut dapat dilihat jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol, kelompok setelah berkumur klorheksidin diglukonat dan kelompok setelah berkumur povidon iodin.
Tabel 3. Jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol, kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur povidon iodin 1%
Jumlah Koloni Bakteri (CFU/ml) Kelompok Kontrol
(normal saline 0,9%)
Kelompok Klorheksidin Diglukonat 0,12%
Kelompok Povidon Iodin 1%
108 66 46 46 45 56 53 42 32 32 54 85
2 1 2 4 1 2 7 4 2 6 4 3
21 13 14 7 6 9 8 9 21 21 12 23 4.2 Hasil Pengolahan dan Analisis Data
Pengujian normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel pada penelitian ini lebih kecil dari 50 sampel. Hasil uji normalitas menunjukkan data tidak terdistribusi normal karena terdapat dua kelompok yang tidak memenuhi kriteria normal yang artinya tidak memenuhi nilai signifikansi lebih dari 0,05 yaitu kelompok berkumur normal saline 0,9% dan kelompok berkumur povidon iodin 1% (tabel 4).
Tabel 4. Hasil pengujian normalitas data
Kelompok Berkumur n Hasil Uji Statistik
Kontrol (normal saline 0,9%)
Klorheksidin diglukonat 0,12%
Povidon iodin 1%
12 12 12
p = 0,045 p = 0,126 p = 0,075
Apabila data tidak terdistribusi normal, pengujian hipotesis dilanjutkan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk menguji lebih dari dua kelompok tidak berpasangan.
Hasil penelitian diperoleh rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% adalah 3,167 ± 1,898 CFU/ml, rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% adalah 13,667 ± 6,257 CFU/ml dan rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur normal saline 0,9% adalah 55,416 ± 21,997 CFU/ml. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%, kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol didapat nilai p = 0,001 dimana nilai p-value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%, kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol (tabel 5). Setelah melihat perbedaan diantara ketiga kelompok tersebut dilanjutkan analisis post hoc dengan uji Mann-Whitney untuk melihat antarkelompok mana yang memiliki perbedaan.
Tabel 5. Hasil uji Kruskal-Wallis pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%, kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol Kelompok
Jumlah koloni bakteri (rerata ±
SD)
n Hasil Uji Statistik Klorheksidin
diglukonat 0,12%
Povidon iodin 1%
Kontrol
3,167 ± 1,898 13,667 ± 6,257 55,416 ± 21,997
12 12 12
p = 0,001
Hasil penelitian diperoleh rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% adalah 3,167 ± 1,898 CFU/ml dan rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur normal saline 0,9% adalah 55,416 ± 21,997 CFU/ml.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok kontrol didapat nilai p = 0,001 dimana nilai p-value
< 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok kontrol (tabel 6).
Tabel 6. Hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok kontrol
Kelompok
Jumlah koloni bakteri (rerata ±
SD)
N Hasil Uji Statistik Klorheksidin
diglukonat 0,12%
Kontrol
3,167 ± 1,898 55,416 ± 21,997
12 12
p = 0,001
Hasil penelitian diperoleh rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% adalah 13,667 ± 6,257 CFU/ml dan rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur normal saline 0,9% adalah 55,416 ± 21,997 CFU/ml. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol didapat nilai p = 0,001 dimana nilai p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol (tabel 7).
Tabel 7. Hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur povidon iodin 1% dan kelompok kontrol
Kelompok
Jumlah koloni bakteri (rerata ±
SD)
N Hasil Uji Statistik Povidon iodin 1%
Kontrol
13,667 ± 6,257 55,416 ± 21,997
12 12
p = 0,001
Hasil penelitian diperoleh rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% adalah 3,167 ± 1,898 CFU/ml dan rerata jumlah
koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% adalah 13,667 ± 6,257 CFU/ml.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur povidon iodin 1% didapat nilai p = 0,001 dimana nilai p-value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok povidon iodin 1% (tabel 8).
Tabel 8. Hasil uji Mann-Whitney pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan kelompok berkumur povidon iodin 1%
Kelompok
Jumlah koloni bakteri (rerata ±
SD)
N Hasil Uji Statistik Klorheksidin
diglukonat 0,12%
Povidon iodin 1%
3,167 ± 1,898 13,667 ± 6,257
12 12
p = 0,001
Gambar 4. Perbandingan jumlah koloni bakteri pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%, povidon iodin 1% dan normal saline 0,9%.
55,416
3,167
13,667 0
10 20 30 40 50 60
Normal Saline 0,9% Klorheksidin Diglukonat 0,12%
Povidon Iodin 1%
JUMLAH KOLONI BAKTERI
BAB 5 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% adalah 3,167 ± 1,898 CFU/ml dan rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% adalah 13,667 ± 6,257 CFU/ml, sedangkan pada kelompok kontrol rerata jumlah koloni bakteri yang didapat adalah 55,416 ± 21,997 CFU/ml. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rerata jumlah bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% paling rendah dibandingkan jumlah bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% dan normal saline 0,9%.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah koloni bakteri di tiap kelompok berbeda- beda. Pada kelompok kontrol rerata jumlah koloni bakterinya sebesar 55,416 ± 21,997 CFU/ml dengan interval dari 32 hingga 108. Hal ini disebabkan karena normal saline tidak memberikan efek letal pada bakteri tetapi ia hanya menimbulkan lingkungan hipertonis terhadap bakteri, sehingga ia hanya bisa menghambat pertumbuhan bakteri dalam rongga mulut tetapi tidak dalam jangka waktu yang lama.3 Selain itu, jumlah koloni bakteri tidaklah sama pada tiap sampel. Pertumbuhan bakteri di dalam rongga mulut dipengaruhi berbagai faktor, yaitu faktor pertahanan tubuh, aliran saliva dan gaya hidup dimana faktor-faktor tersebut tidak selalu sama pada setiap individu.19 Konsentrasi normal saline sebesar 0,9% merupakan konsentrasi yang maksimal diterima dalam rongga mulut karena konsentrasi tersebut bersifat isotonik dengan sel-sel di dalam rongga mulut sehingga tidak membahayakan kesehatan rongga mulut.3 Hal ini juga dapat menjadi penyebab rerata jumlah bakteri untuk kelompok kontrol memiliki nilai yang paling besar dibandingkan dengan kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%.
Pada kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% memiliki rerata jumlah koloni bakteri sebesar 3,167 ± 1,898 CFU/ml dengan interval dari 1 hingga 7.
Interval tersebut terdiri dari nilai jumlah koloni bakteri yang kecil dan berbeda-beda
untuk tiap sampel. Perbedaan tersebut terjadi mungkin karena adanya perbedaan jumlah dan jenis koloni bakteri pada tiap sampel yang sensitif terhadap klorheksidin diglukonat 0,12% atau kekuatan tekanan daya berkumur yang berbeda-beda pada tiap sampel. Namun, kelompok berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% memiliki rerata jumlah koloni bakteri yang paling kecil. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas antimikrobial yang baik dari klorheksidin diglukonat dengan cara mengadsorpsi membran sel bakteri sehingga menimbulkan efek letal pada bakteri. Selain itu, rantai diglukonat pada klorheksidin tersebut juga memberi peran terhadap turunnya jumlah koloni bakteri karena dua rantai glukonat menghantarkan klorheksidin lebih cepat sehingga koloni bakteri yang terbunuh lebih banyak. Klorheksidin diglukonat juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri hingga 12 jam ke depan. Konsentrasi klorheksidin diglukonat sebesar 0,12% dan volumenya sebesar 15 ml juga menyebabkan turunnya jumlah koloni bakteri, karena dengan konsentrasi dan volume tersebut sudah bisa menimbulkan aktivitas bakteriostatik dan bakterisidal pada bakteri. Konsentrasi klorheksidin sebesar 0,12% dengan volume sebesar 15 ml sudah setara dengan 18 mg klorheksidin, dimana nilai optimum yang dapat diterima dalam rongga mulut adalah 20 mg klorheksidin.8-10 Apabila pemberian klorheksidin diglukonat melebihi nilai optimum akan terjadi stain pada gigi, erosi mukosa, pengecapan yang buruk dan pembesaran kelenjar parotid.8,9 Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kapoor dkk dimana mereka menyatakan bahwa klorheksidin diglukonat mampu menghambat pertumbuhan plak sebesar 91% dibandingkan larutan plasebo lainnya.10 Penelitian Patabang dkk juga menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12%.23
Pada kelompok berkumur povidon iodin 1% memiliki rerata jumlah koloni bakteri sebesar 13,667 ± 6,257 CFU/ml dengan interval dari 7 hingga 23. Dalam interval tersebut juga memiliki nilai jumlah koloni yang berbeda-beda pada tiap sampel. Perbedaan tersebut juga mungkin disebabkan karena adanya perbedaan jumlah dan jenis koloni bakteri pada tiap sampel yang sensitif terhadap povidon iodin 1% atau perbedaan kekuatan tekanan daya berkumur pada tiap sampel. Namun rerata jumlah koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin 1% tidak melebihi rerata
jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan karena povidon iodin memiliki ukuran molekul yang kecil sehingga aktivitas antimikrobialnya bekerja dengan cara melepaskan iodin bebas untuk menembus ke dalam membran sel bakteri dan mengoksidasi asam amino dan asam nukleat bakteri tanpa merusak membran sel bakteri. Hal ini akan merusak jalur metabolisme bakteri sehingga menyebabkan kerusakan yang ireversibel pada membran sel. Selain itu, konsentrasi dan volume povidon iodin sebesar 1% dan 15 ml merupakan alasan jumlah koloni bakteri setelah berkumur povidon iodin tidak melebihi jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol karena hal tersebut sudah menjadi standar untuk menimbulkan efek bakteriostatik dan bakterisidal. Povidon iodin dapat menghambat pertumbuhan bakteri selama 4 jam.8,12 Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kanagalingam dkk dan Kosutic dkk bahwa terdapat penurunan jumlah koloni bakteri yang signifikan antara berkumur dengan povidon iodin 1% dengan normal saline 0,9%.11,12
Hasil pengujian yang dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan yang signifikan antara jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% dan povidon iodin 1%. Dari hasil penelitian didapat jumlah koloni bakteri setelah berkumur klorheksidin diglukonat 0,12% lebih rendah dibandingkan dengan povidon iodin 1%. Hal ini dapat disebabkan karena klorheksidin diglukonat membunuh bakteri lebih cepat daripada povidon iodin.
Klorheksidin diglukonat memiliki ukuran molekul yang lebih besar dari povidon iodin sehingga klorheksidin mampu mengadsorpsi bakteri dengan cara menimbulkan ikatan ion dengan fosfolipid pada membran sel bakteri.8,12 Ikatan ion terbentuk karena muatan positif yang berasal dari rantai heksametilen yang ada pada klorheksidin menarik muatan negatif yang berasal dari membran bakteri. Setelah berikatan dengan membran sel bakteri klorheksidin akan memberikan efek letal pada bakteri dengan cara menghancurkan membran sel sehingga komponen bakteri tersebut lisis.8-10 Rantai diglukonat pada klorheksidin tersebut juga memberi peran terhadap turunnya jumlah koloni bakteri karena dua rantai glukonat menghantarkan klorheksidin lebih cepat sehingga koloni bakteri yang terbunuh lebih banyak.9 Povidon iodin juga memiliki aktivitas antimikrobial tetapi prosesnya diawali dengan memasuki dari celah