• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pola Makan

Secara umum pola makan dapat didefinisikan sebagai cara atau perilaku yang

makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya di mana mereka hidup. Pola makan memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut Kemenkes RI (2014), pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi.

Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat.

Pola makan yang baik adalah berpedoman pada Gizi Seimbang.

Pola makan dapat juga diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengosumsinya sebagaireaksi terhadap pengaruh–pengaruh fisiologi, psikologi, sosial danbudaya (Sulistyoningsih, 2014).

Pola makan yang baik selalu mengacu kepada gizi yang seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan dan seimbang. Tidak diragukan, terdapat enam unsur gizi yang harus dipenuhi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat, lemak dan protein merupakan zat gizi makro sebagai sumber energi, sedangkan vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro sebagai pengatur kelancaran metabolisme tubuh. Kebutuhan zat gizi tubuh hanya dapat terpenuhi dengan pola makan yang bervariasi dan beragam, sebab tidak ada satupun bahan makanan yang mengandung makro dan mikronutrien yang lengkap maka semakin beragam, semakin bervariasi dan semakin lengkap jenis makanan yang kita peroleh maka semakin lengkaplah perolehan zat gizi untuk mewujudkan kesehatan yang optimal.

Pola makan mencakup frekuensi, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Pola makan yang banyak mengandung asupan garam, pola makan tinggi

lemak dan pola makan yang banyak mengandung kolesterol akan berpengaruh terhadap tubuh atau tekanan darah.Menurut penelitian Mahmudah, dkk (2016) tentang hubungan gaya hidup dan pola makan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Kota Depok didapatkan hubungan yang signifikan antara asupan lemak dan asupan natrium dengan kejadian hipertensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang asupan natrium berlebih memiliki resiko 4,627 kali lebih besar untuk mengalami kejadian hipertensi dibandingkan responden yang asupan natriumnya baik. Dalam hasil penelitian tersebut asupan natrium yang paling besar pengaruhnya terhadap kejadian hipertensi. Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler. 35 – 40 persen natrium ada didalam kerangka tubuh (Almatsier, 2013).

Asupan natrium berlebih terutama dalam bentuk natrium klorida dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan tubuh yang menyebabkan oedema dan hipertensi.

Natrium yang tinggi juga dapat mengecilkan diameter pembuluh darah arteri sehingga jantung memompa darah lebih kuat.

Menurut penelitian Pradono, dkk (2013) tentang permasalahan dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan berlemak dengan penyakit hipertensi, dimana dalam penelitian tersebut masyarakat dengan makan makanan berlemak satu kali atau lebih per hari mempunyai risiko hipertensi 1,3 kali dibandingkan yang makan makanan berlemak kurang dari satu kali per hari.

Penelitian lain oleh Manawan, dkk (2016) tentang hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian hipertensidi Kabupaten Minahasa menunjukkan adanya hubungan antara asupan lemak dengan kejadian hipertensi. Hal tersebut disebabkan karena kebudayaan makan masyarakat minahasa, pada masyarakat desa Tandengan

Satu makanan berlemak yang paling banyak dikonsumsi yaitu daging babi, daging anjing/RW, dan makanan-makanan yang digoreng dengan frekuensi makan daging tiga sampai empat kali per bulan dan makanan yang digoreng dua kali per hari.

Mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet, garam, dan bumbu penyedap juga dapat menyebabkan hipertensi. Menurut Penelitian Indrawati, dkk (2009) menemukan kebiasaan mengkonsumsi bumbu penyedap dengan nilai p lebih dari 0,05 artinya bahwa ada keterkaitan yang erat antar hipertensi dengan kebiasaan makan makanan yang mengandung sodium/monosodium glutamate. Hal ini disebabkan karena makanan tersebut banyak mengandung natrium yang bersifat menarik air ke dalam pembuluh darah, sehingga beban kerja jantung untuk memompa darah meningkat dan mengakibatkan hipertensi.

Pola makan yang salah merupakan salah satu faktor resiko yang meningkatkan penyakit hipertensi.Secara umum pola makan memiliki tiga komponen yang terdiri dari frekuensi makan, jenis dan jumlah makanan.

1. Frekuensi Makan

Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalam sehari baik makanan utama maupun selingan. Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes RI, 2013). Frekuensi makan umumnya dikatakan baik bila frekuensi makan setiap harinya tiga kali makanan utama atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan selingan.

2. Jenis Makanan

Menurut Almatsier (2013), zat gizi yang terdapat di dalam bahan makanan secara umum dibagi menjadi enam jenis yakni karbohidrat, lemak, protein, vitamin,

mineral dan air. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Selain karbohidrat, lemak juga menghasilkan energi bagi tubuh dan juga berfungsi sebagai alat transportasi zat gizi lainnya. Protein berperan cukup vital sebagai bahan baku pembentuk sel dan jaringan tubuh. Protein juga berfungsi dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Protein dapat diubah menjadi energi bila tubuh kekurangan karbohidrat dan lemak. Vitamin berperan sebagai pemicu dan pengatur berbagai proses dalam tubuh, terutama untuk mengawali reaksi kimia dalam sel-sel tubuh. Mineral diperlukan tubuh untuk berbagai proses metabolisme. Tubuh membutuhkan pasokan rutin mineral agar metabolisme tubuh dapat berfungsi dengan baik. Senyawa organik seperti kalium, natrium, magnesium, klorida, kalsium, sulfur dan fosfor. Mineral ini diperlukan tubuh dalam jumlah besar dan elektrolit penting.

Kemenkes RI (2015) dalam pedoman gizi seimbang menyarankan untuk mengonsumsi lima kelompok pangan setiap hari. Kelima kelompok pangan tersebut adalah makanan pokok (nasi atau makanan sumber karbohidrat yang lain), lauk pauk sebagai sumber protein, sayuran dan buah-buahan sebagai sumber vitamin dan serat yang dibutuhkan tubuh, serta minum air putih yang cukup setiap hari.

3. Jumlah Makanan

Kebutuhan atas asupan gizi dipengaruhi oleh BMR, SDA maupun aktivitas fisik, keadaan fisiologis seperti keadaan sakit, kehamilan, menyusui, masa pertumbuhan dan sebagainya. Pada orang-orang yang mengalami hal ini asupan gizi perlu ditingkatkan supaya tidak kekurangan zat gizi. Hal ini disesuaikan dengan angka kecukupan gizi pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia.

Dokumen terkait