• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI KASUS CELAH BIBIR, CELAH LANGIT-LANGIT, SERTA KOMBINASI CELAH BIBIR DAN LANGIT-LANGIT

BERDASARKAN USIA, JENIS KELAMIN DAN DAERAH TEMPAT TINGGAL PASIEN DI RSUP H. ADAM MALIK

PERIODE 2012-2015

SKRIPSI

Oleh:

MARY SEPTARIKA RAJAGUKGUK NIM: 120600040

PEMBIMBING:

Hendry Rusdy, drg., Sp.BM, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2016

Mary Septarika Rajagukguk

Distribusi Kasus Celah Bibir, Celah Langit-langit serta Kombinasi Celah Bibir dan Langit-langit Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal Pasien di RSUP H. Adam Malik Periode 2012-2015

vi + 41 halaman

Celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit merupakan anomali kongenital yang paling sering terjadi. Celah ini melibatkan kelainan saat pembentukan jaringan bibir dan langit-langit pada masa embrio. Celah ini dapat memberikan dampak terhadap penampilan, kemampuan bicara, pendengaran, pertumbuhan, psikososial dan integrasi sosial sehingga harus ditangani sedini mungkin. Prevalensi kasus berbeda-beda sesuai etnis dan tempatnya. Kelompok etnis Asia dan Amerindian memiliki prevalensi tertinggi yaitu 1:500, etnis Eropa 1:1000, etnis Afrika 1:2500. Umumnya celah bibir lebih sering terjadi pada pria daripada wanita sementara celah langit-langit lebih sering terjadi pada wanita. Etiologi terjadinya celah dapat dipengaruhi genetik, sindrom, dan lingkungan. Faktor lingkungan mencakup nutrisi ibu yang kurang, konsumsi alkohol dalam masa kehamilan, merokok dalam masa kehamilan, radiasi sinar rontgen, infeksi, konsumsi obat-obatan, stress, trauma dan toksisitas logam berat. Penanganan celah bibir dan langit-langit hanya dapat dilakukan melalui pembedahan dan perawatan terintegrasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi kasus celah bibir dan langit-langit berdasarkan jenis kelamin, usia dan daerah tempat tinggal pasien di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012 sampai dengan 2015. Penelitian ini dilakukan melalui survei deskriptif. Data didapatkan dari rekam medis pasien dan

(3)

diolah serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sederhana dan diagram.

Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi celah berdasarkan jenis kelamin yaitu untuk celah bibir, pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2:1, untuk celah langit-langit, pria lebih sedikit daripada wanita dengan perbandingan 3:5, untuk kasus kombinasi celah bibir dan langit-langit, pasien laki-laki lebih banyak dengan berbandingan 16:15. Distribusi celah berdasarkan usia pembedahan, yaitu pasien bayi 16,67%, pasien anak-anak awal 40%, pasien anak-anak usia bermain 20%, pasien anak-anak usia sekolah 6,67%, pasien remaja 3,33%, pasien dewasa awal 10% dan pasien dewasa 3,33%. Distribusi celah berdasarkan daerah tempat tinggal yang paling banyak yaitu dari Kota Medan yang berjumlah 11 orang, diikuti dengan Kabupaten Deli Serdang dengan jumlah pasien 10 orang.

Daftar rujukan: 33 (2002-2015)PERNYATAAN PERSETUJUAN

Proposal ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

(4)

Medan, 18 Juli 2016 Tanda Tangan

Pembimbing:

Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes

NIP. 198005172003121005 ……….

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi pada tanggal 12 Agustus 2016

TIM PENGUJI KETUA : Indra Basar, drg., M.Kes

ANGGOTA : 1. Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes 2. Ahyar Riza, drg., Sp.BM

3. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM

(6)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, motivasi serta saran-saran dari berbagai pihak. Maka dengan kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg, M.Kes Sp.RKG selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala saran dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Hendry Rusdy, drg.,Sp.BM., M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberi bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar dan staf adminstrasi Departemen Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.

5. Ayahanda Sihar Rajagukguk, drg., dan Ibunda Yustina Kaban, drg., beserta abang dan kakak, Julius Rajagukguk, dr., Aprilia Elisabet Rajagukguk,dr., dan Joel Kaban, S.H, yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan baik moral maupun materil untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Amanda, Anisa, Tri Ayu, Buahna, Ruth Grace dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, motivasi, dan semangat selama studi dan penelitian ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna karena kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, namun penulis mengharapkan kiranya hasil

(7)

karya sederhana ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 9 Agustus 2016 Penulis,

(Mary Septarika Rajagukguk) NIM: 120600040

(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Celah Bibir dan Langit-langit... 5

2.1.1 Klasifikasi Celah Bibir dan Langit-langit ... 5

2.1.2 Epidemiologi ... 6

2.1.3 Etiologi ... 7

2.1.4 Patofisiologi ... 11

2.2 Perawatan Celah Bibir dan Langit-langit ... 13

2.2.1 Perawatan Pendahuluan ... 13

2.2.2 Pembedahan dan Perawatan Terintegrasi... 17

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perawatan... 19

2.3 Kerangka Teori ... 21

2.4 Kerangka Konsep ... 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 23

3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.3 Populasi dan Sampel ... 23

3.3.1 Populasi ... 23

3.3.2 Sampel ... 23

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 24

(9)

3.6 Pengolahan Data... 25

3.7 Analisa Data ... 25

3.8 Alur Penelitian ... 26

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 27

4.1 Gambaran Rekam Medis ... 27

4.2 Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26

4.3 Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Usia Pembedahan ... 28

4.4 Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal ... 29

BAB 5 PEMBAHASAN ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Klasifikasi Celah Bibir dan Langit-langit Menurut Kernahan dan Stark ... 5

2 Klasifikasi Celah Bibir dan Langit-langit Menurut Veau ... 6

3 Pembentukan Nasal dan Maksila ... 13

4 Mead-Johnson feeder, Haberman dan Mini Haberman feeder ... 15

5 Pemberian Makanan Cair dengan syringe ... 16

6 A, B. Feeding plate dengan kombinasi akrilik keras dan lunak ... 17

C. Presurgical Nasal Alveolar Molding (PNAM) ... 17

D.Oral Molding Plate sederhana ... 17

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Jadwal Perawatan Terintegrasi Pasien Celah Bibir dan Langit-langit ... 18

2 Distribusi Karakteristik Rekam Medis ... 26

3 Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Jenis Kelamin ... 27

4 Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Usia Pembedahan ... 28

5 Distribusi Kasus Pasien Celah yang Berasal dari Daerah Kota ... 30

6 Distribusi Kasus Pasien Celah yang Berasal dari Daerah Kabupaten ... 31

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup 2. Rincian Biaya Penelitian 3. Jadwal Penelitian

4. Daftar Rekam Medis

5. Surat Ethical Clearance (EC)

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Celah bibir dan celah langit-langit merupakan anomali kongenital yang paling sering terjadi. Menurut Dixon dkk, celah tersebut dapat berdampak pada penampilan, kemampuan berbicara, pendengaran, pertumbuhan, psikososial dan integrasi sosial.

Celah bibir dengan atau tanpa melibatkan langit-langit merupakan bentuk celah yang paling sering terjadi. Celah ini melibatkan kelainan saat pembentukan jaringan dari bibir pada masa embrio dan kelainan ini dapat berlanjut hingga ke jaringan keras dan lunak dari langit-langit. Celah bibir terbentuk dari anterior bibir hingga mencapai foramen insisivus. Celah dapat berupa celah komplit, tidak komplit, unilateral, maupun bilateral dan dapat melibatkan alveolus.1,4

Prevalensi celah bibir kombinasi dengan celah langit-langit hampir 45%, celah langit-langit 35% dan celah bibir 20%. Prevalensi kasus tersebut berbeda-beda sesuai dengan etnis dan tempatnya. Kelompok etnis Asia dan Amerindian memiliki prevalensi tertinggi yaitu 1:500, sementara etnis Eropa 1:1000 dan etnis Afrika memiliki prevalensi terendah yaitu 1:2500. Selain itu terdapat juga perbedaan jumlah kasus berdasarkan sisi bibir yang terlibat serta berdasarkan jenis kelamin. Umumnya celah bibir lebih sering terjadi pada sisi kiri bibir daripada sisi kanan bibir dengan perbandingan 6:3. Menurut Mossey, berdasarkan jenis kelamin, prevalensi terjadinya celah bibir lebih tinggi pada pria daripada wanita. Perbandingan terjadinya kasus celah bibir antara anak laki-laki dan anak perempuan yaitu 3:2, akan tetapi kasus celah langit-langit lebih sering terjadi pada anak perempuan. 1,2,4,7,32

Etiologi dari celah bibir dan celah langit-langit diduga merupakan kombinasi multifaktor antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik dilihat dari riwayat keluarga yang mengalami mutasi genetik. Faktor lingkungan dilihat dari hal- hal yang mempengaruhi proses kehamilan yang dapat menghasilkan kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Faktor-faktor tersebut dapat berupa pemakaian obat yang bersifat teratogenik semasa kehamilan trisemester pertama, misalnya asetosal atau

(14)

aspirin. Selain faktor genetik dan lingkungan, sindrom juga merupakan salah satu penyebab kelainan celah bibir dan langit-langit. Sindrom seperti Van der Woude, Pierre Robin dan beberapa sindrom lain menunjukkan karakteristik berupa celah pada bibir maupun langit-langit. Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan celah bibir dan langit-langit yaitu geografi, ras, jenis kelamin, budaya dan juga sosial ekonomi.

Pertumbuhan latar belakang ekonomi, industri, budaya merupakan faktor dominan pada proses terbentuknya penyakit atau anomali pada fase embriologik.3,19

Penanganan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki celah bibir dan langit- langit yaitu melalui pembedahan yang terintegrasi. Pendekatan secara tim diperlukan untuk mengatur variasi yang luas dari masalah umum yang terjadi pada pasien dengan celah bibir dan langit-langit. Biasanya sebagai tambahan operasi rekonstruksi, tim yang diperlukan terdiri dari spesialis bedah plastik, spesialis bedah mulut, spesialis THT-KL, spesialis anak, dokter gigi spesialis anak, speech pathologist, audiotologist, geneticist, psikiater anak, spesialis prostodonsi dan pekerja sosial. Tim ini berbeda tergantung dari kepentingan individual dan ketersediaan tenaga medis itu sendiri.

Sebagai tahap awal penatalaksanaan dilakukan pembedahan labioplasty untuk memperbaiki celah bibir yang mencapai hidung dan bagian anterior dari palatum.

Tahap ini dilakukan pada saat bayi telah memenuhi syarat “The Rule of Tens”, yaitu ketika berat bayi mencapai 10 pound atau setara dengan 4,5 kg, jumlah leukosit bayi di bawah 10.000 per milimeter kubik, HB di atas 10 gr% dan umur di atas 10 minggu, akan tetapi bila bayi belum dapat memenuhi persyaratan ketika berumur 10 minggu, tindakan bedah celah bibir dapat dilakukan ketika bayi berumur 3-5 bulan, kemudian dilanjutkan dengan pembedahan palatum lunak pada umur 6-12 bulan.2,4,7,32

Di negara-negara maju, penatalaksanaan celah bibir telah dioptimalkan sesuai prosedur oleh the cleft team atau tim perawatan celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit. Di Inggris, tim perawatan tersebut terorganisir dalam sebuah organisasi yang disebut Cleft Centre. Terdapat lebih dari 57 cleft centre di Inggris yang membantu para penderita celah bibir, akan tetapi berbeda halnya dengan negara- negara berkembang. Tidak semua pasien menerima manfaat dari tim spesialis celah

(15)

bibir dan langit-langit. Beberapa pasien bertumbuh dan berkembang dengan masalah celah bibir yang telah bertambah buruk prognosisnya akibat keterlambatan penatalaksanaan bedah. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, seperti yang terjadi di India, faktor penting yang dapat dipertimbangkan yaitu status sosial-ekonomi yang rendah, keterlambatan diagnosis, bayi yang beratnya tidak mencukupi, pasien drop out (pasien yang tidak mengikuti prosedur) dan lainnya. Faktor-faktor ini seringkali menyebabkan keterlambatan bedah awal bagi sebagian pasien di negara berkembang di mana bedah awal yang seharusnya dilakukan pada usia 3-6 bulan namun dilakukan di usia lebih dari 6 bulan. Menurut Rochric dkk, masalah yang paling utama ketika adanya keterlambatan bedah bagian palatum, yang dapat mempengaruhi kemampuan berbicara seseorang.4,5,6

Anak-anak yang dilahirkan dengan celah bibir dan langit-langit dapat mengalami kesulitan dalam mengonsumsi makanan, masalah psikososial, masalah bicara dan bahasa, retardasi perkembangan wajah, kelainan dental dan kehilangan pendengaran. Kelainan yang jelas terlihat yaitu kelainan fisik berupa kelainan bentuk wajah, rongga mulut, suara, pertumbuhan dan perkembangan rahang, erupsi dan letak gigi yang tidak teratur. Biasanya penderita akan memiliki suara yang sengau, bicara yang kurang jelas karena intonasi huruf yang tidak sempurna. Malposisi gigi anterior atas dapat mempengaruhi pengucapan huruf s, z, th, f dan v, sementara deformitas linggir alveolar dan celah pada palatum dapat menyebabkan kesulitan dalam mengucapkan huruf p, b, d, t, k, g, ng. Masalah lebih lanjut yaitu kehilangan rasa percaya diri, karena itulah perawatan terintegrasi harus dilakukan sesegera mungkin, guna memperkecil dampak buruk dari celah tersebut.2,4

Berdasarkan teori yang didapatkan tentang perbandingan prevalensi terjadinya celah bibir dan langit-langit antara anak laki-laki dan anak perempuan, peneliti merasa tertarik untuk meneliti hal tersebut. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan di negara maju dan negara berkembang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang frekuensi dan distribusi pasien bedah celah bibir dan langit-langit

(16)

berdasarkan umur serta penyebaran kasus celah bibir dan langit-langit berdasarkan daerah tempat tinggal pasien di Rumah Sakit Adam Malik, Medan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah karakteristik distribusi kasus bedah celah bibir dan langit-langit berdasarkan jenis kelamin pada pasien di RSUP H. Adam Malik periode 2012-2015?

2. Bagaimanakah karakteristik distribusi kasus bedah celah bibir dan langit-langit berdasarkan umur pada pasien di RSUP H. Adam Malik periode 2012-2015?

3. Bagaimanakah karakteristik distribusi kasus bedah celah bibir dan langit-langit berdasarkan daerah asal pada pasien di RSUP H. Adam Malik periode 2012-2015?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui distribusi kasus bedah celah bibir dan langit-langit berdasarkan jenis kelamin di Rumah Sakit Adam Malik

2. Untuk mengetahui distribusi kasus bedah celah bibir dan langit-langit berdasarkan usia pasien ketika dilakukan pembedahan di Rumah Sakit Adam Malik

3. Untuk mengetahui distribusi kasus bedah celah bibir dan langit-langit berdasarkan daerah tempat tinggal pasien di Rumah Sakit Adam Malik.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat menjadi masukan bagi dinas kesehatan dan RSUP. H. Adam Malik tentang penyebaran kasus kelahiran bayi dengan celah bibir dan langit-langit.

2. Dapat menjadi pedoman bagi pelayanan kesehatan daerah untuk memberikan pengarahan dan pertolongan pertama pada bayi dengan celah bibir dan langit-langit.

3. Dapat menjadi landasan teori bagi penelitian berikutnya.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Celah Bibir dan Langit-langit

Celah bibir dan langit-langit merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi di regio orofasial. Celah dapat terjadi pada satu sisi rahang ataupun dua sisi rahang. Celah bibir dan langit-langit merupakan celah orofasial yang terjadi pada bibir hingga ke palatum yang diakibatkan adanya kegagalan dalam proses penyatuan prosesus frontonasal dan prosesus maksilaris.3,7

2.1.1 Klasifikasi Celah Bibir dan Langit-langit

Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Kernahan dan Stark yaitu18: a. Grup I : Celah langit-langit primer, meliputi celah bibir dan kombinasi celah

bibir dengan celah pada tulang alveolar. Celah biasanya terdapat pada foramen insisivum (gambar 1a).

b. Grup II : Celah langit-langit sekunder atau celah yang terdapat di belakang foramen insisivum, meliputi celah langit-langit lunak dan keras dengan variasinya (gambar 1b dan c)

c. Grup III : Kombinasi celah langit-langit primer dan sekunder (gambar 1 d).

Gambar 1. Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Kernahan dan Stark.18

(18)

Klasifikasi celah langit-langit menurut Veau:18

a. Tipe 1 : Celah hanya terdapat pada langit-langit saja (gambar 2a)

b. Tipe 2 : Celah terdapat pada langit-langit lunak dan keras di belakang foramen insisivum (gambar 2b).

c. Tipe 3 : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar pada satu sisi (gambar 2c).

d. Tipe 4 : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar pada dua sisi (gambar 2d).

Gambar 2. Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Veau.18

2.1.2 Epidemiologi

Di Amerika, angka kelahiran bayi dengan kelainan celah yaitu 1 dari 700 kelahiran. Umumnya, Ras Asia dan Ras Indian Amerika memiliki prevalensi tertinggi terjadinya celah orofasial dengan perbandingan 1:500. Ras Eropa memiliki prevalensi dalam batas sedang yaitu 1:1000, sementara prevalensi terjadinya celah terendah yaitu pada Ras Afrika dengan perbandingan 1:2500.3,7,8

Di Indonesia, prevalensi nasional bibir sumbing adalah 0,2% (berdasarkan keluhan responden atau observasi pewawancara). Sebanyak 7 provinsi mempunyai

(19)

prevalensi bibir sumbing diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Barat. Menurut RISKESDAS tahun 2007, Provinsi DKI Jakarta ternyata menduduki peringkat teratas untuk prevalensi bibir sumbing, yaitu sebesar 13,9‰ jauh di atas angka nasional (2,4‰), sedangkan provinsi lain seperti Sumatera Selatan (10,6‰), Kep. Riau (9,9‰), Nusa Tenggara Barat (8,6‰), Nanggroe Aceh Darussalam (7,8‰), menempati urutan sesudahnya. Prevalensi terendah terdapat di Provinsi Jambi, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat masing- masing sebesar 0,4‰.Menurut RISKESDAS tahun 2013, di Sumatera Utara terdapat 0,2% bayi berumur 24-59 bulan yang menderita bibir sumbing.9,14

2.1.3 Etiologi

Etiologi dari terjadinya celah bibir dan langit-langit masih diteliti karena dalam beberapa kasus masih belum didapatkan penyebab utamanya, akan tetapi harus dibedakan antara kelainan celah bibir murni dengan celah bibir yang dikarenakan penyakit atau sindrom tertentu. Celah bibir dan celah langit-langit dapat dihubungkan dengan lebih dari 300 sindrom, namun hanya 15% kasus celah bibir dan langit-langit yang disebabkan sindrom.4,8

2.1.3.1 Genetik

Pada kasus celah bibir dan langit-langit yang bukan disebabkan sindrom, awalnya diduga disebabkan oleh faktor genetik, namun kenyataannya, beberapa penelitian menunjukkan hanya 20% sampai 30% kasus celah bibir dan langit-langit yang dihubungkan dengan faktor genetik saja. Sebagian besar kasus diduga diakibatkan adanya kombinasi antara kelainan genetik individual dengan faktor lingkungan.8

2.1.3.2 Sindrom

Anomali celah orofasial dapat disebabkan oleh sindrom. Sindrom tersebut dapat berupa sindrom monogenik maupun sindrom kromosomal. Sindrom monogenik

(20)

merupakan sindrom yang terjadi karena adanya mutasi dari gen tunggal. Mutasi dapat melibatkan salah satu maupun sepasang kromosom. Sindrom kromosomal merupakan sindrom yang terjadi karena adanya kekurangan ataupun kelebihan gen yang terletak di kromosom dan dapat juga terjadi karena adanya perubahan struktur kromosom.19

a. Sindrom Monogenik

Menurut Gorlin, terdapat 72 sindrom monogenik yang melibatkan celah pada oral. Penelitian tersebut dikuatkan oleh penelitian Cohen, di mana terdapat 154 sindrom monogenik yang melibatkan celah oral. Pada tahun 2001, terdapat versi yang berbeda dari database London Dysmorphology yang diungkapkan oleh Winter dan Baraiser, yaitu terdapat 487 sindrom monogenik yang terlibat dengan pembentukan celah oral. Salah satu contoh yaitu sindrom Van der Woude dan Treacher Collins.

Sindrom autosomal yang paling sering yaitu Van der Woude, di mana sindrom ini ditandai dengan adanya cekungan pada bibir bawah, celah bibir, celah palatum, hipodonsia, tidak adanya premolar kedua baik pada maksila maupun mandibula, tidak adanya insisivus lateral pada maksila dan ankiloglosia.19,23

b. Sindrom Kromosomal

Sindrom ini melibatkan abnormalitas yang signifikan pada kromosom baik secara struktural maupun numerikal. Contohnya pada sindrom Velokardiofasial, sindrom Shprintzen, Trisomi 13 dan 18 dan beberapa sindrom lainnya. Sindrom yang sering menyebabkan celah pada oral yaitu sindrom Pierre Robin yang ditandai dengan mikrognasia, celah langit-langit dan glosoptosis.19,23

2.1.3.3 Lingkungan

Faktor lingkungan sebagai penyebab celah bibir dan langit-langit telah banyak diketahui, walaupun tidak sepenting faktor genetik, tetapi faktor lingkungan merupakan faktor yang dapat dikendalikan sehingga dapat dilakukan pencegahan.

Beberapa faktor lingkungan yang diketahui yaitu:8 a. Nutrisi ibu

(21)

Kekurangan nutrisi, seperti kekurangan asam folat, merupakan salah satu faktor resiko terjadinya celah orofasial. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian dan percobaan intervensional di mana subjek penelitian dberikan suplemen folat untuk mencegah terjadinya kelahiran bayi dengan celah dalam keluarga yang memiliki riwayat menderita kelainan tersebut. Dan hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan terjadinya celah pada beberapa keluarga yang dijadikan subjek penelitian.

Selain penelitian tentang asam folat, beberapa penelitian lain tentang defisiensi zinc, defisiensi kolesterol dan defisiensi multivitamin menunjukkan hasil positif menjadi faktor resiko terjadinya celah bibir dan langit-langit.11

b. Konsumsi alkohol di masa kehamilan

Mengonsumsi alkohol juga diduga menjadi faktor risiko, namun bukti masih belum jelas. Meskipun begitu bila alkohol dikonsumsi dengan dosis tinggi dalam waktu yang singkat, diduga akan meningkatkan risiko kecacatan pada janin, termasuk celah bibir. Berdasarkan penelitian Jones, seorang ibu yang mengonsumsi alkohol 3 kali sehari ketika dalam masa trimester pertama kehamilan dapat berisiko memiliki bayi dengan berat badan rendah, sementara ibu yang mengonsumsi alkohol 4 hingga 6 kali sehari, memiliki risiko melahirkan bayi yang cacat. Biasanya bayi yang dilahirkan oleh ibu pengonsumsi alkohol memiliki kelainan berupa celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit, berat badan rendah, mikrosefalus, kelainan jantung, maupun retardasi mental.11,25

c. Merokok dalam masa kehamilan

Menurut penelitian Radojičić dkk, merokok dalam masa kehamilan trimester pertama merupakan faktor risiko yang besar dalam kenaikan jumlah kelahiran bayi dengan celah bibir dan langit-langit. Hal ini dibuktikan dengan penelitian di Serbia di mana 51% dari ibu yang merokok selama kehamilan memiliki anak dengan celah bibir.10

d. Radiasi sinar rontgen

Radiasi sinar rontgen diduga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya celah bibir. Sebuah laporan kasus dari bagian kedokteran gigi anak Universitas Indonesia menjelaskan bahwa paparan radiasi rontgen pada masa kehamilan trimester pertama

(22)

memiliki kemungkinan untuk menyebabkan terjadinya celah bibir dan langit- langit, di mana seorang anak lahir dengan celah bibir dan langit-langit namun tidak memiliki riwayat kelainan celah bibir dalam keluarganya. Ibunya juga menjelaskan bahwa kondisinya sehat pada waktu kehamilan, akan tetapi pada trimester pertama, ibu pernah terpapar radiasi rontgen.32

e. Infeksi

Infeksi pada trimester pertama kehamilan dapat menyebabkan kecacatan pada janin, termasuk kelainan pada bibir berupa celah bibir dan langit-langit. Infeksi dapat berupa infeksi bakteri maupun virus. Menurut penelitian Metneki dkk, virus seperti rubella dan bahkan influenza diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya celah pada janin.8,11,25

f. Konsumsi obat-obatan

Beberapa obat-obatan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh ibu hamil karena bersifat teratogenik. Penggunaan obat-obatan seperti steroid, antikonvulsan (phenytoin dan phenobarbital), asam retinoat dapat meningkatkan terjadinya celah bibir dan langit-langit bila dikonsumsi pada masa trimester kehamilan.4

g. Stress

Strean dan Peer melaporkan bahwa stress yang timbul pada ibu dapat menyebabkan terangsangnya fungsi hipothalamus Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). Akibatnya, ACTH merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan. Hal ini dapat juga menyebabkan kecacatan berupa celah bibir pada janin.8

h. Trauma

Sebuah penelitian di Filipina membuktikan bahwa salah satu penyebab terjadinya celah pada janin yaitu adanya tekanan pada perut ibu yang mengakibatkan trauma. Hal yang paling banyak menyebabkan tekanan eksternal tersebut yaitu ketika ibu tergelincir maupun jatuh. Selain itu, beberapa hal lain yang menyebabkan tekanan eksternal yaitu adanya percobaan aborsi dan kebiasaan ibu memberi tekanan pada

perut ketika masa kehamilan.28

(23)

i. Toksisitas logam berat

Menurut penelitian Al-Sabbak dkk di Rumah Sakit Bersalin Al Basrah, Irak, terdapat peningkatan terjadinya kelahiran bayi dengan defek baik di bibir maupun di bagian tubuh lain paska terjadinya pemboman di beberapa kota di Irak. Hal tersebut diakibatkan adanya paparan logam berat yang diterima ibu maupun ayah dari bayi sebelum proses fertilisasi. Adanya kandungan logam seperti timbal (Pb) dalam darah dapat menyebabkan keguguran maupun infertilitas. Penelitian yang dilakukan di Al Basrah membuktikan bahwa walaupun terdapat banyak kandungan logam dalam darah orang tua yang memiliki bayi dengan defek, namun paparan Pb dan Hg merupakan logam yang paling berbahaya dalam menyebabkan defek kongenital.

Defek yang paling sering ditemukan dalam penelitian tersebut yaitu defek pada jantung bawaan (24:46), defek pada persarafan (18:46) dan defek berupa celah bibir dan langit-langit (4:46).29

2.1.3.4 Faktor Resiko Lain

Faktor resiko lain yang berhubungan dengan celah bibir dan langit-langit, yaitu:1,3,8

a. Jenis Kelamin

Celah bibir lebih sering dimiliki pria sementara celah langit-langit lebih sering dimiliki wanita, akan tetapi secara keseluruhan, kelainan celah bibir dan langit-langit lebih sering menyerang pria dari pada wanita dengan perbandingan 3:2. Hal ini kemungkinan disebabkan karena wanita memiliki vaskularisasi lebih baik dari pria sehingga wanita lebih cepat terjadi penutupan dari pada pria. Celah langit-langit cenderung lebih sering pada perempuan, karena palatum sekunder wanita memiliki masa kritis perkembangan lebih lama kira-kira seminggu daripada pria.

b. Ras

(24)

Insidensi bibir sumbing sebanyak 2,1 dalam 1000 kelahiran pada ras Asia, 1:1000 pada ras Kaukasia dan 0,41:1000 pada ras Afrika-Amerika. Sehingga dapat dilihat bahwa insidensi tertinggi yaitu pada ras Asia dan terendah pada ras Afrika.

2.1.4 Patofisiologi

Perkembangan embriologis dari bibir dan palatum tergantung dari pembentukan sel neural crest dalam embrio. Sel tersebut bermigrasi dalam tingkat yang berbeda untuk membentuk struktur dari tengkorak dan wajah. Jika migrasi gagal atau terlambat, maka dapat berdampak pada pembentukan struktur fasial dan dapat menyebabkan celah maupun anomali kraniofasial.25

Ahli embriologi membagi hidung, bibir dan palatum menjadi palatum primer dan palatum sekunder. Palatum primer terdiri dari hidung, bibir, prolabium dan premaksila, sementara palatum sekunder terdiri dari sebagian besar palatum durum dan seluruh palatum molle. Pembentukan palatum primer dimulai dengan munculnya tonjolan-tonjolan wajah. Tonjolan ini terdiri dari 3 pasang yaitu prosesus nasalis medialis (PNM), prosesus nasalis lateralis (PNL) dan prosesus maksilaris (PMx).

Perkembangan embriologis dari bibir dan alveolus terjadi sekitar minggu ke-6 sampai ke-7 dari masa gestasi dan dimulai dari foramen insisivum. Pembentukan palatum primer terjadi karena adanya fusi PNM dan PM, diikuti dengan PNL dan PNM yang melengkapi pembentukan palatum primer. Karena itu, jika terjadi kegagalan fusi dari tonjolan-tonjolan wajah maka dapat berdampak pada terjadinya celah pada bibir.24,25

Perkembangan embriologis dari palatum sekunder dimulai sekitar 7-8 minggu masa gestasi, yaitu ketika pembentukan palatum primer telah lengkap. Sebelum pembentukan palatum, lidah terletak di area kavitas nasal dan sisi lidah berbatasan dengan lempeng palatal yang tumbuh secara vertikal. Ketika usia kehamilan 7-8 minggu, lidah perlahan mulai turun dan lempeng palatal mulai membelok ke atas membentuk lengkung palatal. Proses fusi dimulai dari foramen insisivum kemudian berlanjut hingga ke posterior, membentuk garis median sutura palatine dan palatum keras. Vomer akan berkembang secara vertikal dan bergabung dengan permukaan superior dari palatum keras, sehingga kavitas nasal akan terbagi dua. Setelah palatum

(25)

keras terbentuk, perkembangan berlanjut hingga ke palatum lunak dan uvula.

Proses ini biasanya selesai di minggu ke-12 masa gestasi. Jika terjadi kegagalan fusi lempeng palatal, maka akan menyebabkan terjadinya celah langit-langit. Celah langit- langit juga dapat terjadi akibat kematian sel pada tepi medial, ruptur setelah fusi, maupun kegagalan fusi dan diferensiasi.12,15,24,25

Gambar 3. Pembentukan nasal dan maksila dari minggu ke-5 hingga ke-1011

2.2 Perawatan Celah Bibir dan Langit-langit

Perawatan celah bibir dan langit-langit dimulai dari perawatan pendahuluan di mana dilakukan ketika bayi belum memenuhi syarat pembedahan. Setelah bayi memenuhi syarat, maka bayi dapat diberikan perawatan pembedahan yang dilakukan secara bertahap.12,13

2.2.1 Perawatan Pendahuluan

Pada bayi baru lahir yang mengalami celah bibir dan langit-langit akan menghadapi kesulitan dalam minum susu, yaitu tidak efisiennya penghisapan dan

(26)

kemungkinan susu masuk ke saluran napas sehingga menyebabkan bayi tersedak dan air susu keluar melalui hidung. Waktu yang dibutuhkan untuk minum susu lebih lama sehingga perut bayi menjadi kembung, tidak nyaman serta kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi. Keberadaan celah membuat kemampuan bayi untuk menutup rongga mulut dan menciptakan isapan tidak memadai sehingga bayi tidak mampu menarik cairan ke dalam mulut secara efisien.13

Pembentukan hisapan intra oral pada bayi celah bibir dan langit-langit akan terganggu oleh ketidakmampuan untuk membentuk penutupan anterior yang memadai dengan menggunakan bibir dan ketidakmampuan untuk menutup rongga mulut inferior akibat celah langit-langit jika celah langit-langit bilateral, maka akan sulit untuk menekan puting diantara lidah dan langit-langit. Pada celah langit-langit terdapat hubungan antara rongga mulut dan hidung dalam menempatkan makanan dan sekresi oral berada di dekat rongga eustachia. Keadaan ini mengarah pada insidensi otitis media khronis yang tinggi pada bayi yang menderita celah.13

2.2.1.1 Tehnik Pemberian Makanan

Bayi dengan celah bibir dan langit-langit memiliki kesulitan dalam hal menghisap puting dari botol plastik biasa. Terdapat 2 cara dalam memberikan makanan pada bayi dengan celah bibir dan langit-langit, yaitu:13,21

a. Botol khusus

Peneliti menyarankan penggunaan botol khusus untuk pemberian nutrisi pada bayi dengan celah bibir dan langit-langit. Botol plastik khusus tersebut memiliki bentuk yang dapat diremas, sehingga memudahkan bayi untuk meminum susu tanpa harus menghisap. Selain itu, botol khusus yang digunakan, memiliki bentuk puting karet yang panjang, lebih lancip, dengan lubang yang berbentuk silang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa puting dengan lubang berbentuk silang dapat mengalirkan susu lebih baik, sehingga membantu proses pengisapan

pada bayi dengan celah. Menurut penelitian, salah satu jenis botol susu yang efektif yaitu Mead-Johnson cleft palate feeder, karena dapat memudahkan pemberian susu

(27)

pada bayi sesuai dengan volume yang dapat diterima oleh bayi. Haberman dan Mini Haberman feeder juga merupakan botol khusus yang efektif dalam pemberian susu pada bayi dengan celah. Di Jepang, dikembangkan botol susu dengan puting tipe-P.

Setelah dilakukan penelitian, botol susu dengan puting tipe-P memberikan hasil yang lebih baik dari botol susu dengan puting standar terutama bagi bayi dengan celah bibir dan langit-langit yang memiliki kelemahan dalam penghisapan.21,26

Gambar 4. Mead-Johnson cleft palate feeder,21 Haberman dan Mini Haberman feeder.21

b. Spuit

Pemberian nutrisi pada bayi dengan celah bibir dan langit-langit, selain menggunakan botol khusus, dapat juga dilakukan dengan spuit, yaitu dengan cara menyemprotkan makanan cair ke dalam mulut bayi menggunakan spuit. Cara ini terbukti efisien dan telah diteliti oleh Turner dkk, di mana terdapat perbandingan kecepatan waktu makan antara pemberian makanan dengan sendok dan pemberian makanan dengan spuit, yaitu 10mL/2,08 menit ketika menggunakan sendok, sementara 10mL/1,25 menit ketika menggunakan spuit.22

(28)

Gambar 5. Pemberian makanan dengan spuit.22

2.2.1.2 Feeding Plate

Plat ini merupakan sebuah alat prostodontik yang dibentuk sesuai anatomi rahang dengan celah langit-langitnya sehingga menutup celah. Plat ini akan mengembalikan kondisi rongga mulut dan hidung yang terpisah sehingga membantu dalam pemberian makan.13

Kogo dan rekan menemukan bahwa rancangan plat ini ditentukan oleh dapat tidaknya tekanan intra oral diciptakan. Plat dirancang dengan menambahkan ketinggian 2-3 mm ke arah permukaan mekanis belakang palatum durum sehingga lidah dapat berkontak dengan plat saat penghisapan.13

Plat ini terdiri dari 2 bagian, yaitu:13

1. Akrilik lunak, merupakan bagian yang menghadap mukosa mulut.

2. Akrilik keras, merupakan bagian yang terletak dibagian tengah langit-langit dan berguna untuk mendukung dan stabilisasi plat dalam arah transversal maupun anteroposterior.

Salah satu feeding plate yang sering digunakan yaitu Presurgical Nasal Alveolar Molding (PNAM). Penggunaan ini pertama kali dideskripsikan oleh Grayson pada tahun 1993. PNAM digunakan ketika bayi neonatal memiliki celah

(29)

bibir dan langit-langit yang melibatkan deformitas pada nasal, karena PNAM merupakan satu-satunya plat ortopedik yang ditujukan untuk mengoreksi nasal dan alveolar. PNAM juga dapat mengurangi tingkat keparahan deformitas jaringan lunak dan keras pada alveolar dan nasal.16,20,31

Gambar 6. a, b. Feeding plate dengan kombinasi akrilik keras dan lunak, c. Presurgical Nasal Alveolar Molding (PNAM)31, d. Oral Molding Plate sederhana.17

2.2.2 Pembedahan dan Perawatan Terintegrasi

Satu-satunya cara menangani celah bibir dan langit-langit yaitu melalui pembedahan. Pembedahan ini sudah dimulai dari tahun 317, di mana seorang jenderal di Cina yang memiliki celah bibir dibedah dengan cara yang masih sederhana. Setelah itu pembedahan untuk menangani celah mulai dilakukan dan diperbaharui dengan teknik-teknik yang lebih baik. Sebelum dibedah, pasien harus memenuhi syarat “The Rule of Tens”, yaitu ketika berat bayi mencapai 10 pon atau setara dengan 4,5 kg,

(30)

jumlah leukosit bayi di bawah 10.000 per milimeter kubik, HB di atas 10 gr% dan umur di atas 10 minggu, namun bila bayi belum dapat memenuhi persyaratan ketika berumur 10 minggu, tindakan bedah celah bibir dapat dilakukan ketika bayi berumur 3-5 bulan.2,8,33

Perawatan celah bibir dan langit-langit harus dilakukan secara teintegrasi oleh spesialis gigi anak, spesialis orthodonti, spesialis prostodonti, spesialis bedah mulut dan maksilofasial, spesialis bedah plastik, audiologis, spesialis THT-KL, dokter anak, speech patologist, psikiater dan pekerja sosial dalam sebuah tim. Tim disesuaikan dengan kebutuhan pasien serta ketersediaan spesialis serta anggota tim lainnya.

Berikut tabel yang menunjukkan kerja tim multidisiplin sesuai dengan umur pasien:4,12

Tabel 1. Jadwal Perawatan terintegrasi pasien celah bibir dan langit-langit27

Usia Keterangan

3 bulan Pembedahan awal untuk memperbaiki celah bibir

9-18 bulan Pembedahan perbaikan celah palatum untuk perkembangan kemampuan berbicara dan pertumbuhan maksila

2 tahun Penilaian kemampuan berbicara 3-5 tahun Pembedahan perbaikan bibir

8-9 tahun Perawatan ortodontik pre-bone graft ; terapi berbicara 10 tahun Cangkok alveolar dengan tulang spons dari krista

iliaca guna persiapan pertumbuhan kaninus dan untuk menopang dasar hidung.

12-14 tahun Ortodontik defenitif

17-20 tahun Perawatan konservasi lanjutan; bedah ortognatik untuk memperbaiki maksila hipoplastik.

(31)

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perawatan 2.2.2.1 Gizi

Nutrisi anak merupakan hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan sebelum dilakukan pembedahan. Labioplasty dilakukan ketika pasien memenuhi syarat dan salah satu syaratnya yaitu berat pasien harus mencapai 4,5 kg. Artinya, pasien harus memiliki gizi yang baik.4,8

2.2.2.2 Umur

Pembedahan pada bayi dapat dilakukan ketika bayi mencapai umur minimal 10 minggu. Beberapa penelitian lain menyatakan bahwa pembedahan celah bibir dapat dilakukan ketika bayi berumur 3-5 bulan. Semakin lama pembedahan dilakukan maka prognosis dapat menjadi semakin buruk, karena pembedahan dilakukan secara bertahap, guna mempersiapkan rahang sebelum erupsi gigi dimulai.4,5,8

2.2.2.3 Sosioekonomi

Walaupun tim spesialis dapat melakukan pembedahan celah bibir dan langit- langit pada pasien, akan tetapi tidak semua pasien dapat menjalani pembedahan.

Beberapa pasien celah bibir dan langit-langit di negara berkembang seperti India, bertumbuh dan berkembang tanpa menerima perawatan multidisiplin. Hal tersebut dapat dikarenakan beberapa faktor seperti kurangnya pengetahuan orang tua maupun sosioekonomi yang rendah. Contohnya dapat dilihat dari penelitian Spauwen dan Chandra di Bangladesh, terdapat lebih kurang 260.000 anak-anak dan dewasa yang menjalani pembedahan untuk memperbaiki celah bibir mereka. Sebagian besar penderita celah berpikir untuk melakukan pembedahan sebelum usia mereka mencapai 18 tahun agar dapat meningkatkan kesempatan mereka untuk menikah.5,6,26

2.2.2.4 Penyakit Sistemik

Bayi dengan celah bibir dan langit-langit hanya dapat dilakukan pembedahan dengan syarat terbebas dari penyakit sistemik yang dapat mengganggu perawatan seperti kelainan darah, kelainan jantung ataupun paru. Berdasarkan penelitian Jilly

(32)

Natalia Loho di Kandou, Manado, dari 60 pasien dengan kelainan celah bibir, terdapat 2 pasien yang tidak dioperasi karena adanya kelainan jantung.3

Beberapa sindrom yang berhubungan dengan terjadinya celah bibir dan langit-langit dapat menunjukkan kelainan lain yang bisa menghambat perawatan.

Seperti Trisomi 13 yang dapat dihubungkan dengan beberapa kelainan serius yang bisa membahayakan nyawa bayi. Beberapa kelainan tersebut di antaranya seperti kelainan jantung bawaan dan kelainan otak. 90% bayi yang memiliki kelainan ini meninggal bahkan sebelum berusia 1 tahun.25

(33)

2.3 KERANGKA TEORI

Celah Bibir dan Langit-langit

Definisi

Klasifikasi

Epidemiologi Etiologi

Patofisiologi

Perawatan

Perawatan Pendahuluan

Perawatan Terintegrasi Faktor yang Mempengaruhi

(34)

2.4 KERANGKA KONSEP

Celah Bibir dan Langit-

langit

Definisi

Klasifikasi Epidemiologi

Etiologi

Genetik Lingkungan

Faktor Resiko Lain

Jenis Kelamin

Ras Sindrom Patofisiologi

Perawatan

Perawatan Pendahuluan

Perawatan Terintegrasi

Faktor yang Mempengaruhi

Gizi

Umur Sosioekonomi

Daerah tempat tinggal

Penyakit Sistemik

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survey untuk mengetahui distribusi pasien bedah celah bibir dan langit-langit berdasarkan jenis kelamin, umur ketika dilakukan pembedahandan daerah tempat tinggal pasien yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan April 2016 sampai dengan Mei 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang memiliki celah bibir dan langit-langit yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012-2015.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan celah bibir dan langit- langit di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012-2015 (total sampling). Data diambil dari rekam medis pasien.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

a. Celah bibir dan langit-langit, yang terdiri dari celah bibir, celah langit-langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit baik unilateral maupun bilateral, komplit maupun inkomplit.

(36)

b. Umur pasien ketika dilakukan pembedahan, terdiri atas 8 kelompok umur menurut Erik Erikson, yaitu bayi (0-1 tahun), masa anak-anak awal (1-3 tahun), usia bermain (3-6 tahun), usia sekolah (6-12 tahun), remaja (12-19 tahun), dewasa awal (20-25 tahun), dewasa (26-64 tahun) dan lansia (≥65 tahun).

c. Jenis kelamin pasien, yaitu perempuan dan laki-laki.

d. Daerah tempat tinggal pasien, terdiri dari Kota dan Kabupaten yang berada di Sumatera Utara.

3.4.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Celah bibir dan langit-

langit

Celah pada bibir ataupun langit-langit ataupun kombinasi keduanya yang dapat dilihat dan diketahui melalui data dan foto profil pasien yang terdapat dalam rekam medis.

Umur Umur yang tercatat pada rekam medis pasien celah bibir dan langit-langit di RSUP H. Adam Malik Medan.

Jenis kelamin Jenis kelamin yang tercatat dalam rekam medis pasien.

Daerah tempat tinggal Kabupaten/kota, provinsi asal pasien yang tercatat di dalam rekam medis.

3.5 Pengolahan Data

Data diolah secara tabulasi manual dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diagram.

3.6 Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan cara menghitung persentase hasil pencatatan data sekunder rekam medis dari pasien celah bibir dan langit-langit berdasarkan jenis kelamin, umurdan daerah tempat tinggal pasien yang di rawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

(37)

3.7 Alur Penelitian

Distribusi Kasus Celah Bibir dan Langit-langit Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal Pasien yang Dirawat di RSUP H. Adam Malik

Populasi

Rekam Medik yang berisi data tentang pasien celah bibir dan langit-langit yang dirawat di RSUP H. Adam Malik

Sampel

Rekam Medik yang berisi data pasien celah bibir dan langit-langit yang dirawat di RSUP H. Adam Malik

Variabel -Umur

-Jenis Kelamin

-Daerah Tempat Tinggal

Pengolahan Data

(38)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Rekam Medis

Berdasarkan hasil penelitian, dari 107 kasus celah bibir, celah langit-langit, serta kombinasi celah bibir dan langit-langit di RSUP. H. Adam Malik periode 2012 sampai 2015, rekam medis yang dapat dijadikan sebagai data penelitian hanya 61 rekam medis. Setelah diteliti, dari 61 rekam medis didapatkan data bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki berjumlah 29 orang (47,54%) dan perempuan 32 orang (52,46%). Dalam rekam medis didapatkan kasus celah bibir berjumlah 6 orang (9,84%), celah langit-langit 24 orang (39,34%) dan kombinasi celah bibir dan langit- langit 31 orang (50,82%). Selain itu didapatkan juga hanya 30 pasien (49,18%) yang telah dilakukan pembedahan, sementara 31 pasien (50,82%) tidak dilakukan pembedahan. Berdasarkan daerah tempat tinggal, sebanyak 18 pasien berasal dari daerah kota dan 43 pasien berasal dari daerah kabupaten.

Tabel 2. Distribusi Karakteristik Rekam Medis (n=61)

Karakteristik Responden n (orang) %

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

29 32

47,54 52,46 Kasus

Celah Bibir 6 9,84

Celah Langit-langit 24 39,34

Celah Bibir dan Langit-langit 31 50,82

Pembedahan

Dilakukan 30 49,18

Tidak Dilakukan 31 50,82

Daerah Tempat Tinggal

Kota 18 29,51

Kabupaten 43 70,49

(39)

4.2 Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan dari 61 pasien kasus celah, yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29 orang (47,54%) dan perempuan sebanyak 32 orang (52,46%). Distribusi kasus celah pada laki-laki yaitu 4 orang (6,56%) menderita celah bibir, 9 orang (14,75%) menderita celah langit-langit dan 16 orang (26,23%) menderita kombinasi celah bibir dan langit-langit. Distribusi kasus celah pada perempuan yaitu 2 orang (3,28%) menderita celah bibir, 15 orang (24,59%) menderita celah langit-langit dan 15 orang (24,59%) menderita kombinasi celah bibir dan langit-langit.

Tabel 3. Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Jenis Kelamin (n=61)

Kasus

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

n (orang) % n (orang) %

Celah Bibir 4 6,56 2 3,28

Celah Langit-langit 9 14,75 15 24,59

Celah Bibir dan

Langit-langit 16 26,23 15 24,59

Total 29 47,54 32 52,46

Diagram 1. Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Jenis Kelamin (n=61)

(40)

4.3 Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Usia Pembedahan

Hasil penelitian menunjukkan dari 30 pasien yang dilakukan pembedahan, pasien bayi yang dibedah 5 orang (16,67%), pasien yang tergolong masa anak-anak awal berjumlah 12 orang (40%), pasien anak-anak usia bermain berjumlah 6 orang (20%), pasien anak-anak usia sekolah 2 orang (6,67%), pasien remaja 1 orang (3,33%), pasien yang tergolong dewasa awal 3 orang (10%), pasien dewasa 1 orang (3,33%), tidak ada pasien yang tergolong lansia. Berdasarkan hasil penelitian, pasien yang dibedah dengan kasus celah bibir paling banyak dari kelompok usia bermain (3- 6 tahun) dengan jumlah pasien 2 orang (6,67%), celah langit-langit paling banyak dari kelompok usia anak-anak awal (1-3 tahun) dengan jumlah pasien 8 orang (26,67%) dan kasus celah bibir dan langit-langit paling banyak dari kelompok bayi (0-1 tahun) dengan jumlah pasien 4 orang (13,33%).

Tabel 4. Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Usia Pembedahan (n=30)

Kelompok Usia Pembedahan

Kasus Celah Bibir Celah Langit-

langit

Celah Bibir dan Langit-langit n

(orang) % n

(orang) % n

(orang) %

Infancy/Bayi (0-1 th) 1 3,33 0 0 4 13,33

Early Childhood/ Anak-

anak Awal (1-3 th) 1 3,33 8 26,67 3 10

Play Age/ Usia Bermain

(3-6 th) 2 6,67 3 10 1 3,33

School Age/ Usia

Sekolah (6-12 th) 0 0 1 3,33 1 3,33

Adolescence / Remaja

(12-19 th) 1 3,33 0 0 0 0

Early Adulthood/

Dewasa Awal (20-25 th) 0 0 2 6,67 1 3,33

Adulthood/ Dewasa (26-

64 th) 0 0 1 3,33 0 0

Old Age/ Lansia (65+) 0 0 0 0 0 0

Total 5 16,66 15 50 10 33,32

(41)

Diagram 2. Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Usia Pembedahan

4.4 Distribusi Kasus Celah Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal

Berdasarkan hasil penelitian, dari 61 rekam medis didapatkan data jumlah pasien penderita celah yang berasal dari daerah kota sebanyak 18 orang (29,51%).

Distribusi kasus celah pada pasien yang berasal dari daerah kota yang terbanyak yaitu dari Kota Medan terdapat 2 orang (11,11%) menderita celah bibir, 5 orang (27,78%) menderita celah langit-langit, 4 orang (22,22%) menderita celah bibir dan langit- langit. Pasien celah yang paling sedikit yaitu berasal dari Kota Pematang Siantar dan Kota Tebing Tinggi yang masing-masing terdapat 1 orang (5,56%) menderita celah bibir dan langit-langit. Distribusi kasus pasien celah yang berasal dari daerah kota secara lengkap dapat dilihat di tabel 5 dan diagram 3.

1

0

4

1

8

3 2

3

1 0

1 1

1

0 0

0

2

1 0

1

0

0 0 0

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

CB CL CBL

Infancy/Bayi (0-1 th) Early Childhood/ Anak-anak Awal (1-3 th) Play Age/ Usia Bermain (3-6 th) School Age/ Usia Sekolah (6-12 th) Adolescence / Remaja (12-19 th) Early Adulthood/ Dewasa Awal (20-25 th) Adulthood/ Dewasa (26-64 th) Old Age/ Lansia (65+)

(42)

Tabel 5. Distribusi Kasus Pasien Celah yang Berasal dari Daerah Kota (n=18)

Daerah Tempat Tinggal

Kasus Celah Bibir Celah Langit-

langit

Celah Bibir dan Langit-langit n

(orang) % n

(orang) % n

(orang) %

Kota Medan 2 11,11 5 27,78 4 22,22

Kota Tanjung Balai 1 5,56 1 5,56 1 5,56

Kota Pematang Siantar 0 0 0 0 1 5,56

Kota Tebing Tinggi 0 0 0 0 1 5,56

Kota Langsa (Aceh) 0 0 2 11,11 0 0

Total 3 16,67 8 44,45 7 38,9

Diagram 3. Distribusi Kasus Pasien Celah yang Berasal dari Daerah Kota (n=18)

Berdasarkan hasil penelitian, dari 61 rekam medis didapatkan data jumlah pasien penderita celah yang berasal dari daerah kabupaten yaitu sebanyak 43 orang (70,49%). Distribusi kasus celah pada pasien yang berasal dari daerah kabupaten yang terbanyak yaitu dari Kab. Deli Serdang dengan jumlah pasien 4 orang (9,30%)

0 1 2 3 4 5 6

CB CL CBL

Kota Medan Kota Tanjung Balai Kota Pematang Siantar Kota Tebing Tinggi Kota Langsa (Aceh)

(43)

menderita celah langit-langit dan 6 orang (13,95%) menderita celah bibir dan langit- langit. Pasien celah yang berasal dari kabupaten yang paling sedikit yaitu dari Kab.

Serdang Bedagai, Kab. Mandailing Natal, Kab. Nias Selatan, Kab. Aceh Tenggara (Aceh), Kab. Aceh Timur (Aceh) dengan jumlah pasien masing-masing 1 orang (2,33%) menderita celah bibir dan langit-langit dan Kab. Humbang Hasundutan dengan jumlah pasien 1 orang (2,33%) menderita celah langit-langit. Distribusi kasus pasien celah yang berasal dari kabupaten secara lengkap dapat dilihat di tabel 6 dan diagram 4.

Tabel 6. Distribusi Kasus Pasien Celah yang Berasal dari Daerah Kabupaten (n=43)

Daerah Tempat Tinggal

Kasus Celah Bibir Celah Langit-

langit

Celah Bibir dan Langit-langit n

(orang) % n

(orang) % n

(orang) %

Kab. Deli Serdang 0 0 4 9,30 6 13,95

Kab. Batu Bara 1 2,33 0 0 1 2,33

Kab. Labuhan Batu 0 0 5 11,62 1 2,33

Kab. Tapanuli Tengah 0 0 2 3,28 3 6,98

Kab. Asahan 0 0 0 0 3 6,98

Kab. Langkat 1 2,33 3 6,98 3 6,98

Kab. Serdang Bedagai 0 0 0 0 1 2,33

Kab. Toba Samosir 0 0 1 2,33 1 2,33

Kab. Simalungun 1 2,33 0 0 1 2,33

Kab. Mandailing Natal 0 0 0 0 1 2,33

Kab. Nias Selatan 0 0 0 0 1 2,33

Kab. Humbang Hasundutan 0 0 1 2,33 0 0

Kab. Aceh Tenggara (Aceh) 0 0 0 0 1 2,33

Kab. Aceh Timur (Aceh) 0 0 0 0 1 2,33

Total 3 6,98 16 37,21 24 55,81

(44)

Diagram 4. Distribusi Kasus Pasien Celah yang Berasal dari Daerah Kabupaten (n=43)

0 2 4 6 8

CB CL CBL

Kab. Deli Serdang Kab. Batu Bara

Kab. Labuhan Batu Kab. Tapanuli Tengah

Kab. Asahan Kab. Langkat

Kab. Serdang Bedagai Kab. Toba Samosir

(45)

BAB 5 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik dari tahun 2012 sampai 2015, terdapat 107 kasus celah orofasial yang meliputi celah bibir, celah langit-langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit. Dari 107 kasus, hanya 61 rekam medis yang dapat dijadikan data penelitian. Hal ini disebabkan 46 rekam medis tidak dapat ditemukan.

Menurut Tolarova, morfogenesis fasial dimulai dengan migrasi sel-sel neural crest ke dalam regio fasial, kemudian dilanjutkan dengan remodeling matriks ekstraseluler, proliferasi dan differensiasi sel-sel neural crest untuk membentuk jaringan otot dan pengikat, penggabungan antar komponen dan pada bibir atas terjadi fusi antara prosesus maksilaris dengan prosesus nasalis medialis pada minggu ke-6 kehamilan. Pembentukan palatum primer dari prosesus nasalis medialis dan pembentukan palatum sekunder dari prosesus palatal kiri dan kanan terjadi pada masa 8-12 minggu kehamilan. Gen-gen yang telah diketahui menjadi penyebab terjadinya celah bibir dan langit-langit diantaranya adalah IRF6 (merupakan gen yang berpengaruh dalam sindrom Van der Woude), P63, PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB. Mutasi pada IRF6, MSX1 dan FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan gigi dan celah langit-langit yang terjadi lebih dari satu kali di dalam suatu silsilah keluarga. Menurut Murray, gen-gen yang telah ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya celah bibir dan langit-langit adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450, GST dan EPHX.1,11

Berdasarkan hasil penelitian kasus celah yang paling banyak terjadi yaitu kombinasi celah bibir dan langit-langit dengan jumlah pasien 31 orang (50,82%), diikuti dengan celah langit-langit 24 orang (39,34%) dan yang paling sedikit yaitu celah bibir yang berjumlah 6 orang (9,84%). Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian Shafi dkk di Pakistan, yaitu dari 123 pasien, terdapat 56 pasien (45%) menderita celah langit-langit, 44 pasien (36%) menderita kombinasi celah bibir dan

(46)

langit-langit dan 23 pasien (29%) menderita celah bibir. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Dian Erlianda di RSAB Harapan Kita menunjukkan kasus kombinasi celah bibir dan langit-langit merupakan kasus celah yang paling banyak yaitu 50,5%.

Selain itu, penelitian Neville pada tahun 2002 juga menunjukkan hasil yaitu 25%

pasien menderita celah bibir, 30% menderita celah langit-langit dan 45% menderita kombinasi celah bibir dan langit-langit.30

Hasil penelitian menunjukkan dari 61 pasien kasus celah bibir, celah langit- langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit, terdapat 47,54% pasien berjenis kelamin laki-laki dan 52,46% pasien berjenis kelamin perempuan. Distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin yaitu celah bibir pada laki-laki 6,56% dan pada perempuan 3,28%, celah langit-langit pada laki-laki 14,75% dan pada perempuan 24,59%, kombinasi celah bibir dan langit-langit pada laki-laki 26,23% dan pada perempuan 24,59%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mossey di mana prevalensi terjadinya celah bibir pada laki-laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 3:2, sementara celah langit-langit lebih tinggi pada perempuan. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dari penelitian Albery di mana pria cenderung lebih sering menderita kelainan celah bibir dan langit-langit. Pada kasus autosomal resesif, apabila kedua orang tua normal namun ada yang menjadi pembawa gen abnormal dan kelainan terkait kromosom X, maka wanita dengan gen abnormal tidak akan menunjukkan kelainan, sementara pria dengan gen abnormal akan menunjukkan kelainan.30

Hasil penelitian menunjukkan dari 61 pasien kasus celah bibir, celah langit- langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit di RSUP H. Adam Malik, hanya 30 pasien yang dilakukan pembedahan. Hal ini disebabkan beberapa hal yaitu pasien diminta pulang paksa oleh orang tua, pasien belum dapat dilakukan pembedahan dan beberapa pasien meninggal sebelum dilakukan pembedahan dikarenakan memiliki sindrom atau kelainan bawaan lain. Hal ini sesuai dengan penelitian Wong dan Häag, 35% dari pasien celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit memiliki kelainan bawaan yang lain dan terdapat 200 jenis sindrom yang dapat menyertainya.4 Selain

(47)

itu, beberapa pasien belum dapat dilakukan pembedahan karena beberapa alasan seperti BBLR, belum cukup umur dan pasien dalam kondisi yang kurang baik.

Berdasarkan hasil penelitian, dari 30 pasien yang dilakukan pembedahan, pasien bayi yang dibedah 5 orang (16,67%), pasien yang tergolong masa anak-anak awal berjumlah 12 orang (40%), pasien anak-anak usia bermain berjumlah 6 orang (20%), pasien anak-anak usia sekolah 2 orang (6,67%), pasien remaja 1 orang (3,33%), pasien yang tergolong dewasa awal 3 orang (10%), pasien dewasa 1 orang (3,33%), tidak ada pasien yang tergolong lansia. Hal ini berbeda dari penelitian yang dilakukan Jilly Natalia Loho di RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado di mana 73%

pasien dilakukan pembedahan pada usia 0-4 tahun.3 Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat masyarakat di Sumatera Utara yang kurang memiliki kesadaran tinggi untuk memperbaiki masalah celah bibir, celah langit-langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan kasus celah bibir, celah langit-langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit yang dirawat di RSUP H. Adam Malik sebagian besar berasal dari kabupaten (70,49%) dan sisanya berasal kota (29,51%). Hal ini dapat dikarenakan sebagian besar penduduk daerah kabupaten memiliki tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah daripada di daerah kota. Pasien dari daerah kota paling banyak berasal dari Kota Medan dengan jumlah pasien 11 orang dari 61 orang dengan distribusi kasus celah bibir 2 orang (3,28%), celah langit-langit 5 orang (8,20%) dan kombinasi celah bibir dan langit-langit 4 orang (6,56%). Pasien dari daerah kota yang paling sedikit berasal dari Kota Pematang Siantar dan Kota Tebing Tinggi dengan jumlah pasien masing-masing 1 orang (1,64%) dengan kasus celah bibir dan langit-langit. Hal ini dapat dikarenakan RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit rujukan yang terletak di Kota Medan dan penduduk di Kota Medan memiliki kesadaran yang lebih tinggi akan pentingnya pembedahan sedini mungkin bagi penderita celah. Pasien dari daerah kabupaten paling banyak berasal dari Kab. Deli Serdang dengan jumlah 10 dari 61 orang dengan distribusi kasus celah langit-langit 4 orang (6,56%) dan kombinasi celah bibir dan langit-langit 6 orang (9,84%). Pasien dari daerah kabupaten yang paling sedikit

(48)

berasal dari Kab. Serdang Bedagai, Kab. Mandailing Natal, Kab. Nias Selatan, Kab.

Aceh Tenggara (Aceh), Kab. Aceh Timur (Aceh) dengan jumlah pasien masing- masing 1 orang (1,64%) menderita celah bibir dan langit-langit dan Kab. Humbang Hasundutan dengan jumlah pasien 1 orang (1,64%) menderita celah langit-langit. Hal ini dapat dikarenakan letak Kabupaten Deli Serdang masih berdekatan dengan Kota Medan, sehingga pasien rujukan dari Deli Serdang lebih banyak dari kabupaten lain.

(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Distribusi kasus celah bibir, celah langit-langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012 sampai 2015 berdasarkan jenis kelamin yaitu untuk kasus celah bibir pasien berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 2:1, untuk kasus celah langit- langit pasien berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibanding perempuan dengan perbandingan 3:5 dan untuk kasus kombinasi celah bibir dan langit-langit pasien berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 16:15.

2. Distribusi kasus celah bibir, celah langit-langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit di RSUP H. Adam Malik Periode 2012 sampai 2015 berdasarkan usia pembedahan yaitu pasien bayi yang dibedah 5 orang (16,67%), pasien yang tergolong masa anak-anak awal berjumlah 12 orang (40%), pasien anak-anak usia bermain berjumlah 6 orang (20%), pasien anak-anak usia sekolah 2 orang (6,67%), pasien remaja 1 orang (3,33%), pasien yang tergolong dewasa awal 3 orang (10%), pasien dewasa 1 orang (3,33%), tidak ada pasien yang tergolong lansia.

3. Distribusi kasus celah bibir, celah langit-langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit di RSUP H. Adam Malik Periode 2012 sampai 2015 berdasarkan daerah asal pasien yaitu dari daerah kota 29,51% dan dari daerah kabupaten 70,49%, dengan Kota Medan merupakan daerah asal pasien yang paling banyak yaitu 11 orang, diikuti oleh Kab. Deli Serdang dengan jumlah pasien 10 orang. Kota Pematang Siantar, Kota Tebing Tinggi, Kab. Serdang Bedagai, Kab. Mandailing Natal, Kab.

Nias Selatan, Kab. Aceh Tenggara (Aceh), Kab. Aceh Timur (Aceh) dan Kab.

Humbang Hasundutan merupakan daerah asal pasien paling sedikit dengan jumlah masing-masing 1 orang.

(50)

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada pihak RSUP H. Adam Malik lebih memberikan pengetahuan tentang pentingnya pembedahan sedini mungkin untuk kasus celah bibir, celah langit-langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit kepada orang tua pasien.

2. Diharapkan kepada RSUP H. Adam Malik untuk membentuk tim yang menatalaksanakan perawatan untuk kasus celah bibir, celah langit-langit dan kombinasi celah bibir dan langit-langit.

3. Diharapkan kepada instalasi rekam medis untuk dapat memperbaiki sistem pengumpulan rekam medis sehingga seluruh rekam medis dapat digunakan sebagai data penelitian bagi peneliti yang lain.

4. Diharapkan kepada poliklinik di RSUP H. Adam Malik untuk menuliskan data yang lebih lengkap dan detil dalam rekam medis pasien sehingga dapat digunakan sebagai data penelitian yang lebih akurat bagi peneliti yang lain.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

1. Berkowitz S. Cleft lip and palate diagnosis and management.2nd ed. Germany:

Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2006: 3-9.

2. Hayuti S. Teknik operasi celah bibir dan langit-langit yang digunakan di Sulawesi Selatan pada tahun 2010-2013. Makassar: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin; 2013: 3-6.

3. Loho JN. Prevalensi labioschisis di RSUP. Prof. Dr. RD Kandou Manado periode Januari 2011-Oktober 2012. Jurnal e-Biomedik 2013: 1; 396-401.

4. Taib BG, Taib AG, Swift AC, Eeden SV. Cleft lip and palate: diagnosis and management. British Journal of Hospital Medicine 2015: 76; 584-90.

5. Felemovicius J, Ortiz-Monasterio F. Management of the impaired adult cleft patient: the last chance; Mexico: Cleft Palate-Craniofacial Journal 2004: 41; 550- 8.

6. Karoon A, Kasinath P. A modified surgical schedule for primary management of cleft lip and palate in developing country. Cleft Palate-Craniofacial Journal.

2011: 48; 1-5.

7. Hupp JR, Ellis III E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery.

6th ed. Missouri: Mosby; 2014: 585-92.

8. Manickam MV. Rekonstruksi celah bibir bilateral dengan metode Barsky.

Medan: Fakultas Kedokteran Gigi USU, 2012: 4-7.

9. Riset Kesehatan Daerah (RISKESDAS) 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008: 16;

163-4

10. Radojičić J, Tanić T, Radojičić A. Smoking in pregnancy - the risk factor for the development of lip and palate clefts with fetus. Medicine and Biology 2006: 13;

44-8.

11. Dixon MJ, Marazita ML, Beaty TH, Murray JC. Cleft lip and palate:

synthesizing genetic and environmental influences. Nature Review Genetics 2011: 12; 167-78.

(52)

12. Fetriani U. Tindakan bedah ortognatik dalam mengoreksi maloklusi pada kasus celah palatum komplet bilateral. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi USU, 2010: 3-5.

13. Damayanti L. Penanganan bayi celah bibir dan langit-langit secara prostodontik (penggunaan prosthetic feeding AIDS). Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, 2009: 3-6.

14. Hendarwan H. RISKESDAS dalam angka Provinsi Sumatera Utara tahun 2013.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013: 360.

15. Sadler TW. Langman’s essential medical embryology. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins, 2005; 1: 94-5.

16. Shi B, Sommerlad BC. Cleft lip and palate primary repair. Hangzhou: Zhejiang University Press. 2013: 3-4.

17. Ravichandra KS, Vijayaprasad KE, Vasa AAK, Suzan S. A new technique of impression making for an obturator in cleft lip and palate patient. Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry 2010: 28; 311-4.

18. Tewfik TL. Cleft lip and palate and mouth and pharynx deformities.

http://emedicine.medscape.com/article/837347-overview (17 April 2015).

19. Venkatesh R. Syndromes and anomalies associated with cleft. Indian Journal of Plastic Surgeon Supplement, 2009: 42; 51-4.

20. Levy-Bercowski D, Amara A, Eladio DL, Stephen L, et al. Complications and solutions in presurgical nasoalveolar molding therapy. Cleft Palate-Craniofacial Journal 2009: 46; 521.

21. Mizuno K, Ueda A, Kani K, Kawamura H. Feeding behaviour of infants with cleft lip and palate. Acta Paediatrica 2002: 91; 1227-8.

22. Ize-Iyamu IN, Saheeb BD. Feeding intervention in cleft lip and palate babies: A practical approach to feeding efficiency and weight gain. International Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 2011; 40: 916-8.

23. Lee KJ. Essential otolarynology: head and neck surgery.9th ed.: The McGraw- Hill Companies, 2008: 248, 293-303.

Gambar

Gambar 1. Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Kernahan dan Stark. 18
Gambar 2. Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Veau. 18
Gambar 3. Pembentukan nasal dan maksila dari minggu ke-5 hingga ke-10 11
Gambar 6. a, b. Feeding plate  dengan kombinasi akrilik keras dan lunak, c. Presurgical  Nasal Alveolar Molding (PNAM) 31 , d
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk membandingkan hasil belajar dan motivasi siswa pada materi masalah- masalah ekonomi sebelum dan sesudah menggunakan Metode Ice Breaking

Dengan menerapkan Rumus Hudson dapat diperoleh hasil analisis yang menunjukkan bahwa tinggi gelombang rencana yang dipakai pada pelabuhan Logending, Pelabuhan PLTU

Penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks tuturan yang berupa penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tindak verbal, tindak perlokusi, dan

Secara umum kondisi permukaan tapak adalah datar dengan ketinggian yang relatif sama, sejalan dengan itu berdasarkan data yang bersumber dari data Bappeda Kota Banjarmasin,

Impact durability refers to the property that the steel resist loads without being damaged. The impact durability of the steel can be influenced by temperature

6 Menyerahkan fotocopy lembar penilaian lapang (Form 4) yang ditandatangani pembimbing lapang tempat pelaksanaan PKN. 7 Menyerahkan hasil scan Berkas Persyaratan Ujian dalam bentuk

• Digunakan pada tempat tertentu untuk mencegah air masuk atau melewati. bangunan secara horizontal

Adapun manfaat penulisan ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat atau pasien penyakit jantung untuk mendapatkan informasi rumah sakit spesialis jantung serta