• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

SESUDAH TINDAKAN AKUPUNKTUR PADA LI11 QUCHI DAN KORELASINYA DENGAN PERUBAHAN SKALA PRURITUS

PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS

DISERTASI

DEDI ARDINATA NIM 168102007

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

LEMBAR PRASYARAT GELAR

PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 SERUM

SESUDAH TINDAKAN AKUPUNKTUR PADA LI11 QUCHI DAN KORELASINYA DENGAN PERUBAHAN SKALA PRURITUS

PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk dipertahankan di hadapan Sidang Ujian Terbuka

Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEDI ARDINATA NIM 168102007

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

PROMOTOR

Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS., Sp.FK.

Guru Besar Tetap Departemen Farmakologi dan Terapeutik.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Medan.

CO- PROMOTOR

Prof. Dr. dr. Irma D. Mahadi, SpKK(K)., FINSDV., FAADV.

Guru Besar Tetap Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Medan.

CO- PROMOTOR

Dr. dr. Hasan Mihardja, M.Kes., SpAk(K).

Departemen Akupunktur Medis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta.

(4)
(5)

LEMBAR PENGUJI

Diuji pada Ujian Disertasi Terbuka (Promosi) Pada Tanggal: 26 April 2021

__________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI DISERTASI Pemimpin Sidang :

Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si (Rektor USU)

Ketua : Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS., Sp.FK. USU Medan

Anggota : Prof. Dr. dr. Irma D. Mahadi, Sp.KK(K)., FINSDV., FAADV. USU Medan

Dr. dr. Hasan Mihardja, M.Kes., Sp.Ak(K). UI Jakarta

Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH. USU Medan

Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.T.H.T.K.L(K). USU Medan

Dr. Ir. Erna Mutiara, MKM. USU Medan

Dr. dr. Adiningsih Sri Lestari, M.Kes., M.Epid., Sp.Ak(K). UI Jakarta

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismi-llāhi ar-raḥmāni ar-raḥīmi

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji hanya milik Allah yang telah melebihkan manusia dengan ilmu dan amal atas alam semesta. Tak terkira rasa syukur penulis hari ini telah menyelesaikan sidang promosi doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran dari Universitas Sumatera Utara, Medan. Rasanya sulit mengungkapkan perasaan penulis saat ini dengan kata- kata. Hanya ucapan Al-ḥamdu l-illāhi rabbi l-ʿālamīn.

“Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih pada manusia (lain).” (HR. Abu Daud no. 4811 dan At-Tirmidzi no. 1954).

Berbagai pihak telah banyak terlibat langsung maupun tidak langsung membantu, mengarahkan, membimbing, memotivasi dan mendoakan, yang semua ini sangat berarti bagi penulis meyelesaikan pendidikan akademik tertinggi ini, maka pada kesempatan ini, penulis dengan ikhlas dan setulusnya menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., dan Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor USU (periode 2016-2021) beserta para Wakil Rektor; Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) Prof. Dr. dr. Aldy S. Rambe, SpS(K) dan Prof. Dr. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, Dekan FK USU (periode 2016-2021) beserta para Wakil Dekan; Ketua Program Studi Doktor (S3)

(7)

Sekretaris program studi doktor (S3) Ilmu Kedokteran, FK USU;

Dr. dr. Iqbal Pahlevi Nst, SpBA(K) dan Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, SpKK Sekretaris (periode 2016-2021), atas kesempatan, izin dan dukungan moril maupun materil yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran di FK USU.

Terima kasih, rasa hormat dan penghargaan yang tulus, penulis kepada Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS., Sp.FK., dosen dan sekaligus promotor penulis, yang telah banyak memberikan dukungan yang luar biasa, wawasan, motivasi, saran, waktu dan segala keikhlasan membimbing mulai dari pra-usulan penelitian, usulan penelitian sampai kepada penelitian dan penulisan disertasi sehingga penelitian disertasi ini dapat diselesaikan.

Beliau adalah The Role Model bagi penulis sebagai seorang pengajar.

Demikian pula kepada Co-Promotor; Prof. Dr. dr. Irma D. Mahadi, SpKK(K)., FINSDV., FAADV dan Dr. dr. Hasan Mihardja, M.Kes., SpAk(K), dengan tulus dan ikhlas ditengah kesibukannya telah meluangkan waktu dan pikirannya memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis. Semoga Allah membalas dengan ketinggian derajat di dunia dan di akhirat.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada tim penguji Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.T.H.T.K.L(K);

Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH; Dr. Ir. Erna Mutiara, MKM.

dan Dr. dr. Adiningsih Sri Lestari, M.Kes., M.Epid., Sp.Ak(K).

(8)

sehingga penelitian pada disertasi ini menjadi lebih baik.

Para dosen pemberi kuliah: Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, SpTHT-KL(K);

Prof. dr. Harun Rasyid Lubis. Sp.PD-KGH, SpPD-K; Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK; Prof. Dr. dr. Nelva K. Jusuf, Sp.KK(K), FINSDV;

dr. Putri Chairani Eyanoer, Ms.Epi, Ph.D; Dr. Ir. Erna Mutiara, MKM;

dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc; Prof. Dr. dr. Charles Surjadi, MPH;

Prof. Dr. Ir. Sumono, MS; Dr. Drs. A. Ridwan Siregar, SH, M.Lib;

Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE; Dr. dr. Rosita Juwita Sembiring, SpPK(K);

Prof. Dr. dr. Hadyanto Lim, M.Kes, SpFK, atas ilmu dan bimbingan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan S3 ini. Serta mengucapkan terima kasih kepada Prof. dr. Amri Amir, SpF(K), DMF, SH., SpAk;

dr. Alwi Thamrin Nasution, Sp.PD-KGH. dan dr. Abdi Kurniawan Purba, SpAk.

yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi dari awal penelitian hingga pelaksanaan penelitian ini.

Ketua Komisi Etik Penelitian dan Kesehatan Fakultas Kedokteran dan RSUP. H. Adam Malik Medan, Prof. Sutomo Kasiman, SpPD., SpJP(K) dan seluruh anggota atas Persetujuan Komisi Etik tantang Pelaksanaan Penelitian Kesehatan yang diberikan sehingga penulis dapat memulai penelitian ini.

Direktur Utama, para Direktur dan Kepala instalasi Penelitian dan Pengembangan RSUP H. Adam Malik Medan, Ibu Iing Yuliastuti, SKM. M.Kes.

berserta seluruh staf atas izin pelaksanaan penelitian di lingkungan RSUP H. Adam Malik Medan.

(9)

Medan, dr. Syafrizal Nasution SpPD-KGH., serta ibu Suryati, S.Kep. Ners, Raskita Menda, S. Kep. Ners., Kartika Haspitasari, S. Kep. Ners, Veronica Boang Manalu, S. Kep. Ners, Aan Maydah, S. Kep. Ners, dan Nciho Arbei Cordiaz Capah, S. Kep. Ners atas perhatian, bantuan dan kerjasama yang luar biasa dalam pengambilan data penelitian.

Kepala Instalasi Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, dr. Zulfikar lubis, Sp.PK(K). beserta staf dan kepada ibu Junita yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi dan membantu pemeriksaan sampel darah subjek penelitian.

Kepada guru-guru penulis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara khususnya Prof. Chairuddin Panusunan Lubis, DTM&H., Sp.A(K) Rahimahullah;

Prof. Dr. T. Bahri Anwar, SpJP(K); Prof. dr. Jasmeiny Yazir;

Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp. JP(K); Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K);

Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K), Prof. dr. Abdul Madjid, SpPD-KKV, AIF;

Alm. Prof. Dr. dr. HSRP. Sinaga; dr. Murniati Manik, Sp.KK., Sp.GK. dan dr. Halomoan Hutagalung yang tak pernah bosan memberikan nasihat, motivasi dan dukungan kepada penulis sejak diterima sebagai staf pengajar pada Departemen Fisiologi FK USU dan untuk menyelesaikan pendidikan, mencapai jenjang akademik tertinggi ini, semoga Allah selalu melimpahkan kasih dan sayangNya.

Ketua Departemen Fisiologi FK USU, dr. Eka Roina Megawati, M.Kes.

dan Sekertaris, dr. Maya Savira, M.Kes. sahabat-sahabat penulis, dr. Nuraiza Meutia, M.Biomed, PhD; Dr. dr. Yetti Machrina, M.Kes;

dr. Milahayati Daulay, M.Kes; dr. M. Azhari, dr. Yudi Herlambang, dan

(10)

Fatmawati atas segala dukungan, perhatian, dan kerjasama selama ini.

Tenaga administrasi program studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran FK USU, Petty Angelia H, SS; Devi Andani, S.Kom; Erna Kusuma, Desyani Miranti Purba, Rizky Kurniawan Ritonga dan Nabilah yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan, serta kepada seluruh peserta program studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran FK USU dan semua sahabat yang telah memberi dukungan dalam proses pendidikan ini.

Kepada kedua orang tua penulis, ayahanda Sofyan Rahimahullah dan ibunda T.

Anita Noor Rahimahullah yang telah membesarkan, mendidik, dan mendoakan dengan penuh kasih sayang demikian pula mertua penulis Prof. dr. Aman Nasution, MPH. dan dr. Farida Auskarani Rahimahullah, atas segala perhatian dan ketauladanan yang diberikan kepada penulis dan sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih maka penulis hanya mampu menyampaikan doa semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahannya Aamiin.

Kepada istri penulis tercinta dr. Tetty Aman Nasution, M.Med.Sc., yang telah mendampingi selama ini, penulis sampaikan terima kasih yang tidak terhingga atas kepercayaan, kesabaran, kasih sayang, pengertian, dan doa yang terus menerus diberikan kepada penulis hingga proses pendidikan doktor ini bisa penulis selesaikan, dan kepada kedua ananda dr, M. Fikri Ardinata dan Syifadiani Ardinata, terima kasih untuk pengertian dan doa yang diberikan. Semoga apa yang telah dan akan ayahanda lakukan akan memberikan tauladan bagi ananda berdua.

(11)

pengetahuan dan bermanfaat bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dan pada umat manusia.

Medan, 26 April 2021 Penulis

Dedi Ardinata

(12)

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Dedi Ardinata

2. Tempat/tanggal lahir : TB. Karimun (Kep.Riau)/ 27 Desember 1968

3. Agama : Islam

4. NIP : 196812271998021002

5. Pangkat/Golongan : Lektor Kepala, Pembina/IVa

6. Pekerjaan : Dosen Departemen Fisiologi FKUSU 7. Alamat : Jl. Pendidikan no. 96, Tegal Rejo, Medan 8. No. telepon/HP : 08116362927

9. Email : dedi1@usu.ac.id

10. Alamat kantor : Jl. Dr. Mansur no. 5 P. Bulan, Medan

II. KELUARGA

Istri : dr. Tetty Aman Nasution, M.Med.Sc

Anak : dr. Muhammad Fikri Ardinata

: Syifadiani Ardinata

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD : Bhayangkari, Medan 1981

2. SMP : Bhayangkari, Medan 1984

3. SMA : Negeri 7, Yogyakarta 1987

4. Sarjana Kedokteran : Fakultas Kedokteran USU, Medan 1992 5. Profesi Dokter : Fakultas Kedokteran USU, Medan 1994 6. Magister Biomedik : Pascasarjana USU, Medan 2002 IV RIWAYAT PELATIHAN

1. Penelitian Biomedis & Reproduksi Manusia, BKKBN- PPKRM FKUSU, Medan

1999 2. Metodologi Penelitian, Lembaga Penelitian USU, Medan 2001 3. Manajemen dan Desiminasi Informasi Kesehatan dengan

Menggunakan Web-Based CDS/ISIS, Badan LITBANGKES DEPKES RI, Jakarta

2002

4. Pre-congress workshop : “Use of ICT in Teaching and Learning of Physiology and Life Science”, Faculty of Medicine, University Malaya (UM), Kuala Lumpur, Malaysia

2002

(13)

University Malaya (UM), Kuala Lumpur, Malaysia

6. Telaah Kritis (Critical Appraisal) Makalah Hasil Penelitian Kedokteran/Kesehatan berorientasi pada Evidence-based Medicine (EBM), Unit Pengembangan Riset (UPR) FKUSU, Medan

2002

7. Implementasi Sistem Manajemen Mutu USU untuk Gugus

Jaminan Mutu (GJM) & Gugus Kendali Mutu (GKM) USU 2007 8. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran kepada Stakeholders,

Konsil Kedokteran Indonesia, Medan

2007 9. Sertifikasi Auditor Penjaminan Mutu Sistem Manajemen

Mutu Universitas Sumatera Utara 2007

10. Practical Obesity Management, FK_UI, Jakarta 2010 11. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Penyusunan Buku

Rencana pembelajaran dan Buku Blok Program Studi Ilmu Keperawatan, Berastagi

2012

12. Penggunaan Analisi Medan Kekuatan (Force Fiels Analysis) Sebagai Instrumen Pengambilan Keputusan Dalam Perbaikan Mutu Berkelanjutan (Quality Continuous Improvement) SMM USU Untuk GJM dan GKM Siklus Siklus 5 Periode Februari-Juni 2012

2012

13. Workshop “Menopause and Aging”, Medan 2013

14. Workshop Nasional Penguji Uji Kompetensi-OSCE, Medan 2014

15. Shortcourse Akupuntur Dasar, Medan 2015

16. Seminar dan Workshop ANTI AGING, Medan 2015

17. Kursus Good Clinical Practice (GCP) online https://gcp.nidatraining.org.

2018

IV. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Kepala Kesehatan Perusahaan PT. Riau Andalan Pulp

Paper/P. Kerinci, Riau 1994-1995 2. Dokter Puskesmas Marike, Dinas Kesehatan Kab.

Langkat

1995-1998 3. Dosen Fisologi Dep. Fisiologi FKUSU 1998-sakarang 4. Editor Buku Panduan

Prog. Pend. Dokter

FKUSU/Medan 1999–2005

5. Direktur RSU. Siti Hajar Medan 2000-2001

6. Redaksi Pelaksana Majalah Kedokteran Nusantara

FKUSU/Medan 2000–2004

7. Sekretaris Bagian Fisiologi FKUSU/Medan 2000–2005 8. Sekretaris Unit Pengembangan

Riset (UPR) FKUSU/Medan 2001–2003

9. Koord. Bid. Pend. Prog. Kelas Internasional/Mandiri

FKUSU/Medan 2002–2005

10. Sekretaris Komisi FKUSU/Medan 2003–2004

(14)

PT-BHMN USU

12. Wakil Pimpinan Redaksi

Majalah Kedokteran Nusantara FKUSU/Medan 2004–2006 13. Anggota Koord. Kepaniteraan

Klinik Senior

FKUSU/Medan 2004–2006

14. Anggota Koord. Program

Pendidikan Profesi Dokter FKUSU/Medan 2007–2010 15. Pembantu Dekan III

(Kemahasiswaan dan Alumni)

FKUSU/Medan 2005–2007

16. Pembantu Dekan III

(Kemahasiswaan dan Alumni) FKUSU/Medan 2007–2009

17. Anggota Senat USU 2009-2016

18. Dekan F. Kep.USU/Medan 2009–2010

19. Dekan F. Kep.USU/Medan 2010–2016

20. Reviewer Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences

https://www.id- press.eu/mjms/

2019-sekarang

V. RIWAYAT ORGANISASI

1. Ikatan Ahli Ilmu Faal/Fisiologi Indonesia (IAIFI) Cabang Medan, Medan 2. Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Medan

3.

4.

Perhimpunan Dokter Pengembang Kesehatan Tradisional Timur (PDPKT), Medan

Federation of the Asian and Oceanian Physiological Societies

VI. RIWAYAT PUBLIKASI ILMIAH

1. Perbandingan Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral Pada Pria Terlatih dengan Tidak Terlatih.

Majalah Kedokteran

Nusantara Vol .36, No.4 Sept.

2003 2. Pengaruh Latihan Aerobik Terhadap Ambilan

Oksigen Maksimum (VO2max) Pada Fase-Fase Menstruasi Wanita Usia 18-24 Tahun yang Tidak Terlatih.

Majalah Kedokteran Nusantara Vol .37, No.5 Des. 2004

4. Multidimensional Nyeri Jurnal Keperwatan Rufaidah

Vol. 2. No. 2, November 2007 5. Perubahan Kadar Glukosa darah Penderita

Diabetes Melitus Tipe-2 yang terkontrol setelah mengkonsumsi Kurma

Majalah Kedokteran Nusantara Vol .41, No.1 Maret. 2008 6. Pengaruh Aktivitas Fisik Sedang terhadap

Hitung Lekosit dan Hitung Jenis Lekosit pada Orang Tidak Terlatih

Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 41 No. 4 y Desember 2008

7. Efek Monosodium Glutamat terhadap Fungsi Jurnal Keperwatan Rufaidah

(15)

kecemasan Pasien hemodialisis di RSUD. dr.

Pirngadi medan

No. 3, 2015 10. Student perception of interprofessional education

application at the Health Sciences University of Sumatera Utara

Enferm Clin. 2017;27 (Suppl.

Part I):236-239 11. Effects of red ginger capsule supplementin

reducing PGF2α concentrations and pain intensity in primary dysmenorrhea

Earth and Environmental Science 125 (2018) 012193 12. The influence of mutation gene rpoB

of Mycobacterium tuberculosis cluster I (507- 534) on the elimination 25-desacetyl rifampicin in urine of tuberculosis subjects

Earth and Environmental Science, 125 (2018), 012146

13. Association of ACTN-3 Gen Polymorphism (R577X) and Muscle Explosion in Soccer School Students in Medan

Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol. 30, No. 2, 2018, pp. 121- 126

14. The Effect of pncA Gene Mutation of

Mycobacterium Tuberculosis to Transaminase and Uric Acid Serum in MDR TB Patient

Jurnal Respirologi Indonesia.

2018; 38: 150-7 15. Teamwork among health sciences student in

Universitas Sumatera Utara which exposed in interprofessional education (IPE) learning

Journal of Physics. 2019:

Conf. Ser. 1317 012212 16. Correlation of hypoxia-inducible factor-1α level

with control glycemic in type 2 mellitus patients with malignancy and without malignancy

Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences, 2020, 8(B), pp. 408–413 17. Relationship between plasma hypoxia inducible

factor 1α in type 2 diabetes mellitus with malignancy and without malignancy

Open Access Macedonian Journal of Medical

Sciences, 2020, 8, pp. 602–

605 18. The effect of health education on control

glycemic at type 2 diabetes mellitus patients

Open Access Macedonian Journal of Medical

Sciences, 2020, 8(E), pp. 133–

137 19. Interleukin-31 Serum And Pruritus Dimension

After Acupuncture Treatment In Hemodialysis Patients: A Randomized Clinical Trial

Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences.

2021, 9(B):pp 1-6.

VII. PENGHARGAAN DAN TANDA JASA

1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Piagam 2010 2. Presiden Republik Indonesia Tanda Kehormatan

Satyalencana Karya Satya

2015

(16)

PERNYATAAN

Perubahan Kadar Interleukin-2 dan Interleukin-31 Serum Sesudah Tindakan Akupunktur pada LI11 Quchi dan Korelasinya dengan Perubahan Skala Pruritus

pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis

Dengan ini penulis menyatakan bahwa disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Doktor (S-3) Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 26 April 2021

Dedi Ardinata

Mate rai 600 0

(17)

SUMMARY

Chronic kidney disease (CKD) patients who undergo hemodialysis show a tendency to experience pruritus with varying prevalence. Some of the largest global cross-sectional studies report Chronic kidney disease–associated pruritus (CKD-aP) undergoing hemodialysis (HD), significantly affecting patients' quality of life, causing sleep disturbances, depressive symptoms and a higher risk of death than those without pruritus.

The pathogenesis of CKD-aP is still not fully understood and related to this, at least four hypotheses have been proposed, namely: dermatological disorders, disorders of the immune system resulting in an increased pro-inflammatory state, imbalance of the opioidergic endogenous system, and neuropathic mechanisms.

Several other hypotheses such as the xerosis hypothesis, hyperparathyroidism, histamine release, opioid imbalance, uremic toxin, peripheral neuropathy, and immune-mediated, are fundamental to the treatment of pruritus.

The systemic microinflammation that causes CKD-aP is based on enhancement T helper (Th) -1, C-reactive protein (CRP), Interleukin (IL) -6, IL-10, IL-2, Tumor Necrotic Factor (TNF) α. In addition, the response imbalance between Th-1 cells that are higher than Th-2 cells such as increased CRP, IL-6, and IL-31 are also shown to play a role, as is the increase in Mast cells that release histamine. Factors such as high creatinine levels and low hemoglobin levels also increase the risk of pruritus. Similarly, dyslipidemia, obesity, and higher levels of CRP were associated with higher pruritus intensity, whereas use of high-flux dialysers was associated with lower pruritus intensity. Factors such as age, gender, ethnicity (ethnicity) and length of undergoing HD were also associated with the occurrence of pruritus in HD patients.

Pruritogenic pro-inflammatory cytokine IL-2 which is activated by T lymphocytes is found in the appearance of generalized redness and pruritus in the body after administration of high doses of recombinant IL-2 in cancer treatment, and intradermal injection of IL-2, was found to induce pruritus as well as in psoriasis. In addition, it was also reported that IL-2 levels were significantly higher in patients undergoing HD with pruritus than in patients undergoing HD without pruritus.

Pruritogenic anti-inflammatory cytokine IL-31 which is mainly produced by Th-2 cells also acts as a pruritogenic, because after intradermal injection of IL-31, pruritus appears. Likewise in atopic dermatitis, T-cell skin lymphoma, urticaria, psoriasis, and allergic rhinitis. Serum IL-31 levels were significantly higher in patients undergoing HD with pruritus symptoms, and there was a positive exposure-response relationship between serum IL-31 levels and the intensity of pruritus.

Dialysis techniques, topical therapy (emollient, aromatherapy, capcaisin cream, tacrolimus, gamma linolenic acid ointment), ultraviolet irradiation, rubdown with japanese dry towels, and systemic therapies such as: µ-opioid receptor antagonists (naltrexone), κ-opioid receptor agonists (nalfurafine, butorphanol), thalidomide,

(18)

form of: burning sensation and redness, whereas in systemic therapy there are:

somnolence, difficulty sleeping, constipation, headache, nausea, and heartburn.

These side effects may be caused by a decrease in the renal clearance mechanism for drugs and their metabolites.

The way acupuncture produces anti-inflammatory effects is by affecting the Th-1 and Th-2 balance. The balance of Th-1 and Th-2 is influenced by the secretion of β endorphins that occur as a result of acupuncture.

The anti-inflammatory effect of acupuncture also occurs through inhibition of cytokine synthesis pro-inflammation by acetylcholine adhering to the α7nicotinic acetylcholine receptors of macrophage cells. The anti-inflammatory effect of acupuncture is comparable to that of dexamethasone in lowering proinflammatory cytokine levels without affecting anti-inflammatory cytokine levels. However, the results of other studies suggest that acupuncture can increase levels of anti- inflammatory cytokines without decreasing pro-inflammatory cytokines.

The results of previous systemic studies showed that acupuncture had a beneficial effect on CKD-aP who underwent HD. Stimulation of acupuncture points on the large intestine11 (LI11) Quchi and stomach36 (ST36) Zusanli, yielding an effective rate of up to 97%. Stimulation of the LI11 Quchi single acupuncture point for 1 hour, 3 times a week for 1 month, significantly reduced the pruritus score and is an easy and safe treatment for CKD-aP patients undergoing HD, as well as the stimulation of the LI11 Quchi single acupuncture point for 1 hour, Twice a week, 12 times, significantly reduced the pruritus scale in CKD-aP who underwent HD.

In addition, other research states that the ability to reduce pruritus resulting from acupuncture,

The results of previous studies that have been stated previously stated that there was a positive relationship between IL-2 levels and serum IL-31 levels with the severity of CKD-aP. On the other hand it is stated that acupuncture acts proven to improve the pruritus of patients undergoing HD, but the results of previous studies have not shown changes in levels of IL-2 andserum IL-31 levels after acupuncture were associated with improved pruritus in patients undergoing HD.

This research is a purely experimental study by design pretest-posttest followed by a difference test between the two groups, single-blindly randomized to determine changes in serum IL-2 levels and serum IL-31 levels, and their correlation with changes in the pruritus scale between subjects given acupuncture (acupuncture group) and subjects given acupuncture placebo (placebo group) as a control CKD-aP subjects undergoing HD.

Sixty subjects who had met the acceptance criteria and did not meet the refusal criteria started the study by taking the sample consecutively, and were randomized into two groups with the help of the online application at https://www.randomizer.org/. 30 subjects in the acupuncture group, and 30 subjects as the placebo group. Each subject in the acupuncture group was given a sterile, sterile, single-use needle stick, and a stainless-steel needle (0.25 mm diameter and 25 mm long, Bai Yi Mei®) perpendicular to the surface of the skin as deep as 1-1.5 cm at the point. LI11 Quchi, adjacent to the needle insertion in the HD procedure and left for 1 hour. Whereas each subject in the placebo group was given a sterile, single-use, and stainless-steel needle attachment (0.25 mm diameter and 25 mm

(19)

6 weeks,

Data on age, sex, ethnicity, body mass index after HD, main disease, creatinine levels, Hb levels, CRP, length of time on HD, urea reduction ratio (URR), serum IL-2 levels, serum IL-31 levels, and scale. pruritus, taken prior to acupuncture and acupuncture placebo measures. Then data on serum IL-2 levels, serum IL-31 levels, and pruritus scales, were taken again after 6 weeks of acupuncture and placebo acupuncture, and 4 weeks of evaluation (without acupuncture and placebo acupuncture).

Age, sex, ethnicity, body mass index after HD, the main disease, creatinine levels, Hb levels, CRP, length of undergoing HD, and urea reduction ratio (URR) are characteristics of the subjects that affect pruritus. The statistical test comparing the subject characteristics between the acupuncture group and the placebo group showed that there was no significant difference between the two groups (p> 0.05).

This condition proves that the two study groups are matched pairs in influencing pruritus.

Examination of serum IL-2 and IL-31 levels is only used for research purposes and not for routine examinations in the laboratory where until now there has been no established normal values for serum IL-2 and IL-31 levels.

Besides that, sometimes the use of placebo acupuncture in acupuncture research has an effect on the variables studied (pruritus) which is a limitation of this study.

The results of this study indicate:

1. There was significant decrease in serum IL-2 levels, after 6 weeks of acupuncture LI11 Quchi compared to placebo acupuncture which then increased not significantly, after 4 weeks of evaluation.

2. There was not significant decrease in serum IL-31 levels, after 6 weeks of acupuncture LI11 Quchi compared to placebo acupuncture which then increased insignificantly, after 4 weeks of evaluation.

3. There was significant decrease in the scale of pruritus, after 6 weeks of acupuncture action LI11 Quchi compared to placebo acupuncture which then increased significantly, after 4 weeks of evaluation.

4. There was positive relationship between serum IL-2 levels and pruritus scale with was a significant and weak, after 6 weeks of acupuncture LI11 Quchi, and positive relationship that was not significant and very weak, after 4 weeks of evaluation.

5. There was positive relationship between serum IL-31 levels and pruritus scale with was not significant and very weak, after 6 weeks of acupuncture LI11 Quchi, and negative relationship, which was not significant and weak, after 4 weeks of evaluation.

6. Side effects of acupuncture LI11 Quchi: pain with VAS 2.15 in the acupuncture needle insertion area and bleeding at least 2.50% after acupuncture needle removal.

(20)

significantly, but weak, so it is necessary to carry out further study regarding:

1. Effect of acupuncture LI11 Quchi on CD4+ Th1 and CD8+ as cells that produce IL-2 in CKD-aP subjects undergoing HD.

2. Effect of acupuncture LI11 Quchi on u and κ-opioid receptors and neuropathy in CKD-aP subjects undergoing HD.

3. Effect of acupuncture LI11 Quchi on serum IL-2 levels and TNFα in CKD-aP subjects undergoing HD.

In addition, this study also proves that the acupuncture LI11 Quchi does not significantly reduce serum IL-31 levels, so it is necessary to carry out further study with regard to:

Effect of acupuncture on LI11 Quchi along with several other acupuncture points on serum IL-31 levels and their relationship to the pruritus scale in patients undergoing HD.

Based on the results of this study it was proven that acupuncture in LI11 Quchi can be applied as an effective and safe palliative pruritus therapy in CKD-aP patients undergoing HD.

(21)

Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) yang menjalani hemodialisis menunjukkan kecenderungan mengalami pruritus dengan prevalensi yang bervariasi. Beberapa penelitian cross-sectional global terbesar melaporkan pruritus terkait dengan penyakit ginjal kronis (Pt-PGK) yang menjalani hemodialisis (HD), secara signifikan memengaruhi kualitas hidup pasien, menyebabkan gangguan tidur, gejala depresi dan risiko kematian lebih tinggi dari yang tidak mengalami pruritus.

Patogenesis Pt-PGK masih belum sepenuhnya diketahui dan berkaitan dengan hal ini, setidaknya ada empat hipotesis yang telah diajukan yaitu:

kelainan dermatologi, gangguan sistem imun tubuh yang mengakibatkan keadaan peningkatan pro-inflamasi, ketidakseimbangan sistem endogen opioidergik, dan mekanisme neuropatik. Beberapa hipotesis lain seperti hipotesis xerosis, hyperparathyroidism, pengelepasan histamin, opioid imbalance, uremic toxin, peripheral neuropathy, dan immune-mediated, menjadi dasar dalam pengobatan pruritus.

Mikroinflamasi sistemik penyebab Pt-PGK didasarkan pada peningkatan T helper (Th)-1, C-reactive protein (CRP), Interleukin (IL)-6, IL-10, IL-2, Tumor Necrotic Factor (TNF)α. Selain itu, ketidakseimbangan respon antara sel Th-1 yang lebih tinggi dari sel Th-2 seperti peningkatan CRP, IL-6, dan IL-31 dinyatakan juga ikut berperan, demikian pula dengan peningkatan sel Mast yang melepas histamin. Faktor-faktor seperti kadar kreatinin yang tinggi dan kadar hemoglobin yang rendah juga meningkatkan risiko pruritus. Demikian pula dengan kondisi dislipidemia, obesitas, dan kadar CRP yang lebih tinggi dikaitkan dengan intensitas pruritus yang lebih tinggi, sedangkan penggunaan dialiser high-flux dikaitkan dengan intensitas pruritus yang lebih rendah.

Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, etnik (suku) serta lama menjalani HD juga dihubungkan dengan terjadinya pruritus pada pasien HD.

Pruritogenik sitokin pro-inflamasi IL-2 yang diaktivasi oleh sel-sel T limfosit dijumpai pada munculnya kemerahan dan pruritus menyeluruh pada tubuh sesudah pemberian rekombinan IL-2 dosis tinggi pada pengobatan kanker, dan penyuntikan intradermal IL-2, ternyata menginduksi pruritus demikian pula halnya pada psoriasis. Disamping itu, dilaporkan pula bahwa kadar IL-2 lebih tinggi secara signifikan pada pasien yang menjalani HD dengan pruritus dibanding pasien HD tanpa pruritus.

Pruritogenik sitokin anti-inflamasi IL-31 yang terutama dihasilkan oleh sel-sel Th-2 juga berperan sebagai pruritogenik, karena sesudah penyuntikan intradermal IL-31, muncul pruritus. Demikian pula pada dermatitis atopik, T-cell limfoma kulit, urtikaria, psoriasis, dan rinitis alergi. Kadar IL-31 serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang menjalani HD dengan gejala pruritus, dan adanya hubungan positif paparan-respons antara kadar IL-31 serum dengan intensitas pruritus.

Teknik dialisis, terapi topikal (emolien, aromaterapi, krim capcaisin, tacrolimus, gamma linolenic acid ointment), irradiasi ultraviolet, rubdown with japanese dry towels, dan terapi sistemik seperti: antagonis reseptor µ-Opioid (naltrexone), agonis reseptor κ-Opioid (nalfurafine, butorphanol), thalidomide, pentoxyfilline, dan

(22)

pada kulit berupa: rasa terbakar, rasa pedas/panas, dan memerah, sedangkan pada terapi sistemik terjadi: somnolence, sulit tidur, konstipasi, nyeri kepala, mual, dan nyeri ulu hati. Efek samping ini kemungkinan ditimbulkan oleh penurunan mekanisme bersihan ginjal (renal clearance) terhadap obat-obatan dan metabolitnya, sehingga diperlukan pilihan terapi lain yang memiliki efek samping lebih ringan untuk mengatasi pruritus, seperti akupunktur.

Cara kerja akupunktur menghasilkan efek anti-inflamasi adalah dengan memengaruhi keseimbangan Th-1 dan Th-2. Keseimbangan Th-1 dan Th-2 dipengaruhi oleh sekresi β endorfin yang terjadi akibat tindakan akupunktur.

Efek anti-inflamasi akupunktur juga terjadi melalui penghambatan sintesis sitokin pro-inflamasi oleh asetilkolin yang menempel pada reseptor α7nikotinikasetilkolin sel makrofag. Efek anti-inflamasi akupunktur sebanding dengan dexamethasone dalam menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi tanpa memengaruhi kadar sitokin anti-inflamasi. Namun hasil penelitian lain menyatakan bahwa akupunktur dapat meningkatkan kadar sitokin anti-inflamasi tanpa menurunkan sitokin pro-inflamasi.

Hasil dari kajian sistemik terdahulu menunjukkan bahwa akupunktur mempunyai pangaruh yang menguntungkan terhadap Pt-PGK yang menjalani HD. Perangsangan titik akupunktur pada large intestine11 (LI11) Quchi dan stomach36 (ST36) Zusanli, menghasilkan angka efektifitas mencapai 97%. Perangsangan titik akupunktur LI11 Quchi tunggal selama 1 jam, 3 kali seminggu selama 1 bulan, mengurangi skor pruritus secara signifikan dan merupakan tindakan yang mudah dan aman terhadap pasien Pt-PGK yang menjalani HD, demikian pula perangsangan titik akupunktur LI11 Quchi tunggal selama 1 jam, 2 kali seminggu, sebanyak 12 kali, berhasil mengurangi skala pruritus secara signifikan pada Pt-PGK yang menjalani HD.

Disamping itu, penelitian lain menyatakan bahwa kemampuan mengurangi pruritus yang dihasilkan dari tindakan akupunktur, dapat bertahan selama 8 minggu pada pasien HD.

Hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum dengan keparahan Pt-PGK. Di sisi lain dinyatakan bahwa tindakan akupunktur terbukti memperbaiki keadaan pruritus pasien yang menjalani HD, tetapi hasil penelitian terdahulu belum mengemukakan perubahan kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum sesudah tindakan akupunktur yang dihubungkan dengan perbaikan keadaan pruritus pasien yang menjalani HD.

Penelitian ini merupakan studi eksperimental murni dengan desain pretest-posttest dilanjutkan dengan test perbedaan antar kedua kelompok, tersamar tunggal dengan randomisasi untuk mengetahui perubahan kadar IL-2 serum dan kadar IL-31 serum, serta korelasinya dengan perubahan skala pruritus antara subjek yang diberikan tindakan akupunktur (kelompok akupunktur) dengan subjek yang diberi tindakan akupunktur plasebo (kelompok plasebo) sebagai kontrol pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

Enam puluh subjek yang telah memenuhi kriteria penerimaan dan tidak memenuhi kriteria penolakan memulai penelitian dengan pengambilan sampel secara konsekutif, dan diacak menjadi dua kelompok dengan bantuan aplikasi online di https://www.randomizer.org/. 30 subjek pada kelompok akupunktur, dan 30 subjek

(23)

mm dan panjang 25 mm, Bai Yi Mei®) tegak lurus pada permukaan kulit sedalam 1-1,5 cm pada titik LI11 Quchi, yang berdekatan dengan penusukan jarum pada prosedur HD dan dibiarkan selama 1 jam. Sedangkan pada setiap subjek pada kelompok plasebo, diberi tindakan penempelan jarum steril, sekali pakai, dan jarum baja tahan karat (diameter 0,25 mm dan panjang 25 mm, Bai Yi Mei®) dengan bantuan plester pada titik LI11 Quchi dan dibiarkan selama 1 jam. Tindakan akupunktur dan akupunktur plasebo diberikan 2 kali seminggu selama 6 minggu, kemudian dilakukan penilaian terhadap efek samping pada setiap subjek pada kelompok akupunktur dan kelompok plasebo.

Data karakteristik usia, jenis kelamin, suku, indeks masa tubuh sesudah HD, penyakit utama, kadar kreatinin, kadar Hb, CRP, lama menjalani HD, urea reduction ratio (URR), kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum, dan skala pruritus, diambil sebelum tindakan akupunktur dan akupunktur plasebo. Kemudian data kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum, dan skala pruritus, diambil lagi setelah 6 minggu tindakan akupunktur dan akupunktur plasebo, serta 4 minggu evaluasi (tanpa tindakan akupunktur dan akupunktur plasebo).

Usia, jenis kelamin, suku, indeks masa tubuh sesudah HD, penyakit utama, kadar kreatinin, kadar Hb, CRP, lama menjalani HD, dan urea reduction ratio (URR) merupakan karakteristik subjek yang memengaruhi pruritus. Uji statistik yang membandingkan karakteristik subjek antara kelompok akupunktur dengan kelompok plasebo menunjukkan adanya perbedaan diantara kedua kelompok yang tidak signifikan (p>0,05). Kondisi ini membuktikan bahwa kedua kelompok penelitian tersebut merupakan kelompok yang matched pairs dalam memengaruhi pruritus.

Pemeriksaan kadar IL-2 dan IL-31 serum hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan bukan untuk pemeriksaan rutin di laboratorium yang hingga saat ini belum ada ketetapan nilai normal kadar IL-2 dan IL-31 serum. Disamping itu adakalanya penggunaan akupuktur plasebo pada penelitian akupunktur memberikan pengaruh terhadap variabel yang diteliti (pruritus) merupakan keterbatasan penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan:

1. Terdapat penurunan kadar IL-2 serum yang signifikan, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dibanding akupunktur plasebo yang kemudian meningkat tidak signifikan, sesudah 4 minggu evaluasi.

2. Terdapat penurunan kadar IL-31 serum yang tidak signifikan, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dibanding akupunktur plasebo yang kemudian meningkat tidak signifikan, sesudah 4 minggu evaluasi.

3. Terdapat penurunan skala pruritus yang signifikan, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dibanding akupunktur plasebo yang kemudian meningkat signifikan, sesudah 4 minggu evaluasi.

4. Terdapat hubungan positif antara kadar IL-2 serum dengan skala pruritus yang signifikan tetapi lemah, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi, dan hubungan positif yang tidak signifikan dan sangat lemah, sesudah 4 minggu evaluasi.

(24)

6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi, dan hubungan negatif, yang tidak signifikan dan lemah, sesudah 4 minggu evaluasi.

6. Efek samping tindakan akupunktur LI11 Quchi: rasa nyeri dengan VAS 2,15 pada daerah penusukan jarum akupunktur dan perdarahan minimal 2,50 % setelah pencabutan jarum akupunktur.

Penelitian ini membuktikan tindakan akupunktur LI11 Quchi menurunkan kadar IL-2 serum, dan juga berhubungan dengan penurunan skala pruritus secara signifikan, positif, tetapi lemah, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan:

1. Pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi terhadap CD4+ Th1 dan CD8+ sebagai sel-sel yang menghasilkan IL-2 pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

2. Pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi terhadap reseptor u dan κ-opioid dan neuropati pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

3. Pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi terhadap kadar IL-2 serum dan TNFα pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

Disamping itu penelitian ini juga membuktikan tindakan akupunktur LI11 Quchi menurunkan kadar IL-31 serum secara tidak signifikan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan:

Pengaruh tindakan akupunktur pada LI11 Quchi bersama beberapa titik akupunktur lain terhadap kadar IL-31 serum dan hubungannya terhadap skala pruritus pada pasien yang menjalani HD.

Berdasarkan hasil penelitian ini dibuktikan bahwa tindakan akupunktur pada LI11 Quchi dapat diaplikasikan sebagai terapi paliatif pruritus yang efektif dan aman pada pasien Pt-PGK menjalani HD.

(25)

Background: Serum interleukin 2 (IL-2) and interleukin 31 (IL-31) levels were significantly higher in patients undergoing hemodialysis with pruritus than without pruritus, whereas acupuncture has been shown to reduce pruritus. Changes in serum IL-2 and IL-31 levels correlated with pruritus after acupuncture in patients undergoing hemodialysis have never been known.

Objective: to prove changes in serum IL-2 and IL-31 levels, which were correlated with the pruritusscale after acupuncture in patients undergoing hemodialysis.

Method: true experimental with a pretest-posttest design followed by a test of differences between the intervention and control groups, single disguised with randomization carried out from July 2018 to November 2018 at H. Adam Malik General Hospital, Medan. Sixty patients met the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria study subjects with consecutive sampling and randomly divided into two groups: one group received acupuncture on LI11 Quchi (acupuncture group) and others received placebo acupuncture (placebo group) as a control.

Serum IL-2, IL-31 levels and pruritus scales were measured before and after six weeks of acupuncture and after four weeks of evaluation (without intervention) in both groups..

Results: There was a decrease in serum IL-2 levels and pruritus scale (p = 0.013 and p = 0.028), while the decrease in serum IL-31 levels was not significant (p = 0.931). There was a significant relationship between decreased serum IL-2 levels and decreased pruritus scale (p = 0.031; r = 0.278) after six weeks of acupuncture LI11 Quchi with side effects of pain (VAS 2.15) and minimal bleeding (2.50%). The increase in serum IL-2 levels and serum IL-31 levels was not significant (p = 0.658 and p = 0.974) after four weeks of evaluation.

Conclusion: This study proved that the decrease in serum IL-2 levels was associated with a significant reduction in the pruritus scale, while the decrease in serum IL-31 levels was not significant after six weeks of acupuncture LI11 Quchi with minimal side effects. The increase in serum IL-2 leve and, serum IL-31 level was not significant after four weeks of evaluation.

Keywords: Acupuncture LI11 Quchi, Interleukin 2, Interleukin 31, Pruritus, Hemodialysis

(26)

Latar belakang: kadar interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 31 (IL-31) serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan pruritus dibandingkan tanpa pruritus, sedangkan tindakan akupunktur telah terbukti mengurangi pruritus. Perubahan kadar IL-2 dan IL-31 serum yang dikorelasikan dengan pruritus sesudah akupunktur pada pasien yang menjalani hemodialisis belum pernah diketahui.

Tujuan: untuk membuktikan perubahan kadar IL-2 dan IL-31 serum yang dikorelasikan dengan skala pruritus sesudah akupunktur pada pasien menjalani hemodialisis.

Metode: eksperimental murni dengan disain pretest-posttest dilanjutkan dengan test perbedaan antar kelompok intervensi dan kontrol, tersamar tunggal dengan randomisasi dilakukan selama Juli 2018 hingga November 2018 di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan. Enam puluh pasien memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi menjadi subjek penelitian dengan konsekutif sampling dan secara acak dibagi menjadi dua kelompok: satu kelompok menerima akupunktur pada LI11 Quchi (kelompok akupunktur) dan yang lainnya menerima akupunktur plasebo (kelompok plasebo) sebagai kontrol. Kadar IL-2, IL-31 serum dan skala pruritus diukur sebelum dan sesudah enam minggu akupunktur dan sesudah empat minggu evaluasi (tanpa tindakan) pada kedua kelompok.

Hasil: Terdapat penurunan kadar IL-2 serum dan skala pruritus (p=0,013 dan p=0,028), sedangkan penurunan kadar IL-31 serum tidak signifikan (p=0,931).

Ada hubungan yang signifikan antara penurunan kadar IL-2 serum dengan penurunan skala pruritus (p=0,031; r=0,278) setelah enam minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dengan efek samping nyeri (VAS 2.15) dan perdarahan minimal (2.50%). Peningkatan kadar IL-2 serum dan kadar IL-31 serum tidak signifikan (p=0,658 dan p=0,974), setelah empat minggu evaluasi..

Kesimpulan: Penelitian ini membuktikan penurunan kadar IL-2 serum berhubungan dengan penurunan skala pruritus secara signifikan, sedangkan penurunan kadar IL-31 serum tidak signifikan sesudah enam minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dengan efek samping minimal. Peningkatan kadar IL-2 serum dan kadar IL-31 serum tidak signifikan sesudah empat minggu evaluasi

Kata kunci: Akupunktur, LI11 Quchi, Interleukin 2, Interleukin 31, Pruritus, Hemodialisis.

(27)

LEMBAR PRASYARAT GELAR ... i LEMBAR PROMOTOR DAN CO-PROMOTOR ... ii LEMBAR PENGESAHAN ... iii LEMBAR PENGUJI ... iv UCAPAN TERIMA KASIH ... v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xi LEMBAR PENGESAHAN ORISINALITAS ... xv SUMMARY ... xvi RINGKASAN ... xx ABSTRACT ... xxiv ABSTRAK ... xxv DAFTAR ISI ... xxvi DAFTAR TABEL ... xxviii DAFTAR GAMBAR ... xxix DAFTAR SINGKATAN ... xxx DAFTAR LAMPIRAN ... xxxii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.4 Manfaat Penelitian ... 8 1.5 Novelitas ... 9 1.6 Potensi Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) ... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10 2.1 Penyakit Ginjal Kronis (PGK) ... 10 2.2 Hemodialisis ... 15 2.3 Pruritus ... 19 2.4 Interleukin-2 ... 29 2.5 Interleukin-31 ... 31 2.6 Akupunktur ... 33 2.7 Kerangka Teori ... 44 2.8 Kerangka Konsep ... 45 2.9 Hipotesis ... 45 2.9.1 Hipotesis mayor ... 45 2.9.2 Hipotesis minor ... 45

(28)

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 47 3.3 Populasi dan Subjek Penelitian ... 48 3.4 Kriteria Subjek Penelitian ... 48 3.5 Jumlah Subjek ... 50 3.6 Alur Penelitian ... 53 3.7 Variabel dan Definisi Operasional ... 54 3.8 Cara Kerja Penelitian ... 55 3.9 Analisis Data ... 58 3.10 Etik Penelitian ... 60 BAB IV HASIL ... 61 4.1 Karakteristik Subjek ... 64 4.2 Kadar Interleukin 2 Serum ... 66 4.3 Kadar Interleukin 31 Serum ... 68 4.4 Skala Pruritus ... 70 4.5 Hubungan Kadar IL-2 Serum dengan Skala Pruritus ... 72 4.6 Hubungan Kadar IL-31 Serum dengan Skala Pruritus ... 72 4.7 Efek Samping Akupunktur LI11 Quchi ... 73 BAB V PEMBAHASAN ... 74 5.1 Karakteristik Subjek ... 74 5.2 Kadar Interleukin 2 Serum ... 75 5.3 Kadar Interleukin 31 Serum ... 78 5.4 Skala Pruritus ... 80 5.5 Hubungan Kadar IL-2 Serum dengan Skala Pruritus ... 84 5.6 Hubungan Kadar IL-31 Serum dengan Skala Pruritus ... 87 5.7 Efek Samping Akupunktur LI11 Quchi ... 89 5.8 Kekuatan Penelitian ... 90 5.9 Keterbatasan Penelitian ... 90 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 91 6.1 Simpulan ... 91 6.2 Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA ... 94 Lampiran ... 116

(29)

No. Judul Halaman Tabel 4. 1 Uji normalitas data ... 63 Tabel 4. 2 Karakteristik subjek ... 64 Tabel 4. 3 Kadar IL-2 serum sebelum dan sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo ... 66 Tabel 4. 4 Kadar IL-2 serum sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi ... 67 Tabel 4. 5 Kadar IL-31serum sebelum dan sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo .. 68 Tabel 4. 6 Kadar IL-31serum sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi ... 69 Tabel 4. 7 Skala pruritus sebelum dan sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo ... 70 Tabel 4. 8 Skala pruritus sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi ... 71 Tabel 4. 9 Hubungan kadar IL-2 serum dengan skala pruritus sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo dan sesudah 4 minggu evaluasi ... 72 Tabel 4. 10 Hubungan kadar IL-31 serum dengan skala pruritus sesudah 6 minggu

akupunktur dan plasebo dan sesudah 4 minggu evaluasi ... 72 Tabel 4. 11 Efek samping akupunktur LI11 Quchi ... 73

(30)

No. Judul Halaman Gambar 2. 1 Jalur pruritus dari kulit ke otak ... 20 Gambar 2. 2 Lokasi titik Akupunktur LI11 Quchi (Che-yi et al. 2005) ... 39 Gambar 2. 3 Anatomi titik Akupunktur LI11 Quchi (Kim et al., 2015) ... 41 Gambar 2. 3 Anatomi titik Akupunktur LI11 Quchi (Kim et al., 2015) ... 42 Gambar 2. 4 Kerangka teori ... 44 Gambar 2. 5 Kerangka Konsep ... 45

Gambar 3. 1 Alur Penelitian ... 53 Gambar 3. 2 Kelompok akupunktur ... 57 Gambar 3. 3 Kelompok akupunktur plasebo ... 57

(31)

1,25(OH)2D3 = 1,25-dihydroxyvitamin D

25(OH)D3 = 25-hydroxivitamin D

APOL1 = Apolipoprotein L1

AQP3 = Aquaporin 3

CGRP = Calcitonin Gene-Related Peptide

CRP = C-reactive protein

ELISA = The enzyme-linked immunosorbent assay

ESRD = End stage renal disease

fMRI = functional Magnetic Resonance Imaging

GABA = Gamma-aminobutyric acid

GFR = Glumerulo filtration rate

HD = Hemodialisis

IFNγ = Interferon γ

IFSI = The International Forum for the Study of Itch

IL = Interleukin

IL-2A0 = Rerata kadar IL-2 serum sebelum tindakan akupunktur

IL-2A1 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 6 minggu tindakan akupunktur

IL-2A2 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 4 minggu evaluasi (tanpa tindakan akupunktur) IL-2P0 = Rerata kadar IL-2 serum sebelum tindakan

akupunktur plasebo

IL-2P1 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 6 minggu tindakan akupunktur plasebo

IL-2P2 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 4 minggu evaluasi (tanpa tindakan akupunktur plasebo)

IL-2R = Interleukin-2 receptor

IL-31A0 = Rerata kadar IL-31 serum sebelum tindakan akupunktur

IL-31A1 = Rerata kadar IL-31 serum sesudah 6 minggu tindakan akupunktur

IL-31A2 = Rerata kadar IL-31 serum sesudah 4 minggu evaluasi (tanpa tindakan akupunktur)

IL-31P0 = Rerata kadar IL-2 serum sebelum tindakan akupunktur plasebo

IL-31P1 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 6 minggu tindakan akupunktur plasebo

IL-31P2 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 4 minggu evaluasi (tanpa tindakan akupunktur plasebo)

IL-31R = Interleukin-31 Receptor

IMT = Indeks masa tubuh

ISS = Itch severity scale

K/DOQI = Kidney Disease Outcomes Quality Initiative Kt/V = K - Dialyzer clearance of urea, t - dialysis time,

(32)

NAU = Neural acupuncture unit

NRS = Numeric rating scale

PGK = Penyakit ginjal kronis

Pt-PGK = Pruritus terkait penyakit ginjal kronis

SP = Spleen (Limpa)

SPA0 = Rerata skala pruritus sebelum tindakan akupunktur

SPA1 = Rerata skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan akupunktur

SPA2 = Rerata skala pruritus sesudah 4 minggu evaluasi (tanpa tindakan akupunktur)

SPP0 = Rerata skala pruritus sebelum tindakan akupunktur plasebo

SPP1 = Rerata skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan akupunktur plasebo

SPP2 = Rerata skala pruritus sesudah 4 minggu evaluasi (tanpa tindakan akupunktur plasebo)

ST = Stomach

T = Thimus

Th-1 = T helper-1

Th-2 = T helper-2

TNFα = Tumor necrotic factor α

TRPA-1 = Transient receptor potential ankyrin 1 TRPV1 = Transient receptor potential vanilloid-1

VAS = Visual analog scale

VIP = Vasoactive Intestinal Peptide

VRS = Verbal rating scale

(33)

No. Judul Halaman Lampiran 1. Lembar Penjelasan dan informed consent Subjek Penelitian ... 116 Lampiran 2. Borang Isian Subjek Penelitian ... 122 Lampiran 3. Penyaringan Subjek Penelitian ... 124 Lampiran 4. Kuesioner The itch 5-D scale (Elman at al., 2010) ... 125 Lampiran 5. Kuesioner Skala Gatal 5 Dimensi (Wulandani et al., 2018) ... 126 Lampiran 6. Pemeriksaan IL-2 Serum ... 127 Lampiran 7. Pemeriksaan IL-31 Serum ... 130 Lampiran 8. Pemeriksaan Pruritus ... 134 Lampiran 9. Pemeriksaan nyeri dengan VAS ... 137 Lampiran 10. Data Subjek Penelitian ... 139 Lampiran 11. Output SPSS ... 143 Lampiran 12. Persetujuan Komisi Etik ... 153

(34)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) yang menjalani hemodialisis menunjukkan kecenderungan mengalami pruritus dengan prevalensi yang bervariasi. Di seluruh dunia, prevalensi pruritus terkait dengan penyakit ginjal kronis (Pt-PGK) berkisar 10- 77% (Weisshaar, 2016), sedangkan Narita et al. (2008), menyatakan bahwa pruritus terjadi pada 15-49% pasien dengan gagal ginjal kronis dan 50-90% pada pasien yang menjalani dialisis. Selain itu, penelitian prospektif, longitudinal multisenter, yang dilakukan oleh Itch National Registry Study pada 103 pasien yang menjalani hemodialisis (HD), melaporkan bahwa pruritus terjadi pada 84% pasien (Mathur et al., 2010). The Observational Dialysis Outcomes dan Practice Patterns Study yang mengumpulkan data dari 29.000 pasien yang menjalani HD dari 12 negara menemukan bahwa 42% dari pasien yang menjalani HD, mengalami pruritus sedang hingga ekstrim (60,3% pada pria), dan 45,4% diantara mereka terbangun pada malam hari karena pruritus yang dialaminya (Pisoni et al., 2006).

Angka kejadian pruritus pasien HD di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, diperoleh sebesar 70,5% (Riza, 2011), dan di Klinik Rasyida Medan, prevalensi pruritus didapatkan sebesar 50% pada pasien HD reguler (Wahyuni, 2014).

Beberapa penelitian cross-sectional global terbesar melaporkan pruritus secara signifikan memengaruhi kualitas hidup pasien HD, menyebabkan gangguan tidur, gejala depresi dan risiko kematian 23% lebih tinggi dari yang tidak mengalami

(35)

pruritus (Pisoni et al., 2006; Wikström, 2007; Tentori dan Mapes, 2010; Kimata et al., 2014; dan Suseł et al., 2014).

Patogenesis Pt-PGK masih belum sepenuhnya diketahui. Berkaitan dengan hal ini, setidaknya ada empat hipotesis yang telah diajukan yaitu:

kelainan dermatologi, gangguan sistem imun tubuh yang mengakibatkan keadaan peningkatan pro-inflamasi, ketidakseimbangan sistem endogen opioidergik, dan mekanisme neuropatik (Aucella dan Gesuete, 2009) sedangkan menurut Mettang dan Weisshaar (2010) patofisiologi pruritus pada pasien HD merupakan gabungan dari pruritogenik, neuropatik dan mikroinflamasi, tetapi lebih difokuskan pada mikroinflamasi.

Beberapa hipotesis lain seperti hipotesis xerosis, hyperparathyroidism, histamin, opioid imbalance, uremic toxin, peripheral neuropathy, dan hipotesis immune- mediated, menjadi dasar dalam pengobatan pruritus (Aramwit dan Supasyndh, 2015; Shirazian et al., 2017).

Mikroinflamasi sistemik penyebab Pt-PGK didasarkan pada peningkatan T helper (Th)-1, C-reactive protein (CRP), Interleukin (IL)-6, IL-10, IL-2, Tumor Necrotic Factor (TNF)α (Shirazian et al., 2017). Selain itu, ketidakseimbangan respon antara sel Th-1 yang lebih tinggi dari sel Th-2 seperti peningkatan CRP, peningkatan IL-6, IL-31 dinyatakan juga ikut berperan (Amore dan Coppo, 2002; Mettang et al., 2002) dan demikian pula dengan peningkatan sel-sel Mast yang melepas histamin (Yosipovitch, 2007).

Faktor-faktor seperti kadar kreatinin yang tinggi dan kadar hemoglobin yang rendah juga meningkatkan risiko pruritus. Demikian pula dengan kondisi dislipidemia, obesitas, dan kadar CRP yang lebih tinggi dikaitkan dengan intensitas pruritus yang

(36)

lebih tinggi, sedangkan penggunaan dialser high-flux dikaitkan dengan intensitas pruritus yang lebih rendah (Pisoni et al., 2006; Ko et al., 2013; Wu et al., 2016;

Gobo-Oliveira et al., 2017).

Pruritogenik sitokin pro-inflamasi IL-2 yang diaktivasi oleh sel-sel T limfosit dijumpai pada munculnya kemerahan dan pruritus menyeluruh pada tubuh sesudah pemberian rekombinan IL-2 dosis tinggi pada pengobatan kanker (Gaspari et al., 1987), dan penyuntikan intradermal IL-2, ternyata menginduksi pruritus (Darsow et al., 1997) demikian pula halnya pada psoriasis (Reich dan Szepietowski, 2007), disamping itu, dilaporkan pula bahwa kadar IL-2 lebih tinggi secara signifikan pada pasien yang menjalani HD dengan pruritus dibanding pasien HD tanpa pruritus (Fallahzadeh et al., 2011).

Pruritogenik sitokin IL-31 yang terutama dihasilkan oleh sel-sel Th-2 juga berperan sebagai pruritogenik, yang dibuktikan dengan terjadinya pruritus sesudah penyuntikan intradermal IL-31, (Arai et al., 2013), demikian pula pada dermatitis atopik (Kasraie et al., 2010; Ezzat et al., 2011; Nobbe et al., 2012), T-cell limfoma kulit (Ohmatsu et al., 2012; Singer et al., 2013), urtikaria (Raap et al., 2010), psoriasis (Narbutt et al., 2013), rinitis alergi (Baumann et al., 2012). Kadar IL-31 serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang menjalani HD dengan gejala pruritus, dan adanya hubungan positif paparan- respons antara kadar IL-31 serum dengan intensitas pruritus (Ko et al., 2014).

Teknik dialisis, terapi topikal (emolien, aromaterapi, krim capcaisin, tacrolimus, gamma linolenic acid ointment), irradiasi ultraviolet, rubdown with japanese dry towels, dan terapi sistemik seperti: antagonis reseptor µ- Opioid (naltrexone), agonis reseptor κ-Opioid (nalfurafine, butorphanol),

(37)

thalidomide, pentoxyfilline, gabapentin dan difelikefalin (Mettang dan Weisshaar, 2010; Suzuki et al., 2015; Tarikci et al., 2015; Trachtenberg et al., 2020) merupakan terapi yang diberikan untuk mengatasi pruritus pada pasien PGK yang menjalani HD, namun penggunaan terapi lokal memiliki efek samping pada kulit terjadi: rasa terbakar, rasa pedas/panas, dan memerah sedangkan pada terapi sistemik terjadi: somnolence, sulit tidur, konstipasi, nyeri kepala, mual, dan nyeri ulu hati (Simonsen et al., 2017). Efek samping ini kemungkinan ditimbulkan oleh penurunan mekanisme bersihan ginjal (renal clearance) terhadap obat-obatan dan metabolitnya (Zhang et al., 2009), sehingga diperlukan pilihan terapi lain yang memiliki efek samping yang lebih ringan untuk mengatasi pruritus seperti akupunktur.

Tindakan akupunktur selain memiliki efek terapi juga memiliki efek samping yang terjadi berkisar antara 6,71%-15%, dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri lokal karena penjaruman (1,1%-2,9%), dan perdarahan ringan atau hematom (2,1%-6,1%). Insiden kejadian yang serius seperti kematian, trauma organ atau harus di rawat di rumah sakit sekitar 0,024% (Zhang-Jin et al., 2010).

Cara kerja akupunktur menghasilkan efek anti-inflamasi adalah dengan memengaruhi keseimbangan Th-1 dan Th-2 (Gui et al., 2012; Wang et al., 2017).

Keseimbangan Th-1 dan Th-2 dipengaruhi oleh sekresi β endorfin yang terjadi akibat tindakan akupunktur (Zijlstra et al., 2003). Efek anti-inflamasi akupunktur juga terjadi melalui penghambatan sintesis sitokin pro-inflamasi oleh asetilkolin yang menempel pada reseptor α7nikotinikasetilkolin sel makrofag (Kavoussi dan Ross, 2007; Pavlov dan Tracey, 2017). Efek anti-inflamasi akupunktur sebanding dengan dexamethasone dalam menurunkan kadar

(38)

sitokin pro-inflamasi tanpa memengaruhi kadar sitokin anti-inflamasi.

Namun hasil penelitian lain menyatakan bahwa akupunktur dapat meningkatkan kadar sitokin anti-inflamasi tanpa menurunkan sitokin pro-inflamasi (Santos et al., 2011; da Silva et al., 2014).

Hasil dari kajian sistemik (systemic review) menunjukkan bahwa akupunktur mempunyai pangaruh yang menguntungkan terhadap Pt-PGK yang menjalani HD (Kim et al., 2010). Perangsangan titik akupunktur pada large intestine11 (LI11) Quchi dan stomach36 (ST36) Zusanli, menghasilkan kesembuhan tanpa pruritus selama 1 bulan (70,6%) dan membaik (26,5%), sehingga angka efektifitas mencapai 97% (Gao et al., 2002).

Perangsangan titik akupunktur LI11 Quchi tunggal selama 1 jam, 3 kali seminggu selama 1 bulan, mengurangi skor pruritus secara signifikan dari 38,2±4,8 menjadi 17,3±5,5 p<0,001 dan merupakan tindakan yang mudah dan aman terhadap pasien Pt-PGK yang menjalani HD (Che-yi et al., 2005), demikian pula perangsangan titik akupunktur LI11 Quchi tunggal selama 1 jam, 2 kali seminggu, sebanyak 12 kali, berhasil mengurangi skala pruritus secara signifikan pada Pt-PGK yang menjalani HD dari 12,0±3,27 menjadi 7,89±0,83, p<0,003, kemudian menjadi 8,06±1,83 sesudah 4 minggu tanpa tindakan akupunktur (followup) (Phan et al., 2018). Disamping itu, penelitian lain menyatakan bahwa kemampuan mengurangi pruritus yang dihasilkan dari tindakan akupunktur, dapat bertahan selama 8 minggu pada pasien HD (Carlsson dan Wallengren, 2010).

Hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum dengan keparahan Pt-PGK. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Pt-PGK juga

(39)

dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain kadar kreatinin serum, kadar hemoglobin, CRP, dislipidemia dan obesitas, yang juga mungkin secara tidak langsung memengaruhi variabel yang diteliti pada penelitian ini (kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum). Di sisi lain dinyatakan bahwa tindakan akupunktur terbukti memperbaiki keadaan pruritus pasien yang menjalani HD, namun hasil penelitian terdahulu belum mengemukakan perubahan kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum sesudah tindakan akupunktur yang dihubungkan dengan perbaikan keadaan pruritus pasien yang menjalani HD. Oleh karena itu, pada penelitian ini, telah diamati perubahan kadar IL-2 dan IL-31 serum sesudah tindakan akupunktur selama 6 minggu kemudian dilanjutkan dengan tanpa tindakan akupunktur selama 4 minggu evaluasi (Phan et al., 2018) dan korelasinya dengan perubahan skala pruritus, sehingga penelitian ini dapat menambah pemahaman mekanisme kerja akupunktur terhadap pruritus pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani HD melalui perubahan kadar IL-2 dan IL-31 serum.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah perubahan kadar IL-2 dan IL-31 serum sesudah tindakan akupunktur dan korelasinya dengan perubahan skala pruritus pada pasien Pt-PGK yang menjalani HD.

(40)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui perubahan kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum, sesudah tindakan akupunktur dan korelasinya dengan perubahan skala pruritus pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

1.3.2 Tujuan khusus Untuk mengetahui:

a. Karakteristik subjek: usia, jenis kelamin, suku, IMT sesudah HD, penyakit utama, kadar Kreatinin, kadar Hb, CRP, lama menjalani HD, urea reduction ratio (URR), kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum, skala pruritus, subjek Pt-PGK yang menjalani HD, sebelum tindakan akupunktur pada LI11 Quchi dan akupunktur plasebo.

b. Perbandingan rerata kadar IL-2 serum sesudah 6 minggu tindakan akupunktur pada LI11 Quchi dengan akupunktur plasebo.

c. Perbandingan rerata kadar IL-2 serum kelompok akupunktur dengan kelompok plasebo sesudah 4 minggu evaluasi (tanpa tindakan akupunktur LI11 Quchi dan akupunktur plasebo).

d. Perbandingan rerata kadar IL-31 serum sesudah 6 minggu tindakan akupunktur pada LI11 Quchi dengan akupunktur plasebo.

e. Perbandingan rerata kadar IL-31 serum kelompok akupunktur dengan kelompok plasebo sesudah 4 minggu evaluasi.

f. Perbandingan rerata skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan akupunktur pada LI11 Quchi dengan akupunktur plasebo.

Gambar

Gambar 2. 1 Jalur pruritus dari kulit ke otak
Gambar 2. 2 Lokasi titik Akupunktur LI11 Quchi  (Che-yi et al. 2005)  dilaporkan  berupa  rasa  pegal  pada  siku  (2  orang  pada  kelompok  akupunktur)  dan  1  orang  pada  kelompok  plasebo
Gambar 2. 3 Anatomi titik Akupunktur LI11 Quchi (Kim et al., 2015) 2.6.4 Titik Akupunktur LI11 Quchi
Gambar 2. 5 Kerangka teori
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masing – masing perusahaan yang membentuk industri pariwisata adalah perusahaan jasa ( service industry ) dan masing –masing bekerja sama menghasilkan produk ( good and service

Apa saja yang menjadi kendala penegakan hukum terhadap pelaku usaha. tambang timah yang tidak memiliki IUP, IPR, dan IUPK di

Upaya-upaya yang dilakukan guru PKn dalam membina karakter kedisiplinan siswa yaitu dengan memberikan motivasi setiap awal pembelajaran, menegur langsung kepada siswa yang

SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak

Transformator tenaga adalah suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga/daya listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau

dan Stabilitas Atmosfer II-23 Gambar 2.3 Diagram Alir Penelitian III-2 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Diagram Fishbone Penelitian III-3 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Peta Lokasi Pengamatan

Hasil analisis penelitian didapatkan bahwa lebih dari separoh (60,0%) responden dengan tingkat pendidikan rendah, lebih dari separoh (57,1%) responden dengan sikap

KESIMPULAN dari analisa adalah walaupun penggunaan Torque Game Builder sebagai sebuah teknologi baru akan mempermudah pekerjaan dalam merancang sebuah game, namun