• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH

ADE IRMA OCTAVIA SIREGAR NIM: 141000472

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

ADE IRMA OCTAVIA SIREGAR NIM: 141000472

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(3)
(4)
(5)

sebesar 11,1 %, kondisi ini masih di bawah target yang ditetapkan Pemerintah Tapanuli Tengah yaitu minimal 80%. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan pencapaian UCI yang diasumsikan karena belum optimalnya manajemen pelaksanaan imunisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis manajemen program imunisasi dalam pencapaian UCI di Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data ini dilakukan di Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah melalui wawancara mendalam melibatkan 11 informan dan telaah dokumen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya petugas pengelola vaksin, pelatihan imunisasi belum dilaksanakan, perencanaan kebutuhan alat suntik, safety box, dan cold chain tidak dilaksanakan oleh Puskesmas Tukka, tidak tersedianya tempat pengeloaan limbah imunisasi dan pelaporan imunisasi tidak tepat waktu.

Disarankan kepada Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah agar mengangkat petugas pengelola vaksin sehingga kegiatan imunisasi dapat terlaksana dengan maksimal, sebaiknya membuat perencanaan kebutuhan alat suntik, safety box, dan cold chain, sebaiknya membuat pelaporan imusisasi tepat waktu minimal tanggal lima pada bulan berikutnya. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah agar mengadakan pelatihan imunisasi minimal satu kali dalam setahun dan sebaiknya menyediakan tempat pengeloaan limbah imunisasi.

Kata kunci: Imunisasi, Universal Child Immunization (UCI),Vaksin

(6)

Tukka Health Center in Central Tapanuli Regency was 11.1%, this condition was still below the target set by the Government of Central Tapanuli, which was at least 80%. This shows that there is a gap in the achievement of the UCI which is assumed because the management of immunization is not optimal. The purpose of this study was to analyze the management of immunization programs in the achievement of UCI at the Tukka Health Center in Central Tapanuli Regency.

The type of research used is qualitative research with a descriptive approach. This data collection was carried out at the Tukka Health Center in Central Tapanuli Regency through in-depth interviews involving 10 informants and reviewing documents.

The results showed that there was no vaccine management officer, immunization training had not been carried out, planning for syringe, safety box, and cold chain planning was not carried out by the Tukka Health Center, unavailability of immunization waste management and timely immunization reporting.

It is recommended to Tukka Health Center in Central Tapanuli Regency should appoint vaccine management officers so that immunization activities can be carried out optimally, it is better to plan syringe, safety box and cold chain needs, it is better to make the imusation reporting at the fifth date the following month. It is recommended to the Tapanuli Tengah Health Office conduct minimum immunization training once a year and should provide immunization waste management places.

Keywords : Immunization, Universal Child Immunization (UCI), Vaccine

(7)

dan anugerah yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS MANAJEMEN PROGRAM IMUNISASI DALAM PENCAPAIAN CAKUPAN UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION (UCI) DI PUSKESMAS TUKKA KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2018”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, kritik dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. dr. Fauzi, S.K.M selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi.

5. Dr. Juanita, SE, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran selama proses pembuatan skripsi.

(8)

7. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staf di Puskesmas Tukka yang telah memberi izin dan bantuan kepada penulis.

9. Teristimewa kepada ayahanda Abdul Hadi Siregar, Ibunda Mariati Saragih yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, perhatian, motivasi, serta doa yang tiada henti kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2018

Penulis

(9)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xii

RIWAYAT HIDUP ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Puskesmas ... 8

2.1.1 Pengertian Puskesmas ... 8

2.1.2 Tugas Puskesmas ... 9

2.1.3 Wewenang Puskesmas ... 10

2.1.4 Organisasi Puskesmas ... 11

2.2 Manajemen Puskesmas ... 13

2.2.1 Perencanaan... 13

2.2.2 Penggerakan dan Pelaksanaan ... 13

2.2.3 Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian Kinerja ... 14

2.3 Imunisasi ... 15

2.3.1 Pengertian Imunisasi ... 15

2.3.2 Tujuan Imunisasi ... 15

2.3.3 Jenis-jenis Imunisasi Dasar ... 15

2.3.4 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi ... 18

2.4 GAIN UCI 2010-2014 ... 18

2.4.1 Pengertian ... 18

2.4.2 Lingkup Kegiatan GAIN UCI ... 18

2.4.3 Tujuan GAIN UCI... 19

2.4.4 Sasaran ... 19

2.4.5 Kebijakan ... 20

2.4.6 Strategi ... 21

2.5 Manajemen Program Imunisasi ... 22

(10)

2.5.4 Penyediaan tenaga dalam penyelenggaraan imunisasi ... 24

2.5.5 Pelaksanaan ... 25

2.5.6 Pengelolaan limbah ... 25

2.5.7 Pemantauan dan Evaluasi ... 26

2.6 Kerangka Pikir ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Informan Penelitian ... 28

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5 Triangulasi... 31

3.6 Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32

4.1.1 Geografi... 32

4.1.2 Demografi ... 32

4.1.3 Sarana pelayanan kesehatan ... 34

4.2 Karakteristik informan ... 35

4.3 Masukan (Input) ... 36

4.3 Proses ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN

(11)

Tabel 4.1 Data demografi di wilayah kerja Puskesmas Tukka ... 34 Tabel 4.2 Distribusi sarana pelayanan kesehatan ... 34 Tabel 4.3 Karakteristik Informan ... 35

(12)
(13)

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 5. Matriks Pernyataan Informan Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

(14)

APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara BCG : Bacillus Calmette Guerin

CFR : Case Fatality Rate DPT : Difteri Pertusis Tetanus ERAPO : Eradikasi Polio

GAIN UCI : Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization

IDL : Imunisasi Dasar Lengkap IPV : Inactivated Polio Vaccine KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

KIPI : Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi MDGs : Millenium Deveploment Goals

NSPK : Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria OPV : Oral Polio Vaccine

PD3I : Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu

PWS : Pemantauan Wilayah Setempat

P2PM : Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPK : Rencana Pelaksanaan Kegiatan

RUK : Rencana Usulan Kegiatan

SKDI : Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia UCI : Universal Child Immunization

TBC : Tuberculosis

UKM : Upaya Kesehatan Masyarakat UKP : Upaya Kesehatan Perorangan

(15)

Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Abdul Hadi Siregar dan Ibunda Mariati Saragih. Alamat penulis di Jalan Padang Sidempuan No. 73 Kalangan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan SD (Sekolah Dasar) Negeri 085114 (2002-2008), SMP (Sekolah Menengah Pertama) Negeri 2 Pandan Nauli (2008-2011), SMA (Sekolah Menengah Atas) Negeri 1 Matauli Pandan (2011-2014), dan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (2014-2018).

(16)

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden), yaitu beban masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif. Pemberantasan penyakit menular sangat sulit karena penyebarannya tidak mengenal batas wilayah administrasi. Imunisasi merupakan salah satu tindakan pencegahan penyebaran penyakit ke wilayah lain yang terbukti sangat murah (cost effective) (Permenkes RI No. 12 tahun 2017).

Imunisasi sudah terbukti sebagai salah satu upaya kesehatan masyarakat yang sangat penting. Imunisasi telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa dalam pembasmian penyakit cacar yang menjadi penyebab kematian ribuan orang.

Upaya Imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Mulai tahun 1977 imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B. Dengan upaya imunisasi pula, kita sudah dapat menekan penyakit polio dan sejak tahun 1995 tidak ditemukan lagi virus polio liar di Indonesia. Hal ini sejalan dengan upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan Program Eradikasi Polio (ERAPO) (Kepmenkes RI No. 1611 tahun 2005).

Upaya imunsasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan. Namun, dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) diketahui masih ada beberapa kasus difteri dan campak yang ditemukan. Pada

(17)
(18)

sebanyak 24 kasus sehingga Case Fatality Rate (CFR) difteri yaitu sebesar 5,8%.

Dari jumlah tersebut, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur dengan 209 kasus dan Jawa Barat yaitu sebanyak 133 kasus. Dari seluruh kasus difteri, sebesar 51 % diantaranya tidak mendapatkan vaksinasi (Kemenkes, 2017).

Pada tahun 2016 dilaporkan terdapat 12.681 kasus campak sedangkan pada tahun 2015 sebesar 10.655 kasus. Kasus campak rutin terbanyak (lebih dari 1.000 kasus) dilaporkan berasal dari Provinsi Jawa Timur sebesar 2.937 kasus, Provinsi Jawa Tengah sebesar 2.043 kasus, dan Provinsi Aceh sebesar 1.452 kasus. Dari seluruh kasus campak rutin tersebut, terdapat 1 kasus meninggal yang dilaporkan berasal dari Provinsi Jawa Barat. Ini menunjukkan cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak menurun (Kemenkes, 2017).

Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk memberikan perlindungan kepada penduduk terhadap penyakit tertentu. Program imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak, wanita usia subur, dan ibu hamil. Di Indonesia, program imunisasi mewajibkan setiap bayi (usia 0-11 bulan) mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1 dosis campak (Kemenkes, 2017).

Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya Universal Child Immunization (UCI). UCI adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur satu tahun).

Pada tahun 2010 pemerintah menetapkan suatu rencana strategis dalam upaya percepatan pencapaian UCI yaitu Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI

(19)

2010-2014 (GAIN UCI 2010-2014) yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 482/MENKES/SK/IV/2010. Sasaran dari kegiatan GAIN UCI adalah seluruh bayi usia 0-11 bulan untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap sehingga seluruh desa/kelurahan mencapai UCI (Kepmenkes RI No. 482 tahun 2010).

Indikator keberhasilan Gerakan Akserelasi Imunisasi Nasional (GAIN) UCI mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 dengan target tahun 2010 mencapai UCI 80% dan 80% bayi usia 0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2011 mencapai UCI 85% dan 82% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2012 mencapai UCI 90% dan 85% mendapat Imunisasi Dasar Lengkap (IDL). Tahun 2014 mencapai UCI 100% dan 80% bayi mendapat imunisasi dasar lengkap. Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya UCI 80%, artinya cakupan IDL tercapai 80% merata di kabupaten/kota, 80% tercapai merata di Kecamatan dan 80% merata di Desa /Kelurahan (Kepmenkes RI No. 482 tahun 2010).

Pada tahun 2016 capaian UCI di Indonesia 81,82% dengan capaian tertinggi terdapat di Provinsi Bali (100%), DI Yogyakarta (100%), dan Jawa Tengah (99,93%). Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Provinsi Kalimanatan Utara (30,69%), Papua Barat (56,77%) dan Papua (61.59%).

Sedangkan di provinsi Sumatera Utara pada tahun 2016 cakupan desa/kelurahan UCI sebesar 73,44% dan ini mengalami penurunan dari tahun 2014 dan tahun 2015, yaitu sebesar 78,01% dan 75,39%. Pada tiga tahun terakhir cakupan

(20)

desa/kelurahan UCI di Provinsi Sumatera Utara tidak pernah mencapai target renstra (Kemenkes, 2017).

Berdasarkan profil kesehatan Sumatera Utara pada tahun 2017 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera utara dengan capaian UCI tertinggi yaitu Pakpak Bharat (100%) dan Medan (100%), Sedangkan Kabupaten/Kota terendah yaitu Nias Selatan (8,7%), Padang Sidimpuan (19%), Padang Lawas (36,3%), Pematang Siantar (45,3%) dan Tapanuli Tengah (54,4%).

Pencapaian UCI di Kabupaten Tapanuli Tengah selama lima tahun terakhir mengalami fluktuatif sejak tahun 2012 sebesar 21%, pada tahun 2013 meningkat menjadi 40,93%, pada tahun 2014 mengalami penurunan 38,6%, pada tahun 2015 meningkat menjadi 43,7% dan pada tahun 2016 meningkat kembali menjadi 54,4%. Angka ini masih jauh di bawah target yang telah ditetapkan Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 80%-100% untuk setiap kabupaten/kota (Dinkes Tapanuli Tengah tahun 2017).

Cakupan desa/kelurahan UCI yang tertinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah desa/kelurahan Kalangan, Sirandorung, dan Saragih yaitu sebesar 100% dan cakupan terendah yaitu Desa/Kelurahan Tukka, Pasaribu Tobing dan Siantar CA 11,1%. Dari ketiga desa/kelurahan UCI terendah, wilayah kerja puskesmas Tukka mencapai Angka Kematian Balita tetinggi sebanyak 2 orang, sedangkan wilayah kerja puskesmas Pasaribu Tobing dan Siantar CA jumlah kematian balita 0 (nol) (Dinkes Tapanuli Tengah tahun 2017).

Penyebab utama rendahnya pencapaian UCI (Universal Child Immunization) di Indonesia adalah karena rendahnya akses pelayanan dan

(21)

tingginya angka drop out. Hal ini terjadi karena akses tempat pelayanan yang sulit dijangkau, jadwal pelayanan yang tidak teratur dan tidak sesuai dengan kegiatan masyarakat, kurangnya tenaga pelaksana, tidak tersedianya buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) atau kartu imunisasi, rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang manfaat, waktu pemberian imunisasi, serta gejala ikutan imunisasi. Faktor budaya dan pendidikan serta kondisi sosial ekonomi juga ikut mempengaruhi rendahnya capaian UCI desa / kelurahan (Kepmenkes RI No. 482 tahun 2010).

Penerapan fungsi manajemen masih dianggap sebagai suatu permasalahan yang cukup dominan di Puskesmas, karena keberadaan Puskesmas secara hirarki merupakan unit terdepan dalam organisasi pelayanan kesehatan masyarakat.

Fungsi manajemen kesehatan seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan harus dapat diselenggarakan pada setiap program kesehatan, khususnya program imunisasi yang selanjutnya disebut penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Muninjaya, 2015).

Berdasarkan Profil Puskesmas Tukka tahun 2017, Puskesmas Tukka memiliki 9 desa/kelurahan, yaitu Kelurahan Tukka, Kelurahan Bonalumban, Kelurahan Hutanabolon, Kelurahan Sipange, Desa Sigiring-giring, Desa S.

Kalangan II, Desa Tapian Nauli Saur Manggita, Desa Aek Bontar, dan Kelurahan Aek Tolang Induk. Jumlah posyandu balita yang dimiliki puskesmas Tukka ada 18 posyandu.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah puskesmas Tukka memiliki data UCI terendah karena belum

(22)

semua desa/kelurahan nya mencapai imunisasi dasar lengkap dengan nilai pencapaian cakupan 11,1%, yaitu hanya ada 1 desa/kelurahan yang berhasil UCI dari 9 desa/kelurahan. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus berisiko terhadap angka kematian bayi yang semakin tinggi dan meningkatnya kejadian penyakit PD3I di wilayah kerja puskesmas Tukka serta menurunnya kekebalan di masyarakat (Herd Immunity) ((Dinkes Tapanuli Tengah tahun 2017).

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan terhadap koordinator imunisasi di Puskesmas Tukka, program imunisasi yang dilaksanakan oleh puskesmas Tukka diperkirakan sudah berjalan dengan baik, namun ada juga beberapa program yang belum dapat berjalan dengan maksimal karena adanya beberapa hambatan, yaitu kurangnya petugas imunisasi di Puskesmas Tukka, kurangnya promosi kesehatan tentang imunisasi, pelatihan terhadap petugas imunisasi jarang dilakukan, akses tempat pelayanan yang sulit dijangkau, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang imunisasi dan data sasaran tidak sesuai di lapangan. Untuk dapat meningkatkan cakupan UCI di Puskesmas Tukka perlu dilakukan suatu analisis penyebab masalah rendahnya UCI di puskesmas tersebut. Salah satu bentuk analisis yang dapat dilakukan yaitu dengan melihat manajemen program imunisasi di Puskesmas Tukka.

Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariebowo (2005) menyatakan pelaksana imunisasi puskesmas mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya pelaksanaan program imunisasi, banyak tugas yang harus dilaksanakan baik yang bersifat teknis maupun administratif.

(23)

Penelitian Beladinasisti (2012) menyatakan adanya hubungan antara manajemen program imunisasi oleh bidan desa yang terdiri dari 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) monitoring dan evaluasi dengan cakupan desa/kelurahan UCI di Kabupaten Lumajang.

Berdasarkan latar belakang di atas dan dari data – data yang disajikan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti masalah analisis manajemen program imunisasi dalam pencapaian cakupan UCI di Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2018.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimana analisis manajemen program imunisasi dalam pencapaian cakupan UCI di Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2018?

1.3 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis manajemen program imunisasi dalam pencapaian cakupan UCI di Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2018.

1.4 Manfaat penelitian

1. Menambah wawasan mengenai pelaksanaan manajemen program imunisasi di Puskesmas.

2. Sebagai informasi pimpinan puskesmas, khususnya pengelola imunisasi puskesmas dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan imunisasi.

(24)

3. Bagi ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini dapat lebih memacu penelitian-penelitian lebih lanjut tentang pelaksanaan manajemen program imunisasi di puskesmas dalam pencapaian cakupan UCI.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi - tingginya di wilayah kerja.

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan dipuskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang :

a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

b. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu c. hidup dalam lingkungan sehat, dan

d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Permenkes No.75 Tahun 2014).

2.1.2 Tugas Puskesmas

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud puskesmas menyelenggarakan fungsi :

a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya

b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya (Permenkes

(26)

2.1.3 Wewenang Puskesmas

Dalam menyelenggarakan fungsi puskesmas yaitu penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya. Puskesmas berwenang untuk :

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisi masalah kesehatan masyarakat dan analisi kebutuhan pelayanan yang diperlukan

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan

d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor yang terkait

e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat

f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan

h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses dan cakupan pelayanan kesehatan dan

i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

Dalam menyelenggarakan fungsi puskesmas yaitu penyelenggaran UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Puskesmas berwenang untuk:

(27)

a. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan, dan bermutu

b. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif

c. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

d. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung

e. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi

f. melaksanakan rekam medis

g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan

h. melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan

i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya

j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan (Permenkes No.75 Tahun 2014).

2.1.4 Organisasi Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014, Organisasi puskesmas disusun oleh dinas kesehatan kabupaten/kota berdasarkan kategori, upaya kesehatan dan beban kerja puskesmas. Organisasi puskesmas meliputi :

(28)

a. Kepala Puskesmas. Kepala puskesmas bertanggung jawab atas seluruh kegiatan di puskesmas

b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha, membawahi beberapa kegiatan diantaranya sistem informasi puskesmas dan kepegawaian

c. Penanggung jawab UKM dan keperawatan kesehatan masyarakat yang membawahi:

1) Pelayanan promosi kesehatan 2) Pelayanan kesehatan lingkungan

3) Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak – Keluarga Berencana (KIA-KB) 4) Pelayanan gizi

5) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit

d. Penanggung jawab UKP, kefarmasian dan laboratorium, yang membawahi beberapa kegiatan yaitu :

1) Pelayanan pemeriksaan umum 2) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut 3) Pelayanan KIA/KB

4) Pelayanan gawat darurat 5) Pelayanan gizi

6) Pelayanan persalinan 7) Pelayanan kefarmasian 8) Pelayanan laboratorium

e. Penanggung jawab jaringan pelayan puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan yang membawahi :

(29)

1) Puskesmas pembantu 2) Puskesmas keliling 3) Bidan desa

2.2 Manajemen Puskesmas

Manajemen adalah serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol (Planning, Organizing, Actuating, Controling) untuk mencapai sasaran/tujuan secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses penyelenggaraan yang dilaksanakan dengan baik dan benar serta bermutu, berdasarkan atas hasil analisis situasi yang didukung dengan data dan informasi yang akurat (evidence based). Sedangkan efisien berarti bagaimana Puskesmas memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk dapat melaksanaan upaya kesehatan sesuai standar dengan baik dan benar, sehingga dapat mewujudkan target kinerja yang telah ditetapkan (Permenkes No. 44 tahun 2016).

2.2.1 Perencanaan

Proses perencanaan puskesmas akan mengikuti siklus perencanaan pembangunan daerah, dimulai dari tingkat desa/kelurahan, selanjutnya disusun pada tingkat kecamatan dan kemudian diusulkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Perencanaan puskesmas yang diperlukan terintegrasi dengan lintas sektor kecamatan, akan diusulkan melalui kecamatan ke pemerintah daerah kabupaten/kota (Permenkes No. 44 tahun 2016).

(30)

2.2.2 Penggerakan dan pelaksanaan

Penggerakan dan Pelaksanaan program/kegiatan merupakan kegiatan lanjutan dari RPK (Rencana Pelaksanaan Kegiatan). Penggerakan pelaksanaan program/kegiatan dapat dilakukan melalui berbagai cara, diantaranya adalah rapat dinas, pengarahan pada saat apel pegawai, pelaksanaan kegiatan dari setiap program sesuai penjadwalan pada RPK bulanan, maupun dilakukan melalui forum yang dibentuk khusus untuk itu.

2.2.3 Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian Kinerja

Pengawasan puskesmas dibedakan menjadi dua, yaitu pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh puskesmas sendiri, baik oleh kepala puskesmas, tim audit internal maupun setiap penanggung jawab dan pengelola/pelaksana program. Adapun pengawasan eksternal dilakukan oleh instansi dari luar puskesmas antara lain dinas kesehatan kabupaten/kota, institusi lain selain Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan/atau masyarakat.

Pengendalian adalah serangkaian aktivitas untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dengan cara membandingkan capaian saat ini dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika terdapat ketidaksesuaian, maka harus dilakukan upaya perbaikan (corrective action).

Penilaian kinerja puskesmas adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan informasi untuk menentukan seberapa efektif dan efisien pelayanan puskesmas disediakan, serta

(31)

sasaran yang dicapai sebagai penilaian hasil kerja/prestasi puskesmas. Penilaian kinerja puskesmas dilaksanakan oleh puskesmas dan kemudian hasil penilaiannya akan diverifikasi oleh dinas kesehatan kabupaten/kota (Permenkes No. 44 tahun 2016).

2.3 Imunisasi

2.3.1 Pengertian Imunisasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017, Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan, sedangkan vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.

2.3.2 Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat, atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang dapat dilihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria dan poliomielitis. (Ranuh dkk, 2011).

(32)

2.3.3 Jenis-jenis Imunisasi Dasar 1. Imunisasi dasar

Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit yang berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh penyakit, yaitu TBC, difteri, tetanus, pertusis, poliomyelitis, campak, dan hepatitis B. Kelima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun adalah:

a. Imunisasi BCG

Imunisasi BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan namun dapat juga diberikan pada umur antara 0-12 bulan. Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien imunokompromais yaitu leukimia, anak yang sedang mendapat pengobatan steroid jangka panjang, bayi yang telah diketahui atau dicurigai menderita infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus). Apabila BCG diberikan setelah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.

Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif jika uji tuberkulin tidak memungkinkan, BCG dapat diberikan namun perlu observasi dalam waktu 7 hari. Apabila terdapat reaksi lokal dan cepat terjadi di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu tindakan lebih lanjut.

b. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus)

Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian imunisasi

(33)

dilakukan tiga kali, yaitu pada usia dua bulan, empat bulan dan enam bulan. Diberikan melalui suntikan intramuskular. Efek samping imunisasi hanya berupa gejala-gejala ringan seperti demam, kemerahan, pembengkakan dan nyeri pada tempat suntikan.

c. Imunisasi polio

Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki. Terdapat 2 kemasan vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine)dan IPV (inactivated polio vaccine). Pemberian imunisasi polio ini empat kali pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir (0 bulan), dua bulan, empat bulan dan enam bulan. Imunisasi ini diberikan melaui oral/

mulut dan suntikan.

d. Imunisasi campak

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Kandungan vaksin campak adalah virus yang dilemahkan. Pemberian imunisasi campak adalah satu kali pada usia sembilan bulan secara subkutan dalam.

e. Imunisasi hepatitis B

Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi akut yang dapat merusak hati. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah tiga kali yaitu diberikan sedini mungkin dalam 12 jam setelah lahir, usia satu bulan, dan usia antara tiga sampai enam bulan. Imunisasi

(34)

hepatitis B diberikan dengan cara intramuskular di lengan atau paha bayi (Ranuh dkk, 2011).

2. Imunisasi booster

Imunisasi booster adalah imunisasi ulangan dari imunisasi dasar yang diberikan pada waktu-waktu tertentu. Imunisasi booster juga dapat diberikan bila terdapat suatu wabah yang berjangkit atau bila terdapat kontak dengan penyakit bersangkutan (Ranuh dkk, 2011).

2.3.4 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi

Umur Jenis Interval untuk jenis imunisasi yang sama 0-24 Jam Hepatitis B

1 bulan BCG, Polio 1

2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2

3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 1 bulan 4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV

9 bulan Campak

Sumber : Permenkes No 12 tahun 2017

2.4 Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization tahun 2010-2014 (GAIN UCI 2010-2014)

2.4.1 Pengertian

Universal Child Immunization (UCI) adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun).

Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI 2010-2014 ( GAIN UCI 2014) adalah upaya percepatan pencapaian UCI di seluruh desa/ kelurahan pada tahun 2014 melalui suatu gerakan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat dan berbagai pihak terkait secara terpadu di semua tingkat administrasi (Kepmenkes No. 482 Tahun 2010).

(35)

2.4.2 Lingkup Kegiatan GAIN UCI

Kegiatan pelayanan imunisasi rutin pada bayi dan berbagai kegiatan lainnya sebagai pendukung dalam rangka percepatan kenaikan cakupan UCI Desa/Kelurahan meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi disemua jenjang administrasi (Kepmenkes No. 482 Tahun 2010).

2.4.3 Tujuan GAIN UCI

Tercapainya UCI diseluruh Desa/ Kelurahan secara bertahap mulai dari tahun 2010-2014 sehingga penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat dicegah atau dieliminasi (Kepmenkes No. 482 Tahun 2010).

2.4.4 Sasaran

Untuk mengoptimalkan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional guna mencapai Universal Child Imunization (UCI) maka dianggap perlu untuk menentukan sasaran berdasarkan skala prioritas sehingga kegiatan dapat fokus dan memberikan output yang maksimal. Adapun sasaran yang dimaksud yaitu :

1. Tersedianya vaksin, alat, dan bahan lainnya sesuai dengan kebutuhan baik untuk kuantitas dan kualitas guna mendukung imunisasi pada bayi 0-11 bulan.

2. Tersedianya dukungan politis dan komitmen stakeholders di tingkat pusat hingga ke tingkat daerah sehingga sumber daya yang memadai antara lain anggaran operasional bersumber Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan.

(36)

3. Terselenggaranya peningkatan kunjungan ibu dan bayi pada kegiatan imunisasi melalui peran serta masyarakat secara aktif.

4. Terselenggaranya pemantapan mutu pelayanan melalui peningkatan saran pelayanan kesehatan dan kemampuan serta perilaku petugas penyelenggara imunisasi dasar lengkap bayi 0-11 bulan.

5. Terselenggaranya pemantapan cakupan dan mutu pelayanan di daerah/

desa/kelurahan yang telah mencapai UCI tahun-tahun sebelumnya.

6. Terselenggaranya peningkatan cakupan dan mutu pelayanan didaerah/

desa/kelurahan yang belum mencapai UCI di tahun-tahun sebelumnya terutama di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) termasuk Kawasan Indonesia Timur (KIT) (Kepmenkes No. 482 Tahun 2010).

2.4.5 Kebijakan

1. Pemantapan peran dan fungsi antara Pemerintah Pusat, Daerah dan stakeholders lainnya sesuai dengan kewenangan dan kemampuan dalam penyelenggaraan imunisasi pada bayi 0-11 bulan.

2. Pemenuhan kebutuhan ketersediaan vaksin, alat dan bahan lainnya untuk dukungan operasional untuk pelayanan imunisasi pada bayi 0-11 bulan.

3. Peningkatan dan atau pemantapan pengawasan rantai dingin (cold chain) secara berjenjang mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat daerah dan pengguna.

4. Peningkatan peran serta masyarakat untuk kegiatan imunisasi.

(37)

5. Pemantapan mutu pelayanan imunisasi berdasarkan Norma, Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang ada.

6. Pemerataan jangkauan pelayanan kegiatan imunisasi di Desa/

Kelurahan yang cakupan rendah (daerah kantong), rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit (Kepmenkes No. 482 Tahun 2010).

2.4.6 Strategi

1. Meningkatkan kemampuan dan kinerja tenaga kesehatan baik pengelola di pusat dan daerah maupun pelaksana pelayanan imunisasi di lapangan.

2. Meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan dan biaya operasional yang memadai terutama di DTPK dan KIT.

3. Meningkatkan ketersediaan kebutuhan vaksin, alat dan bahan pendukung kegiatan imunisasi.

4. Meningkatkan manajemen kegiatan imunisasi termasuk PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) dan pencatatan pelaporan secara berjenjang.

5. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dalam pencapaian UCI desa/kelurahan.

6. Memantapkan pelayanan imunisasi guna mempertahankan cakupan UCI di wilayah/ daerah/ desa yang sudah mencapai UCI desa di tahun sebelumnya.

(38)

7. Meningkatkan pelayanan imunisasi guna meningkatkan cakupan UCI DTPK dan KIT yang belum mencapai UCI di tahun sebelumnya (Kepmenkes No. 482 Tahun 2010).

2.5 Manajemen Program Imunisasi 2.5.1 Perencanaan

Perencanaan harus disusun secara berjenjang mulai dari puskesmas, kabupaten/kota, provinsi dan pusat (bottom up). Perencanaan merupakan kegiatan yang sangat penting sehingga harus dilakukan secara benar oleh petugas yang profesional. Ketidaktepatan dalam perencanaan akan mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan program, tidak tercapainya target kegiatan, pemborosan keuangan negara serta hilangnya kepercayaan masyarakat.

Perencanaan Imunisasi program, meliputi:

1. Penentuan Sasaran

Jumlah bayi lahir hidup di tingkat Provinsi dan Kabupaten dihitung/ditentukan berdasarkan angka yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.

2. Perencanaan Kebutuhan Logistik

Logistik Imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe (ADS) dan safety box. Ketiga kebutuhan tersebut harus direncanakan secara bersamaan dalam jumlah yang berimbang (system bundling).

3. Perencanaan Pendanaan

Sumber pembiayaan untuk imunisasi dapat berasal dari pemerintah dan sumber pembiayaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan

(39)

perundang-undangan. Pembiayaan yang bersumber dari pemerintah berbeda-beda pada tiap tingkat administrasi yaitu tingkat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), tingkat provinsi bersumber dari APBN (dekon) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) provinsi, tingkat kabupaten/kota bersumber dari APBN (tugas perbantuan) dan APBD kabupaten/kota berupa DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus). Pendanaan ini dialokasikan dengan mengunakan formula khusus antara lain berdasarkan jumlah penduduk, kapasitas fiskal, jumlah masyarakat miskin dan lainnya (Permenkes No. 12 tahun 2017).

2.5.2 Penyediaan dan Distribusi Logistik 2.5.2.1 Penyediaan Logistik

Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyediaan logistik imunisasi program, yaitu:

a. penyediaan vaksin b. ADS

c. safety box

d. peralatan cold chain berupa:

1) alat penyimpan Vaksin, meliputi cold room, freezer room, vaccine refrigerator, dan freezer;

2) alat transportasi Vaksin, meliputi kendaraan berpendingin khusus, cold box, vaccine carrier, cool pack, dan cold pack; dan

(40)

3) alat pemantau suhu, meliputi termometer, termograf, alat pemantau suhu beku, alat pemantau/mencatat suhu secara terus-menerus, dan alarm.

2.5.2.2 Pendistribusian

Seluruh proses distribusi vaksin program dari pusat sampai ketingkat pelayanan, harus mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar mampu memberikan kekebalan yang optimal kepada sasaran (Permenkes No. 12 tahun 2017).

2.5.3 Penyimpanan dan Pemeliharaan Logistik

Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai di distribusikan ketingkat berikutnya, vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang telah ditetapkan, yaitu:

1. Provinsi

a. Vaksin polio tetes disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C pada freeze room atau freezer

b. Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada cold room atau vaccine refrigerator

2. Kabupaten/Kota

a. Vaksin polio tetes disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C pada freezer b. Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada cold room atau

vaccine refrigerator.

3. Puskesmas

a. Semua vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada vaccine refrigerator

(41)

b. Khusus vaksin Hepatitis B, pada bidan desa disimpan pada suhu ruangan, terlindung dari sinar matahari langsung (Permenkes No. 12 tahun 2017).

2.5.4 Penyediaan Tenaga dalam Penyelenggaraan Imunisasi Program Untuk terselenggaranya pelayanan imunisasi, maka setiap jenjang administrasi dan unit pelayanan dari tingkat pusat sampai tingkat puskesmas, harus memiliki jumlah dan jenis ketenagaan yang sesuai dengan standar, yaitu memenuhi persyaratan kewenangan profesi dan mendapatkan pelatihan kompetensi.

1. Jenis dan jumlah ketenagaan

Pengelola program imunisasi bertugas merencanakan, melaksanakan, melakukan monitoring evaluasi program imunisasi dan monitoring Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) serta pencatatan pelaporan. Pengelola logistik imunisasi bertugas untuk menyimpan, mengelola, mendistribusikan, memelihara dan melaporkan vaksin, alat suntik, dan peralatan cold chain serta logistik lainnya yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan Imunisasi. Jumlah tenaga pengelola program imunisasi dan tenaga pengelola logistik imunisasi dapat lebih dari satu orang disesuaikan jumlah dan kebutuhan ketenagaan yang ada. Pada kondisi tertentu misalnya jumlah tenaga terbatas, maka dimungkinkan pengelola program imunisasi merangkap sebagai pengelola logistik imunisasi.

2. Peningkatan Kapasitas Petugas (Pelatihan)

Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan

(42)

dan kualitas petugas. Pelatihan yang dilaksanakan dimaksud diharapkan terakreditasi dan mempunyai sertifikat (Permenkes No. 12 tahun 2017).

2.5.5 Pelaksanaan

Imunisasi program dapat dilaksanakan secara perorangan atau massal dengan tetap mengacu pada prinsip dan aturan pelaksanaan. Berdasarkan tempat pelayanan, imunisasi program dibagi menjadi:

1. Pelayanan Imunisasi di dalam gedung (komponen statis)

Untuk meningkatkan jangkauan pelayanan, imunisasi dapat diberikan melalui fasilitas pemerintah maupun swasta, antara lain rumah sakit pemerintah, puskesmas, instalasi pelayanan kesehatan di pintu masuk negara (Kantor Kesehatan Pelabuhan), Unit Pelayanan Kesehatan Swasta (UPKS) seperti rumah sakit swasta, praktek dokter, praktek bidan, dan Klinik swasta.

UPKS sebagai provider/pemberi pelayanan imunisasi wajib menggunakan vaksin yang disediakan oleh Pemerintah dan menggunakan peralatan pelayanan serta logistik sesuai standar.

2. Pelayanan imunisasi di luar gedung (komponen dinamis)

Pelayanan imunisasi di luar gedung yang dimaksud adalah di posyandu, pos pelayanan imunisasi, di sekolah, atau kunjungan rumah. Dalam pemberian imunisasi, harus diperhatikan kualitas vaksin, pemakaian alat suntik, dan hal–hal penting saat pemberian imunisasi (dosis, cara dan tempat pemberian, interval pemberian, tindakan antiseptik dan kontra indikasi) (Permenkes No. 12 tahun 2017).

2.5.6 Pengelolaan Limbah

(43)

Pelayanan imunisasi harus dapat menjamin bahwa sasaran memperoleh kekebalan spesifik terhadap penyakit tertentu serta tidak terjadi penularan penyakit kepada petugas dan masyarakat sekitar akibat limbah. Limbah dari penyelenggaraan imunisasi diluar gedung harus dibawa kembali ke puskesmas untuk kemudian dimusnakan bersama dengan limbah imunisasi yang dilaksanakan didalam gedung. Limbah Imunisasi dibagi menjadi 2, yaitu limbah infeksius dan non infeksius.

1. Limbah Infeksius

Limbah Infeksius kegiatan imunisasi merupakan limbah yang ditimbulkan setelah pelayanan imunisasi yang mempunyai potensi menularkan penyakit kepada orang lain, yaitu:

a. Limbah medis tajam berupa alat suntik ADS yang telah dipakai, alat suntik untuk pencampur vaksin, alat suntik yang telah kadaluwarsa.

b. Limbah farmasi berupa sisa vaksin dalam botol atau ampul, kapas pembersih/usap, vaksin dalam botol atau ampul yang telah rusak karena suhu atau yang telah kadaluarsa.

2. Limbah non Infeksius

Limbah non Infeksius kegiatan imunisasi merupakan limbah yang ditimbulkan setelah pelayanan imunisasi yang tidak berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain, misalnya kertas pembungkus alat suntik serta kardus pembungkus vaksin (Permenkes No. 12 tahun 2017).

2.5.7 Pemantauan dan Evaluasi 1. Pemantauan

Salah satu fungsi penting dalam manajemen program adalah

(44)

kegiatan sejalan dengan ketentuan program. Salah satu alat pemantauan yang digunakan adalah Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) yang berfungsi untuk meningkatkan cakupan, jadi sifatnya lebih memantau kuantitas program. Dipakai pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1985 dan dikenal dengan nama Local Area Monitoring (LAM). LAM terbukti efektif kemudian diakui oleh WHO untuk diperkenalkan di negara lain. Grafik LAM kemudian disempurnakan menjadi yang kita kenal sekarang dengan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).

2. Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui hasil ataupun proses kegiatan bila dibandingkan dengan target atau yang diharapkan (Permenkes No. 12 tahun 2017).

2.6 Kerangka Pikir

IN

Gambar 2.1 kerangka Pikir Manajemen Program Imunisasi dalam Pencapaian Cakupan UCI (Universal Child Immunization)

INPUT 1. SDM 2. Sarana dan

prasarana 3. Dana

OUTPUT Cakupan UCI di Puskesmas Tukka

≥80%

PROSES 1. Perencanaan

2. Pelayanan imunisasi 3. Pengelolaan rantai

vaksin

4. Pencatatan dan pelaporan 5. Monitoring dan

evaluasi

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang pelaksanaan manajemen program imunisasi oleh puskesmas dalam pencapaian cakupan UCI di Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah.

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Sebagai instrument maka peneliti berfungsi untuk menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2008).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah dengan alasan bahwa cakupan Universal Child Immunization (UCI) di Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah hanya mencapai 11,1 % dan angka ini masih jauh dari target.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini pada bulan Februari 2018 sampai Juli 2018.

3.3 Informan Penelitian

Penentuan Informan dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive sampling. Teknik dengan purposive sampling yaitu bahwa dalam penentuan sampel

(46)

berdasarkan pertimbangan tertentu dimana informan ini adalah orang-orang yang terlibat secara langsung terhadap permasalahan yang sedang diteliti (Saryono, 2010). Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kepala puskesmas Tukka 2. Koordinator imunisasi 3. Pelaksana imunisasi 4. Pengelola vaksin 5. Kader

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan wawancara mendalam (indepth interview) secara semi standar atau tanya jawab terbuka terhadap informan. Wawancara mendalam merupakan salah satu teknik pengumpulan data kualitatif, dimana wawancara dilakukan antara seorang responden dengan pewawancara. Wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada informan.

Pedoman tersebut digunakan untuk memudahkan wawancara, penggalian data dari informan. Untuk memperjelas informasi yang akan diperoleh, peneliti juga menggunakan alat bantu seperti alat tulis, alat perekam suara (Gunawan, 2013).

Selain itu metode yang digunakan adalah observasi. Observasi merupakan kegiatan yang paling utama dan teknik penelitian yang penting. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi tak berperan dimana penelitian hanya melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai kegiatan-kegiatan yang diteliti dengan tidak ikut dalam peristiwa atau kegiatan yang diamati secara langsung.

(47)

Telaah dokumen juga digunakan untuk mengumpulkan keterangan maupun bahan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas seperti data dari Puskesmas yang menjadi sasaran penelitian meliputi data tentang gambaran umum puskesmas, cakupan pencapaian UCI, dan data tentang imunisasi dasar pada bayi.

3.5 Triangulasi

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang- orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatannya sepanjang waktu, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2014).

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisa data, yaitu:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambar yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

2. Data Display (Penyajian Data)

(48)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.

Dalam penelitian penelitian ini, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Conclusion Drawing (Penarikan Kesimpulan)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin tidak, karena masalah dan rumusan masalah di dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah di lapangan (Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2008).

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi

Puskesmas Tukka adalah puskesmas yang terletak di Kecamatan Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah. Puskesmas ini memiliki wilayah kerja terdiri dari sembilan desa yaitu Desa Tukka, Desa Bonalumban, Desa Hutanabolon, Desa Sipange, Desa Sigiring-giring, Desa S. Kalangan II, Desa T. Nauli S. Manggita, Desa Aek Bonar dan Desa Aek Tolang Induk. Puskesmas Tukka merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dibina oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat.

Puskesmas Tukka memiliki luas wilayah kerja 148,92 km2 dengan jarak dari ibu kota kabupaten Tapanuli Tengah 2,5 Km. Keadaan tanah terdiri dari dataran rendah, rawa-rawa dan pegunungan yang ketinggian nya bervariasi yakni antara 0 s/d 800 m diatas permukaan laut dan berbatasan dengan batas wilayah:

1. Sebelah Utara : Kecamatan Pandan 2. Sebelah Selatan : Kecamatan Badiri 3. Sebelah Barat : Kecamatan Pandan

4. Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Utara 4.1.2 Demografi

Penyebaran penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tukka tidak merata karena beberapa desa menjadi sasaran pembangunan perumahan. Desa Aek

(50)

Tolang Induk merupakan salah satu daerah yang menjadi sasaran pembangunan perumahan karena letaknya yang berbatasan langsung dengan kota Pandan.

Pembangunan perumahan yang begitu pesat menjadikan penduduk multi etnis dan beberapa desa masih didiami oleh penduduk asli daerah. Jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas Tukka sebanyak 15.534 jiwa.

Tabel 4.1 Data demografi di wilayah kerja puskesmas Tukka Tahun 2016

No Desa Penduduk Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 Tukka 1501 1569 3070

2 Bonalumban 1170 1299 2469

3 Hutanabolon 1622 1542 3164

4 Sipange 1539 1530 2069

5 Sigiring-giring 331 294 606

6 S. Kalangan II 460 403 864

7 T. Nauli S. Manggita 280 251 531

8 Aek Bontar 162 158 320

9 Aek Tolang Induk 766 676 1442

Jumlah 7812 7722 15534

Sumber: Profil Puskesmas Tukka tahun 2016

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah kerja puskesmas Tukka sebagai petani padi dan nelayan, hanya sebagian kecil bekerja di bidang swasta dan pegawai negeri.

4.1.3 Sarana Pelayanan Kesehatan

Saranan pelayanan kesehatan di wilayah kerja puskesmas Tukka ada 18 posyandu balita, 4 posyandu Lansia, 5 Puskesmas Pembantu, 13 Pos Kesehatan Desa (POSKESDES), 1 unit mobil puskesmas keliling. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Distribusi sarana pelayanan kesehatan di wilayah kerja puskesmas Tukka tahun 2016

No Sarana Jumlah

1 Posyandu Balita 18

2 Posyandu Lansia 4

(51)

3 Puskesmas Pembantu 5

4 Poskesdes 13

5 Mobil puskesmas keliling 1

Jumlah 41

Sumber: Profil Puskesmas Tukka tahun 2016

4.2 Karakteristik Informan

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara terhadap informan yang dijadikan narasumber penelitian. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 10 orang, yaitu petugas puskesmas dan masyarakat yang terkait dengan kegiatan imunisasi di wilayah kerja puskesmas Tukka. Adapun informan tersebut adalah : 1 orang kepala puskesmas, 3 orang bidan desa, 1 orang kooordinator imunisasi, 2 orang petugas imunisasi dan 3 orang kader

Adapun karakterisitik informan berdasarkan hasil penelitian dapat terlihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Karakteristik Informan

No Informan Jenis

Kelamin

Pendidikan terakhir

Jabatan Kode Informan 1 dr. Dahniar Lubis Perempuan S1 Kepala

Puskesmas

Informan 1 2 Pipin Azri Sibuea Laki-laki D3 Koordinator

imunisasi, Pengelola vaksin

Informan 2

3 Fitri Handayani Siregar

Perempuan D3 Petugas

imunisasi

Informan 3 4 Mardiah Sinaga Perempuan D3 Petugas

imunisasi

Informan 4 5 Rahmawati Lubis Perempuan D3 Bidan Desa

Tukka

Informan 5

6 Sukaseh Perempuan D3 Bidan Desa

Bonalumba n

Informan 6

(52)

S. Kalangan II

8 Morawasti Perempuan SMA Kader Informan 8

9 Marliani Lase Perempuan SMA Kader Desa Bonalumba n

Informan 9

10 Roslinawati Perempuan SMA Kader Desa S. Kalangan II

Informan 10

4.3 Analisis Manajemen Program Imunisasi dalam Pencapaian Cakupan Universal Child Immunization (UCI)

4.3.1 Masukan (Input)

Masukan (input) merupakan semua hal yang diperlukan untuk terselenggaranya pelaksanaan program imunisasi yang dalam hal ini meliputi sumber daya manusia, dana, sarana dan prasarana yang merupakan penunjang dalam pelaksanaan program imunisasi yang dapat dilihat pada uraian berikut : 4.3.1.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi. Menurut Werther dan Davis (1996) yang dikutip oleh Sutrisno (2015) menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Oleh karena itu adapun yang dikatakan sebagai sumber daya manusia dalam organisasi puskesmas merupakan orang-orang yang mengabdikan diri dalam bidang tertentu di wilayah kerja puskesmas serta harus mempunyai wewenang untuk melakukan upaya jenis tertentu dalam bidang yang digelutinya dalam penyelenggaraan program di puskesmas.

(53)

Berikut hasil kutipan penelitian wawancara terkait petugas imunisasi di Puskesmas Tukka:

“petugas imunisasi disini ada korim nya 1 orang dan dibantu 2 orang petugas dari puskesmas, terus ada 9 bidan desa karna kan ada 9 desa disini, ya ada kader juga yang bantu di posyandu, paling kalau dari luar kayak camat dan ibu pkk gitulah yang bantu-bantu mengajak masyarakat agar mau anaknya di imunisasi, saya rasa cuma itu aja” (Informan 1).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan 1 yaitu dijelaskan bahwa pada pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas Tukka diketahui tenaga atau petugas yang ikut serta dalam program imunisasi adalah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri dari koordinator imunisasi, petugas imunisasi dan bidan desa sedangkan tenaga non kesehatan terdiri dari kader dan lintas sektoral. Hal yang sama juga dijelaskan oleh informan 2 dengan penjelasan berikut ini :

“ya kalau petugas imunisasi di puskesmas ada saya, ada 2 petugas yang bantu saya, kalau di posyandu nya ya ada bidan desa dan kader. Kalau khusus pengelola vaksin disini sebenarnya tidak ada, yang menjalankan tugas itu saya sendiri dan kadang-kadang dibantu sama ibu fitri dan ibu mardiah, kalau lintas sektoral juga berperan sih secara tidak langsung untuk ngajak ibu-ibu datang ke posyandu mengimunisasi anak nya”

(Informan 2).

Informasi dari informan 2 berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa koordinator imunisasi memiliki tugas rangkap (double job) yaitu sebagai koordinator dan juga sebagai pengelola vaksin. Berikut penjelasan hasil wawancara yang menyebabkan double job tersebut:

“karna gini, kan pengelola vaksin itu berarti harus tau bagaiamana pengelolaan rantai vaksin seperti penyimpanannya, penjemputannya ke dinkes, penyediaannya, pengecekan suhu nya, dan untuk pengelola vaksin kan harus sudah pernah mendapatkan pelatihan juga. Sedangkan petugas

(54)

cuma pak pipin aja lah, ada juga kmarin itu yang pernah mendapat pelatihan pengelolaan rantai vaksin tapi bapak itu sudah pindah tugas tahun lalu. Lagian juga kan tugas pengelola vaksin bisanya dikerjakan sama korim, kan sejalan nya tugas nya itu jadi gak ada masalah lah menurut saya kalo dirangkap tugasnya, gak pernah pula lah ada keluhan dari si pipin karna tugas rangkapnya soalnya dibantu nya dia sama 2 petugas di puskesmas, si fitri dan si mardiah”(Informan 1).

Informasi dari informan 1 berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa penyebab double job tersebut dikarenakan petugas pengelola vaksin harus mempunyai pengetahuan terkait pengelolaan rantai vaksin yaitu penyediaan, pendistribusian, pemeliharaan dan penyimpanan vaksin selain itu petugas pengelola vaksin juga harus mendapat pelatihan terlebih dahulu, sedangkan dari petugas imunisasi di Puskesmas Tukka yang telah mendapatkan pelatihan terkait pengelolaan rantai vaksin hanya Bapak Pipin yaitu selaku koordinator imunisasi.

Berdasarkan kutipan dari beberapa informan di atas diketahui bahwa ketersediaan sumber daya manusia terkait penyelenggaraan program imunisasi di Puskesmas Tukka belum mencukupi atau masih kurang dikarenakan tidak adanya petugas pengelola rantai vaksin. Oleh sebab itu tugas dari pengelola rantai vaksin dikerjakan oleh koordinator imunisasi sehingga menyebabkan adanya tugas rangkap di Puskesmas Tukka, akan tetapi adanya tugas rangkap tersebut tidak mempengaruhi pekerjaan dari koordinator imunisasi. Sedangkan penyebab dari tugas rangkap tersebut dikarenakan tidak adanya pelatihan yang didapatkan oleh petugas baik dari puskesmas maupun dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah.

(55)

Pelatihan tenaga imunisasi perlu dilaksanakan untuk mendukung proses berlangsungnya penyelenggaraan program imunisasi yang sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure). Berikut hasil wawancara terkait dengan pelatihan program imunisasi:

“pernah saya mendapat pelatihan di dinkes, itu kira-kira satu tahun yang lalu. Pelatihan itu perlu sekali ya menurut saya untuk mengembangkan kinerja petugas tapi sayangnya pelatihan itu sangat jarang dilakukan di tapteng ini. Harusnya kan pelatihan itu minimal sekali setahun dilaksanakan, sedangkan ini tidak. Baru tahun lalu lah kira-kira ada pelatihan nya. Tahun ini sepertinya tidak ada ya” (Informan 2).

Berdasarkan penjelasan dari informan 2 dapat diketahui bahwa pelaksanaan pelatihan petugas imunisasi hanya satu tahun yang lalu sedangkan sebelumnya tidak ada. Adapun hasil wawancara dengan informan 3 dan informan 4 yaitu:

“saya sih belum pernah ya dek dapat pelatihan imunisasi itu, harusnya kan perlu ya. Tapi mau gimana dari pihak dinkes tidak ada mengadakan”(Informan 3).

“gak ada aku dapat pelatihan, seingatku dulu tahun lalu ada itu dilaksanakan tapi aku gak ikut itupun cuma tahun lalu aja nya yang dilaksanakan, sebelum-sebelumnya mana ada”(Informan 4).

Hal yang sama juga dijelaskan oleh informan 5, informan 6 dan informan 7:

“tidak ada saya ikut pelatihan program imunisasi, pelatihannya biasanya sih di dinkes. Tapi dinkes sini kayaknya jarang membuat pelatihan- pelatihan gitu”(Informan 5).

“Enggak, saya gak ada ikut pelatihan. Karna disini memang jarang ada pelatihan kayak gitu dibuat”(Informan 6).

(56)

Berdasarkan kutipan dari beberapa informan di atas diketahui bahwa masih banyak petugas imunisasi tidak mendapatkan pelatihan tentang pelaksanaan imunisasi dan pengelolaan vaksin, penyebabnya dikarenakan pelaksanaan pelatihan di Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah tidak rutin dilaksanakan yang seharusnya dilaksanakan sekali dalam 1 tahun. Pelaksanaan pelatihan imunisasi yang tidak rutin, dapat berdampak pada proses penyelenggaraan program imunisasi di Puskesmas.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tenaga pelaksana imunisasi adalah petugas atau pengelola yang telah memenuhi standar kualifikasi sebagai tenaga pelaksana di setiap tingkatan dan telah mendapat pelatihan sesuai dengan tugasnya. Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas atau pengelola imunisasi dalam rangka meningkatkan kinerja dan kualitas petugas.

Berdasarkan penelitian Dewi (2009) tentang pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam pengelolaan vaksin program imunisasi di unit pelayanan kesehatan Kabupaten Karanganyar menyatakan bahwa pelatihan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan peningkatan keterampilan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sumber daya manusia dalam penyelenggaraan program imunisasi di Puskesmas Tukka belum mencukupi, yaitu kurangnya tenaga pengelola rantai vaksin. Pengelola rantai vaksin memiliki peran penting dalam kegiatan manajemen program imunisasi yaitu bertugas untuk pengadaan, pendistribusian, penyimpanan dan pemeliharaan vaksin. Hasil

Referensi

Dokumen terkait

tentang pacaran dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi terhadap mitos – mitos tentang

domain untuk simulasi harus memperhatikan wilayah fokus analisis aliran fluida agar dapat menghemat memori yang digunakan disamping tujuan dari analisis tercapai. 3)

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang

Hal tersebut disebabkan karena kebudayaan makan masyarakat minahasa, pada masyarakat desa Tandengan Satu makanan berlemak yang paling banyak dikonsumsi yaitu daging

Perlindungan tangan Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian

Untuk meningkatkan knowledge dan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan bagian alih media dan preservasi dan membantu karyawan dalam memahami kegiatan pengoperasian mesin dalam

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT PADA PILAR PERTAMA

Berdasarkan hasil penelitian yang menyebabkan responden tidak memanfaatkan puskesmas yaitu masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang tata cara dan hak pelayanan