• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

IDANӦGAWO KABUPATEN NIAS TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH

GRACE VALENTINE HURA NIM : 141000410

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

GRACE VALENTINE HURA NIM :141000410

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Saya yang berjudul “POLA MAKAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IDANӦGAWO KECAMATAN IDANӦGAWO KABUPATEN NIAS TAHUN 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya Saya sendiri dan Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini Saya siap apabila kemungkinan ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya Saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya Saya ini.

Medan, Agustus 2018

Grace Valentine Hura

(4)
(5)

hipertensi adalah pola makan, yaitu mengonsumsi makanan yang bersantan, berlemak dan tinggi natrium. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview) dengan 10 informan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola makan pada penderita penyakit hipertensi di Kecamatan Idanӧgawo Kabupaten Nias.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita hipertensi mengetahui gejala hipertensi yang dirasakan, penyebab hipertensi, pengaturan makan untuk penderita hipertensi, serta mengetahui bahwa penyakit hipertensi terjadi karena makanan yang bersantan dan berlemak. Penderita hipertensi masih mengonsumsi makanan yang bersantan dan berlemakseperti makanan yang digulai, direndang dan digoreng serta jenis daging seperti daging babi yang diperoleh dari acara adat yang dihadiri informan atau dengan cara dibeli, serta mengonsumsi makanan yang tinggi natrium seperti ikan asin pada informan yang memiliki keterbatasan ekonomi.

Beberapa orang penderita hipertensi mengonsumsi makanan selingan, buah dan sayur secara rutin.Penderita hipertensi menghadiri beberapa acara adat dengan frekuensi yang tidak menentu. Makanan yang biasanya disajikan dalam acara yang dihadiri yaitu daging babi rendang, cincang, sate babi, babi kecap, babi sup, babi rebus, ayam rendang, sambal ikan teri kacang, sayur yang ditumis seperti kol, kacang panjang, wortel, buncis, sayur putih, dan buah seperti pisang dan semangka.

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengharapkan penderita hipertensi mengatur pola makan dan pengolahan makanan serta melakukan olahraga danmenjaga kestabilan tekanan darahnya dengan cara tetap rutin melakukan pemeriksaan kesehatan. Puskesmas diharapkan dapat memberikan penyuluhan dan konseling tentang pola makan bagi penderita hipertensi kepada masyarakat. Selain itu puskesmas juga dapat melakukan program senam secara rutin bersama masyarakat dan pembagian leaflet untuk dipedomani oleh penderita hipertensi terkait pola makan atau diet bagi penderita hipertensi.

Kata kunci : Frekuensi makan, Jenis makanan, Penderita hipertensi, Pola makan.

(6)

iseating pattern that consume food with coconut milk, fatty and high of natrium. The type of this research is descriptive research with qualitative approach using indepth interview method with 10 informants. This study aims to determine the pattern of diet in patients with hypertension disease in Idanӧgawo Subdistrict Nias District.

The results of this study indicate that hypertensive patients know the symptoms of hypertension perceived, the cause of hypertension, eating arrangements for people with hypertension, and know that hypertension disease occurs due to the food with coconut milk and fatty. Patients with hypertension still consume foods such as food with coconut milk and fattysuch as curry food, rendang and fried food as well as other types of meat such as pork obtained from traditional events attended by informants or by purchasing and eating foods withhigh of natrium, such as salted fish in informants who have economic limitations. Some people with hypertension consume snack, fruits and vegetables on a regular basis. Patients with hypertension attend some traditional events with an uncertain frequency. The food is usually presented in the event that was attended namely rendang pork, chopped, satay pork, soy saucepork, souppork, boiled pork, rendangchicken, anchovy sauce, sautéed vegetables such as cabbage, long beans, carrots, beans, chinese cabbage, and fruit like bananas and watermelons.

Based on the results of this study, researcher expect people with hypertension to manage diet and food preparation and maintain the stability of blood pressure by keeping it routinely performing health checks. Puskesmas is expected to provide counseling about eating pattern or diet for people with hypertension to society.In addition, Puskesmas can also do gymnastic regularly with the community and distribution of leaflets to be guided by hypertension sufferers about eating pattern for people with hypertension.

Keywords: Eating pattern, Food frequency, Kind of food,Patients with hypertension.

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan AnugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“POLA MAKAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IDANӦGAWO KECAMATAN IDANӦGAWO KABUPATEN NIAS TAHUN 2017”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.

Selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Siselaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Siselaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU.

4. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan, saran selama bimbingan akademik.

5. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam memberi petunjuk,

(8)

6. Ernawati Nasution, S.K.M., M.Kesselaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam memberi petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.Dselaku Dosen Penguji I yang telah memberi saran dan masukan dalam penyelesaikan skripsi ini.

8. Dra. Syarifah, M.Sselaku Dosen Penguji II yang telah memberi saran dan masukan dalam penyelesaikan skripsi ini.

9. Marihot Oloan Samosir, S.T selaku staf departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis dalam administrasi serta memberi informasi apapun yang penulis butuhkan.

10. Seluruh Dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh Dosen yang telah memberikan pengajaran selama masa perkuliahandi FKM USU.

12. Kepala Puskesmas Idanӧgawo dan staf pegawai yang telah memberikan izin serta memberikan bantuan dalam penelitian ini.

13. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, ayah Drs. Ingati Hura dan ibunda Mesrawatty Zebuayang selalu menjadi penyemangat dan selalu memberi dukungan penuh serta mendoakan penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

(9)

motivasi,dukungan bahkan tidak lupa untuk memberi perhatian terhadap penulis.

15. Teman kelompok kecil Exelexato Abang Gomal Salomo Rajagukguk, Kakak Andriani Ambarita, Kakak Ester J. Hutapea, Pastinus Ndruruserta teman-teman Persekutuan Doa Maranatha yang selalu memberikan motivasi dan dukungan doa terhadap penulis.

16. Teman terbaik selama kuliah di FKM USU Eka Christina Doloksaribu, Sriayu Pasaribu, Arkadius Idola Halawa, Dicky PAH Lӧmbu, Vebry Kurniawan Telaumbanua yang memberikan dukungan dan semangat dalam penyusunan skripsi.

17. Teman-teman dari kelompokPraktik Belajar Lapangan Desa Sukajadi(Widya, Rina Dwi Ambarini, Pika Asyera Sinulingga, Indri Pamela).

18. Teman sekaligus sahabat penulis dariLatihan Kerja Peminatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Hernita R. Nababan, Resya V.

Manurung, Dian Puspa Lestari D.).

19. Teman-teman peminatan gizi Riris Siringoringo, Izmi Arisa Putri Lubis, Esra Sihombing, Dinda F. Lubis, Darari Tiara, Relia Asima Bakarayang selalu memberi semangat dan berjuang bersama dalam penyusunan skripsi.

20. Teman-teman dari Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat 2014 untuk kebersamaan selama perkuliahan dan proses penyusunan skripsi ini.

(10)

skripsi.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini belum sempurna, namun penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2018

Grace Valentine Hura

(11)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

ABSTRAK ...iii

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR MATRIKS ...xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

RIWAYAT HIDUP ...xv

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...10

1.3 Tujuan Penelitian ...10

1.3.1 Tujuan Umum ...10

1.3.1 Tujuan Khusus ...10

1.4 Manfaat Penelitian ...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...12

2.1 Penyakit Hipertensi ...12

2.1.1 Jenis Hipertensi ...14

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi ...15

2.1.3 Gejala Hipertensi ...17

2.1.4 Faktor Risiko Hipertensi ...18

2.1.5 Komplikasi Hipertensi ...28

2.1.6 Pencegahan Hipertensi ...30

2.2 Budaya Makan ...34

2.3 Pola Makan ...40

2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Makan ...44

2.5 Kerangka Pikir ...47

BAB III METODE PENELITIAN...48

3.1 Jenis Penelitian ...48

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...48

3.2.1 Lokasi Penelitian ...48

3.2.2 Waktu Penelitian ...49

3.3 Informan Penelitian ...49

3.4 Metode Pengumpulan Data ...49

3.5 Alat dan Bahan Penelitian ...49

3.6 Definisi Istilah ...50

(12)

4.1 Gambaran Umum Puskesmas ...53

4.2 Karakteristik Informan...55

4.3. Matriks Hasil Wawancara...56

4.4. Gambaran Riwayat Makan Informan ...76

4.4.1 Konsumsi Sumber Karbohidrat ...76

4.4.2 Konsumsi Sumber Protein ...76

4.4.3 Konsumsi Sayuran ...77

4.4.4 Konsumsi Buah ...78

BAB V PEMBAHASAN ...79

5.1 Karakteristik Informan...79

5.2 Pengetahuan Informan ...81

5.2.1 Pengetahuan Informan tentang Gejala Hipertensi ...81

5.2.2 Pengetahuan Informan tentang Penyebab Hipertensi ...83

5.2.3 Pengetahuan Informan tentang Pengaturan Makan pada Penderita Hipertensi ...86

5.3 Kebiasaan Informan ...88

5.3.1 Kebiasaan Informan dalam Mengonsumsi Makanan yang Disukai ...88

5.3.2 Kebiasaan Informan dalam Mengonsumsi Daging ...89

5.3.3 Kebiasaan Informan dalam Mengikuti Acara Adat dan Konsumsi Makanan yang Disajikan dalam Acara Tersebut ...91

5.3.4 Kebiasaan Informan dalam Pengaturan Pola Makan yang Dilakukan untuk Menjaga Tekanan Darah Tetap Normal ...92

5.4 Tindakan Informan ...94

5.4.1 Tindakan Informan dalam Pengolahan Makanan ...94

5.5 Pola Makan Informan ...96

5.6 Riwayat Makan Informan ...98

5.7 Kecenderungan Perubahan Pola Makan Informan ...101

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...106

6.1 Kesimpulan ...106

6.2 Saran ...107

DAFTAR PUSTAKA ...109 LAMPIRAN

(13)

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII ...15 Tabel 2.2 Tekanan Darah menurut AHA ...16 Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah menurut WHO ...16 Tabel 2.4 Klasifikasi Hipertensi menurut Perhimpunan Hipertensi

Indonesia ...17 Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Informan Penderita Hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Idanogawo Kecamatan Idanogawo ...56

(14)

Matriks 4.1 Gejala yang dirasakan saat mengalami hipertensi ...57

Matriks 4.2 Penyebab hipertensi ...59

Matriks 4.3 Pengaturan Makan pada Penderita Hipertensi ...61

Matriks 4.4 Makanan yang Disukai Informan ...62

Matriks 4.5 Konsumsi Daging ...64

Matriks 4.6 Acara adat yang diikuti dan makanan yang biasa disajikan dalam acara tersebut ...66

Matriks 4.7 Pengaturan Pola Makan yang Dilakukan Informan untuk Menjaga Tekanan Darah Tetap Normal ...69

Matriks 4.8 Pengolahan Makanan ...70

Matriks 4.9 Pola Makan Informan ...73

(15)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian ...47

(16)

Lampiran 1. Surat Persetujuan Menjadi Informan ...114

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ...115

Lampiran 3. Formulir Metode Riwayat Makan ...117

Lampiran 4. Surat Survei Pendahuluan ...120

Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Penelitian ...121

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian ...122

Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian ...123

Lampiran 8. Tabel Frekuensi Konsumsi Makanan ...124

Lampiran 9. Dokumentasi ...137

(17)

Penulis bernama Grace Valentine Hura, dilahirkan di Idanӧgawo pada tanggal 31 Desember 1996. Beragama Kristen Protestan, bertempat tinggal di Jalan Diponegoro nomor 107 Tetehӧsi Kecamatan Idanӧgawo Kabupaten Nias. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Drs. Ingati Hura dan Mesrawatty Zebua.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri 071043 dan lulus pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kota Gunungsitoli dan lulus pada tahun 2011, lalu penulis melanjutkan pendidikan kembali di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Gunungsitoli dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara dengan Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat dan lulus pada tahun 2018.

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan pembangunan dan teknologi telah membawa perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat seperti pola makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh dan kurangnya aktifitas fisik. Perubahan tersebut telah memberi pengaruh terhadap meningkatnya kasus penyakit degeneratif. Diketahui bahwa penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular ini sekarang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia.

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM diantaranya adalah penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). PTM merupakan hampir 70 persen penyebab kematian di dunia.PTM menunjukkan adanya kecenderungan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan tahun 2013, tampak kecenderungan peningkatan prevalensi PTM seperti diabetes, hipertensi, stroke, dan penyakit sendi/rematik/encok. Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut (Kemenkes RI, 2017).

Menurut data Riskesdas tahun 2013, prevalensi DM di Indonesia berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur mulai 18 tahun ke atas sebesar 25,8 persen.

Prevalensi jantung koroner berdasarkan pernah didiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi penyakit jantung koroner dan stroke terlihat meningkat seiring

(19)

perempuan. Prevalensi gagal ginjal kronis berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2 persen dan penyakit batu ginjal sebesar 0,6 persen.

Beberapa tahun terakhir di Kabupaten Nias terdapat kejadian penyakit tidak menular seperti hipertensi, stroke dan diabetes. Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Nias menunjukkan adanya peningkatan persentase penyakit hipertensi dari tahun 2014 sebesar 9,55 persen menjadi 11,07 persen pada tahun 2015.

Sedangkan pada tahun 2016 terdapat 1822 kasus penyakit hipertensi, 177 kasus penyakit diabetes mellitus dan penyakit stroke non hemorrhagic sebanyak tiga kasus.

Puskesmas Idanӧgawo merupakan puskesmas yang terletak di Kecamatan Idanӧgawo Kabupaten Nias. Diketahui dari kunjungan pasien yang berobat ke puskesmas Idanӧgawo terdapat 189 kunjungan pasien penderita hipertensi sepanjang tahun 2016 dan sebanyak 14 kasus penyakit diabetes melitus pada Oktober hingga Desember 2016, serta terdapat satu kasus penyakit ginjal.

Salah satu penyakit degeneratif yang merupakan pembunuh paling besar saat ini yaitu penyakit hipertensi.Menurut WHO (2013), hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg.Prevalensi penduduk dengan tekanan darah tinggi secara nasional sebesar 30,9 persen. Prevalensi tekanan darah tinggi pada perempuan (32,9%) lebih tinggi dibanding dengan laki-laki (28,7%). Prevalensi di perkotaan sedikit lebih tinggi (31,7%) dibandingkan dengan perdesaan (30,2%).

Prevalensi semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur (Kemenkes RI, 2017).

Hipertensi disebut sebagai “silent killer” karena jarang menimbulkan gejala pada stadium awal dan banyak orang tidak terdiagnosa.Hipertensi seringkali tidak

(20)

menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala.Banyak faktor yang secara umum berkaitan dengan risiko penyakit degeneratif. Faktor risiko tersebut dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang tidak dapat diintervensi dan faktor risiko yang dapat diintervensi. Faktor risiko yang tidak dapat diintervensi atau tidak dapat diubah (mayor) seperti umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan genetik.

Sedangkan faktor risiko yang dapat diintervensi atau dapat diubah (minor) yaitu obesitas, kebiasaan merokok, inaktivitas fisik, konsumsi garam berlebih, dislipidemia, konsumsi alkohol, stress, dan pola makan (Depkes RI, 2013).

Kejadian hipertensi salah satunya disebabkan oleh pola makan. Pola makan merupakan perilaku penting yang dapat memengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan memengaruhi asupan gizi sehingga akan memberi dampak pada kesehatan individu dan masyarakat. Gizi yang tidak optimal sangat berkaitan dengan kesehatan yang buruk dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti hipertensi, stroke dan penyakit jantung (Kemenkes RI, 2015). Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah atau jenis makanan dengan maksud tertentu. Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat.

Secara umum pola makan dapat didefinisikan sebagai cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya di

(21)

mana mereka hidup. Pola makan memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

Salah satu pola makan yang menjadi faktor risiko hipertensi adalah konsumsi garam dan makanan berlemak yang tinggi. Dalam penelitian Elvivin, dkk (2015), kebiasaan mengonsumsi garam merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada nelayan suku Bajo di Pulau Tasipi Kabupaten Muna Barat tahun 2015. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada responden yang kebiasaan mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan responden yang kebiasaan mengkonsumsi garam rendah. Menurut penelitian Pradono, dkk (2013) tentang permasalahan dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan berlemak dengan penyakit hipertensi, dimana dalam penelitian tersebut masyarakat dengan makan makanan berlemak satu kali atau lebih per hari mempunyai risiko hipertensi 1,3 kali dibandingkan yang makan makanan berlemak kurang dari satu kali per hari.

Pola makan dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Kebiasaan makan yaitu tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan dapat juga disebut dengan budaya makan. Budaya makan yang tidak sesuai dengan kaidah sehat maka akan dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan kesehatan (Kant dkk, 2013).Kebiasaan makan sebagai sesuatu yang sangat kompleks karena menyangkut tentang cara memasak, suka dan tidak suka, serta adanya berbagai kepercayaan (religi), pantangan-pantangan dan persepsi mistis (tahayul) yang berkaitan dengan

(22)

kategori makan: produksi, persiapan dan konsumsi makanan. Kebiasaan makan atau pola makan tidak hanya sekadar mengatasi tubuh manusia saja, melainkan dapat memainkan peranan penting dan mendasar terhadap ciri-ciri dan hakikat budaya makan(Foster &Anderson, 2013).

Budaya dan kesehatan sangat erat hubungannya. Adapun masalah kesehatan yang sering terjadi sekarang ini salah satunya karena budaya masyarakat itu sendiri.

Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Pada tingkat awal proses sosialisasi, seorang anak diajarkan antara lain bagaimana cara makan, bahan makanan apa yang dimakan, cara buang air kecil dan besar, dan lain-lain.

Kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa, dan bahkan menjadi tua. Kebiasaan tersebut sangat mempengaruhi perilaku kesehatan dan sulit untuk diubah (Notoatmodjo, 2014).

Kebudayaan akan menuntun seseorang dalam bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologis, termasuk kebutuhan terhadap pangan (Sulistyoningsih, 2014).Budaya dan pola makan masyarakat di masing-masing daerah sangat beragam.

Dalam acara adat atau tradisi di suatu daerah pasti menyajikan makanan khas daerahnya. Dari beragamnya jenis makanan tersebut perlahan-lahan mulai membentuk pola makan pada masyarakat di setiap daerah. Makanan yang sehat akan memberikan dampak positif bagi setiap orang, sedangkan makanan yang tidak sehat seperti makanan yang tinggi lemak, tinggi kolesterol, tinggi natrium, dan sebagainya akan membawa dampak buruk bagi kesehatan.

Menurut penelitian Manawan, dkk (2016) tentang hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi di Kabupaten Minahasa menunjukkan adanya

(23)

hubungan antara asupan lemak dengan kejadian hipertensi. Hal tersebut disebabkan karena kebudayaan makan masyarakat minahasa, pada masyarakat desa Tandengan Satu makanan berlemak yang paling banyak dikonsumsi yaitu daging babi, daging anjing/RW, dan makanan-makanan yang digoreng dengan frekuensi makan daging tiga hingga empat kali per bulan dan makanan yang digoreng dua kali per hari.Penelitian yang dilakukan oleh Eliska (2014) yang meneliti budaya dan pola makan pada Suku Alas menunjukkan bahwa masyarakat Suku Alas memiliki kebiasaan adat dan pola makan yang dapat menyebabkan kejadian hipertensi. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa masyarakat Suku Alas dalam acara adat sering mengonsumsi makanan seperti rendang daging lembu, gulai daging kambing dan gulai nangka, serta pola makan masyarakat Suku Alas yang terkait dengan kebiasaan mengonsumsi garam. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara budaya dan pola makan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat Suku Alas.

Pada masyarakat Suku Melayu khususnya di daerah Sumatera bagian Selatan terdapat makanan khas tersendiri yang sudah membudaya. Penelitian Haruminori, dkk (2017)membahas tentang makanan etnik Melayu, yakni tempoyak. Tempoyak merupakan makanan sehari-hari masyarakat etnik Melayu dan sudah menjadi budaya dikarenakan jumlah durian yang melimpah di Palembang. Tempoyak terbuat dari buah durian yang difermentasikan dengan garam selama dua hingga tujuh hari. Bagi masyarakat etnik Melayu, tempoyak memiliki peranan penting sebagai pelengkap makanan mereka dan juga sebagai salah satu cara pengawetan makanan sehingga memiliki umur simpan yang panjang. Rasa unik perpaduan antaran manis dan asam membuat tempoyak memberikan sensai sebagai penggugah selera bagi mereka.

(24)

Selain sebagai makanan pendamping nasi, tempoyak juga dapat digunakan sebagai bumbu seperti pada brengkes.

Berbeda dengan budaya makan pada etnis Tionghoa, penelitian Pangaribuan dkk (2014) menunjukkan bahwa etnis Tionghoa cenderung mengonsumsi nasi dan mie sebagai sumber karbohidrat serta tahu, tempe, dan telur sebagai lauk. Selain itu, etnis Tionghoa juga memiliki pantangan makan daging sapi karena adanya perintah bagi yang menganut agama Budha.

Menurut Nurti (2017), masalah kebiasaan makan sebagai suatu bentuk tingkah laku berpola yang sangat terkait dengan kebudayaan, yang mencakup juga kepercayaan dan pantangan makan yang berkembang dalam sekelompok masyarakat.

Makanan dengan pengesahan budaya berarti akan berkaitan dengan kepercayaan, pantangan, aturan, teknologi, dan sebagainya yang tumbuh dan berkembang dalam sekelompok masyarakat, sehingga menjadi kebiasaan makan yang menjadi ciri khas sekelompok masyarakat dan yang membedakan dengan kelompok masyarakat lainnya. Makanan sebagai simbol-simbol tertentu akan memiliki makna-makna tertentu dalam banyak aktivitas sosial. Misalnya dalam makanan yang digunakan dalam perayaan adat, upacara adat atau upacara perkawinan. Makanan juga sebagai pembentuk identitas etnis, yang dapat dikenali dari jenis masakannya yang memiliki karakterisitik rasa yang khusus. Makanan dan perubahan budaya makan sebagai akibat masuknya makanan-makanan asing tidak hanya mempengaruhi praktik makan sehari-hari, namun juga pada acara-acara tradisional seperti perkawinan.

Upacara adat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan Nias yang tumbuh dan berkembang secara historis pada masyarakat suku tersebut. Salah satu upacara tradisional yang masih dan terus dipertahankan oleh masyarakat Nias

(25)

adalah upacara perkawinan, kematian, dan perayaan hari-hari besar agama. Hal ini tidak terlepas dari makanan yang disajikan setiap upacara adat yang ada kaitannya dengan status gizi dan kejadian hipertensi pada masyarakat tersebut. Budaya yang masih melekat dalam masyarakat nias hingga saat ini yaitu setiap acara atau pesta yang dilakukan pasti menyajikan daging babi (zimbi) sebagai salah satu bentuk penghormatan bagi tamu yang diundang. Daging babi menjadi menu lauk utama sehingga selalu disajikan di setiap acara dalam masyarakat nias. Selain itu, budaya makan daging babi di daerah Nias juga sering dikonsumsi sambil minum minuman beralkohol/bir ataupun tuak (tuo) oleh kaum bapak.Karena konsumsi daging babi sudah menjadi kebiasaan maka tidak jarang juga masyarakat Nias membeli daging babi demi memenuhi keinginan atau selera mereka untuk mengonsumsi daging tersebut. Dengan budaya yang demikian, masyarakat Nias memiliki angka konsumsi daging yang cukup tinggi.

Cara pengolahan daging babi yang sering dilakukan adalah digoreng, dipanggang, dibuat rendang, dikecap/semur, dibuat saksang, direbus atau dibuat sup, dan diawetkan dengan garam (ni’owuru). Hal yang membuat Budaya Nias berbeda dengan suku lain yaitu pengolahan daging babi yang dilakukan dengan cara diasinkan. Pada setiap acara pesta daging babi yang berlebih diawetkan dengan cara mengasinkan daging tersebut dengan garam sehingga memiliki daya awet yang lebih lama. Untuk mengonsumsi daging yang telah diasinkan tersebut masyarakat Nias mengolahnya lagi dengan cara digoreng atau dipanggang. Jenis dan pengolahan makanan tersebut rata-rata mengandung tinggi kalori, lemak jenuh, tinggi garam dan tinggi protein yang kemungkinan akan memicu terjadinya hipertensi.

(26)

Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada 10 orang pasien di wilayah kerja Puskesmas Idanӧgawo adaempat orang mengalami hipertensi. Berdasarkan wawancara lebih mendalam lagi, penderita hipertensi tersebut menyatakan bahwa mereka mengalami hipertensi setelah mengonsumsi banyak daging. Banyaknya pesta yang dihadiri bisa mencapai tiga kali dalam seminggu merupakan salah satu hal yang menjadi pemicu tingginya konsumsi daging oleh penderita hipertensi. Konsumsi daging sebagai menu lauk utama sudah menjadi kebiasaan di setiap acara dalam masyarakat Nias. Hasil wawancaradiketahui bahwa pengolahan daging yang dikonsumsi sering dilakukan dengan cara digoreng, dipanggang, dibuat rendang, diasinkan. Kebiasaan mengonsumsi makanan dengan tinggi lemak, tinggi kolesterol dan tinggi natrium tersebut dapat menjadi pemicu kenaikan tekanan darah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan data-data di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola makan pada penderita penyakit hipertensi di Kecamatan Idanӧgawo Kabupaten Nias tahun 2017 ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaranpola makan pada penderita penyakit hipertensi di Kecamatan Idanӧgawo Kabupaten Nias.

1.3.1 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik penderita penyakit hipertensi di Kecamatan Idanӧgawo Kabupaten Nias.

(27)

b. Untuk mengetahui pengetahuan dan tindakan penderita hipertensi tentangpenyakit hipertensidi Kecamatan Idanӧgawo Kabupaten Nias dalam pengaturan pola makan.

c. Untuk mengetahui budaya dan kebiasaan makan pada penderita penyakit hipertensi di Kecamatan Idanӧgawo Kabupaten Nias.

d. Untuk mengetahui jenis makanan dan frekuensi makan pada penderita penyakit hipertensi di Kecamatan Idanӧgawo Kabupaten Nias.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Memberikan wawasan dan menambah pengalaman peneliti dalam menerapkan ilmu yang didapat selama kuliah ke dalam praktik nyata.

b. Memberikan masukan dan informasi kepada Puskesmas Idanӧgawo mengenai penyakit hipertensi.

c. Memberikan informasi kepada penderita penyakit hipertensi.

d. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi atau acuan untuk dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi kronis ketika tekanan darah pada dinding arteri meningkat (Anies, 2018). Menurut Kemenkes RI, definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.

Menurut Depkes RI (2013), hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal.

Hipertensi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya, sehingga jantung bekerja lebih keras dan timbullah gejala yang disebut dengan penyakit tekanan darah tinggi (Sustrani, 2018).

Menurut Wade (2017) tekanan darah diibaratkan sebagai sistem pipa air kebun yang berujung di mulut pipa kecil (arteriol), apabila mulut pipa ditutup sedikit maka pipa tersebut menjadi tegang karena adanya peningkatan tekanan, sehingga hanya sedikit air yang bisa melewatinya namun air yang keluar bisa memancar lebih jauh. Demikian halnya dengan hipertensi, jika arteriol menyempit maka jantung akan bekerja lebih keras untuk memompa darah melalui jaringan.

(29)

Kekuatan darah dalam menekan dinding arteri ketika dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh menetukan ukuran tekanan darah (Anies, 2018). Tekanan yang terlalu tinggi akan membebani arteri dan jantung sehingga mengidap hipertensi yang dapat berpotensi mengalami serangan jantung, stroke, atau penyakit ginjal.

Tekanan darah merupakan gaya yang dikeluarkan melawan dinding pembuluh darah oleh aliran darah yang melewatinya (Wade, 2017). Tekanan darah diukur menggunakan alat yang disebut dengan sfigmomanometer (bahasa Yunani yang artinya mengukur denyut nadi). Tekanan darah dibedakan antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan tertinggi pada saat jantung memompa darah atau pada waktu jantung menguncup (sistole).

Tekanan darah diastolik adalah tekanan terendah dalam pembuluh darah ketika jantung beristirahat atau pada saat jantung mengendor kembali (diastole). Tekanan darah dewasa normal adalah sistolik kurang dari 140 mmHg dengan diastolik kurang dari 90 mmHg.

Menurut WHO (2013), hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi disebut sebagai “silent killer” karena jarang menimbulkan gejala pada stadium awal dan banyak orang tidak terdiagnosa.

2.1.1. Jenis Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, Kemenkes (2013) membagi hipertensi menjadi dua jenis, yaitu :

a. Hipertensi primer (esensial), adalah suatu peningkatan persisten tekanan

(30)

normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup 90 persen dari kasus hipertensi. Para pakar mengemukakan hal yang dapat mendukung terjadinya hipertensi primer ini seperti stres, riwayat keluarga, lingkungan, kelainan metabolisme intra seluler (Sustrani, 2018)

b. Hipertensi sekunder, adalah hipertensi yang penyebabnya diketahui dan ini menyangkut sekitar 10 persen dari kasus-kasus hipertensi. Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam keluarga. Menurut Wade (2017), penyebab hipertensi sekunder antara lain arteriosklerosis atau pengerasan arteri, penyakit ginjal atau gangguan aliran darah normal dalam ginjal, aldosteronisme, feokromositoma yaitu tumor yang berhubungan dengan kelenjar adrenal, dan lain-lain. Selain itu, hipertensi sekunder juga disebabkan oleh gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes, penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah, dan berhubungan dengan kehamilan (Sustrani, 2018).

Berdasarkan bentuknya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hipertensi diastolik, campuran, dan sistolik (Kemenkes RI). Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Hipertensi jenis ini biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi campuran yaitu hipertensi yang ditandai peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.

(31)

Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur 18 tahun ke atas, maka prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dihitung hanya pada penduduk umur 18 tahun ke atas. Mengingat pengukuran tekanan darah dilakukan pada penduduk umur lebih dari sama dengan 15 tahun maka temuan kasus hipertensi pada umur 15-17 tahun sesuai kriteria JNC VII 2003 akan dilaporkan secara garis besar sebagai tambahan informasi (Kemenkes, 2013).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII

No. Klasifikasi Hipertensi Tekanan Sistolik (mmHg)

Tekanan Diastolik (mmHg)

1 Normal <120 <80

2 Prehipertensi 120-139 80-89

3 Hipertensi Derajat I 140-159 90-99

4 Hipertensi Derajat II ≥160 ≥100

(Sumber: National Heart Lung & Blood Insitute, 2003)

Klasifikasi JNV VII tersebut sama dengan klasifikasi menurut JNC VIII (Joint National Comittee 8) pada tahun 2013. Tekanan darah yang normal menurut JNC VIII adalah kurang dari 120/80 mmHg. Angka ini sama dengan angka yang diungkapkan oleh AHA.

Tabel 2.2 Tekanan Darah menurut AHA Kategori Tekanan Sistolik

(mmHg)

Tekanan Diastolik (mmHg)

Tekanan Darah Normal < 120 < 80

Tekanan Darah Elevasi 120 - 129 < 80

Hipertensi Tingkat I 130 - 139 80 - 89

Hipertensi Tingkat II ≥ 140 ≥ 90

(32)

(Sumber: Nerslicious oleh Nugraha, 2018)

Menurut AHA (American Heart Association), tekanan darah yang normal adalah kurang dari 120/80 mmHg. Tekanan darah yang kurang dari 110/70 mmHg, termasuk kedalam tekanan darah rendah atau hipotensi.

Tabel 2.3 Tekanan Darah Menurut WHO (World Health Organization) Kategori Tekanan Sistolik

(mmHg)

Tekanan Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal 120 - 130 80 - 85

Pra Hipertensi 130 - 139 85 - 89

Tingkat 1 (Hipertensi Ringan) 140 - 159 90 – 99

Sub-grup: Perbatasan 140 - 149 90-94

Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160 - 179 100 - 109

Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistolik terisolasi (isolated systolic hypertension) Sub-grup: Perbatasan

≥ 140 140-149

< 90

< 90 (Sumber: Irianto, 2014)

Menurut WHO, tekanan darah yang normal berkisar antara 120/80 mmHg- 130/85 mmHg. Adapun tekanan darah yang optimal menurut WHO adalah kurang dari 120/80 mmHg.

Tabel 2.4 Klasifikasi Hipertensi menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Normal <120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 ≥ 100

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 ≥ 90 (Sumber: JUMANTIK oleh Hanum, 2018)

2.1.3. Gejala Hipertensi

Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta

(33)

jiwa, namun hampir sekitar 90-95persen kasus tidak diketahui penyebabnya.

Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada masing- masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo), jantung berdebar- debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan (Kemenkes RI).

Gejala lain yang sering dijumpai pada hipertensi meliputi pening, letih, jantung berdebar, serta kemerahan dan panas pada wajah. Petunjuk yang paling pasti adalah perubahan tekanan darah itu sendiri (Wade, 2017). Selain itu gejala hipertensi yang dapat ditemui adalah sering buang air kecil dan sulit berkonsentrasi, sensitif dan mudah marah terhadap hal-hal sepele yang tidak disukainya (Anies, 2018).

Sewaktu tekanan darah naik, orang sering merasakannya sebagai sakit kepala, tengkuk terasa kaku dan sakit terutama pada pagi hari sewaktu bangun tidur. Hormon adrenalin meningkat sebagai akibat rasa cemas ataupun stres. Apabila hormon tersebut meningkat maka akan menimbulkan peningkatan denyut jantung, aliran darah, dan lain-lain (Anies, 2017).

2.1.4. Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang cukup tinggi diderita oleh masyarakat Indonesia. Penyebab hipertensi belum dapat dipastikan pada lebih dari 90 persen kasus. Beberapa hal yang diduga dapat memengaruhi peningkatan risiko hipertensi antara lain : berusia di atas 65 tahun, mengonsumsi banyak garam, kelebihan berat badan, memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi, kurang makan buah dan sayuran, jarang berolahraga, minum terlalu banyak kopi

(34)

(atau minuman lain yang mengandung kafein), terlalu banyak mengonsumsi minuman keras (Anies, 2018).

Banyak faktor yang secara umum berkaitan dengan risiko penyakit degeneratif. Faktor risiko tersebut dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang tidak dapat diintervensi dan faktor risiko yang dapat diintervensi. Faktor risiko yang tidak dapat diintervensi atau tidak dapat diubah (mayor) seperti umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan genetik. Sedangkan faktor risiko yang dapat diintervensi atau dapat diubah(minor) yaitu obesitas, kebiasaan merokok,inaktivitas fisik, konsumsi garam berlebih, dislipidemia, konsumsi alkohol, stress,dan pola makan (Depkes RI, 2013).

a. Umur

Faktor umur merupakan salah satu penyebab seseorang terkena tekanan darah tinggi. Semakin bertambah umur seseorang semakin berkurang elastisitas pembuluh darah sehingga tekanan darah di dalam tubuh orang yang sudah lanjut usia akan mengalami kenaikan dan dapat melebihi batas normal (Anies, 2018). Menurut penelitian Monica, dkk (2015) penyakithipertensi tidak terkena pada usia lanjut saja.

Pada umumnya hipertensi menyerang pria pada usia diatas 31 tahun, sedangkan pada wanita terjadi mulai usia 45 tahun atau setelah mengalami menopause.

Menurut penelitian Gerungan, dkk (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Kawangkoan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000. Penelitian lain oleh Jannah, dkk (2017) tentang analisis faktor penyebab kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Mangasa Kecamatan Tamalate Makassar menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan

(35)

bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 40 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.

Semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 35 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi. Akibat bertambahnya umur, terjadi penurunan fungsi fisiologis dan daya tahan tubuh yang terjadi karena proses penuaan yang dapat menyebabkan seseorang rentan terhadap penyakit salah satunya yaitu hipertensi (Kemenkes RI, 2013). Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan.

b. Jenis Kelamin

Menurut Depkes RI (2013), pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Menurut penelitian Monica, dkk (2015) hipertensi tidak terkena lebih banyak pada laki-laki dari pada perempuan. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal.

Prevalensi tekanan darah tinggi pada perempuan (32,9%) lebih tinggi dibanding dengan laki-laki (28,7%). Hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita (Kemenkes RI, 2017).

(36)

Menurut penelitian Jannah, dkk (2017) menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa wanita seringkali mengadopsi perilaku tidak sehat seperti pola makan yang tidak seimbang sehingga menyebabkan kelebihan berat badan, depresi, dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan kaum pria, hipertensi lebih berkaitan erat dengan pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.

c. Riwayat Keluarga dan Genetik

Menurut penelitian Monica, dkk (2015) penyakit hipertensi dapat diturunkan tetapi tidak semua orang tekena hipertensi karena keturunan. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi dua hingga lima kali lipat. Orangtua yang mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi memiliki kemungkinan dapat menurunkan kepada anaknya (Anies, 2018). Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur).

Menurut penelitian Linda (2017) tentang faktor risiko terjadinya hipertensi menunjukkan bahwa riwayat keluarga pasien hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Toaya paling banyak memiliki riwayat hipertensi (70,6%) dibanding dengan tidak ada riwayat keluarga menderita hipertensi (29,4%).

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (essensial).

Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang

(37)

kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45 persen akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30 persen akan turun ke anak-anaknya (Depkes, 2013).

d. Obesitas

Obesitas atau kegemukan merupakan persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat badan dan tinggi badan kuadrat dalam meter. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukan penyebab hipertensi, akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33persen memiliki berat badan lebih/overweight(Depkes RI, 2013).

e. Kebiasaan merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, zat tersebut mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan adanya kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan proses artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung bertambah. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah arteri (Depkes RI, 2013).

(38)

Menurut Setyanda, dkk (2015) dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi (p=0,003). Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak.

Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).

Menurut penelitian Jannah, dkk (2017) menunjukkan bahwa ada hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang merokok akan mencederai dinding pembuluh darah dan mempercepat pembentukan ateroklerosis (pengerasan pembuluh darah), membuat jantung bekerja lebih keras karena menyempitkan pembuluh darah untuk sementara dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah.Penelitian lain yang dilakukan oleh Sriani, dkk (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian hipertensi dan responden yang merokok berisiko 15 kali untuk terjadinya hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak merokok.

f. Inaktivitas Fisik atau Kurang Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh (Kemenkes RI, 2015).

Olahraga dan aktivitas fisik banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah.

(39)

Hasil penelitian Sriani, dkk (2016) menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi. Tidak berolahraga merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan nilai OR = 11,147. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang tidak berolahraga berisiko 11 kali untuk terjadinya hipertensi dibandingkan dengan responden yang berolahraga.

Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan olah raga aerobik yang teratur tekanan darah dapat turun, meskipun berat badan belum turun (Depkes RI, 2013). Orang yang tidak pernah melakukan berbagai olahraga, khususnya aerobik, akan lebih berisiko terkena tekanan darah atau hipertensi. Hal ini berakibat jantung tidak bisa memompa darah dan akan mengakibatkan aliran darah di dalam tubuh menjadi tidak lancar (Anies, 2018).

g. Konsumsi Garam

Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Asupan garam kurang dari tiga gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 persen.

Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari enam gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari. Dalam penelitian Elvivin, dkk (2015), kebiasaan mengonsumsi garam merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada nelayan suku Bajo di Pulau Tasipi Kabupaten Muna Barat tahun 2015. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada responden

(40)

yang kebiasaan mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan responden yang kebiasaan mengkonsumsi garam rendah.

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Pada manusia yang mengkonsumsi garam tiga gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar tujuh hingga delapan gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari enam gram atau tiga sendok per hari (Depkes RI, 2013).

h. Dislipidemia

Kelainan metabolisme lipid (lemak) ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Depkes RI, 2013). Dislipidemia ditandai dengan kadar kolesterol total dalam darah lebih 200 mg/dl dan kadar trigliserida lebih 200 mg/dl. Tingginya kadar kolesterol dalam darah terutama LDL juga dapat memicu terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner yang selanjutnya juga memicu terjadinya stroke (Purwani, 2017).

i. Konsumsi Alkohol Berlebih

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan, namun mekanismenya masih belum jelas (Depkes RI, 2013). Diduga peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol. Efek terhadap tekanan darah akan

(41)

kelihatan apabila mengonsumsi alkohol sekitar dua hingga tiga gelas ukuran standar setiap harinya.

j. Stress

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesusaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi (Depkes RI, 2013).

Menurut penelitian Jannah, dkk (2017) menunjukkan ada hubungan antara stres dengan kejadian hipertensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa Stres dapat meningkatkan tekanan darah sewaktu. Hormon adrenalin akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat. Selain itu, pada saat stres biasanya pilihan makanan kita kurang baik. Kita akan cenderung melahap apa pun untuk merilekskan diri, dan itu bisa berdampak secara tidak langsung pada tekanan darah kita.

k. Pola Makan

Pola makan yang buruk atau tidak sehat merupakan salah satu penyebab orang terkena tekanan darah tinggi. Seseorang yang sering mengonsumsi makanan- makanan yang mempunyai kadar lemak tinggi akan berisiko terkena hipertensi.

makanan yang berlemak tinggi akan membuat penyumbatan di pembuluh darah sehingga darah akan menjadi naik (Anies, 2018).

Pola makan mencakup frekuensi, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Konsumsi makanan yang tinggi natrium dan tinggi lemak sangat

(42)

berdampak pada kejadian hipertensi. Misalnya konsumsi daging yang tinggi dan jenis makanan lain yang diolah dengan cara digoreng, digulai, dll. Menurut penelitian Pradono, dkk (2013) tentang permasalahan dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan berlemak dengan penyakit hipertensi, dimana dalam penelitian tersebut masyarakat dengan makan makanan berlemak satu kali atau lebih per hari mempunyai risiko hipertensi 1,3 kali dibandingkan yang makan makanan berlemak kurang dari satu kali per hari.

Mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet, garam, dan bumbu penyedap juga dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan karena makanan tersebut banyak mengandung natrium yang bersifat menarik air ke dalam pembuluh darah, sehingga beban kerja jantung untuk memompa darah meningkat dan mengakibatkan hipertensi.

2.1.5. Komplikasi Hipertensi

Membiarkan hipertensi berarti membiarkan jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung dua kali dan meningkatkan risiko stroke delapan kali dibanding dengan orang yang tidak mengalami hipertensi (Sustrani, 2018).

Gejala akibat komplikasi hipertensi yang mungkin dijumpai antara lain gangguan penglihatan, gangguan syaraf, gangguan jantung, gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang, perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma (Depkes

(43)

RI, 2013). Berikut adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi.

1. Penyakit jantung koroner

Komplikasi penyakit jantung koroner terjadi karena pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Nyeri dada yang terjadi sering disebabkan adanya penyempitan lubang pembuluh darah jantung dan berkurangnya aliran darah pada beberapa bagian otot jantung. Jika aliran darah pada suatu otot jantung benar-benar terhenti akan timbul gangguan pada otot jantung yang sering disebut sebagai serangan jantung. Serangan ini dapat berakibat fatal.

2. Gagal jantung

Tekanan darah tinggi dapat memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah. Akibatnya, otot jantung akan menebal dan renggang, daya pompa otot akan menurun dan kurang efektifsehingga jantung dapat mengalami kegagalan dalam bekerja atau disebut dengan gagal jantung (Anies, 2018). Kegagalan kerja jantung ini ditandai dengan gejala sesak napas, napas pendek, serta pembengkakan pada tungkai dan kaki.

3. Kerusakan pembuluh darah otak atau cedera otak

Hipertensi merupakan penyebab utama atau penyakit penyerta utama pada kerusakan pembuluh darah otak. Tekanan darah tinggi berkepanjangan seringkali menyebabkan kerusakan terhadap otak. Ada dua jenis kerusakan yang ditimbulkan yakni pecahnya pembuluh darah dan rusaknya dinding pembuluh darah. Pembuluh yang melemah bisa pecah dan menyebabkan perdarahan di berbagai tempat. Kejadian ini bisa melumpuhkan satu bagian

(44)

tubuh. Tipe cedera yang lebih umum yaitu pembentukan bekuan dalam arteri menuju otak; proses ini menyebabkan kelumpuhan (Wade, 2017).

4. Gagal ginjal

Kelainan ginjal akibat hipertensi ada dua jenis, yaitu nefrosklerosis benigna dan nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis benigna diakibatkan oleh tekanan darah tinggi yang berlangsung lama atau karena percepatan sklerosis fisiologik pada proses menua (pertambahan umur). Hipertensi menahun dapat menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh darah semakin bertambah sehingga fraksi-fraksi plasma mengendapkan di dinding pembuluh darah.

Adapun nefrosklerosis maligna yang ditandai dengan tekanan diastole lebih besar dari 130 mmHg disebabkan karena fungsi ginjal yang terganggu. Dalam Sustrani (2018), hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.

5. Gangguan penglihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau kebutaan (Sustrani, 2018).

Menurut Wade (2017), hipertensi berkepanjangan dapat menyebabkan perubahan serius pada mata. Perdarahan yang terjadi bisa mengganggu penglihatan.

(45)

2.1.6. Pencegahan Hipertensi

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah hipertensi adalah sebagai berikut.

a. Mengatasi obesitas atau menurunkan berat badan berlebih

Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi telah banyak dilaporkan.

Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga mencapai IMT normal 18,5-22,9 kg/m2, lingkar pinggang kurang dari 90 cm untuk laki-laki atau kurang dari 80 cm untuk perempuan (Depkes RI, 2013).

b. Mengurangi asupan garam

Mengurangi konsumsi garam dapat diimbangi dengan asupan lebih banyak kalsium, magnesium, dan kalium (bila dibutuhkan untuk kasus tertensu).

Puasa garam dapat menurunkan tekanan darah (Sustrani, 2018). Banyak yang tidak menyadari bahwa makanan ringan dan juga mie instan banyak mengandung garam, demikian juga vetsin yang sebenarnya adalah monosodium glutamate, karenasodium sebenarnya adalah nama lain dari natrium. Menurut Anies (2018), pengurangan sodium dalam diet dapat menurunkan tekanan darah hingga 8 mmHg. Oleh karena itu, dianjurkan untuk mengurangi konsumsi garam dalam makanan sehari-hari.

c. Melakukan olahraga teratur

Melakukan aktivitas fisik aerobik secara teratur, misalnya jalan cepat selama 30-45 menit sejauh tiga kilometer sebanyak lima kali per minggu, dapat menurunkan TDS 4 mmHg dan TDD 2,5 mmHg. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem syaraf, sehingga menurunkan teknanan darah (Depkes RI, 2013). Berdasarkan Strategi

(46)

Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan dan Aktifitas Fisik Kementerian Kesehatan Tahun 2012, lebih baik jika melakukan olahraga yaitu latihan fisik yang dilakukan berkesinambungan dengan mengikuti aturan tertentu. Aktivitas fisik akan meningkatkan kesempatan hidup sehat lebih panjang. Penelitian telah membuktikan adanya manfaat aktivitas fisik terhadap kesehatan. Salah satu manfaat aktivitas fisik yaitu menurunkan risiko penyakit seperti tekanan darah tinggi dan kolesterol darah tinggi (Kemenkes RI, 2015).

d. Mengurangi konsumsi alkohol

Mengurangi alkohol pada penderita hipertensi dapat menurunkan TDS rerata 3,8 mmHg. Pantang alkohol harus dipertahankan (jangan mulai minum alkohol). Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari tiga unit/hari pada laki-laki dan tidak lebih dari dua unit/hari pada perempuan (Depkes RI, 2013).

e. Berhenti merokok

Merokok dapat mempercepat proses pengerasan pembuluh darah. Berhenti merokok merupakan salah satu upaya untuk mengubah gaya hidup sehat dan melakukan pencegahan hipertensi (Anies, 2018). Menghindari kebiasaan merokok dapat dilakukan dengan inisiatif diri sendiri; mengganti fungsi rokok dengan mengonsumsi permen; dukungan dari anggota kelompok berhenti merokok; atau dengan konsultasi/konseling ke klinik berhenti merokok (Depkes RI, 2013).

f. Mengonsumsi makanan yang kaya buah dan sayuran (misalnya, sedikitnya lima porsi per hari). Berdasarkan Riskesdas 2013, 93,5persen penduduk usia di atas 10 tahun mengonsumsi sayuran dan buah-buahan masih di bawah

(47)

anjuran. Secara umum sayuran dan buah-buahan merupakan sumber berbagai vitamin, mineral dan serat pangan. Sebagian vitamin, mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan berperan sebagai antioksidan atau penangkal senyawa jahat dalam tubuh. Berbagai kajian menunjukkan bahwa konsumsi sayuran dan buah-buahan yang cukup turut berperan dalam menjaga kenormalan tekanan darah, kadar gula dan kolesterol darah. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi sayuran dan buah-buahan yang cukup turut berperan dalam mencegah penyakit tidak menular kronik (Kemenkes RI, 2015).

g. Lakukan pengecekan tekanan darah secara rutin.

Pencegahan hipertensi juga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer berupa kegiatan untuk menghentikan (mengurangi) faktor risiko hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi. Pencegahan primer dilaksanakan melalui berbagai upaya, diantaranya promosi kesehatan mengenai peningkatan perilaku hidup sehat, yakni dengan diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur dan buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktivitas fisik serta tidak merokok.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini.

(48)

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita Hipertensi terhindar dari komplikasi Hipertensi serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup. Dalam pencegahan tertier, kegiatan difokuskan kepada mempertahankan kualitas hidup penderita, misalnya pengontrolan darah secara rutin, olahraga dengan teratur dan di sesuaikan dengan kondisi tubuh.

Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan Hipertensi yang tepat, serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, Stroke, hingga Jantung.

2.2. Budaya Makan

Budaya merupakan nilai-nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati, dan menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama. Budaya juga diartikan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya menuntun orang dalam bertingkah laku, menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya, serta kapan seseorang boleh atau tidak mengonsumsi suatu makan dan bagaimana pangan tersebut dikonsumsi (Sulistyoningsih, 2014).

Studi tentang makanan dalam konteks budaya merujuk pada persoalan–

persoalan praktis serta perilaku konkret masyarakatnya. Kepercayaan suatu masyarakat tentang makanan berakibat pada kebiasaan (praktek) makan serta

(49)

sesuatu yang sangat kompleks karena menyangkut tentang cara memasak, suka dan tidak suka, serta adanya berbagai kepercayaan (religi), pantangan-pantangan dan persepsi mistis (tahayul) yang berkaitan dengan kategori makan: produksi, persiapan dan konsumsi makanan (Foster & Anderson, 2013). Adapun pengolahan atau cara memasak makanan dapat dilakukan dengan cara ditumis, direbus, digulai, digoreng, diasinkan, dibuat rendang, dll. Budaya makan juga menyangkut tentang kepercayaan sehingga manusia memiliki pantangan tersendiri terhadap suatu makanan dan pantangan tersebut bersifat mutlak dan tidak dapat ditawar, misalnya pantangan makan daging babi pada orang yang beragama Islam dan pantangan makan daging sapi bagi orang yang beragama Budha.

Menurut Nurti (2017), masalah kebiasaan makan sebagai suatu bentuk tingkah laku berpola yang sangat terkait dengan kebudayaan, yang mencakup juga kepercayaan dan pantangan makan yang berkembang dalam sekelompok masyarakat.

Makanan dengan pengesahan budaya berarti akan berkaitan dengan kepercayaan, pantangan, aturan, teknologi, dan sebagainya yang tumbuh dan berkembang dalam sekelompok masyarakat, sehingga menjadi kebiasaan makan yang menjadi ciri khas sekelompok masyarakat dan yang membedakan dengan kelompok masyarakat lainnya. Makanan sebagai simbol-simbol tertentu akan memiliki makna-makna tertentu dalam banyak aktivitas sosial. Misalnya dalam makanan yang digunakan dalam perayaan adat, upacara adat atau upacara perkawinan. Makanan juga sebagai pembentuk identitas etnis, yang dapat dikenali dari jenis masakannya yang memiliki karakterisitik rasa yang khusus. Makanan dan perubahan budaya makan sebagai akibat masuknya makanan-makanan asing tidak hanya mempengaruhi praktik makan sehari-hari, namun juga pada acara-acara tradisional seperti perkawinan.

Referensi

Dokumen terkait

MUTIARA TIMUR Ѵ Ketidaksesuaian nama paket antara surat penawaran dengan daftar kuantitas dan harga dimana pada surat penawaran tertulis pembuatan jalur pejalan

Perlindungan tangan Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang

Berdasarkan hasil penelitian yang menyebabkan responden tidak memanfaatkan puskesmas yaitu masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang tata cara dan hak pelayanan

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan nikmat berupa kesehatan, kekuatan, serta kesabaran, sehingga penulis dapat

Saran kepada perawat yang mengalami masalah keluarga, terkait dengan pekerjaan, interaksi dengan atasan maupun pihak pengelola rumah sakit serta masalah yang

Partisipasi anggota kelompok ternak sapi Parna Saiyo masih rendah jika dilihat dari jumlah anggota kelompok yang ada, namun walaupun demikian dari 70% anggota yang hadir

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT PADA PILAR PERTAMA