• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kelelahan Kerja Pada Operator SPBU Antara Shift Pagi Dan Shift Malam Di SPBU 14203163 Tanjung Morawa Tahun 2009.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Kelelahan Kerja Pada Operator SPBU Antara Shift Pagi Dan Shift Malam Di SPBU 14203163 Tanjung Morawa Tahun 2009."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KELELAHAN KERJA PADA OPERATOR SPBU ANTARA SHIFT PAGI DAN SHIFT MALAM DI SPBU 14203163

TANJUNG MORAWA TAHUN 2009

SKRIPSI

OLEH SUDANA NIM. 041000153

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul

Perbedaan Kelelahan Kerja Pada Operator SPBU Antara Shift Pagi Dan Shift Malam Di SPBU 14203163 Tanjung Morawa Tahun 2009

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : SUDANA

NIM. 041000153

Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 04 Agustus 2009 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Halinda Sari Lubis, MKKK Ir. Kalsum, Mkes

NIP. 132 148 541 NIP. 131 964 120

Penguji II Penguji III

Dra. Lina Tarigan, Apt, MS dr. Makmur Sinaga, MS

NIP. 131 803 345 NIP. 131 655 401

Medan, September 2008 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(3)

ABSTRACT

The Difference of Fatique in Operator SPBU Between Morning Shift and Night Shift at SPBU 14203163 Tanjung Morawa

2009

x + 43 yards, 8 tables

bibliography: 21, (1979 - 2008)

SPBU 14203163 is one of the business activity that serve consumer during 24 hours with operator as the consumer service. For the purposed,the SPBU apply work shift to operator to fulfill service. Each shift has different factors of fatique caused. Based on that, this research's aim is to know the difference of fatique in operator SPBU between morning shift and night shift at spbu 14203163 Tanjung Morawa.

This research was an analytic descriptive researching with cross sectional design. Population and sample are entire operators at SPBU 14203163 as much as 24 respondens. Primary data was gotten from interview by using work fatique measuring instrument questioner (kaupk2). Secondary data was gotten from the administration of SPBU 14203163 Tanjung Morawa.

The research's result shows that in morning shift found 22 (91,7%) respondens with tired category and 2 (8,3%) respondent with less tired category. In night shift found as much as 21 (87,5%) respondens with tired category and 3 (12,5%) respondent with very tired category. From sign test result (sign test) that is p = 0,063 so that concluded there is no work fatique level difference that have a meaning in operator SPBU between morning shift and night shift.

Based on the result, it is suggested to SPBU 14203163 to change the work shift's system that is 2-3 days once and giving food and addition in night shift.

(4)

ABSTRAK

Perbedaan Kelelahan Kerja Pada Operator SPBU Antara Shift Pagi Dan Shift Malam Di SPBU 14203163 Tanjung Morawa

Tahun 2009

x + 43 halaman, 8 tabel

Daftar Pustaka : 21 , ( 1979 – 2008 )

SPBU 14203163 merupakan salah satu kegiatan usaha yang melayani konsumen selama 24 jam dengan operator sebagai tenaga pelayanannya. Untuk itu pihak SPBU menerapkan kerja shift kepada operator untuk memenuhi pelayanan tersebut. Masing – masing shift mempunyai faktor penyebab kelelahan yang berbeda. Dengan melihat faktor – faktor penyebab kelelahan yang berbeda antara kedua shift tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift pagi dan shift malam di SPBU 14203163 Tanjung Morawa.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Populasi dan sampel adalah seluruh operator di SPBU 14203163 sebanyak 24 orang responden. Data primer diperoleh dari wawancara dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Kelelahan Kerja ( KAUPK2 ). Data skunder diperoleh dari bagian administrasi SPBU 14203163 Tanjung Morawa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada shift pagi terdapat 22 ( 91,7% ) responden yang mengalami kelelahan dengan kategori lelah dan 2 ( 8,3% ) responden dengan kategori kurang lelah. Pada shift malam sebanyak 21 ( 87,5% ) responden mengalami kelelahan dengan kategori lelah dan 3 ( 12,5% ) responden dengan kategori sangat lelah. Dari hasil uji Tanda ( Sign Test ) bahwa p = 0,063 sehingga disimpulkan tidak ada perbedaan tingkat kelelahan kerja yang bermakna pada operator SBPU antara shift pagi dan shift malam.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar pihak perusahaan mengubah sistem pergantian shift yaitu 2-3 hari sekali serta memberikan makanan dan minuman tambahan pada shift malam.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sudana

Tempat/ Tanggal Lahir : Tanjung Morawa/ 2 Agustus 1985

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : Anak Keempat dari lima bersaudara

Alamat : Jl. Batang Kuis Gg. Amal Desa Buntu Bedimbar

Kecamatan Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang

Sumatera Utara.

Riwayat Pendidikan

Tahun 1992 – 1998 : SD Negeri No.101879 Tanjung Morawa.

Tahun 1998 – 2001 : SLTP Negeri I Tanjung Morawa

Tahun 2001 – 2004 : SMU Negeri I Tanjung Morawa

Tahun 2004 – 2009 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala kemudahan dan karuniaNya

yang telah menuntun, memampukan penulis setiap saat sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Kelelahan Kerja Pada Operator

SPBU Antara Shift Pagi Dan Shift Malam Di SPBU 14203163 Tanjung Morawa Tahun 2009”. Selanjutnya shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan

paling mulia Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan di dunia dan akhirat.

Pada kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan terimakasih kepada

Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku dosen pembimbing I dan Ibu Ir. Kalsum,

Mkes selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, waktu dan

sumbangan pikiran kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Evi Naria, Mkes selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama

mengikuti perkuliahan di FKM USU.

3. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt. MS selaku Kepala Departemen Keselamatan Dan

Kesehatan Kerja ( K3 ) serta seluruh dosen K3.

4. Kepada Seluruh Dosen dan civitas akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada pihak SPBU 14203163 yang telah membantu kelancaran proses

(7)

6. Teristimewa ucapan terima kasih kepada kepada kedua orang tuaku ( Ibu

Suwarni dan Bapak Sucipto ) serta kaka-kakak dan adikku atas inspirasi dan

semangat yang telah diberikan.

7. Terakhir kepada semua teman-teman mahasiswa khusus stambuk 04 dan

peminatan K3 dan semua yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam

proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan dan kelemahan penulis dalam penulisan

skripsi ini oleh karena itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun

demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengaharapkan kiranya skripsi ini dapat memberi manfaat

bagi para pembacanya.

Medan, Juli 2009

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Lampiran... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Kelelahan ... 9

2.1.1. Definisi Kelelahan ... 9

2.1.2. Jenis-jenis Kelelahan ... 9

2.1.3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Kelelahan ... 11

2.1.4. Proses Terjadinya Kelelahan ... 12

2.1.5. Akibat Kelelahan ... 14

2.1.6. Cara Mengatasi Kelelahan ... 15

2.2. Kerja Shift ... 16

2.2.1. Dampak Kerja Shift ... 17

2.2.2. Penanggulangan Dampak Kerja Shift ... 20

2.3. Pengukuran Kelelahan 2.4. SPBU ... 24

2.4.1 Pelaksanaa Operasional SPBU ... 25

2.4.2 Bangunan SPBU Sesuai Standar Pertamina ... 26

2.4.3 Bentuk Kerja Sama Dalam Pembangunan SPBU ... 27

2.4.4 Klasifikasi SPBU ... 28

2.5. Kerangka Konsep ... 29

2.6. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1. Lokasi ... 30

3.2.2. Waktu ... 30

(9)

3.3.1. Populasi ... 30

3.3.2. Sampel ... 31

3.4. Metode Pengumpula Data ... 31

3.4.1. Data Primer ... 31

3.4.2. Data Sekunder ... 31

3.5. Definisi Operasional ... 31

3.6. Aspek Pengukuran... 31

3.7. Teknik Analisa Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 33

4. 1. Gambaran Umum Perusahaan ... 33

4. 2. Data Umum Responden ... 34

4.2.1 Umur ... 34

4.2.2 Masa Kerja ... 34

4.2.3 Pendidikan Terakhir ... 35

4.2.4 Status Perkawinan ... 35

4. 3. Kelelahan Kerja ... 36

4.3.1 Kelelahan Kerja Pada Shift Pagi ... 36

4.3.2 Kelelahan KerjaPada Shift Malam ... 36

4. 4 Hasil Uji Statistik ... 37

BAB V PEMBAHASAN ... 38

5. 1 Gambaran Umum Responden ... 38

5. 2 Kelelahan Kerja ... 39

5. 2. 1 Kelelahan Kerja Pada Shift Pagi ... 39

5. 2. 2 Kelelahan Kerja Pada Shift Malam ... 40

5. 3 Perbedaan Kelelahan Kerja Antara Shift Pagi Dan Shift Malam ... 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

6. 1 Kesimpulan ... 43

6. 2 Saran ... 43

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standar Internasional Bagi Pekerja Malam...17

Tabel 2. Klasifikasi SPBU...28

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Umur...34

Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja...34

Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir...35

Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan...35

Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kelelahan Kerja Pada Shift Pagi...36

Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kelelahan Kerja Pada Shift Malam...36

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1, Kuesioner Penelitian

Lampiran 2, Rekapitulasi Skor Penelitian Tingkat Kelelahan Kerja Operator Shift

Pagi Dan Shift Malam Serta Karakteristik Responden.

Lampiran 3, Hasil Pengolahan Data Statistik

Lampiran 4, Surat Permohonan Izin Penelitian

(12)

ABSTRACT

The Difference of Fatique in Operator SPBU Between Morning Shift and Night Shift at SPBU 14203163 Tanjung Morawa

2009

x + 43 yards, 8 tables

bibliography: 21, (1979 - 2008)

SPBU 14203163 is one of the business activity that serve consumer during 24 hours with operator as the consumer service. For the purposed,the SPBU apply work shift to operator to fulfill service. Each shift has different factors of fatique caused. Based on that, this research's aim is to know the difference of fatique in operator SPBU between morning shift and night shift at spbu 14203163 Tanjung Morawa.

This research was an analytic descriptive researching with cross sectional design. Population and sample are entire operators at SPBU 14203163 as much as 24 respondens. Primary data was gotten from interview by using work fatique measuring instrument questioner (kaupk2). Secondary data was gotten from the administration of SPBU 14203163 Tanjung Morawa.

The research's result shows that in morning shift found 22 (91,7%) respondens with tired category and 2 (8,3%) respondent with less tired category. In night shift found as much as 21 (87,5%) respondens with tired category and 3 (12,5%) respondent with very tired category. From sign test result (sign test) that is p = 0,063 so that concluded there is no work fatique level difference that have a meaning in operator SPBU between morning shift and night shift.

Based on the result, it is suggested to SPBU 14203163 to change the work shift's system that is 2-3 days once and giving food and addition in night shift.

(13)

ABSTRAK

Perbedaan Kelelahan Kerja Pada Operator SPBU Antara Shift Pagi Dan Shift Malam Di SPBU 14203163 Tanjung Morawa

Tahun 2009

x + 43 halaman, 8 tabel

Daftar Pustaka : 21 , ( 1979 – 2008 )

SPBU 14203163 merupakan salah satu kegiatan usaha yang melayani konsumen selama 24 jam dengan operator sebagai tenaga pelayanannya. Untuk itu pihak SPBU menerapkan kerja shift kepada operator untuk memenuhi pelayanan tersebut. Masing – masing shift mempunyai faktor penyebab kelelahan yang berbeda. Dengan melihat faktor – faktor penyebab kelelahan yang berbeda antara kedua shift tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift pagi dan shift malam di SPBU 14203163 Tanjung Morawa.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Populasi dan sampel adalah seluruh operator di SPBU 14203163 sebanyak 24 orang responden. Data primer diperoleh dari wawancara dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Kelelahan Kerja ( KAUPK2 ). Data skunder diperoleh dari bagian administrasi SPBU 14203163 Tanjung Morawa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada shift pagi terdapat 22 ( 91,7% ) responden yang mengalami kelelahan dengan kategori lelah dan 2 ( 8,3% ) responden dengan kategori kurang lelah. Pada shift malam sebanyak 21 ( 87,5% ) responden mengalami kelelahan dengan kategori lelah dan 3 ( 12,5% ) responden dengan kategori sangat lelah. Dari hasil uji Tanda ( Sign Test ) bahwa p = 0,063 sehingga disimpulkan tidak ada perbedaan tingkat kelelahan kerja yang bermakna pada operator SBPU antara shift pagi dan shift malam.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar pihak perusahaan mengubah sistem pergantian shift yaitu 2-3 hari sekali serta memberikan makanan dan minuman tambahan pada shift malam.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi modern memungkinkan manusia untuk melakukan berbagai hal

sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam

masyarakat, dikenal adanya ” 24 hours society ” membutuhkan pelayanan

sewaktu-waktu seperti rumah sakit, dinas pemadam kebakaran, call center, kepolisian atau

yang lainnya. Ada pula industri yang harus beroperasi 24 jam per hari karena proses

produksinya yang panjang dan kontinu, seperti industri kimia atau industri

manufaktur yang menggunakan mesin yang memerlukan setup yang lama dan mahal.

Pekerjaan shift adalah pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk

mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan

malam. Jadwal shift kerja yang berlaku sangat bervariasi. Biasanya adalah shift kerja

8 jam atau 12 jam dalam sehari ( Mardi, 2008 ).

Shift kerja biasanya diterapkan untuk lebih memanfaatkan sumber daya yang

ada, meningkatkan produksi, serta memperpanjang durasi pelayanan. Shift kerja

berbeda dengan hari kerja biasa, di mana pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan

secara teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya sedangkan shift kerja

dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari. Biasanya

(15)

Alasan lain dari shift kerja adalah kebutuhan sosial akan pelayanan. Polisi dan rumah

sakit benar-benar dibutuhkan untuk 24 jam/hari, 7 hari/minggu ( Nurmianto, 2004 ).

Monk dan Folkard dalam Silaban mengkategorikan 3 jenis sistem shift kerja,

yaitu shift permanen, sistem rotasi cepat, dan sistem rotasi shift lambat ( Dewi, 2006).

Berbagai alasan dikemukakan oleh para pekerja shift, diantaranya adalah gaji

yang lebih baik, lebih banyak waktu mengasuh anak di siang hari, mempunyai waktu

lebih di siang hari untuk bersantai, lebih banyak kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan, malam hari suasananya lebih tenang dan biasanya hanya sedikit

supervisor di malam hari. Tetapi, banyak diantara pekerja shift menyatakan bahwa

mereka sebenarnya terpaksa bekeja shift karena tidak memiliki pilihan pekerjaan

yang lain.( Mardi, 2008 ).

Menurut pendapat Roger R & Colligan ( 1997 ) yang dikutip Povilia Dewi

( 2006 ) Berbagai dampak kesehatan dan keselamatan dapat muncul akibat kerja shift.

Persoalan yang segera dapat dirasakan adalah terganggunya kualitas tidur dan

menurunnya kualitas hubungan hubungan dengan keluarga atau teman. Seperti

diketahui, tidur siang dan tidur malam walaupun dilakukan dalam waktu yang sama,

kualitasnya berbeda. Persoalan jangka panjang yang muncul akibat shiftwork

Tubuh kita memiliki irama dan ritmenya sendiri, yang disebut dengan

circadian rhythm. Kebanyakan sistem metabolisme tubuh kita sangat aktif pada waktu

tertentu dan tidak aktif pada saat yang lain. Sebagai contoh, denyut jantung dan

temperature badan kita berubah-ubah selama 24 jam; biasanya berada pada titik ini

(16)

terendah pada jam 4.00 dan mencapai puncak pada siang hari. Aktivitas metabolisme

(kemampuan tubuh menghasilkan energi dari makanan) paling tinggi pada siang

sampai sore hari. Secara alamiah, tubuh kita diciptakan untuk aktif pada siang hari

dan butuh beristirahat pada malam hari untuk penyegaran dan recovery. Fluktuasi

circadian rhythm menjadi sebab yang mempengaruhi perubahan kinerja mental dan

fisik ( Mardi, 2008 ).

Gangguan pada circadian rhythm dan pada metabolisme tubuh kita

menyebabkan penurunan kondisi tubuh. Itulah sebabnya mengapa orang yang bekerja

pada shift malam sering merasa mengantuk dan kelelahan saat bekerja. Kondisi

seperti ini pada titik tertentu sangat melelahkan. Penelitian membuktikan bahwa

kebanyakan pekerja malam tidak pernah bisa beradaptasi dengan jadwal kerjanya

secara sempurna disebabkan karena fungsi fisiologi tubuh manusia menurun pada

malam hari ( Mardi, 2008 ).

Kelelahan dan insomnia adalah keluhan yang umum bagi para pekerja shift.

Kelelahan ini akan menurunkan daya konsentrasi, motivasi, daya ingat dan reaksi

mental. Para pekerja shift mengalami beban fisik yang dapat mengarah kepada beban

mental, sehingga mereka rentan terhadap stress ( Sumakmur, 1996 ).

Pelaksanaan shift kerja yang tidak baik menimbulkan kelelahan kerja/fatigue

yang harus dikendalikan sebaik mungkin mengingat fatigue dapat menimbulkan

kecelakaan kerja. 50% Kecelakaan kerja ada kaitan dengan kelelahan kerja, sehingga

pengusaha harus mengupayakan pengendalian kelelahan kerja bersama pekerja secara

berkesinambungan. Gejala kelelahan kerja bermacam-macam antara lain adanya

(17)

secara baik, penurunan performance di samping peningkatan kecenderungan

kecelakaan. Penyebab kelelahan kerja antara lain, pengaturan shift yang terlalu

panjang dan tidak tepat, intensitas dan durasi suatu pekerjaan dilaksanakan yang

terlalu tinggi, desain pekerjaan tidak tepat, lingkungan kerja yang tidak nyaman

(bising, suhu tinggi, getaran, pencahayaan yang kurang tepat), cara kerja yang tidak

efektif/ergonomis dan adanya stres ( Hidayat, 2008 ).

Banyak penelitian yang menunjukkan tenaga kerja yang bekerja pada shift

malam tentu lebih mudah merasa lelah dan mengantuk. Mereka yang sudah terbiasa

shift siang akan mempunyai pola kantuk dan tidur tertentu, yang tentu butuh

penyesuaian jika harus berganti ke shift malam. Hal yang sama berlaku sebaliknya.

Kelelahan ini dapat menyebabkan kesulitan konsentrasi dalam bekerja, meningkatkan

resiko kesalahan (human error), berdampak kepada kualitas kerja dan kecepatan

kerja, dan akhirnya kecelakaan kerja. Karyawan yang bekerja pada shift malam

terpaksa harus istirahat pada siang hari, ketika kondisi tubuh mereka biasanya

terbangun. Dan begitu juga sebaliknya. Tidur pada siang hari biasanya lebih pendek

dibandingkan malam (kira-kira 2-3 jam lebih pendek), dan tidur siang hari juga tidak

mempunyai kualitas sebaik tidur malam karena pengaruh adanya cahaya matahari dan

kebisingan. Dampak dari rendahnya kualitas dan kuantitas tidur ini dapat memicu

kantuk dan tertidur di saat yang tidak tepat atau saat sedang bekerja ( Tim

Ergoinstitute, 2008 ).

Kelly dan Schneider dalam Pulat menyatakan bahwa kesalahan dapat

meningkatkan secara bermakna (80% sampai 180%) karena berkurangnya

(18)

akibat dari kelelahan kerja. Sedangkan Thiis-Everson melaporkan bahwa dari 6000

pekerja Norwegia, 35% pekerja shift malam mengalami insomnia akibat kelelahan

kerja, 13,4% mengalami ulserasi, dan 30% mengalami gangguan usus ( Dewi, 2006 ).

Dari hasil penelitian Folkart ( 1987, 1990 ) yang dikutip Wijayanti (2005 )

diketahui bahwa penurunan kinerja pekerja shift malam yang ditandai menurunnya

kecepatan kerja dan meningkatnya jumlah kesalahan yangberpotensi menyebabkan

kecelakaan kerja. Hal ini didukung dengan hasil penelitian di Amerika dan Eropa

yang menunjukan bahwa seorang pekerja shift malam ternyata kurang produktif bila

dibandingkan dengan pekerja shift pagi ( Dewi, 2006).

Namun menurut penelitian Deranto ( 2008 ) yang dilakukan di bagian

assembling R6 PT Hari Terang Industri Surabaya yang menerapkan 2 shift yaitu shift

pagi dan malam dengan pembagian waktu tiap shift selama 12 jam dengan 1 jam

istirahat menunjukkan tidak adanya perbedaan antara pekerja shift pagi dan shift

malam dengan jenis pekerjaan responden yang tergolong sama beratnya dan

besarnya., dengan aktivitas monoton dan bervariasi ( Deranto,2008).

Salah satu kegiatan usaha yang melayani konsumen selama 24 jam adalah

stasiun pengisian bahan bakar umum ( SPBU ). SPBU 14203163 adalah SPBU yang

beroperasi 24 jam. Pembagian jam kerja dibagi menjadi 3 shift, yaitu shift pagi mulai

pukul 07.00 – 15.00, shift sore pukul 15.00 – 22.00 dan shift malam pukul 22.00 –

07.00. Pergantian shift dilakukan setiap 1 minggu dengan perputaran yaitu shift pagi,

sore, lalu shift malam. Setiap operator mendapat libur ( off ) 1 kali seminggu.

Terdapat 12 unit pompa yang biasanya dioperasikan pada shift pagi dan sore. Namun

(19)

bertanya kepada konsumen berapa jumlah pengisian, menekan tombol pada pompa

otomatis sesuai permintaan, menerima uang serta memberikan uang kembalian.

Pengisian dilakukan dalam posisi berdiri dan setiap operator mengoperasikan satu

pompa. Pekerjaan tersebut dilakukan sendiri sehingga para operator harus

berkonsentrasi agar tidak melakukan kesalahan pengisian dan pengembalian uang.

Dari hasil survei pendahuluan penulis mendapat informasi bahwa para operator sering

melakukan kesalahan pengembalian uang terutama pada saat konsumen ramai.

Sehingga terkadang mereka tidak menggunakan tombol pada pompa otomatis tetapi

langsung mengisi secara manual.

Selanjutnya penulis mendapati perbedaan mengenai faktor – faktor yang dapat

menyebabkan kelelahan pada shift malam dan shift pagi. Misalnya perbedaaan beban

kerja dimana pada shift pagi pengisian BBM paling ramai dilakukan oleh masyarakat.

Sehingga operator lebih banyak berdiri selama bekerja pada shift pagi. Hal ini

membuat kerja fisik dan mental operator lebih besar daripada shift malam. Akibatnya

para operator sering mengeluhkan rasa berat dan pegal pada kaki. Sedangkan pada

shift malam diperbolehkan duduk bila tidak ada pengisian. Selain itu fakor fisik

seperti suhu udara yang panas dirasakan oleh operator pada shift pagi terutama pada

tengah hari. Pada jam – jam tertentu yaitu sekitar pada jam 08.00 – 10.00, mereka

terkena cahaya matahari langsung karena atap pelindung terasa kurang lebar.

Sedangkan pada shift malam yang dikeluhkan adalah rasa mengantuk dan kurang

konsentrasi. Terutama pada sekitar pukul 04.00 dan seterusnya. Selain itu pada shift

(20)

Berdasarkan survei penelitian diatas maka penulis berminat untuk melakukan

penelitian mengenai perbedaan kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift pagi

dan shift malam di SPBU 14203163 Tanjung Morawa tahun 2009.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan adalah

bagaimanakah perbedaan kelelahan kerja pada operator antara shift pagi dan shift

malam di SPBU 14203163 Tanjung Morawa tahun 2009.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja pada operator shift pagi dan shift

malam di SPBU 14203163 Tanjung Morawa tahun 2009.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran kelelahan yang dialami oleh operator SPBU

shift pagi di SPBU 14203163 Tanjung Morawa tahun 2009.

2. Untuk mengetahui gambaran kelelahan yang dialami oleh operator SPBU

shift malam di SPBU 14203163 Tanjung Morawa tahun 2009.

3. Untuk mengetahui bagaimanakah perbedaan kelelahan kerja pada operator

antara shift pagi dan shift malam di SPBU 14203163 Tanjung Morawa tahun

2009.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan kepada pihak perusahaan mengenai gambaran kelelahan

yang di alami oleh operator SPBU shift pagi dan shift malam di SPBU

(21)

2. Untuk meningkatkan pengetahuan pihak perusahaan tentang perbedaan

kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift pagi dan shift malam

sehingga nantinya dapat dijadikan masukan dalam menanggulanginya.

3. Untuk menambah wawasan bagi tenaga kerja dan penulis mengenai perbedaan

kelelahan kerja antara operator shift pagi dan shift malam di SPBU 14203163

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelelahan

2.1.1. Definisi Kelelahan

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari

kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur

secara sentral oleh otak ( Amrizal, 2005). Menurut Suma’mur (1996) kelelahan

adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi

oleh 2(dua) sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem

penggerak (aktivasi) tetapi semunya bermuara kepada pengurangan kapasitas kerja

dan ketahanan tubuh.

Kelelahan kerja (job bournout) adalah sejenis stres yang banyak dialami oleh

orang – orang yang bekerja dalam pekerjaan – pekerjaan pelayanan terhadap manusia

lainnya seperti perawat kesehatan, transportasi, kepolisian, pendidikan dan

sebagainya ( Schuler, 1999). Kelelahan akibat kerja sering kali diartikan sebagai

menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan /ketahanan fisik

tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan ( Wignjosoebroto, 2000).

2.1.2 Jenis-jenis Kelelahan

Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana yang dikutip oleh Silaban (1996)

bahwa kelelahan dibedakan berdasarkan 3 (tiga) bagian yaitu :

(23)

a Kelelahan otot, menurut Wignjoesoebroto (2000) ialah disebabkan munculnya

gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot harus melakukan beban.

b Kelelahan umum, menurut Grandjean (1985) ialah suatu perasaan yang

menyebar yang disertai dengan adanya penurunan kesiagaan dan kelambatan

pada setiap aktivitas. Astrand dan Rodahl (1986) menyatakan bahwa

kelelahan umum dapat menjadi gejala penyakit juga berhubungan dengan

faktor psikologis (motivasi menurun, kurang tertarik) yang mengakibatkan

menurunnya kapasitas kerja. Sebab - sebab kelelahan umum adalah monotoni,

intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental, keadaan lingkungan,

sebab-sebab mental (tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik) serta

penyakit-penyakit.

2. Berdasarkan waktu terjadinya Kelelahan :

a Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh

tubuh secara berlebihan

b Kelelahan kronis, menurut Grandjean dan Kogi (1972) terjadi bila kelelahan

berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang telah

terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan

3. Berdasarkan penyebabnya :

a Menurut Singleton (1972) disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis di

tempat kerja

b Menurut McFarland (1972) disebabkan oleh faktor fisiologis yaitu akumulasi

dari substansi toksin (asam laktat) dalam darah dan faktor psikologis yaitu

(24)

c Menurut Phoon (1988) disebabkan oleh kelelahan fisik yaitu kelelahan

karena kerja fisik, kerja patologis ditandai dengan menurunnya kerja, rasa

lelah dan ada hubungannya dengan faktor psikososial.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kelelahan

Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan

peredaran darah dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi kelangsungan

aktivitas otot. Atau mungkin bisa dikatakan bahwa produk-produk sisa ini

mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan

orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah ( Sutaklaksana, 1979).

Timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi

dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan (stres) yang dialami

oleh tubuh manusia ( Wignjosoebroto, 2000).

Green (1992) dan Suma’mur (1994) dari proceeding mengemukakan

faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan ada dua yaitu faktor-faktor internal dan faktor-faktor

eksternal. Yang termasuk faktor internal antara lain : faktor somatis atau fisik, gizi,

jenis kelamin, usia, pengetahuan dan sikap atau gaya hidup sedangkan yang termasuk

faktor eksternal adalah keadaan fisik lingkungan kerja (kebisingan, suhu,

pencahayaan), faktor kimia (zat beracun), faktor biologis (bakteri, jamur), faktor

ergonomi, kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin atau peraturan perusahaan,

upah, hubungan sosial dan posisi kerja atau kedudukan.

Barnes (1980) dari proceeding mengatakan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi tingkat kelelahan antara lain jam kerja, periode istiarahat, kondisi fisik

(25)

tenaga kerja sejauh mungkin dikurangi atau dihilangkan agar tercipta kondisi kerja

yang menyenangkan ( Wignjosoebroto, 2000).

Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja

dinamis. Tarwaka menjelaskan pada kerja otot statis dengan pengerahan tenaga 50 %

dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit sedangkan pada

pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama ( Tarwaka,

2004).

2.1.4. Proses Terjadinya Kelelahan

Makanan yang mengandung glikogen mengalir dalam tubuh melalui

peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot selalu diikuti reaksi kimia (oksidasi

glukosa) yang merubah glikogen tersebut menjadi tenaga, panas dan asam laktat

(produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan yaitu suatu proses untuk merubah

asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan

sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontinu ini berarti

keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu

berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk sisa dalam

otot atau peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dan proses

pemulihan.

Secara lebih jelas terdapat tiga timbulnya kelelahan fisik yaitu :

Pertama, oksidasi glukose dalam otot menimbulkan karbon dioksida (CO2),

saerolactic, phosphati, dan sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah

(26)

zat-zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga timbul

penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.

Kedua, karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan disimpan

di hati dalam bentuk glukogin. Setiap 1 cm3 darah normal akan membawa 1 mm

glukosa berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1 % dari sejumlah glikogen

dalam hati akan menipis dan kelelahan akan timbul apabila konsentarsi glikogen

dalam hati tinggal 0,7 %.Ketiga, dalam keadaan normal jumlah udara yang masuk

melalui pernafasan kira-kira 4 lt/ menit, sedangkan dalam keadaan kerja keras

dibutuhkan udara kira-kira 15 lt/menit. Ini berarti pada suatu tingkat kerja tertentu

akan dijumpai suatu keadaan dimana jumlah oksigen yang masuk melalui pernafasan

lebih kecil dari tingkat kebutuhan. Jika hal ini terjadi maka kelelahan akan timbul

karena reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk mengurangi asam laktat menjadi H2O

dan CO2

Kelelahan psikologis timbul dalam perasaan orang yang bersangkutan dan

terlihat dengan tingkah lakunya atau pendapat-pendapatnya yang tidak konsekuen

lagi serta jiwanya yang labil dengan adanya perubahan walaupun sendiri dalam

kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya.

agar dikeluarkan dari tubuh menjadi tidak seimbang dengan pembentukan

asam laktat itu sendiri (asam laktat terakumulasi dalam otot atau dalam peredaran

darah).

Ada suatu konsep yang menyatakan bahwa keadaan dan perasaan kelelahan

ini timbul karena adanya reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri

(27)

dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat ini terdapat dalam thalamus dan

bersifat menurunkan kemampuan manusia untuk bereaksi.

Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat maka keadaan

orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya apabila sistem

penghambat lebih kuat dari sistem penggerak maka orang tersebut akan mengalami

kelelahan. Kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun mungkin

beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih

kuat dibandingkan sistem penggerak (Sutaklaksana, 1979).

2.1.5. Akibat Kelelahan

Konsekuensi kelelahan kerja menurut Randalf Schuler (1999) antara lain :

1. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja akan berprestasi lebih buruk lagi

daripada pekerja yang masih “penuh semangat”

2. Memburuknya hubungan si pekerja dengan kerja yang lain

3. Dapat mendorong terciptanya tingkah laku yang menyebabkan menurunnya

kualitas hidup rumah tangga seseorang.

Menurut Suma’mur (1996) ada 30 gejala kelelahan yang terbagi dalam 3

kategori yaitu :

1) Menunjukkan terjadinya pelemahan kegiatan.

Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, sering

menguap, merasa kacau pikiran, menjadi mengantuk, merasakan beban pada

mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau

berbaring.

(28)

Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak

dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang

kepercayaan, cemas terahadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat

tekun dalam pekerjaan.

3) Menujukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum.

Sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, terasa pernafasan

tertekan, haus, suara sesak, terasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada

anggota badan, merasa kurang sehat.

2.1.6. Cara Mengatasi Kelelahan

Untuk menghindari rasa lelah diperlukan adanya keseimbangan antara

masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab kelelahan)

dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan (recovery). Proses

pemulihan dapat dilakukan dengan cara antara lain memberikan waktu istirahat yang

cukup baik yang terjadwal atau terstruktur atau tidak dan seimbang dengan tinggi

rendahnya tingkat ketegangan kerja.

Dengan memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan output

per jam sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan menjurus

memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan

prestasi kerja per jamnya ( Wignjosoebroto, 2000).

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukkan kepada

keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja. Misalnya, banyak hal dapat

dicapai dengan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat, kamar-kamar

(29)

hal pengadaan tempat duduk meja dan bangku-bangku kerja sangat membantu.

Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat. Selanjutnya usaha-usaha perlu

ditujukkan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang

baik.

Monotoni dan tegangan dapat dikurangi dengan penggunaan warna serta

dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat kerja dan waktu-waktu istirahat

untuk latihan fisik bagi pekerja yang bekerja sambil duduk. Seleksi dan latihan dari

pekerja lebih-lebih supervisi dan penatalaksanaannya juga memegang peranan

penting ( Suma’mur, 1996).

2.2 Kerja Shift

Pekerjaan shift adalah pekerjaan yang mempunyai jadwal diluar jam kerja

normal (jam 9.00 – 17.00). Jadwal shift kerja yang berlaku sangat bervariasi.

Biasanya adalah shift kerja 8 jam atau 12 jam dalam sehari ( Dian Mardi, 2008 ).

Monk dan Folkard dalam Silaban mengkategorikan 3 jenis sistem shift kerja, yaitu

shift permanen, sistem rotasi cepat, dan sistem rotasi shift lambat ( Povilia Dewi,

2006). Pada sidang ke-77 di Jenewa tanggal 26 Juni 1990 dibahas mengenai standar

internasional bagi pekerja malam. Standar yang dimaksud adalah The Night Work

Convention and Recommendation. The Night Work Convention membahas mengenai

kesehatan dan keselamatan, transfer kerja siang hari, perlindungan bagi kaum wanita,

kompensasi dan pelayanan sosial. Recommendation membahas mengenai batas waktu

kerja normal, waktu istirahat yang minimum antar shift, transfer kerja siang pada

(30)
[image:30.612.107.527.106.623.2]

Tabel 1. Standar Internasional bagi Pekerja Malam

No. Bidang Ukuran

1 Jam Kerja Normal Tidak lebih dari 8 jam sehari

2 Overtime Tidak ada shift kerja yang penuh berurutan

3 Waktu Istirahat Sekurang-kurangnya 11 jam antar shift

4 Jam Kerja Istirahat Istirahat untuk makan dan istirahat

5 Ibu/ Calon Ibu Penugasan di siang hari (sebelum dan sesudah

kehamilan)

6 Pelayanan Sosial Batas waktu transportasi, biaya, dan perbaikan

keselamatan. Perbaikan kualitas istirahat.

7 Situasi Khusus Toleransi pada pekerja yang mempunyai tanggung

jawab bagi keluarga, pekerja yang lamban dan tua.

8 Pelatihan Mendapatkan kesempatan pelatihan

9 Transfer Pemikiran khusus untuk ditugaskan siang hari

(setelah bertahun-tahun bekerja pada malam hari)

10 Pensiun Pemikiran khusus bagi pekerja yang pensiun

sebelum waktunya

(31)

Variabel utama manusia yang berkaitan dengan kerja shift adalah circadian

rhytm. Kebanyakan fungsi tubuh manusia berjalan secara ritmik dalam siklus 24 jam.

Inilah yang disebut circadian rhytm (ritme sirkadian). Fungsi-fungsi tubuh yang

meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari termasuk temperatur tubuh,

detak jantung, tekanan darah, kemampuan mental, produksi adrenalin, dan

kemampuan fisik .Secara umum, semua fungsi tubuh berada dalam keadaan siap

digunakan pada siang hari. Sedangkan pada malam hari adalah waktu untuk istirahat

dan pemulihan sumber daya (energi). Fungsi tubuh yang ditandai dengan sirkadian

adalah tidur, kesiapan untuk bekerja, dan banyak proses otonom, fungsi vegetatif

seperti metabolisme, temperatur tubuh, detak jantung, dan tekanan darah. Semua

fungsi manusia yang telah dipelajari menunjukkan siklus harian yang teratur

1. Efek fisiologis

. kerja

shift malam akan berdampak pada respon fisiologis tubuh, efek sosial, dan efek

penampilan kerja ( Pulat, 2002)

Beberapa efek kerja shift terhadap tubuh:

a) Mempengaruhi kualitas tidur. Tidur siang tidaklah seefektif tidur pada malam

hari karena terdapat banyak gangguan. Biasanya memakan waktu dua hari

istirahat untuk menggantikan waktu tidur malam akibat kerja shift malam.

b) Kurangnya kemampuan fisik untuk bekerja pada malam hari. Walaupun

masalah penyesuaian sirkadian merupakan alasan yang utama, ada alasan lain

yaitu perasaan mengantuk dan lelah.

c) Mempengaruhi kemampuan mental. Johnson dalam Pulat melaporkan bahwa

(32)

pekerjaan seperti pengontrolan dan monitoring kualitas. Lebih lanjut, Kelly

dan Schneider dalam Pulat menyatakan bahwa kesalahan dapat meningkat

secara bermakna (80% sampai 180%) karena bertambahnya lama kerja shift.

d) Gangguan kegelisahan juga telah dilaporkan terjadi di antara pekerja shift

malam. Kehilangan waktu tidur dan efek sosial dari kerja shift juga

merupakan alasan utama.

e) Gangguan saluran pencernaan. Thiis-Everson melaporkan bahwa dari 6000

pekerja Norwegia, 35% pekerja shift malam mengalami gangguan perut,

13,4% mengalami ulserasi, dan 30% mengalami gangguan usus.

2. Efek Sosial

Sebagai tambahan, kerja shift juga mempengaruhi kehidupan sosial:

a) Mengganggu kehidupan keluarga

b) Sedikitnya kesempatan untuk berinteraksi dengan kerabat dan rekan.

c) Mengganggu aktivitas kelompok.

3. Efek Performansi

Wyatt dan Marriott dalam Pulat mengkonfirmasikan bahwa sebagai akibat

dari efek fisiologis dan sosial, performansi (penampilan) juga akan menurun pada

malam hari. Browne menemukan bahwa kelambatan atau penundaan menjawab

panggilan telepon pada operator telepon meningkat secara drastis pada shift malam.

Bjerner et al mengobservasi kesalahan yang lebih tinggi secara bermakna dilakukan

(33)

lainnya. Monk dan Embrey menyatakan bahwa kebanyakan dari efek ini akibat

kurangnya kewaspadaan pekerja pada waktu shift malam.

Penasehat medis perusahaan telah mencatat banyaknya kasus gangguan tidur

siang di antara pekerja malam. Gangguan pada tidur siang ini dihubungkan dengan

kebisingan, akan tetapi kebanyakan pekerja malam menyatakan mereka merasakan

kegelisahan selama siang hari dan tidur siang mereka tidak cukup menyegarkan

( Grandjean, 1988 )

2.2.2 Penanggulangan Dampak Buruk Kerja Shift

Upaya-upaya mengurangi dampak buruk akibat kerja shift melalui

pendekatan organisasi dapat dilakukan dengan pengaturan shift kerja secara adil.

Terdapat 2 macam pembagian shift kerja, yaitu 2 shift dan 3 shift. Pembagian satu

hari kerja menjadi 2 shift yaitu shift pagi (day shift) dengan jam kerja pukul

06.00-18.00 dan shift malam (night shift) dengan jam kerja pukul 06.00-18.00-06.00. sedangkan

untk pembagian menjadi 3 shift adalah shift pagi yaitu pukul 08.00-16.00, siang yaitu

pukul 16.00-00.00 dan malam yaitu pukul 00.00-08.00.

Pengaturan shift kerja yang baik adalah dengan pergantian shift yang pendek

misal 2-3 hari sekali, tidak terlalu lama apalagi pergantian tiap minggu sekali.

Apabila diperlukan shift kerja malam maka ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh

pihak pengusaha dan pekerja, seperti :

1. Pergantian shift tidak lama (2-3 hari sekali)

2. Usia pekerja antara 20-50 tahun agar diperoleh kematangan mental yang

(34)

3. Pekerja tidak menderita penyakit kronis seperti penyakit paru-paru kronis,

tekanan darah tinggi, kencing manis, pekerja memiliki penyakit gangguan

tidur.

4. Pekerja tidak mengalami gangguan psikososial

5. Lingkungan hidup pekerja tenang

6. Pekerja tidak menderita gangguan lambung maupun memiliki tingkat emosi

yang labil

7. Tidak kekurangan gizi, stres dan gangguan jantung

8. Keluarga pekerja yang menunjang. Seyogianya sebelum pekerja dinas

malam pekerja telah cukup istirahat/ tidur sehingga berangkat bekerja dalam

keadaan segar (Sumakmur, 1996 ).

Ketika bekerja shift merupakan keharusan dan kita tidak bisa memilih, maka

ada beberapa strategi yang dapat dilakukan agar tetap sehat. Diantaranya adalah

usahakan untuk cukup tidur, usahakan agar kualitas tidur kita terjaga. Olahraga

teratur juga sangat dianjurkan untuk menjaga daya tahan tubuh. Beberapa teknik

relaksasi juga dipercaya akan menurunkan beban mental dan tingkat stress. Pilih

teknik relaksasi yang paling mudah seperti mendengarkan musik yang menenangkan,

bersosialisasi dengan teman, atau menekuni hobi. Selain itu, tentunya dianjurkan pula

untuk mengkonsumsi diet yang sehat. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat

konsumsi kudapan ringan di kalangan para pekerja shift lebih tinggi dari pekerja

normal. Selain itu, kualitas dietnya lebih rendah dan cenderung tidak memenuhi

syarat gizi yang seimbang. Keluhan yang sering muncul adalah mual, konstipasi,

(35)

pencernaan ini disarankan pada para pekerja shift untuk mengurangi konsumsi garam

dan makanan berlemak, menghindari junk food, dan mengkonsumsi makanan dengan

gizi yang seimbang dan baik ( Mardi,2008)

2.3 Pengukuran Kelelahan

Pengukuran kelelahan terbagi atas 2 macam yaitu pengukuran secara

subjektif dan pengukuran secara objektif. Secara objektif dapat dilakukan dengan

menggunakan alat ukur untuk mengukur kelelahan kerja antara lain :

1) Pengukuran waktu reaksi

Waktu reaksi yang diukur dapat merupakan reaksi sederhana atas rangsangan

tunggal atau reaksi-reaksi yang memerlukan koordinasi. Biasanya waktu reaksi

adalah jangka waktu pemberian suatu rangsangan sampai pada suatu saat kesadaran

atau dilaksanakannya kegiatan tertentu misalnya :

 Nyala lampu sebagai awal dan pijat tombol sebagai akhir jangkauan

waktu tertentu

 Denting suara dan injak pedal  Sentuhan badan dan pemutaran setir

Prosedur kerja alat Whole Body Reaction Tester (WBRT)

WBRT mengukur gerakan lambat, cepat dan reaksinya dengan mengukur

waktu yang diperlukan tubuh terhadap cahaya. Waktu reaksi merupakan yang

diperlukan tubuh untuk menaggapi suatu rangsangan. Waktu reaksi biasanya sangat

cepat kira-kira 150-200 milidetik. Pada WBRT, penghitung digital menggunakan

elemen kristal osilasi dan memberikan hasil yang diteliti dari 1 m detik hingga 9,999

detik yang pengukurannya dengan menggunakan kotak respon.

(36)

a. Hubungkan kotak respon ke tombol reaksi (waktu) pada bagian belakang

unit dengan wayar yang tersedia.

b. Pilih 1/1000 detik untuk tahapan waktu

Subyek uji diinstruksikkan untuk berdiri diatas lapik reaksi di depan kotak

respon, tekan tombol tanda “start”. Apabila subyek uji melihat warna merah, biru atau

kuning muncul, maka segera mungkin dia melompat meninggalkan lapik reaksi dan

pengatur waktu seketika itu juga akan berhenti.

2) Uji hilangnya kelipan

Dengan kelelahan kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan

semakin berkurang. Semakin panjang waktu diperlukan untuk jarak antara dua

kelipan menujukkan pula kewaspadaan tenaga kerja.

3) Pengamatan tentang koordinasi dan efisiensi gerakan fisik

Aneka ragam kegiatan tubuh dan efisienya dapat dinilai seperti :

a. Keseimbangan badan ketika berdiri

b. Koordinasi mata dan tangan

c. Uji akomodasi mata dan tangan

d. Kemantapan tangan dan jari

4) Pendekatan dengan kemampuan konsentrasi

Kecepatan dan ketelitian untuk menyelesaikan suatu atau serangkaian tugas

yang diberikan merupakan determinan dari konsentrasi atau daya pikir yang baik.

Pengukuran secara subjektif dilakukan dengan mengukur perasaan lelah

dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

(37)

2. 4 SPBU ( Pertamina, 2009 )

SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan prasarana

umum yang disediakan oleh PT. Pertamina untuk masyarakat luas guna memenuhi

kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar sejenis premium,

solar, pertamax dan pertamax plus. Pada SPBU harus memenuhi prasarana standar

yang wajib yaitu :

• Sarana pemadam kebakaran:

• Sarana lindungan lingkungan:

o Instalasi pengolahan limbah.

o Instalasi oil catcher dan well catcher:

 Saluran yang digunakan untuk mengalirkan minyak yang tercecer di area SPBU kedalam tempat penampungan.

o Instalasi sumur pantau:

 Sumur pantau dibutuhkan untuk memantau tingkat polusi terhadap air tanah di sekitar bangunan SPBU yang disebabkan

oleh kegiatan usaha SPBU.

o Saluran bangunan/drainase sesuai dengan pedoman PT. Pertamina.

• Sistem Keamanan:

o Memiliki pipa ventilasi tangki pendam;

o Memiliki ground point/strip tahan karat;

(38)

o Terdapat rambu-rambu tanda peringatan.

• Sistem Pencahayaan:

o SPBU memiliki lampu penerangan yang menerangi seluruh area dan

jalur pengisian BBM;

o Papan penunjuk SPBU sebaiknya berlampu agar keberadaan SPBU

mudah dilihat oleh pengendara.

Peralatan dan kelengkapan filling BBM sesuai dengan standar PT. Pertamina berupa:

o Tangki pendam;

o Pompa;

o Pulau pompa.

• Duiker, dibutuhkan sebagai saluran air umum di depan bangunan SPBU

• Sensor api dan perangkat Pemadam kebakaran

• Lambang PT. Pertamina

• Generator

• Racun Api

• Fasilitas umum:

o Toilet;

o Mushola;

o Lahan parkir.

(39)

• Rambu-rambu standar PT. Pertamina:

o Dilarang merokok;

o Dilarang menggunakan telepon seluler;

o Jagalah kebersihan;

o Tata cara penggunaan alat pemadam kebakaran.

2. 4. 1 Pelaksanaan Operasional SPBU

Pelaksanaan operasional SPBU harus sesuai dengan SOP (Standard

Operating Procedure) PT. Pertamina.

• Perekrutan dan pengadaan karyawan adalah tanggung jawab pemohon, dan

para pekerja diwajibkan bekerja sesuai dengan etika kerja standar PT.

Pertamina.

2. 4. 2 Bangunan SPBU Berdasarkan Standar PT. Pertamina

Bangunan SPBU harus memenuhi beberapa criteria sebagai berikut :

• Desain bangunan harus disesuaikan dengan karakter lingkungan sekitar

(contoh: letak pintu masuk, pintu keluar, dan lain-lain);

• Elemen bangunan yang adaptif terhadap iklim dan lingkungan (sirip

penangkal sinar matahari, jendela yang menjorok kedalam, dan penggunaan

material dan tekstur yang tepat);

• Desain bangunan SPBU harus disesuaikan dengan bangunan di lingkungan

(40)

• Arsitektur bangunan sarana pendukung harus terintegrasi dengan bangunan

utama;

• Seluruh fasade bangunan harus mengekspresikan detail dan karakter arsitektur

yang konsisten;

• Variasi bentuk dan garis atap yang menarik;

• Bangunan harus adaptif terhadap panas matahari dan pantulan sinar matahari

dengan merancang sirip penangkal sinar matahari dan jalur pejalan kaki/

trotoar yang tertutup dengan atap;

• Bangunan dibagi-bagi menjadi komponen yang berskala lebih kecil untuk

menghindari bentuk massa yang terlalu besar;

• Panduan untuk kanopi adalah sebagai berikut:

o Integrasi antara kanopi tempat pompa bensin dan bangunan

diperbolehkan;

o Ketinggian ambang kanopi dihitung dari titik terendah kanopi tidak

lebih dari 13’9’’. Ketinggian keseluruhan kanopi tidak lebih dari 17’;

o Ceiling kanopi tidak harus menggunakan bahan yang bertekstur atau

flat, tidak diperbolehkan menggunakan material yang mengkilat atau

(41)

o Tidak diperbolehkan menggunakan lampu tabung pada warna logo

perusahaan.

• Sirkulasi/jalur masuk dan keluar:

o Jalan keluar masuk mudah untuk berbelok ke tempat pompa dan ke

tempat antrian dekat pompa, mudah pula untuk berbelok pada saat

keluar dari tempat pompa tanpa terhalang apa-apa dan jarak pandang

yang baik bagi pengemudi pada saat kembali memasuki jalan raya;

o Pintu masuk dan keluar dari SPBU tidak boleh saling bersilangan;

o Jumlah lajur masuk minimum 2 (dua) lajur;

o Lajur keluar minimum 3 (tiga) lajur atau sama dengan lajur pengisian

BBM;

o Lebar pintu masuk dan keluar minimal 6

2. 4. 3 Bentuk Kerjasama Dalam Pembangunan SPBU Ada 2 bentuk kerja sama yang di tawarkan yaitu :

1. DODO (Dealer Owned Dealer Operated)

2.

adalah SPBU milik swasta, baik

lahan, investasi, maupun operasionalnya.

CODO (Company Owned Dealer Operate) merupakan SPBU sebagai bentuk

kerjasama antara PT. Pertamina dengan pihak-pihak tertentu. Antara lain

kerjasama pemanfaatan lahan milik perusahaan ataupun individu untuk di

(42)

2.4. 4 Klasifikasi SPBU

Dalam pembangunan sebuah SPBU, luas minimal lahan tergantung dari letak

lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan yang akan dibangun

SPBU terletak dijalan besar/utama, maka luas lahan yang harus dimiliki minimal

2500 m². Sedangkan untuk akses jalan lokal minimal 700 m². SPBU terdiri dari 5 tipe

diantaranya adalah tipe A.B.C.D dan E. dimana klasifikasi SPBU tersebut adalah

[image:42.612.106.536.306.441.2]

sebagai berikut :

Tabel 2 . Klasifikasi SPBU

Komponen Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D Tipe E

Minimal ukuran lahan

2500 1600 1225 900 700

Minimal lebar muka jalan

50 40 35 30 20

Jumlah selang Min. 26 20-25 16-20 10-16 Max 10

Kapasitas Tangki(kl) Min.160 Min.140 Min. 100 Min. 80 Min. 60

2.5 Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis Penelitian

Operator Shift

• Pagi

• Malam

(43)

Ho : Tidak ada perbedaan kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift

pagi dan shift malam pada SBPU 14203163 Tanjung Morawa tahun

2009.

Ha : Terdapat perbedaan kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift

pagi dan shift malam pada SBPU 14203163 Tanjung Morawa tahun

(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan desain

cross sectional study untuk memberikan gambaran umum kelelahan kerja pada

operator SPBU 14203163 shift pagi dan shift malam, kemudian dianalisa secara

analitik untuk mengetahui perbedaan kelelahan kerja pada operator SPBU 14203163

shift pagi dan shift malam tahun 2009.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di SPBU 14203163 yang terletak di jalan

Medan-Lubuk Pakam ( Jalan Lintas Sumatera ) Km, 17 kecamatan Tanjung Morawa, dengan

pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian mengenai kelelahan kerja di SPBU

tersebut.

3.2.2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 – Juli 2009.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah operator SPBU 14203163 shift pagi dan

(45)

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh operator SPBU 14203163 yang

berjumlah 24 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan KAUPK2 ketika

bekerja pada shift pagi dan shift malam. Setiap kelompok shift berganti shift selama 1

kali seminggu dengan urutan shift yaitu shift pagi pada minggu pertama, shift malam

pada minggu kedua kemudian shift sore pada minggu ketiga. Jadi pengambilan data

dilakukan dalam waktu 3 minggu.

3.4.2 Data Sekunder

Data diperoleh dari bagian administrasi SPBU 14203163 Tanjung Morawa.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian ini adalah :

1. Operator SBPU shift pagi adalah petugas pengisian BBM pada SPBU

14203163 yang bertugas pada pukul 07.00 – 15.00 WIB.

2. Operator SPBU shift malam adalah petugas pengisian BBM pada

SPBU 14203163 yang bertugas pada pukul 15.00 – 22.00 WIB.

3. Kelelahan adalah perasaan lelah berupa keluhan dan gejala subyektib.

3.6 Aspek Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan

(46)

tingkat kelelahan pada operator SPBU diukur dengan menjumlahkan skor dari

seluruh pertanyaan kuesioner. Untuk pertanyaan dengan jawaban “Ya , sering”

skornya 3, untuk jawaban “Ya, jarang” skornya 2 dan untuk jawaban “Tidak pernah”

skornya 1. Menurut Hadi Pratomo (1986) dalam Sitohang ( 2008 ) berdasarkan

jumlah skor yang diperoleh maka dapat dikatakan tingkat kelelahan pada operator

SPBU yang dikategorikan sebagai berikut:

1. Kurang lelah, bila responden memperoleh skor jawaban < 20 (40 % dari total

skor).

2. Lelah, bila responden memperoleh skor jawaban 20 – 35 (40 % - 75 % dari total

skor).

3. Sangat lelah, bila responden memperoleh skor jawaban >35 (75 % dari total

skor).

3.7 Teknik analisa data

Data diolah dengan menggunakan SPSS Ver.12. Data direkapitulasi untuk

memperoleh total skor jawaban dan menentukan tingkat kelelahan kerja. Kemudian

untuk mengetahui perbedaan tingkat kelelahan kerja akan dipakai uji Tanda ( Sign

Test ). Jika nilai signifikansi ( p ) > 0,05 maka dapat diambil keseimpulan bahwa

tidak ada perbedaan kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift pagi dan shift

(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

Pemilik SPBU 14203163 telah memulai usaha penjualan BBM dari tahun

1975. SPBU 14203163 sendiri diresmikan pada tahun 1987 dibawah nama PT.

Sumatera Asritama. Lokasinya terletak di Jalan Medan – Lubuk Pakam Km 17. Dari

awal pembangunan SPBU ini telah mengalami banyak perubahan. Luas areanya

adalah sekitar 3000 m2 dan merupakan SPBU dengan tipe A . Pihak perusahaan

memiliki bentuk kerjasama dengan pihak pertamina dimana SPBU ini dimiliki dan

dikelola secara penuh oleh pihak perusahaan. Pada saat ini SPBU ini sedang

mengalami perbaikan. Perbaikan pada pompa telah selesai dilakukan. Seluruh

operator berjenis kelamin laki-laki. Namun sebagian dari operator telah

diberhentikan. Dari 40 operator sekarang hanya tersisa 24 operator. Dari 12 pompa

yang ada hanya 7 pompa yang dioperasikan. Sistem shift kerja yang dipakai pada

SPBU ini adalah 3 shift dengan jam kerja masing-masing shift sebagai berikut :

1. Shift pagi : Pukul 07.00 – 15.00 WIB

2. Shift sore : Pukul 15.00 – 22.00 WIB

3. Shift malam : Pukul 22.00 – 07.00 WIB

Pihak perusahaan memberikan libur kepada karyawan selama 1 hari dalam

seminggu. Karyawan di perusahaan ini tidak hanya para operator SPBU. Ada

beberapa orang supir truk tangki dan seorang petugas kebersihan. Pada saat ini

(48)

shift sebanyak 7 operator masuk dan satu orang mendapat libur. Sarana dan prasarana

di SPBU ini lengkap sesuai dengan persyaratan dari Pertamina.

[image:48.612.107.481.204.339.2]

4.2 Data Umum Responden 4.2.1 Umur

Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Umur Operator SPBU 14203163

No Umur ( thn ) Jumlah %

1 19 - 23 5 20.83

2 24 - 28 8 33.33

3 29 - 33 4 16.67

4 34 - 38 5 20.83

5 39 - 43 1 4.17

6 44 - 48 1 4.17

total 24 100.00

Data umur terendah adalah 19 tahun dan yang tertinggi adalah 48 tahun. Data

dikelompokkan berdasarkan kelas interval. Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa

keseluruhan umur resonden paling banyak berusia 24-28 tahun yaitu sebanyak 8

responden ( 33,33 % ).

4.2.2 Masa Kerja

Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Operator SPBU 14203163

No Masa Kerja (Thn) Jumlah %

1. 1-3 5 20.8

2. 4-6 10 41.7

3. 7-9 1 4.2

4. 10-12 3 12.5

5. 13-15 5 20.8

[image:48.612.108.478.507.623.2]
(49)

Masa kerja terendah adalah 1 tahun dan yang tertinggi adalah 15 tahun. Dari tabel

diatas dapat dilihat bahwa masa kerja responden yang paling banyak adalah selama

4-6 tahun yaitu sebanyak 10 responden ( 41,7% ).

4.2.3 Pendidikan Terakhir

Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir Operator SPBU 14203163

Tingkat pendidikan tertinggi adalah SLTA dan yang terendah adalah SD. Dari

tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah

SLTA yaitu sebanyak 20 responden ( 83,3% ).

4.2.4 Status Perkawinan

Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan Operator SPBU 14203163

No Status Perkawinan Jumlah %

1. kawin 12 50.0

2. tidak kawin 12 50.0

Total 24 100.0

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa status perkawinan responden yang kawin

yaitu sebanyak 12 orang ( 50% ) dan yang tidak kawin adalah sebanyak 12 orang

( 50% ).

No Pendidikan Terakhir Jumlah %

1. SLTA 20 83.3

2. SLTP 3 12.5

3. SD 1 4.2

[image:49.612.115.453.224.308.2] [image:49.612.116.452.460.529.2]
(50)

4.3 Kelelahan Kerja

[image:50.612.113.471.154.238.2]

4.3.1 Kelelahan Kerja Pada Shift Pagi

Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kelelahan Kerja Pada Shift Pagi.

No Tingkat kelelahan Jumlah %

1 kurang lelah 2 8.3

2 Lelah 22 91.7

Total 24 100.0

Dari hasil pengukuran kelelahan kerja dengan menggunakan KAUPK2,

diperoleh hasil bahwa seluruh responden yang bekerja pada waktu shift pagi yaitu

sebanyak 22 responden ( 91,7% ) mengalami kelelahan dengan kategori lelah.

4.3.2 Kelelahan Kerja Pada Shift Malam

Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kelelahan Kerja Pada Shift Malam

No Tingkat Kelelahan Jumlah %

1. Lelah 21 87.5

2. sangat lelah 3 12.5

Total 24 100.0

Dari hasil pengukuran kelelahan kerja dengan menggunakan KAUPK2,

diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden pada shift malam yaitu sebanyak 21

orang ( 87,5% ) mengalami kelelahan dengan kategori lelah. Sementara itu 3

responden ( 12,5% ) mengalami kelelahan dengan kategori sangat lelah.

[image:50.612.115.460.401.473.2]
(51)
[image:51.612.108.521.125.172.2]

4.4 Hasil Uji Statistik

Tabel 9. Hasil Uji Tanda ( Sign Test )

Variabel Perbedaan (+) Perbedaan (- ) Ties P value N

Kel.shift pagi 5 0 19 0,063 24

Kel.shift malam

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,063 ( p > 0,05 ),dari hasil

ini dapat dinyatakan bahwa Ho diterima dan dapat diambil kesimpulan bahwa tidak

ada perbedaan yang bermakna dalam hal tingkat kelelahan kerja pada operator SPBU

(52)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Responden

Pada SPBU 14203163 ketika shift pagi dan shift malam operator yang

bertugas adalah sebanyak 8 orang. Hal ini dikarenakan adanya perbaikan pada SPBU

yang sehingga hanya 7 pompa yang dioperasikan. Hal ini membuat pihak perusahaan

memberhentikan sebagian dari jumlah operator yang biasanya terdapat 12 operator

pada shift pagi dan 10 orang pada shift malam. Masing – masing operator

mengoperasikan 1 pompa dengan 2 jenis selang minyak. Pembagian shift kerja para

operator yaitu dengan sistem rotasi selama 1 minggu 1 kali dengan urutan shift pagi,

shift malam kemudian shift sore.

Dari data umur responden yang telah dikelompokkan menurut kelas interval,

diperoleh bahwa responden yang terbanyak berumur antara 24 – 28 tahun yaitu

sebanyak 8 orang ( 20,83% ). Sedangkan yang lainnya yaitu umur 19 – 23 tahun

sebanyak 5 ( 20,83% ) responden, umur 34 – 38 tahun sebanyak 5 ( 20,83% )

responden, umur 29 – 33 tahun sebanyak 4 ( 16,67 % ) responden, umur 39 – 43

tahun sebanyak 1 ( 4,17% ) responden dan umur 44 – 48 tahun sebanyak 1 ( 4,17 % )

responden. Umur yang terendah yaitu 19 tahun dan tertinggi 48 tahun.

Masa kerja responden yang terbanyak antara 4 – 6 tahun yaitu sebanyak 10

( 41,7% ) responden. Sementara masa kerja yang lain yaitu 1 – 3 tahun sebanyak 5

(53)

sebanyak 3 (12,5% ) responden dan 7 – 9 tahun sebanyak 1 ( 4,2% ) responden. Masa

kerja terendah adalah 1 tahun dan yang tertinggi adalah 15 tahun.

Status perkawinan dari para responden didapati bahwa sebanyak 12 ( 50% )

responden telah menikah dan 12 ( 50% ) responden belum menikah.

Sebanyak 20 ( 83,3% ) responden merupakan tamatan SLTA, 3 ( 12,5% )

responden merupakan tamatan SLTP dan 1 ( 4,2% ) responden adalah tamatan SD.

5. 2 Kelelahan Kerja

5. 2. 1 Kelelahan Kerja Pada Shift Pagi

Dari tabel dapat dilihat bahwa pada shift pagi sebanyak 22 ( 91,7% )

responden mengalami kelelahan dengan kategori lelah dan 2 ( 8,3% ) responden

dengan kategori kurang lelah.

Kelelahan yang dialami oleh para operator disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor tersebut dapat berupa beban kerja fisik maupun Psikologis.Pekerjaan para

operator mulai dari bertanya kepada konsumen, menekan tombol pompa otomatis,

hingga memberikan uang kembalian dilakukan sendiri oleh para operator dalam

posisi berdiri. Seperti yang dikemukakan oleh Gempur ( 2004 ) bahwa pekerjaan

yang dilakukan dalam keadaan berdiri membutuhkan energi 15% lebih banyak

dibandingkan bekerja dengan posisi duduk. Hal ini terutama akan lebih dirasakan

oleh operator dengan umur yang lebih tua. Sesuai dengan pernyataan Almatsier

( 2002 ) dalam Sitohang ( 2008 ) bahwa faktor umur pada pekerja dapat berpengaruh

terhadap timbulnya kelelahan disebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot

sehingga lebih mudah mengalami kelelahan. Sedangkan dari beban psikologis,

(54)

otomatis yang dilakukan sendirian menuntut ketelitian para operator agar tidak

melakukan kesalahan. Hal ini dapat membuat para operator stres terlebih ketika

keadaan ramai. Sesuai dengan pernyataan Sumakmur ( 1996 ) bahwa pengaruh-

pengaruh berupa faktor mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran, serta konflik

akan berkumpul di dalam tubuh seseorang dan mengakibatkan perasaan lelah.

Faktor lingkungan kerja juga dapat menyebabkan kelelahan. Hal ini terutama

dialami oleh para operator ketika yang pada shift pagi terutama ketika siang hari.

Suhu udara yang tinggi disiang hari menyebabkan tubuh lebih cepat terasa lelah.

Meskipun ada atap pelindung, tetapi pada jam-jam tertentu sebagian operator terkena

cahaya matahari langsung. Hal ini sesuai dengan penelitian Muftia ( 2005 ) bahwa

ada hubungan faktor kebisingan dan suhu terhadap kelelahan kerja. Selain itu

Sumakmur ( 1995 ) dalam Dewi ( 2005 ) juga menyatakan bahwa suhu panas akan

mengurangi kelincahan kerja, mengganggu kecermatan otak dan mengganggu

koordinasi saraf sensoris dan motoris.

5. 2. 2 Kelelahan Kerja Pada Shift Malam

Pada shift malam yang mengalami kelelahan adalah sebanyak 21 ( 87,5% )

responden dengan kategori lelah dan 3 ( 12,5% ) dengan kategori sangat lelah.

Kelelahan kerja pada shift malam biasanya diakibatkan oleh gangguan ritme

sirkadian yang menyebabkan terjadinya kekurangan tidur dan menurunnya

kemampuan untuk bekerja. Hal ini biasa dialami para operator ketika bekerja pada

shift malam. Grandjean ( 1988 ) menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya

penyakit akibat kerja adalah terganggunya ritme sirkadian dan meningkatnya

(55)

bahwa kemampuan fisik manusia optimal pada pagi sampai sore hari dan pemulihan

tenaga ketika tidur di siang hari tidaklah efektif seperti tidur malam dikarenakan

terdapat banyak gangguan. Terlebih pada shift malam, para operator hanya mendapat

libur 1 hari dalam 1 minggu Hal ini membuat tidak adanya kesempatan untuk tidur

pada malam hari. Sementara itu kualitas tidur pada siang hari tidak akan sebaik pada

tidur malam. Hal ini juga akan diperburuk dengan adanya kegiatan pada siang hari,

terutama pada pada responden yang telah menikah. Hal ini terlihat pada jawaban

responden pada pertanyaan nomor 15 yang sebagian besar responden shift malam

sudah merasa lelah sebelum bekerja. Hasilnya pemulihan kembali kondisi tubuh

tidak akan optimal. Dan hal ini akan terakumulasi dari hari ke hari selama para

operator bekerja pada shift malam. Namun beberapa operator yang telah bekerja

diatas 10 tahun memiliki total skor lebih besar pada waktu bekerja pada shift pagi

meskipun masih dalam satu kategori tingkat kelelahan. Hal ini diakibatkan mereka

telah beradaptasi dengan kondisi tersebut. Perbedaan lain yaitu jam kerja yang lebih

panjang pada shift malam. Hal ini tidak sesuai dengan standar Internasional bagi

pekerja shift malam yaitu tidak lebih dari 8 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Kelly dan Schneider (1996 ) dalam Pulat ( 2002 ) bahwa kesalahan dapat meningkat

secara bermakna karena bertambahnya lama kerja shift. Pada keadaan ini berarti

turunya tingkat konsentrasi dan kewaspadaan yang merupakan akibat dari kelelahan.

Meskipun beban pekerjaan mereka lebih sedikit pada shift malam, namun para

operator harus lebih berkonsentrasi agar tidak melakukan kesalahan penekanan

tombol ataupun pengembalian uang karena kondisi tubuh yang menurun. Hal ini

(56)

kewaspadaan akan meningkat pada shift malam. Menurut kuesioner nomor 11 dan 17

menunjukkan bahwa sebagian operator bekerja dalam keadaan tidak tenang dan

cemas terhadap suatu hal

Gambar

Tabel 1. Standar Internasional bagi Pekerja Malam
Tabel 2 . Klasifikasi SPBU
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Operator SPBU 14203163
Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir Operator SPBU                       14203163
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini, didapatkan nilai p &lt; 0,0001 yang menyatakan terdapat perbedaan tingkat kelelahan subyektif antara shift pagi dan malam pada pekerja bagian

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa ketiga shift memiliki rata-rata skor kelelahan yang berbeda. Shift A merupakan shift pagi, shift B merupakan shift siang dan shift

diketahui bahwa responden dengan shift kerja pagi sebagian besar dengan kelelahan dalam kategori sedang, yaitu ada 12 orang (19,4%), kemudian responden dengan shift kerja

KELELAHAN AKIBAT KERJA ANTARA SHIFT PAGI, SIANG DAN MALAM PADA KARYAWAN DI BAGIAN PRODUKSI

Skripsi dengan Judul “ Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Perawat pada Shift Pagi, Siang, dan Malam di RSUD Pandan Arang Boyolali” ini disusun sebagai salah satu syarat

Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner diketahui bahwa karyawan operator SPBU di Kabupaten ciamis yang bekerja pada shift pagi mengalami keluhan stres

Primarindo Asia Infrastruktur Tbk pada tahun 2011 yang mengatakan bahwa ada perbedaan beban kerja yang dialami pekerja antara shift pagi dan shift malam, hal

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Perbedaan Shift Kerja, Stres Kerja dan Peningkatan Tekanan Darah pada Operator Pompa Bensin SPBU di Kabupaten