• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Pengukuran Kelelahan

Pengukuran kelelahan terbagi atas 2 macam yaitu pengukuran secara subjektif dan pengukuran secara objektif. Secara objektif dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur untuk mengukur kelelahan kerja antara lain :

1) Pengukuran waktu reaksi

Waktu reaksi yang diukur dapat merupakan reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau reaksi-reaksi yang memerlukan koordinasi. Biasanya waktu reaksi adalah jangka waktu pemberian suatu rangsangan sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakannya kegiatan tertentu misalnya :

 Nyala lampu sebagai awal dan pijat tombol sebagai akhir jangkauan waktu tertentu

 Denting suara dan injak pedal  Sentuhan badan dan pemutaran setir

Prosedur kerja alat Whole Body Reaction Tester (WBRT)

WBRT mengukur gerakan lambat, cepat dan reaksinya dengan mengukur waktu yang diperlukan tubuh terhadap cahaya. Waktu reaksi merupakan yang diperlukan tubuh untuk menaggapi suatu rangsangan. Waktu reaksi biasanya sangat cepat kira-kira 150-200 milidetik. Pada WBRT, penghitung digital menggunakan elemen kristal osilasi dan memberikan hasil yang diteliti dari 1 m detik hingga 9,999 detik yang pengukurannya dengan menggunakan kotak respon.

a. Hubungkan kotak respon ke tombol reaksi (waktu) pada bagian belakang unit dengan wayar yang tersedia.

b. Pilih 1/1000 detik untuk tahapan waktu

Subyek uji diinstruksikkan untuk berdiri diatas lapik reaksi di depan kotak respon, tekan tombol tanda “start”. Apabila subyek uji melihat warna merah, biru atau kuning muncul, maka segera mungkin dia melompat meninggalkan lapik reaksi dan pengatur waktu seketika itu juga akan berhenti.

2) Uji hilangnya kelipan

Dengan kelelahan kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan semakin berkurang. Semakin panjang waktu diperlukan untuk jarak antara dua kelipan menujukkan pula kewaspadaan tenaga kerja.

3) Pengamatan tentang koordinasi dan efisiensi gerakan fisik

Aneka ragam kegiatan tubuh dan efisienya dapat dinilai seperti : a. Keseimbangan badan ketika berdiri

b. Koordinasi mata dan tangan c. Uji akomodasi mata dan tangan d. Kemantapan tangan dan jari

4) Pendekatan dengan kemampuan konsentrasi

Kecepatan dan ketelitian untuk menyelesaikan suatu atau serangkaian tugas yang diberikan merupakan determinan dari konsentrasi atau daya pikir yang baik.

Pengukuran secara subjektif dilakukan dengan mengukur perasaan lelah dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) (Sitorus, 1999). Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah KAUPK2.

2. 4 SPBU ( Pertamina, 2009 )

SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT. Pertamina untuk masyarakat luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar sejenis premium, solar, pertamax dan pertamax plus. Pada SPBU harus memenuhi prasarana standar yang wajib yaitu :

Sarana pemadam kebakaran: Sarana lindungan lingkungan:

o Instalasi pengolahan limbah.

o Instalasi oil catcher dan well catcher:

Saluran yang digunakan untuk mengalirkan minyak yang tercecer di area SPBU kedalam tempat penampungan.

o Instalasi sumur pantau:

Sumur pantau dibutuhkan untuk memantau tingkat polusi terhadap air tanah di sekitar bangunan SPBU yang disebabkan oleh kegiatan usaha SPBU.

o Saluran bangunan/drainase sesuai dengan pedoman PT. Pertamina. Sistem Keamanan:

o Memiliki pipa ventilasi tangki pendam;

o Memiliki ground point/strip tahan karat;

o Terdapat rambu-rambu tanda peringatan. Sistem Pencahayaan:

o SPBU memiliki lampu penerangan yang menerangi seluruh area dan jalur pengisian BBM;

o Papan penunjuk SPBU sebaiknya berlampu agar keberadaan SPBU mudah dilihat oleh pengendara.

Peralatan dan kelengkapan filling BBM sesuai dengan standar PT. Pertamina berupa:

o Tangki pendam;

o Pompa;

o Pulau pompa.

Duiker, dibutuhkan sebagai saluran air umum di depan bangunan SPBU Sensor api dan perangkat Pemadam kebakaran

Lambang PT. Pertamina Generator Racun Api Fasilitas umum: o Toilet; o Mushola; o Lahan parkir.

Rambu-rambu standar PT. Pertamina:

o Dilarang merokok;

o Dilarang menggunakan telepon seluler;

o Jagalah kebersihan;

o Tata cara penggunaan alat pemadam kebakaran.

2. 4. 1 Pelaksanaan Operasional SPBU

Pelaksanaan operasional SPBU harus sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) PT. Pertamina.

Perekrutan dan pengadaan karyawan adalah tanggung jawab pemohon, dan para pekerja diwajibkan bekerja sesuai dengan etika kerja standar PT. Pertamina.

2. 4. 2 Bangunan SPBU Berdasarkan Standar PT. Pertamina

Bangunan SPBU harus memenuhi beberapa criteria sebagai berikut :

Desain bangunan harus disesuaikan dengan karakter lingkungan sekitar (contoh: letak pintu masuk, pintu keluar, dan lain-lain);

Elemen bangunan yang adaptif terhadap iklim dan lingkungan (sirip penangkal sinar matahari, jendela yang menjorok kedalam, dan penggunaan material dan tekstur yang tepat);

Desain bangunan SPBU harus disesuaikan dengan bangunan di lingkungan sekitar yang dominan;

Arsitektur bangunan sarana pendukung harus terintegrasi dengan bangunan utama;

Seluruh fasade bangunan harus mengekspresikan detail dan karakter arsitektur yang konsisten;

Variasi bentuk dan garis atap yang menarik;

Bangunan harus adaptif terhadap panas matahari dan pantulan sinar matahari dengan merancang sirip penangkal sinar matahari dan jalur pejalan kaki/ trotoar yang tertutup dengan atap;

Bangunan dibagi-bagi menjadi komponen yang berskala lebih kecil untuk menghindari bentuk massa yang terlalu besar;

Panduan untuk kanopi adalah sebagai berikut:

o Integrasi antara kanopi tempat pompa bensin dan bangunan diperbolehkan;

o Ketinggian ambang kanopi dihitung dari titik terendah kanopi tidak lebih dari 13’9’’. Ketinggian keseluruhan kanopi tidak lebih dari 17’;

o Ceiling kanopi tidak harus menggunakan bahan yang bertekstur atau flat, tidak diperbolehkan menggunakan material yang mengkilat atau bisa memantulkan cahaya;

o Tidak diperbolehkan menggunakan lampu tabung pada warna logo perusahaan.

Sirkulasi/jalur masuk dan keluar:

o Jalan keluar masuk mudah untuk berbelok ke tempat pompa dan ke tempat antrian dekat pompa, mudah pula untuk berbelok pada saat keluar dari tempat pompa tanpa terhalang apa-apa dan jarak pandang yang baik bagi pengemudi pada saat kembali memasuki jalan raya;

o Pintu masuk dan keluar dari SPBU tidak boleh saling bersilangan;

o Jumlah lajur masuk minimum 2 (dua) lajur;

o Lajur keluar minimum 3 (tiga) lajur atau sama dengan lajur pengisian BBM;

o Lebar pintu masuk dan keluar minimal 6

2. 4. 3 Bentuk Kerjasama Dalam Pembangunan SPBU Ada 2 bentuk kerja sama yang di tawarkan yaitu : 1. DODO (Dealer Owned Dealer Operated)

2.

adalah SPBU milik swasta, baik lahan, investasi, maupun operasionalnya.

CODO (Company Owned Dealer Operate) merupakan SPBU sebagai bentuk kerjasama antara PT. Pertamina dengan pihak-pihak tertentu. Antara lain kerjasama pemanfaatan lahan milik perusahaan ataupun individu untuk di bangun SPBU PT. Pertamina.

2.4. 4 Klasifikasi SPBU

Dalam pembangunan sebuah SPBU, luas minimal lahan tergantung dari letak lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan yang akan dibangun SPBU terletak dijalan besar/utama, maka luas lahan yang harus dimiliki minimal 2500 m². Sedangkan untuk akses jalan lokal minimal 700 m². SPBU terdiri dari 5 tipe diantaranya adalah tipe A.B.C.D dan E. dimana klasifikasi SPBU tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 2 . Klasifikasi SPBU

Komponen Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D Tipe E

Minimal ukuran lahan

2500 1600 1225 900 700

Minimal lebar muka jalan

50 40 35 30 20

Jumlah selang Min. 26 20-25 16-20 10-16 Max 10 Kapasitas Tangki(kl) Min.160 Min.140 Min. 100 Min. 80 Min. 60

Dokumen terkait