• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Hipertensi

2.1.4 Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang cukup tinggi diderita oleh masyarakat Indonesia. Penyebab hipertensi belum dapat dipastikan pada lebih dari 90 persen kasus. Beberapa hal yang diduga dapat memengaruhi peningkatan risiko hipertensi antara lain : berusia di atas 65 tahun, mengonsumsi banyak garam, kelebihan berat badan, memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi, kurang makan buah dan sayuran, jarang berolahraga, minum terlalu banyak kopi

(atau minuman lain yang mengandung kafein), terlalu banyak mengonsumsi minuman keras (Anies, 2018).

Banyak faktor yang secara umum berkaitan dengan risiko penyakit degeneratif. Faktor risiko tersebut dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang tidak dapat diintervensi dan faktor risiko yang dapat diintervensi. Faktor risiko yang tidak dapat diintervensi atau tidak dapat diubah (mayor) seperti umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan genetik. Sedangkan faktor risiko yang dapat diintervensi atau dapat diubah(minor) yaitu obesitas, kebiasaan merokok,inaktivitas fisik, konsumsi garam berlebih, dislipidemia, konsumsi alkohol, stress,dan pola makan (Depkes RI, 2013).

a. Umur

Faktor umur merupakan salah satu penyebab seseorang terkena tekanan darah tinggi. Semakin bertambah umur seseorang semakin berkurang elastisitas pembuluh darah sehingga tekanan darah di dalam tubuh orang yang sudah lanjut usia akan mengalami kenaikan dan dapat melebihi batas normal (Anies, 2018). Menurut penelitian Monica, dkk (2015) penyakithipertensi tidak terkena pada usia lanjut saja.

Pada umumnya hipertensi menyerang pria pada usia diatas 31 tahun, sedangkan pada wanita terjadi mulai usia 45 tahun atau setelah mengalami menopause.

Menurut penelitian Gerungan, dkk (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Kawangkoan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000. Penelitian lain oleh Jannah, dkk (2017) tentang analisis faktor penyebab kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Mangasa Kecamatan Tamalate Makassar menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan

bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 40 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.

Semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 35 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi. Akibat bertambahnya umur, terjadi penurunan fungsi fisiologis dan daya tahan tubuh yang terjadi karena proses penuaan yang dapat menyebabkan seseorang rentan terhadap penyakit salah satunya yaitu hipertensi (Kemenkes RI, 2013). Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan.

b. Jenis Kelamin

Menurut Depkes RI (2013), pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Menurut penelitian Monica, dkk (2015) hipertensi tidak terkena lebih banyak pada laki-laki dari pada perempuan. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal.

Prevalensi tekanan darah tinggi pada perempuan (32,9%) lebih tinggi dibanding dengan laki-laki (28,7%). Hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita (Kemenkes RI, 2017).

Menurut penelitian Jannah, dkk (2017) menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa wanita seringkali mengadopsi perilaku tidak sehat seperti pola makan yang tidak seimbang sehingga menyebabkan kelebihan berat badan, depresi, dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan kaum pria, hipertensi lebih berkaitan erat dengan pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.

c. Riwayat Keluarga dan Genetik

Menurut penelitian Monica, dkk (2015) penyakit hipertensi dapat diturunkan tetapi tidak semua orang tekena hipertensi karena keturunan. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi dua hingga lima kali lipat. Orangtua yang mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi memiliki kemungkinan dapat menurunkan kepada anaknya (Anies, 2018). Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur).

Menurut penelitian Linda (2017) tentang faktor risiko terjadinya hipertensi menunjukkan bahwa riwayat keluarga pasien hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Toaya paling banyak memiliki riwayat hipertensi (70,6%) dibanding dengan tidak ada riwayat keluarga menderita hipertensi (29,4%).

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (essensial).

Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang

kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45 persen akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30 persen akan turun ke anak-anaknya (Depkes, 2013).

d. Obesitas

Obesitas atau kegemukan merupakan persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat badan dan tinggi badan kuadrat dalam meter. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukan penyebab hipertensi, akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33persen memiliki berat badan lebih/overweight(Depkes RI, 2013).

e. Kebiasaan merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, zat tersebut mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan adanya kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan proses artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung bertambah. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah arteri (Depkes RI, 2013).

Menurut Setyanda, dkk (2015) dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi (p=0,003). Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak.

Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).

Menurut penelitian Jannah, dkk (2017) menunjukkan bahwa ada hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang merokok akan mencederai dinding pembuluh darah dan mempercepat pembentukan ateroklerosis (pengerasan pembuluh darah), membuat jantung bekerja lebih keras karena menyempitkan pembuluh darah untuk sementara dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah.Penelitian lain yang dilakukan oleh Sriani, dkk (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian hipertensi dan responden yang merokok berisiko 15 kali untuk terjadinya hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak merokok.

f. Inaktivitas Fisik atau Kurang Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh (Kemenkes RI, 2015).

Olahraga dan aktivitas fisik banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah.

Hasil penelitian Sriani, dkk (2016) menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi. Tidak berolahraga merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan nilai OR = 11,147. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang tidak berolahraga berisiko 11 kali untuk terjadinya hipertensi dibandingkan dengan responden yang berolahraga.

Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan olah raga aerobik yang teratur tekanan darah dapat turun, meskipun berat badan belum turun (Depkes RI, 2013). Orang yang tidak pernah melakukan berbagai olahraga, khususnya aerobik, akan lebih berisiko terkena tekanan darah atau hipertensi. Hal ini berakibat jantung tidak bisa memompa darah dan akan mengakibatkan aliran darah di dalam tubuh menjadi tidak lancar (Anies, 2018).

g. Konsumsi Garam

Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Asupan garam kurang dari tiga gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 persen.

Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari enam gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari. Dalam penelitian Elvivin, dkk (2015), kebiasaan mengonsumsi garam merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada nelayan suku Bajo di Pulau Tasipi Kabupaten Muna Barat tahun 2015. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada responden

yang kebiasaan mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan responden yang kebiasaan mengkonsumsi garam rendah.

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Pada manusia yang mengkonsumsi garam tiga gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar tujuh hingga delapan gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari enam gram atau tiga sendok per hari (Depkes RI, 2013).

h. Dislipidemia

Kelainan metabolisme lipid (lemak) ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Depkes RI, 2013). Dislipidemia ditandai dengan kadar kolesterol total dalam darah lebih 200 mg/dl dan kadar trigliserida lebih 200 mg/dl. Tingginya kadar kolesterol dalam darah terutama LDL juga dapat memicu terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner yang selanjutnya juga memicu terjadinya stroke (Purwani, 2017).

i. Konsumsi Alkohol Berlebih

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan, namun mekanismenya masih belum jelas (Depkes RI, 2013). Diduga peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol. Efek terhadap tekanan darah akan

kelihatan apabila mengonsumsi alkohol sekitar dua hingga tiga gelas ukuran standar setiap harinya.

j. Stress

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesusaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi (Depkes RI, 2013).

Menurut penelitian Jannah, dkk (2017) menunjukkan ada hubungan antara stres dengan kejadian hipertensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa Stres dapat meningkatkan tekanan darah sewaktu. Hormon adrenalin akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat. Selain itu, pada saat stres biasanya pilihan makanan kita kurang baik. Kita akan cenderung melahap apa pun untuk merilekskan diri, dan itu bisa berdampak secara tidak langsung pada tekanan darah kita.

k. Pola Makan

Pola makan yang buruk atau tidak sehat merupakan salah satu penyebab orang terkena tekanan darah tinggi. Seseorang yang sering mengonsumsi makanan-makanan yang mempunyai kadar lemak tinggi akan berisiko terkena hipertensi.

makanan yang berlemak tinggi akan membuat penyumbatan di pembuluh darah sehingga darah akan menjadi naik (Anies, 2018).

Pola makan mencakup frekuensi, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Konsumsi makanan yang tinggi natrium dan tinggi lemak sangat

berdampak pada kejadian hipertensi. Misalnya konsumsi daging yang tinggi dan jenis makanan lain yang diolah dengan cara digoreng, digulai, dll. Menurut penelitian Pradono, dkk (2013) tentang permasalahan dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan berlemak dengan penyakit hipertensi, dimana dalam penelitian tersebut masyarakat dengan makan makanan berlemak satu kali atau lebih per hari mempunyai risiko hipertensi 1,3 kali dibandingkan yang makan makanan berlemak kurang dari satu kali per hari.

Mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet, garam, dan bumbu penyedap juga dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan karena makanan tersebut banyak mengandung natrium yang bersifat menarik air ke dalam pembuluh darah, sehingga beban kerja jantung untuk memompa darah meningkat dan mengakibatkan hipertensi.

Dokumen terkait