DISERTASI. Oleh Fajrinur Syarani NIM: PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
Teks penuh
(2) viii. Promotor. Prof. dr. Menaldi Rasmin, Sp.P (K), FCCP Guru Besar Tetap Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia Jakarta Ko – Promotor. Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS,Sp.FK Guru Besar Tetap Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara Medan. Ko – Promotor. Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An. KIC Guru Besar Tetap Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara Medan. viii.
(3) ix Judul. : Peran Sekretori Imunoglobulin A dan Neutrofil pada Kejadian Early Onset-Ventilator Acquired Pneumonia Berdasarkan Analisis dari Spesimen yang Diambil dengan Kurasan Bronkoalveolar. Nama Mahasiswa. : Fajrinur Syarani. NIM. : 078102004. Program Studi. : S3 Ilmu Kedokteran. Ketua Program Studi (S3). Dekan Fakultas Kedokteran. Ilmu Kedokteran. Prof.DR.dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K). Prof.dr.Gontar A.Siregar, Sp.PD-KGEH. Tanggal Lulus : 16-12-2014. ix.
(4) x Telah diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 16 Desember 2014. PANITIA PENGUJI DISERTASI. Ketua. : Prof. dr. Menaldi Rasmin, Sp.P (K), FCCP. Anggota. : Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS,Sp.FK Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An. KIC Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K) dr. Elisna Syahrudin, PhD, Sp.P (K) Dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc Dr. dr. Nazaruddin Umar, Sp.An. KNA. x.
(5) xi. xi.
(6) xii. xii.
(7) vii UCAPAN TERIMA KASIH. Bismillahirrahmanirrahim Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia Nya, saya dapat melaksanakan pendidikan S-3 Ilmu Kedokteran dan menyelesaikan Disertasi ini dengan judul: “Peran Sekretori Onset-Ventilator. Imunoglobulin A dan Neutrofil pada Kejadian Early Acquired. Pneumonia. Berdasarkan. Analisis. dari. Spesimen yang Diambil dengan Kurasan Bronkoalveolar” Pertama-tama sembah sujud kepada orang tua yang sangat saya cintai, Ayahanda Alm. Syarani Yunus dan Hj Kamsiah yang telah membesarkan, mendidik dan berdoa dengan penuh kasih sayang, mendengar keluhan saya dan selalu memberikan nasehat dan semangat, agar tetap berjuang dijalan yang diridhoi Allah. Untuk Almarhum Ayahanda, ditempatkan ditempat yang terbaik disisi Nya, diampuni segala dosanya. Untuk Ibunda tercinta, selalu sehat jiwa dan raga dan disembuhkan segala penyakitnya, Aamiin. Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Drs. Subhilhar MA, PhD, Rektor sebelumnya Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,M.Sc(CTM), Sp. A(K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp. PD-KGEH, Ketua Program Studi Doktor (S-3) Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), Sekretaris Program Studi S-3, Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K) dan Prof. dr. Luhur Soeroso, Sp.P(K), selaku Ketua Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Kedokteran Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi doktor (S-3) Ilmu Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.. vii.
(8) viii Ucapan terima kasih dan salam hormat saya sampaikan kepada Promotor dan Ko promotor : Prof. dr. Menaldi Rasmin, Sp.P(K), FCCP, Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS,Sp.FK dan Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An, KIC, KAO. Atas kesediaan guru-guru saya meluangkan waktu membimbing, mendorong dan memberikan nasehat dan perbaikkan dengan teliti. Sangat besar manfaat dalam penelitian dan penyempurnaan penulisan disertasi ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan segala rahmat dan berkah, kesehatan dan kesejahteraan kepada guru pembimbing saya. Selanjutnya saya juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada guru-guru tim penguji disertasi ini : Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K), dr. Elisna Syahrudin, PhD, Sp.P(K), Dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc,. Dr. dr. Nazaruddin Umar, Sp.An. KNA, yang telah memberi. penilaian, koreksi dan masukkan selama proses persiapan penelitian hingga penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih dan salam hormat juga saya sampaikan kepada seluruh staf pengajar di lingkungan Program S-3 Kedokteran FK-USU : Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PDKGH,. Alm Prof. dr. Iskandar Zulkarnain Lubis, Sp.A(K), Prof. Dr. dr.. Rozaimah Zain-Hamid, MSc,Sp.FK, Dr. Ir Sumono MS, Drs. Sutarman, M.Si,PhD, Dr. Drs. Ridwan Siregar, M.Lib, dr. Adang Bachtiar, MPH, DSC, Dr. dr. Rosita Juwita Sembiring, Sp.PK(K), dan dr. Gino Tann, Ph.D, Sp.PK(K) atas bimbingan dan diskusi selama saya mengikuti Program Studi S-3. Terima kasih saya ucapkan kepada Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan, Dr. dr. Yusirwan, SpB, SpBA (K), MARS dan para Direktur Utama terdahulu khususnya kepada dr. H. Djamaluddin Sambas, MKes yang telah memberikan izin kepada saya untuk bisa mengikuti pendidikan Program Studi S-3 Kedokteran ini. Kepada Ketua Departemen / SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP. H. Adam Malik Medan, Prof. dr. Luhur Soeroso, Sp.P(K), beserta seluruh staf saya ucapkan terima kasih atas izin, perhatian dan kerjasamanya selama saya mengikuti pendidikan Program Studi S-3 ini.. viii.
(9) ix Terima kasih pula kepada Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU, Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD,Sp.JP(K) dan beserta tim yang telah memberi masukkan dan menyetujui penelitian ini, serta menerbitkan Persetujuan Komisi Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan. Tidak lupa ucapan terima kasih ingin saya sampaikan kepada Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK, seluruh staf dan pegawai sekretariat serta seluruh peserta Program Studi Doktor (S-3) FK-USU Medan baik yang sudah selesai ataupun masih menyelesaikan pendidikan, terima kasih atas kerja sama, dorongan dan hubungan baik yang tercipta selama ini. Terima kasih saya ucapkan kepada Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An, KIC, KAO, yang telah memberikan saya izin untuk melakukan penelitian di ruang Instalasi Perawatan Intensif, terima kasih khusus juga saya ucapkan kepada perawat ruang IPI dewasa dan ruang Pasca-bedah, yang telah membantu dalam pelaksanakan dan penyelesaian penelitian ini dengan penuh rasa tanggung jawab serta tulus ikhlas. Dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Amira Tarigan, M. Ked(P), Sp.P(K), PPDS Pulmonologi dan Respirasi, seluruh peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU yang telah membantu dalam kelancaran penelitian dan pendidikan saya. Ucapan terima kasih disertai ungkapan kasih sayang yang tak terhingga saya sampaikan kepada suamiku Ir. N. Banu Saputro, M.T., anak anak yang kusayangi, Nurul Citta Banu Putri dan Nurul Nabilla Banu Putri, yang telah bersedia mendampingi saya dalam suka dan duka, memberi kesempatan, kepercayaan, dukungan moril dan menjadi pendorong terbesar saya untuk melewati perjalanan panjang dan melelahkan selama mengikuti pendidikan ini. Terima kasih yang sedalam-dalamnya buat Abang, Kakak, Adik serta seluruh keluarga yang selalu memberi semangat, dorongan dan do’a kepada keluarga kami. Akhir kalam, sekali lagi kepada seluruh nama yang tersebut di atas maupun tidak tersebut yang telah banyak membantu saya secara langsung maupun tidak langsung, dari hati nurani yang paling dalam saya haturkan dan penghargaan yang setinggi-tingginya, sungguh saya sangat berhutang budi,. ix.
(10) x hanya Allah Swt yang sanggup dan berkenan memberikan balasan yang terbaik. Aamiin. Insyaallah, disertasi ini dapat memberi sumbangan berharga bagi perkembangan dunia Ilmu Kedokteran serta peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Semoga. Allah SWT senantiasa melindungi kita,. mengangkat kita kepada derajat yang lebih tinggi dengan ilmu, membuka pintu berkah seluas luasnya dan pahala yang tiada henti melalui ilmu yang bermanfaat. Aamiin Ya Robbaal Alaamiin. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.. x.
(11) xi DAFTAR RIWAYAT HIDUP. I.. IDENTITAS 1.. Nama. : Dr. Fajrinur Syarani, M.Ked(Paru),Sp.P(K).. 2.. Tempat / tanggal lahir : Payakumbuh, Sumatera Barat, 31-05-1964. 3.. Agama. : Islam. 4.. NIP. : 19640531199002 2 001. 5.. Pangkat /Golongan. : Pembina / IV D. 6.. Pekerjaan. : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia RSUP.H. Adam Malik Medan. 7.. Jabatan. 8.. Alamat. : Ka Instalasi Rawat Jalan : Komplek Villa Prima Blok B no 41, jl Karya Wisata, Johor, Medan. 9.. Telepon. : 08126042431. 10. E-mail. II.. : [email protected]. KELUARGA 1. Suami. : Ir. N. Banu Syaputro, M.T. 2. Pekerjaan : Staf Pengajar Politeknik Medan 3. Anak. : 1. Nurul Citta Banu Putri, 22 tahun 2. Nurul Nabilla Banu Putri, 12 tahun. III.. PENDIDIKAN 1976. : Lulus SD negeri 1, Minas, Pekanbaru, Riau. 1980. : Lulus SMP negeri 3, Pekanbaru, Riau. 1983. : Lulus SMA negeri 2, Pekanbaru, Riau. 1989. : Lulus Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 1999. : Lulus / mendapatkan Sertifikat Spesialis Paru dari FK- USU. 2010. : Brevet Konsultan bidang Intervensi dan Gawat Darurat Napas. 2012. : Magister (S2) Kesehatan Klinis. 2014. : Kandidat Doktor. xi.
(12) xii IV.. RIWAYAT PEKERJAAN : 1990 – 1995 :. Puskesmas Kebun Lada Kotamadya Binjai, Sumatera Utara. 1990-1999. :. Dokter tetap. RSU Herna. Medan, Sumatera Utara,. Indonesia 1995 – 1999 :. Residen Departemen Ilmu Penyakit Paru dan Respirasi FK-USU. 1999 – 2012 :. Staff divisi intervensi dan gawat napas departemen Penyakit Paru dan respirasi RSP H. Adam Malik Medan. 2012 – 2014 :. Penanggung jawab Pelayanan IGD, RSU H Adam Malik Medan. 2014 -Saat ini :. Kepala Instalasi Rawat Jalan. V. KEGIATAN AKADEMIK 1999 – 2012 : 1. Narasumber dan pelatihan dokter umum, penanggulangan Tb DOTS 2. Membimbing Mahasiswa FKU-USU ( S1 ) 3. Memimpin jurnal gawat napas untuk residen Pulmonologi 4. Membimbing residen dalam bidang diagnostik dan terapeutik invasif (Bronkoskopi, bronchial toilet, BAL di ICU), Gawat Darurat Napas. dan. Perawatan Intensif 5. Membimbing penelitian Peserta Program Dokter Spesialis Paru 6. Membimbing Peserta Program Dokter Spesialis Paru dalam diskusi kasus/laporan kasus ruangan. 7. Membimbing Peserta Program Dokter Spesialis Paru dalam diskusi pasien paru yang dirawat di ICU setiap hari. 8. Menguji Peserta Program Dokter Spesialis Paru dalam ujian post test setelah selesai stase rawat intensif. 9. Menguji post test mahasisiwa S1 pada akhir stase. 10. Fasilitator dalam tutorial mahasiswa S1 11. Fasilitator skill lab mahasiswa S1. 12. Membimbing bedside teaching mahasiswa S1 di ICU tentang kasus-kasus paru.. xii.
(13) xiii VI.. PUBLIKASI MAKALAH. 1.. Fajrinur Syarani, Irma Tabrani : Kistik Fibrosis dengan metastase penyakit ke otak. Majalah paru, 2003. 2.. RS Parhusip, Fajrinur Syarani, Irma Tabrani : Ventilator-Associated Pneumonia (VAP), majalah paru. 2003. 3.. Fajrinur Syarani, Rudi Irawan : perawatan pasien emboli paru setelah operasi patah tulang pelvik. 2005. 4.. RS Parhusip, Fajrinur Syarani, Siti Nurcahyati : ARDS dan Sepsis. 2002. 5.. Fajrinur. Syarani,. Refi. Sulistiani. :. Gagal. napas. pada. kasus. Pneumothoraks dan Pneumonia. 2008 6.. The role of secretory Immunoglobulin A in the events early onsetVentilator Acquired Pneumonia and ARDS based on analysis of specimens take that in the bronchoalveolar lavage. 7.. Role of neutrophils in event early onset- ventilator acquired neumonia based analysis of specimens from bronchoalveolar lavage. 8.. The Role of Secretory Immunoglobulin A and Neutrophils Events on Eearly Onset-Ventilator Acquired Pneumonia Based on Analysis of Specimens Taken by Bronchoalveolar Lavage. 9.. The role of secretory Immunoglobulin A, neutrophils and phatogen in the event early onset-Ventilator Acquired Pneumonia based analysis of specimen take that in bronchoalveolar lavage. VII. PRESENTASI MAKALAH TENTANG GAWAT NAPAS :. 1.. Fajrinur Syarani : Perspectives of SIRS and sepsis in respiratory infections. RESPINA 2006.. 2.. Fajrinur Syarani : oxygen therapy for all : who,when and how RESPINA 2007. 3.. Mercy 2010. 4.. Mercy 2011. 5.. AB Medan Forum tentang Managemen VAP. 6.. Sepsis due severe pneumonia. xiii.
(14) xiv VIII.. MENJADI NARASUMBER, INSTRUKTUR PADA PELATIHAN DAN WORKSHOP. 1.. Fasilitator dan narasumber. pada sejumlah latihan penanganan TB. WHO untuk dokter Puskesmas, praktek Swasta dari tahun 2000-2004 tingkat propinsi dan nasional. 2.. Instruktur dan narasumber pada workshop Oxygen therapy. MERCY 2010 Medan.. 3.. Instruktur dan narasumber. pada workshop Oxygen therapy,. manajemen pasien paru di ICU, MERCY 2011- Medan.. IX.. 4.. Instruktur dan narasumber Pelatihan Perawat ICU : 2009 - 2015. 5.. Instruktur dan narasumber GELS 2009-2015. 6.. Instruktur dan narasumber PPGDT 2009-2015. 7.. Narasumber Pelatihan Basic Pulmonology Life Support (BPLS), 2015. 8.. Narasumber Roadshow dan simposium, COPD up date, 2015. 9.. Narasumber Cardio Respiratory Emergencies, FK-UISU,2013. KEGIATAN PELAYANAN KLINIS. 1.. Melakukan pemeriksaan bronkoskopi dari tahun 2004-2015. 2.. Melakukan Bronkhial toilet diagnostik dan terapeutik dari tahun 20052015 di ICU dewasa, ICU pascabedah RSU Adam Malik. 3.. Penanggung jawab pelayanan medis pasien di HDU. 4.. Penanggung jawab pelayanan medis pasien IGD RS Adam Malik 2012-2014. 5.. Tim koordinasi pelayanan medis pasien di IGD 2012-2014. 6.. Ka Instalasi Rawat Jalan, bertanggung jawab dan berkoordinasi dengan semua SMF untuk akreditasi pelayanan dan pendidikan sesuai KARS dan JCI. 7.. Tim akreditasi pada pokja APK (ACC). xiv.
(15) xv X.. WORSHOP DAN PELATIHAN YANG PERNAH DI IKUTI. 1.. Bronkhoskopi, thorakoskopi di Singapora General Hospital sebanyak 3 kali. 2.. Ventilator dan EBM pada PERDICI di Jakarta 4 kali. 3.. Therapi Oksigen di jakarta. 4.. TOT 2x dari WHO untuk DOT TB dan MDR TB,di Jakarta dan Solo. 5.. TOT 2x Nutrisi terapi di Medan. 6.. Management Dificult Airway di jakarta. 7.. Bronkhoskopi Ultrathin di jakarta. 8.. Fluorobronkoskopi di jakarta. 9.. Workshop Intervensi Pulmonary di Jaipur India 2012.. 10. Workshop COPD dan asma di Jakarta 2012. 11. Pelatihan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP), 2013 12. Pelatihan cara uji klinis yang baik (Good Clinical Practice), 2014 13. Pelatihan Malaysia Intervensional Pulmonology Course, 2012 14. Pelatihan Service Excellent, RSUP. Adam Malik Medan, 2012. XI.. ORGANSIASI PROFESI (SOCIETY). 1989-2014 :. Member of Indonesian Medical Association ( IDI ). 1999-2014 :. Member of Indonesian Association of Pulmonologist. 2004-2010 :. Anggota Dewan Majalah Respirasi PDPI pusat, Jakarta.. 2013. Wakil Ketua PDPI cabang Medan. :. 2014-2015 :. XII.. Member of ATS (American Thoracic Society). PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT dan PIAGAM PENGHARGAAN : 1.. Penyuluhan kesehatan paru dan rokok, di Radio Delta secara reguler setiap 2 minggu sekali. 2.. Penyuluhan kesehatan paru dan penyakit paru, di Radio Sikamoni reguler setiap 2 minggu sekali. 3.. Penyuluhan kesehatan paru dan penyakit paru, didalam acara kesehatan kita di TV Deli. xv.
(16) xvi 4.. Penyuluhan kesehatan paru dan penyakit paru, didalam acara kesehatan kita, di TV RI. 5.. Tim Kesehatan Haji TKHI, 2006.. 6.. Piagam Penghargaan Satya Lencana Karya Satya, 20 tahun, 2014. XIII. KEGIATAN, WORKSHOP DAN SEMINAR LAINNYA. TANGGAL. W/S. JUDUL KEGIATAN. PENYELENGGARA. 25/26-2-15. w. Basic Life Support. Critical Departemen. Pulmonology 2015. dan. Pulmonologi. Respirasi. FK-USU,. Medan 25/26-4-15. 11-4-15. w/s. w/s. Empowering multi disciplinary Tim kerja paru RS Kanker management in Lung Cancer. Dharmais, Jakarta. Seminar ISTC for TB. Dinas Kesehatan Tk1 Prop SUMUT, Medan. 11/14-11-. w/s. APSR. APSR. 14 4/6-7-13. Committee,. Bali,. Indonesia w/s. The International Symposium on PERDICI Critical Care and Emergency Medicine. 18-5-13. w/s. Up. date. on. treatment. advances of. in Gleneagles Singapura. common. cardiovascular and respiratory diseases 13/16-6-12. s. International. Conggress. on APSR,Bangkok. Infectious Diss 19/22-1-12. w/s. APSR. on. Bronchoscopy. Interventional. & APCB, Fortis Hospital, Jaipur. Pulmonology India. APCB cum Broncocon 1/5-9-12. s. European Respiratory Society ERS, Vienna Austria Annual Conggress (ERS). 3/6-11-11. s. APSR. Shanghai, China. 7-4-13. s. Lung Cancer. PDPI, Jakarta. 11/12-10-. s. International. 13. respiratory. Meeting Care. xvi. on Respina Committee, Jakarta. Indonesia.
(17) xvii (RESPINA) 23/24-3-13. s. Asean RTI Forum. Ho Chi Minh, Vietnam. 13/16-2-14. s. Pertemuan Ilmiah Pulmonologi Departemen Pulmonologi & dan Ilmu kedokteran Respirasi Respirasi FK-USU (PIPKRA). 5-8-10. s. The. Tuberculosis. Scientific PDPI Medan. Symposium 29/30-11-. w. Annual Pathobiology Course. w. International. FK-Prima, Medan. 13 19/20-9-14. Standard. for PDPI, Medan. tuberculosis Care 6/10-9-14. s. ERS. ERS, Munich, Jerman. 10-11-12. s. Lung Cancer Up Date. MTM Hospital, Medan. 11/14-11-. s. APSR. APSR. 14 5/8-7-06. Committee,. Yokohama, jepang w/s. Pertemuan Ilmiah Perhimpunan PDPI Dokter Paru Indonesia. 19/22-5-06. w. Penggunaan AB secara Bijak FK-UNAIR/RSUP. Sutomo,. dalam Rangka Penanggulangan AMRIN study, Surabaya Pengendalian Resisten AB 15/16-9-06. w. Terapi Oxygen, RESPINA. xvii. Respina, Jakarta.
(18) xviii SUMMARY. Cohort,. prospective. observation. alanalytic. study. has. been. conducted to observe the role ofs-IgA and neutrophils of lower respiratory tract, toward the incidence of early onset-Ventilator Acquired Pneumonia (VAP). The specimen (lower respiratory tract fluid) was obtained by performing the techniques Broncho-Alveolar Lavage (BAL) procedures bronchoscopy, in patients using mechanical ventilators > 48 hours, at Intensive Care Unit of H. Adam Malik General hospital,Medan. Observation also taking into account other factors such as the Simplified Acute Physiology Score(SAPS) and pathogens from the lower respiratory tract, in compliance with the inclusion and exclusion criteria. At the third day using mechanical ventilator, in early-onset VAP patients (VAP(+), showed increasing of s-IgA level significantly. As an antiinflammatory, s-IgA can reduce the number of neutrophils as proinflammatory, but the kind of pathogens play an important role in stimulating or destroying s-IgA. Availability of MRSA pathogens, can decrease s-IgA level from the baseline. While, at the same time (third day using mechanical ventilator),the percentage of neutrophils increased not significantly and was controlled, in the VAP () patients. However, in group of early-onset VAP patients (VAP (+), percentage of neutrophils increase significantly. Neutrophils play an important role in the incidence and deterioration of VAP. SAPS also consider influence in the incidence of VAP, but SAPS do not influence the level of s-IgA. However, together with neutrophils, SAPS give contribution to the incidence of early-onset VAP. The four highest pathogens in patients using mechanical ventilator in this study are Acinetobacter baumanii, MRSA, Klebsiella pneumoniae and Pseudomonas aeruginosa.The kind of pathogens influence the incidence of VAP and A. Baumannii as the highest number of pathogen isolations, contribute to the incidence of VAP significantly. In addition, sIgA levels were influenced by certain pathogens, while neutrophils give xviii.
(19) xix same response to different pathogens, and all kinds of pathogens can increase percentage of neutrophils significantly. The data from this study can be concluded that the s-IgA and neutrophils are cooperating local immunity, but certain pathogens capable of destroying the s-IgA and have different responses to the types of pathogens. While neutrophils increased in all types of pathogens, but do not respond differently to different types of pathogens and participate worsen the incidence of VAP (+). SAPS scores do not affect the s-IgA, but together with neutrophils contribute to the incidence of early onset VAP. The data in this study can be used as a reference : s-IgA, neutrophils and pathogens of lower respiratory tract with performing bronchoscopy procedure by using BAL technique, as the basic data of patients with mechanical ventilator the first day and the third day on VAP () and early onset VAP (+). The data can be used as a reference regarding the correlation between these variables, and conduct further research to increase levels of s-IgA lower respiratory tract, such as nutrition and vaccinations to improve lung health. While the value of the percentage of neutrophils in this study could be used for further research on the development of suppressive therapy neutrophils worsening incidence of VAP.. xix.
(20) xx RINGKASAN Telah dilakukan penelitian observasional analitik (kohort prospektif), yang bertujuan mengamati peran s-IgA dan neutrofil cairan saluran napas bawah, terhadap kejadian early onset-Ventilator Acquired Pneumonia (VAP awitan dini). Spesimen (cairan saluran napas bawah), diambil dengan prosedur Broncho-Alveolar Lavage (BAL), pada pasien yang dirawat dengan menggunakan ventilator mekanik > 48 jam, di ruang Instalasi Perawatan Intensif (IPI), RSUP H. Adam Malik Medan. Pengamatan ini dilakukandengan turut mempertimbangkan faktor lain seperti skor Simplified Acute Physiology Score (SAPS) dan jenis patogen dari saluran napas bawah,sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kadar s-IgA yang bermakna pada pasien yang mengalami VAP awitan dini (VAP (+), setelah hari ketiga menggunakan ventilator mekanik. Sebagai antiinflamasi, s-IgA mampu menekan jumlah neutrofil sebagai pro-nflamasi. Namun jenis patogen berperan penting dalam menstimulasi atau menghancurkan s-IgA. Keberadaan patogen MRSA, dapat menurunkan kadar s-IgA dari nilai dasarnya. Pada saat yang sama (hari ketiga menggunakan ventilator mekanik), di kelompok VAP (), didapati peningkatan persentase neutrofil yang tidak bermakna dan terkontrol. Namun di kelompok VAP (+), didapati peningkatan bermakna dari persentase neutrofil. Neutrofil berperan penting terhadap kejadian dan perburukan VAP. Skor SAPS juga sangat berperan pada kejadian VAP,tetapi skorSAPS tidak mempengaruhi kadar s-IgA. Namun bersama-sama dengan neutrofil, skor SAPS berperan terhadap kejadian VAP awitan dini.. Urutan empat terbanyak jenis patogen yang ditemukan pada subyek yang menggunakan ventilator mekanik pada penelitian ini adalah Acinetobacter baumanii, MRSA, Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa. Jenis patogen berpengaruh terhadap kejadian VAP, dan xx.
(21) xxi Acinetobacterbaumanii dengan jumlah isolasi patogen yang terbanyak, mempunyai peran yang bermakna terhadap kejadian VAP. Selain itu, kadar s-IgA secara bermakna dipengaruhi oleh jenis patogen tertentu, sedangkan persentase neutrofil meningkat secara bermakna untuk semua jenis patogen, dan peningkatan ini tidak berbeda bermakna di antara jenis patogen yang berbeda. Dari data penelitian ini dapat disimpulkan bahwa S-IgA dan Neutrofil merupakan imunitas lokal yang bekerjasama, namun patogen tertentu mampu menghancurkan s-IgA dan mempunyai respon yang berbeda terhadap jenis patogen. Sedangkan neutrofil meningkat pada semua jenis patogen, tetapi tidak memberikan respon berbeda terhadap jenis patogen yang berbeda dan berperan serta memperburuk kondisi kejadian VAP. skor SAPS tidak mempengaruhi s-IgA, namun bersama-sama dengan neutrofil berperan terhadap kejadian VAP awitan dini. Data pada penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan, yaitu: s-IgA, neutrofil dan jenis patogen dari saluran napas bawah dengan prosedur BAL, sebagai data dasar pasien dengan ventilator mekanik hari pertama,dan hari ketiga pada VAP(-) dan VAP (+) awitan dini. Serta dapat dipakai sebagai acuan mengenai hubungan korelasi antar variabel tersebut, dan melakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kadar s-IgA saluran napas bawah, seperti nutrisi dan vaksinasi untuk meningkatkan kesehatan paru. Sedangkan nilai persentasi Neutrofil pada penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut pengembangan terapi supresi neutrofil pada kejadian perburukan VAP.. xxi.
(22) xxii ABSTRACT Background: The active metabolite of vitamin D leads to activation of macrophage and restricts the growth of M. tuberculosis. The effect of vitamin D is achieved by binding to Vitamin D Receptor and may be influenced by polymorphisms in VDR gene. Aim: to explore the role of FokI and BsmI polymorphisms VDR gene in susceptibility to pulmonary tuberculosis (PTB) in Indonesian Batak ethnic population. Methods: matched case-control study with 76 PTB patients and 76 healthy normal control. Genetic polymorphisms of Vitamin D Receptor (VDR) gene were analysed using PCR-RFLP. Results: The frequencies of FokI genotypes were FF 35.5%, Ff 55.3%, ff 9.2% for PTB patients and FF 39.5%, Ff 44.7% and ff 15.8% for normal control. The BsmI genotypes frequencies were BB 0%, Bb 68.4%, bb 31.6% for TB patients and BB 2.6%, Bb 23.7% and bb 73.7% for control. There was no significant association between FokI genotype and PTB (OR 1.39, 95% CI: 0.70 - 2.77 for Ff genotype and OR 0.65, 95% CI: 0.22 1.86 for ff genotype). There was a significant association between bb genotype BsmI polymorphism and PTB; bb genotype was associated with a decreased risk to PTB (OR 0.22, 95% CI: 0.11 - 0.45). After adjusting for smoking and alcohol cunsuming habit, the adjusted ORs were 0.79, 95% CI: 0.29 - 2.11 for Ff genotype and adjusted OR 0.53, 95% CI: 0.14 - 2.06 for ff genotype and OR 0.31, 95% CI: 0.13 - 0.73 for bb genotype. Conclusions: In Indonesian Batak ethnic population, there was no association between FokI polymorphism of VDR gene with host susceptibility to PTB. For BsmI polymorphism of VDR gene, bb genotype was significant associated with a decreased risk to PTB Key words: pulmonary tuberculosis, polymorphisms, Vitamin D Receptor gene, Batak, Indonesia.. xxii.
(23) xxiii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM.…………………………………………………….... i. LEMBAR PRASYARAT GELAR………………………………………. ii. LEMBAR PROMOTOR DAN KOPROMOTOR……………………... iii. LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………….. iv. LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………... v. LEMBAR PENGUJI…………………………………………………….. vi. UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………... vii. DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………... ix. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………. xiv. RINGKASAN…………………………………………………………….. xv. SUMMARY………………………………………………………………. xvi. ABSTRAK……………………………………………………………….. xvii. ABSTRACT……………………………………………………………... xix. DAFTAR ISI ................................................................................... xx. DAFTAR TABEL ............................................................................ xxii. DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xxiii. DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………. xxiv. BAB I. BAB II. PENDAHULUAN .............................................................. 1. 1.1. Latar Belakang .......................................................... 1. 1.2. Rumusan Masalah .................................................... 8. 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................... 9. 1.4. Manfaat Penelitian .................................................... 10. 1.5. Orisinalitas ................................................................ 11. 1.6. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) ......... 12. 1.7. Rencana Publikasi……………………………………... 13. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 14. 2.1.. 14. Kerangka Teori ...................................................... xxiii.
(24) xxiv 2.2.. Hipotesis ................................................................ 15. 2.2.1. Hipotesis mayor ....................................... 15. 2.2.2. Hipotesis minor ........................................ 15. Kerangka Konsep .................................................. 16. METODE PENELITIAN .................................................. 17. 3.1. Desain Penelitian ................................................... 17. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian................................ 17. 3.3. Populasi dan Sampel ( subjek) .............................. 18. 3.3.1. Populasi……………………………………….. 18. 3.3.2. Subyek………………………………………... 18. 2.3.. BAB III. 3.4. Perkiraan Besar Sampel dan Teknik. BAB IV. Pengambilan Sampel............................................ 19. 3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ..................................... 21. 3.5.1. Inklusi…………………………………………. 21. 3.5.2. Eksklusi………………………………………. 22. 3.6. Variabel dan Definisi Operasional ......................... 22. 3.7. Perlengkapan Kerja Penelitian dan BAL ................ 25. 3.8. Alur Penelitian ...................................................... 34. 3.9. Validitas dan Analisis Data .................................... 35. 3.9.1. Validitas……………………………………….. 35. 3.9.2. Analisis data…………………………………. 35. 3.10. Etika Penelitian ...................................................... 36. 3.10.1. Persetujuan / Informed consent............... 36. 3.10.2. Komisi etik penelitian kesehatan (KPEK). 36. HASIL PENELITIAN ....................................................... 38. 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian .............................. 40. 4.2. Hasil pemeriksaan S-IgA ....................................... 44. 4.3. Hasil Pemeriksaan Neutrofil ................................. 46. 4.4. Hasil Pemeriksaan skor SAPS…………………...... 48. 4.5. Hasil Biakkan Patogen.......................................... 49. xxiv.
(25) xxv. BAB V. 4.6. Hubungan antara Variabel ..................................... 50. 4.7. Analisis Regresi Logistik ........................................ 54. PEMBAHASAN .............................................................. 56. 5.1. Desain Penelitian ................................................... 56. 5.2. Karakteristik Subyek Penelitian ............................. 58. 5.3. Metode Diagnosis .................................................. 60. 5.4. Sekretori IgA dari Saluran Napas Bawah .............. 61. 5.5. Neutrofil dari Saluran Napas Bawah ..................... 64. 5.6. Pengaruh skor SAPS terhadap kadar s-IgA dan Neutrofil pada. kejadian VAP awitan dini...... 66. 5.7. Pengaruh Jenis Patogen terhadap kadar s-IgA. BAB VI. dan Neutrofil pada kejadian VAP awitan dini ......... 67. SIMPULAN DAN SARAN ............................................... 70. 6.1. Simpulan................................................................ 70. 6.2. Saran .................................................................... 71. DAFTAR PUSTAKA. 72. xxv.
(26) xxvi DAFTAR TABEL. No.. Tabel 3.1. Judul. Halaman. Definisi Operasional Variabel dan Indikator Penelitian......... 23. Tabel 4.1. Gambaran umum kelompok subyek...................................... 40 Tabel 4.2. Diagnosis Subyek, menggunakan ventilator mekanik.......... 22 Tabel 4.3. Hasil Penilaian skor CPIS pada semua subyek pada hari 1 dan Hari ke 3 kelompok (VAP-) dan kelompok (VAP+) .… 43 Tabel 4.4. Hasil pemeriksaan s-IgA BAL pada semua subjek pada hari 1 dan Hari ke 3 kelompok (VAP-) dan kelompok (VAP+) ……………........................................................................... 44 Tabel 4.5. Pemeriksaan Neutrofil (%) pada semua subyek pada hari 1 dan Hari ke 3 kelompok VAP(-) dan kelompok VAP (+) .............................................................................................. 46 Tabel 4.6.. Penilaian skor SAPS (pts) pada semua subyek pada hari 1 dan Hari ke 3 kelompok VAP(-) dan kelompok VAP (+) .............................................................................................. 48. Tabel 4.7. Jenis Patogen dari Saluran Napas Bawah pada Pasien yang Menggunakan Ventilator mekanik > 48 jam......................……………............................................... 49 Tabel 4.8.. Hubungan variabel CPIS dengan variabel lainnya pada hari ketiga..............................…………………........... 50. Tabel 4.9.. Hubungan antara S-IgA dan Neutrofil……………………. 50. Tabel 4.10. Hubungan Umur dengan S-IgA dan Neutrofil pada Hari ke-3............................................................ Tabel 4.11. Respon S-IgA dan Neutrofil terhadap jenis Patogen...…. 51 52. Tabel 4.12. Respon S-IgA dan Neutrofil terhadap jenis Patogen dari Saluran Napas Bawah Berdasarkan Jeni Gram................ 52. Tabel 4.13. Hubungan S-IgA dengan Variabel lainnya pada Hari Ketiga ...........................................................….. xxvi. 53.
(27) xxvii Tabel 4.14. Hasil Uji Kruskal-Wallis Pengaruh Variabel Jenis Patogen terhadap Variabel lain pada Hari Ketiga……………. 53. Tabel 4.15. Hasil Uji Chi-Square Variabel jenis Patogen berdasarkan Gram terhadap Variabel lainnya pada Hari Ketiga…….... 53. Tabel 4.16. Hasil analisis regresi variabel s-IgA dan neutrofil terhadap variabel VAP………………………………... 54. Tabel 4.17. Hasil analisis regresi seluruh variabel independen terhadap variabel VAP………………. .......................... xxvii. 55.
(28) xxviii DAFTAR GAMBAR. No.. Judul. Halaman. Gambar 2.1 Kerangka Teori……………………………………….. 14. Gambar 2.2. Kerangka Konsep…………………………………..... 16. xxviii.
(29) xxix DAFTAR SINGKATAN. ALI. : Acute Lung Injury. APC. : Antigen-Presenting Cell. ARDS. : Acute Respiratory Distress Syndrome. ATS. : American Thoracic Society. AUC. : Area Under The Receiver Operating Characteristic Curve. BAL. : Bronchoalveolar Lavage. BALT. : Bronchus-Associated Lymphoid Tissue. Calc-1. : Calcitonin-1. CONJ. : Conjugate. CPIS Scores. : Clinical Pulmonary Infection Score. CRP. : C-Reactive Protein. CTRL. : Control. DC. : Dendritic Cell. ELISA. : Enzyme-Linked-Immuno-Sorbent-Assay. ETT. : Endotracheal Tube. HAP. : Hospital Acquired Pneumonia. HBSS. : Hank’s Balanced Salt Solution. HCAP. : Health Care Acquired Pneumonia. ICU. : Intensive Care Unit. IPI. : Instalansi Perawatan Intensif. IL-6. : Interleukin-6. LALT. : Larynx-Associated Lymphoid Tissue. LPS. : Lipopolysaccharida. MAdCAM-1. : Mucosal Addressin Cell Adhesion Molecule-1. MALT. : Mucosa-Assosiated Lymphoid Ttisssue. MDR. : Multi Drug Resistence. NALT. : Nose-Associated Lymphoid Tissue. NK. : Natural Killer. xxix.
(30) xxx PCR. : Polymerase Chain Reaction. PMN. : Polimorfonuclear. PSB. : Protected Specimen Brush. S-IgA. : Secretory Immunogblobulin A. SAPS Scores. : Simplified Acute Physiology Scores. SAS. : Sample Application System. STD. : Standard. sTREM-1. :. soluble Triggering Receptor Expressed On Myeloid Cells-1. TLR. : Toll-Like Reseptor. TMB. : Tetramethyl-Benzidine. VAP. : Ventilator Acquired Pneumonia. xxx.
(31) xviii SUMMARY. Cohort,. prospective. observation. alanalytic. study. has. been. conducted to observe the role ofs-IgA and neutrophils of lower respiratory tract, toward the incidence of early onset-Ventilator Acquired Pneumonia (VAP). The specimen (lower respiratory tract fluid) was obtained by performing the techniques Broncho-Alveolar Lavage (BAL) procedures bronchoscopy, in patients using mechanical ventilators > 48 hours, at Intensive Care Unit of H. Adam Malik General hospital,Medan. Observation also taking into account other factors such as the Simplified Acute Physiology Score(SAPS) and pathogens from the lower respiratory tract, in compliance with the inclusion and exclusion criteria. At the third day using mechanical ventilator, in early-onset VAP patients (VAP(+), showed increasing of s-IgA level significantly. As an antiinflammatory, s-IgA can reduce the number of neutrophils as proinflammatory, but the kind of pathogens play an important role in stimulating or destroying s-IgA. Availability of MRSA pathogens, can decrease s-IgA level from the baseline. While, at the same time (third day using mechanical ventilator),the percentage of neutrophils increased not significantly and was controlled, in the VAP () patients. However, in group of early-onset VAP patients (VAP (+), percentage of neutrophils increase significantly. Neutrophils play an important role in the incidence and deterioration of VAP. SAPS also consider influence in the incidence of VAP, but SAPS do not influence the level of s-IgA. However, together with neutrophils, SAPS give contribution to the incidence of early-onset VAP. The four highest pathogens in patients using mechanical ventilator in this study are Acinetobacter baumanii, MRSA, Klebsiella pneumoniae and Pseudomonas aeruginosa.The kind of pathogens influence the incidence of VAP and A. Baumannii as the highest number of pathogen isolations, contribute to the incidence of VAP significantly. In addition, sIgA levels were influenced by certain pathogens, while neutrophils give xviii.
(32) xix same response to different pathogens, and all kinds of pathogens can increase percentage of neutrophils significantly. The data from this study can be concluded that the s-IgA and neutrophils are cooperating local immunity, but certain pathogens capable of destroying the s-IgA and have different responses to the types of pathogens. While neutrophils increased in all types of pathogens, but do not respond differently to different types of pathogens and participate worsen the incidence of VAP (+). SAPS scores do not affect the s-IgA, but together with neutrophils contribute to the incidence of early onset VAP. The data in this study can be used as a reference : s-IgA, neutrophils and pathogens of lower respiratory tract with performing bronchoscopy procedure by using BAL technique, as the basic data of patients with mechanical ventilator the first day and the third day on VAP () and early onset VAP (+). The data can be used as a reference regarding the correlation between these variables, and conduct further research to increase levels of s-IgA lower respiratory tract, such as nutrition and vaccinations to improve lung health. While the value of the percentage of neutrophils in this study could be used for further research on the development of suppressive therapy neutrophils worsening incidence of VAP.. xix.
(33) xx RINGKASAN Telah dilakukan penelitian observasional analitik (kohort prospektif), yang bertujuan mengamati peran s-IgA dan neutrofil cairan saluran napas bawah, terhadap kejadian early onset-Ventilator Acquired Pneumonia (VAP awitan dini). Spesimen (cairan saluran napas bawah), diambil dengan prosedur Broncho-Alveolar Lavage (BAL), pada pasien yang dirawat dengan menggunakan ventilator mekanik > 48 jam, di ruang Instalasi Perawatan Intensif (IPI), RSUP H. Adam Malik Medan. Pengamatan ini dilakukandengan turut mempertimbangkan faktor lain seperti skor Simplified Acute Physiology Score (SAPS) dan jenis patogen dari saluran napas bawah,sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kadar s-IgA yang bermakna pada pasien yang mengalami VAP awitan dini (VAP (+), setelah hari ketiga menggunakan ventilator mekanik. Sebagai antiinflamasi, s-IgA mampu menekan jumlah neutrofil sebagai pro-nflamasi. Namun jenis patogen berperan penting dalam menstimulasi atau menghancurkan s-IgA. Keberadaan patogen MRSA, dapat menurunkan kadar s-IgA dari nilai dasarnya. Pada saat yang sama (hari ketiga menggunakan ventilator mekanik), di kelompok VAP (), didapati peningkatan persentase neutrofil yang tidak bermakna dan terkontrol. Namun di kelompok VAP (+), didapati peningkatan bermakna dari persentase neutrofil. Neutrofil berperan penting terhadap kejadian dan perburukan VAP. Skor SAPS juga sangat berperan pada kejadian VAP,tetapi skorSAPS tidak mempengaruhi kadar s-IgA. Namun bersama-sama dengan neutrofil, skor SAPS berperan terhadap kejadian VAP awitan dini.. Urutan empat terbanyak jenis patogen yang ditemukan pada subyek yang menggunakan ventilator mekanik pada penelitian ini adalah Acinetobacter baumanii, MRSA, Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa. Jenis patogen berpengaruh terhadap kejadian VAP, dan xx.
(34) xxi Acinetobacterbaumanii dengan jumlah isolasi patogen yang terbanyak, mempunyai peran yang bermakna terhadap kejadian VAP. Selain itu, kadar s-IgA secara bermakna dipengaruhi oleh jenis patogen tertentu, sedangkan persentase neutrofil meningkat secara bermakna untuk semua jenis patogen, dan peningkatan ini tidak berbeda bermakna di antara jenis patogen yang berbeda. Dari data penelitian ini dapat disimpulkan bahwa S-IgA dan Neutrofil merupakan imunitas lokal yang bekerjasama, namun patogen tertentu mampu menghancurkan s-IgA dan mempunyai respon yang berbeda terhadap jenis patogen. Sedangkan neutrofil meningkat pada semua jenis patogen, tetapi tidak memberikan respon berbeda terhadap jenis patogen yang berbeda dan berperan serta memperburuk kondisi kejadian VAP. skor SAPS tidak mempengaruhi s-IgA, namun bersama-sama dengan neutrofil berperan terhadap kejadian VAP awitan dini. Data pada penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan, yaitu: s-IgA, neutrofil dan jenis patogen dari saluran napas bawah dengan prosedur BAL, sebagai data dasar pasien dengan ventilator mekanik hari pertama,dan hari ketiga pada VAP(-) dan VAP (+) awitan dini. Serta dapat dipakai sebagai acuan mengenai hubungan korelasi antar variabel tersebut, dan melakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kadar s-IgA saluran napas bawah, seperti nutrisi dan vaksinasi untuk meningkatkan kesehatan paru. Sedangkan nilai persentasi Neutrofil pada penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut pengembangan terapi supresi neutrofil pada kejadian perburukan VAP.. xxi.
(35) xxii ABSTRACT Background: The active metabolite of vitamin D leads to activation of macrophage and restricts the growth of M. tuberculosis. The effect of vitamin D is achieved by binding to Vitamin D Receptor and may be influenced by polymorphisms in VDR gene. Aim: to explore the role of FokI and BsmI polymorphisms VDR gene in susceptibility to pulmonary tuberculosis (PTB) in Indonesian Batak ethnic population. Methods: matched case-control study with 76 PTB patients and 76 healthy normal control. Genetic polymorphisms of Vitamin D Receptor (VDR) gene were analysed using PCR-RFLP. Results: The frequencies of FokI genotypes were FF 35.5%, Ff 55.3%, ff 9.2% for PTB patients and FF 39.5%, Ff 44.7% and ff 15.8% for normal control. The BsmI genotypes frequencies were BB 0%, Bb 68.4%, bb 31.6% for TB patients and BB 2.6%, Bb 23.7% and bb 73.7% for control. There was no significant association between FokI genotype and PTB (OR 1.39, 95% CI: 0.70 - 2.77 for Ff genotype and OR 0.65, 95% CI: 0.22 1.86 for ff genotype). There was a significant association between bb genotype BsmI polymorphism and PTB; bb genotype was associated with a decreased risk to PTB (OR 0.22, 95% CI: 0.11 - 0.45). After adjusting for smoking and alcohol cunsuming habit, the adjusted ORs were 0.79, 95% CI: 0.29 - 2.11 for Ff genotype and adjusted OR 0.53, 95% CI: 0.14 - 2.06 for ff genotype and OR 0.31, 95% CI: 0.13 - 0.73 for bb genotype. Conclusions: In Indonesian Batak ethnic population, there was no association between FokI polymorphism of VDR gene with host susceptibility to PTB. For BsmI polymorphism of VDR gene, bb genotype was significant associated with a decreased risk to PTB Key words: pulmonary tuberculosis, polymorphisms, Vitamin D Receptor gene, Batak, Indonesia.. xxii.
(36) 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Hospital Acquired Pneumonia (HAP), adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit setelah mendapat perawatan lebih dari 48 jam, yang sebelumnya tidak ada. Kondisi ini merupakan infeksi nosokomial yang perlu mendapat perhatian, karena berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas, mortalitas, lama rawatan dan biaya perawatan di rumah sakit. Insiden HAP mencapai 5-15 kasus per 1000 pasien rawat inap dan angka mortalitasnya mencapai 20-50% (Ranes, 2005; Augustyn, 2007; Tejerina, 2009). Insiden HAP juga menjadi 6-20 kali lebih tinggi pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik di Instalansi Perawatan Intensif (IPI), yang disebut Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) (Vincent, 2007; Timsit, 2011). Ventilator. Acquired. Pneumonia. (VAP). adalah. pneumonia. yang terjadi pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik setelah > 48 jam. Bila pneumonia terjadi > 48 jam (2 hari), disebut VAP awitan dini (early. onset-VAP), dan bila pneumonia terjadi > 120 jam (5 hari), disebut. VAP awitan lambat (late onset-VAP). Kondisi ini juga mempunyai kaitan yang erat dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, serta menambah lama rawatan (Ibrahim, 2000; Rea-Neto, 2008). Khusus untuk negara-negara Asia, Chawla, 2008, telah melakukan survei terhadap epidemiologi, diagnosis dan penatalaksanaan HAP dan VAP di 10 negara (China, Hong Kong, India, Malaysia, Pakistan, Philipina, Singapore, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand). Insidens HAP dan VAP di negara Asia lebih tinggi dibanding di negara barat. Kondisi ini menyebabkan penambahan lama rawatan dan biaya rawat inap, dengan mortalitas sebesar 33-50%, bahkan dapat mencapai 70%. Khusus untuk VAP, insiden dan prevalennya di negara Asia mencapai 3,5-46/1000 pasien per harinya. Di Malaysia, infeksi nosokomial mencapai 14% dari jumlah rawatan dan 21% daripadanya adalah HAP (Chung, 2011); di Thailand, insidens VAP di ruang rawat IPI dewasa, mencapai angka 1.
(37) 2 10,8/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari, dan di IPI neonati: 70,3/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari (Chawla, 2008). Di India, insidens VAP mencapai 46/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari, dengan rincian 33% VAP awitan cepat (di bawah 96 jam), dan 67% VAP awitan lambat (di atas 96 jam) (Chawla, 2008). Di Korea Selatan, insidens VAP 3,5-7,1/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari; di Hongkong 10,6/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari. Di Cina, insidens VAP 40,2%, pada pasien dengan ventilator mekanik (Song, 2008). Beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa angka mortalitas pasien VAP yang dirawat di Instalansi Perawatan Intensif (IPI) meningkat 3-10 kali dibandingkan dengan pasien tanpa VAP (Chastre, 2002, Hunter, 2006; Torres, 2008; Vardakas, 2012). Namun sangat disayangkan, angka insidens VAP di Indonesia belum ada. Pengamatan terhadap lama rawatan pasien pneumonia di beberapa negara seperti Amerika Serikat, melaporkan bahwa lama rawatan bertambah rata-rata 4-13 hari, dengan jumlah kasus 250.000-300.000 kasus dalam setahun, dan menghabiskan biaya $ 5000-20.000/kasus (Erbay, 2004), bahkan dapat meningkat hingga mencapai $ 40.000/rawat inap VAP, dan dalam setahun mencapai $ 1,2 milyar (Augustyn, 2007; Koenig, 2006). Oleh karena itu, diperlukan strategi pencegahan VAP, yang akan berhasil bila patogenesis dan epidemiologinya dipahami dengan baik (Medford, 2009). Insiden VAP ini menunjukkan peningkatan sebesar 70% pada pneumonia yang disebabkan oleh patogen Multi Drug Resistence (MDR), seperti Pseudomonas aeruginosa, atau pada kejadian sepsis. Patogen penyebab VAP, sekitar 87% adalah patogen gram negatif, terutama Acinetobacter baumanii (39%), Pseudomonas aeruginosa (31%) dan Klebsiella spp (20%) (Mai, 2007; Ahl, 2010; Liu, 2011). Angka keberhasilan terapi pada infeksi berbagai patogen masih rendah, karena sering diikuti dengan kejadian resistensi terhadap antibiotik yang digunakan (Duflo, 2002; El-Herte, 2012; Hamilton, 2012). Secara endemik, sebagian besar patogen masuk dengan cara kolonisasi. 2.
(38) 3 pada orofaring oleh flora normal, atau oleh patogen eksogen yang ada di lingkungan ruang IPI, terutama dari tangan atau pakaian petugas yang bekerja di ruang IPI. Selain itu, juga adanya kontaminasi patogen dengan alat-alat ventilator mekanik seperti pipa endotrakeal, pipa ventilator, alat pengisap dahak, air di rumah sakit atau udara pendingin ruangan. Aspirasi cairan lambung berpotensi untuk menimbulkan kolonisasi patogen gram(). Biofilm endotracheal tube (ETT) memberikan kontribusi terhadap kolonisasi kuman patogen pada trakea (Koerner, 2004), dan berperan penting pada VAP awitan lambat >120 jam oleh patogen resisten. Mikroaspirasi dari orofaring, lambung atau sekresi trakea sekitar balon ETT, sering menjadi penyebab endogen VAP. Kolonisasi P. aeruginosa paling sering dijumpai dan kerap berasal dari orofaring yang terdorong saat intubasi pada awal pemasagan ventilator mekanik, dan kemudian berkembang menjadi VAP setelah 48-96 jam.. Di samping itu, VAP. endemik yang disebabkan oleh Legionella sp, Aspergillus dan virus SARS, sering terjadi akibat kontaminasi alat-alat diagnostik atau alat terapi pernapasan seperti bronkoskop, alat uap nebulizer, air atau udara (Aguald-Ohman, 2007; Jones, 2010; Restrepo, 2013). Infeksi yang terjadi pada VAP, mempunyai keterkaitan dengan sistem. imunitas. yang. terdapat. pada. sistem. respirasi.. Secretory. Immunogblobulin A (s-IgA), merupakan komponen immunitas humoral yang sangat mendasar pada sistem respirasi, yang akan mengikat patogen di permukaan mukosa dan jumlahnya 65-80% lebih banyak daripada di dalam serum (sistemik). Interaksi antara s-IgA dengan beberapa faktor imunitas alami (Innate Immunity) pada sekresi mukosa, dapat melindungi permukaan mukosa dari infeksi (Mayer, 2003; Bals, 2004; Noble, 2006; Gottesman, 2009). Penelitian terhadap aktivitas s-IgA trakeabronkial secara in-vitro, menunjukkan bahwa aktivitas s-IgA akan meningkat bila ada patogen, dan bervariasi secara kuantitas maupun kualitas. S-IgA melindungi mukosa dari patogen, karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi dari patogen potensial tersebut, sehingga akan mencegah adheren dan kolonisasi patogen tersebut dalam sel pejamu. 3.
(39) 4 (Diebel, 2009). Selain itu s-IgA berfungsi sebagai opsonin, dan bersama neutrofil, monosit serta. makrofag memiliki reseptor yang sama, untuk. dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen, yang akan menetralisir toksin dan virus, sehingga mencegah kontak komponen berbahaya tersebut dengan jaringan dan sel pada sistem respirasi. S-IgA juga dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif (Mayer, 2003; Furst, 2008; Diebel, 2009). Pada sirkulasi mikrosistemik, neutrofil polimorfonuklear (PMN) masuk dari vaskular ke dalam jaringan yang mengalami inflamasi dan beradhesi untuk mengaktifkan sel endotel. Aktivitas transmigrasi sirkulasi neutrofil yang berlebihan memegang peranan penting terhadap kejadian acute lung injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS) secara cepat. Jumlah neutrofil pada orang dewasa tidak merokok dalam keadaan normal, ≤ 3% dari jumlah total PMN. Neutrofil ini mempunyai fungsi dari dua sisi yang berbeda, yaitu sebagai komponen pertahanan tubuh bersama makrofag dan s-IgA menghancurkan kuman, tetapi di sisi lain, peningkatan neutrofil secara berlebihan dapat merusak jaringan paru dan memperburuk fungsi paru, sehingga dapat menyebabkan ARDS dan memperburuk kondisi VAP (Halbertsma, 2005; Oeckler, 2007; Diebel 2009). Namun hasil pengamatan lain menyatakan bahwa, jumlah neutrofil pada cairan BAL pasien dengan ventilator mekanik adalah sekitar ± 5763% (Barreiro,1996). Sampel s-IgA dan neutrofil saluran napas bawah, serta biakan patogen, dapat diperoleh dengan melakukan bronkoskopi prosedur bilasan bronkoalveolar (BAL). Pengambilan sampel melalui BAL dipilih, karena BAL mempunyai sensitivitas 97% dan spesivisitas 100% dibandingkan pengambilan sampel trakeobronkial dan sputum (Chec’h, 2006; Zaccard, 2009; Meyer, 2012; Rasmin, 2012). Penilaian adanya VAP, dilakukan dengan menggunakan Clinical Pulmonary Infection Score (skor CPIS: 0-10). Skor CPIS digunakan untuk menilai kondisi klinis pasien, dan dugaan kuat adanya VAP ditetapkan dengan menggunakan 5 variabel, yaitu: bentuk dan jumlah sputum, luas. 4.
(40) 5 konsolidasi pada foto toraks, suhu, jumlah leukosit,. kebutuhan oksigen. yg meningkat (American Thoracic Society/ATS, 2005). Skor CPIS > 6, dinyatakan sebagai VAP (+) (Tan, 2007; Shan, 2011; Parks, 2012; Harde, 2013;). Hasil penelitian lain melakukan penegakkan diagnosis VAP, berdasarkan pengamatan terhadap skor CPIS, dibandingkan dengan penilaian klinis lainnya. Skor CPIS, memiliki sensitivitas 93% dan spesifisitas 100%, bila biakan patogen yang diambil menggunakan cairan BAL (Pugin, 1991) Tingkat keparahan penyakit pasien yang masuk ke IPI, dapat diketahui dan diamati sejak awal dengan menggunakan skor Simplified Acute Physiology Score (SAPS). Skor SAPS diperoleh dengan menilai; umur, denyut jantung, tekanan darah, suhu, mode setting ventilator mekanik yang digunakan, oksigen darah, oksigen yang dibutuhkan, jumlah produksi urin, jumlah leukosit, elektrolit, bilirubin, Glasgow Coma Scale/ GCS, penyakit kronis sebelumnya dan pascabedah (lampiran 5). Skor SAPS banyak digunakan untuk menilai keparahan penyakit pasien yang dirawat di ruang IPI < dari 3 hari, untuk pertanda dan mengevaluasi risiko pada awal masa rawat di ruang IPI dan dihubungkan dengan adanya infeksi (Le-Gall, 2005; Prakash, 2006; Jeon, 2010), yang diprediksi dapat mempengaruhi kejadian VAP. Skor SAPS juga digunakan untuk memprediksi mortalitas yang terjadi di rumah sakit. Dinyatakan bahwa mortalitas akan mencapai 25 % bila skor SAPS mencapai angka 40, dan mortalitas akan meningkat sampai 50% bila skor SAPS mencapai angka 52 poin (Apostolopoulou, 2003; ATS, 2005,). Namun, kenyataannya sebagian pasien mengalami VAP, sedangkan yang lain tidak. Karena itu, timbul pertanyaan mengapa kondisi ini dapat terjadi?. Apa yang terjadi dengan pertahanan imunitas lokal pada saluran napas distal?. Apakah setiap patogen penyebab memberikan kontribusi tersendiri terhadap kemampuan menghancurkan imunitas lokal?. Dengan latar belakang ini, ingin dilakukan penelitian yang akan mengamati dan mengetahui serta memastikan peran s-IgA dan neutrofil yang diambil dari saluran pernapasan distal dengan melakukan bronkoskpi prosedur BAL,. 5.
(41) 6 berkenaan dengan aktivitasnya sebagai pertahanan imunitas adaptive dan innate pada sistem pernapasan distal, yang selama ini diduga lebih dominan dibandingkan pertahanan humoral yang lain (65-80%), terhadap kejadian VAP akibat pemasangan ventilator mekanik. Selanjutnya ingin diketahui sejauh mana pengaruh nilai SAPS ataupun adanya infeksi dengan berbagai jenis patogen, terhadap kadar kadar s-IgA dan persentase neutrofil pada kejadian VAP. Penelitian ini akan dilakukan secara kohort prospektif yang bersifat observasi analitik.. 1.2. Rumusan Masalah (Pertanyaan Penelitian) 1.2.1. Apakah s-IgA dari saluran napas bawah (yang diekspresikan oleh kadar s-IgA), berperan penting sebagai faktor penentu dalam mempertahankan imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian VAP awitan dini? 1.2.2. Apakah neutrofil dari saluran napas bawah (yang diekspresikan oleh persentase neutrofil), berperan penting sebagai faktor penentu dalam mempertahankan imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian VAP awitan dini? 1.2.3. Sejauh mana skor SAPS akan mempengaruhi kadar s-IgA dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini? 1.2.4. Sejauh mana skor SAPS akan mempengaruhi persentase neutrofil dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini? 1.2.5. Sejauh mana infeksi oleh berbagai patogen, akan mempengaruhi kadar s-IgA dari saluran napas bawah pada kejadian VAP awitan dini? 1.2.6. Sejauh mana infeksi oleh berbagai patogen, akan mempengaruhi persentase neutrofil dari saluran napas bawah pada kejadian VAP awitan dini?. 6.
(42) 7. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui peran s-IgA dan neutrofil dari saluran napas bawah pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik, terhadap kejadian VAP awitan dini.. 1.3.2.. Tujuan Khusus. 1.3.2.1. Untuk mengetahui peran s-IgA dari saluran napas bawah yang diekspresikan. oleh. kadar. s-IgA,. dalam. mempertahankan. imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian VAP awitan dini. 1.3.2.2. Untuk mengetahui peran neutrofil dari saluran napas bawah, yang diekspresikan oleh persentase neutrofil dalam mempertahankan imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian VAP awitan dini. 1.3.2.3. Untuk mengetahui pengaruh skor SAPS terhadap kadar s-IgA dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini 1.3.2.4. Untuk mengetahui pengaruh skor SAPS terhadap persentase neutrofil dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini. 1.3.2.5. Untuk mengetahui pengaruh infeksi berbagai jenis patogen terhadap kadar s-IgA dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini. 1.3.2.6. Untuk mengetahui pengaruh infeksi berbagai jenis patogen terhadap persentase neutrofil dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini.. 1.4. 1.4.1.. Manfaat Penelitian Memberikan sumbangsih keilmuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai sistem imunitas lokal respirasi dan pulmonologi, berkenaan dengan patogenesis VAP awitan dini, sehingga 7.
(43) 8 memungkinkan penegakan diagnosis dan tindakan pencegahan yang lebih awal, serta prediksi prognosis dari VAP awitan dini. 1.4.2. Untuk pelayanan kesehatan, gambaran hubungan antara kadar s-IgA, persentase neutrofil dengan skor SAPS dan jenis patogen penyebab VAP, dapat digunakan untuk lebih cepat mendiagnosa kejadian VAP awitan dini, dan melaksanakan pemilihan terapi yang adekuat, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan (morbiditas). dan. angka. kematian. (mortalitas). VAP,. serta. diharapkan dapat mempersingkat lama rawat, baik di IPI ataupun di rumah sakit. 1.4.3. Biakan patogen dari cairan BAL pada penelitian ini, akan memberikan pola patogen pada kejadian VAP, di unit ruang rawat IPI. rumah. sakit.. Dengan. demikian,. rumah. sakit. dapat. merencanakan penyediaan obat-obatan, terutama antibiotik yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan, untuk penatalaksanaan VAP di unit ruang rawat IPI. 1.4.4. Memberikan dan menambah informasi untuk melanjutkan riset terhadap sistem imunitas lokal sistem respirasi, dalam upaya pencegahan VAP.. 1.5. Orisinalitas Berdasarkan penelusuran kepustakaan, peneliti belum menemukan penelitian tentang pemeriksaan dan manfaat s-IgA in-vivo sebagai komponen imunitas lokal di dalam sistem respirasi saluran napas bawah, bronkus terminal dan alveoli. Penelitian lain oleh Brandtzaeg (1974) menemukan. bahwa. pada. BAL,. s-IgA. lebih. banyak. ditemukan. dibandingkan IgM. Di samping itu, hasil penelitian Steffen (1992), yang meneliti respon. s-IgA pada air ludah binatang (anjing) yang diberi. vaksin oral yang berisi Mycoplasma pulmonis, menunjukkan adanya peningkatan jumlah s-IgA. air ludah dan diharapkan juga. merangsang peningkatan s-IgA pada alveoli. Penelitian Wiggins,1994, 8.
(44) 9 terhadap kuantitas s-IgA dari sputum, aspirasi trakea pada pasien bronkitis kronis, menyatakan bahwa s-IgA sputum dan aspirasi trakea tidak dapat dijadikan acuan baku (standard). Oleh karena itu, Wiggins mengusulkan agar pengamatan terhadap kuantitas s-IgA lebih baik dilakukan dengan menggunakan BAL (s-IgA mencapai 97,0%). Schmekel, 1995, meneliti konsentrasi s-IgA, albumin dan urea dari BAL pada orang sehat tidak merokok, dengan 150 ml NCl 0,9%, 37 oc, mendapatkan kadar s-IgA sebesar 2800 ug/L. Peneliti lain Daniele,1999 meneliti kadar s-IgA pada binatang (anjing), dan melaporkan komposisi imunoglobulin pada cairan BAL. Diebel sejak 2004 sampai 2009, melakukan penelitian berturut-turut, tentang peran s-IgA dan sel-sel inflamasi secara in vitro di laboratorium. Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, terutama di Indonesia, kecuali yang diacu secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.. 1.6. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Berdasarkan keterangan di atas, maka diharapkan hasil penelitian ini akan mempunyai potensi hak atas kekayaan intelektual, yang mendapatkan bahwa sekretori-IgA bersama-sama dengan neutrofil pada sistem. respirasi,. merupakan. imunitas. humoral. yang. dapat. mempertahankan alveoli dan saluran napas bawah dari infeksi dan terhadap kejadian VAP awitan dini, pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik. Sekretori-IgA juga mampu menekan atau menetralisir reaksi inflamasi yang berlebihan dari peningkatan jumlah neutrofil, yang dapat memperburuk prognosis VAP awitan dini, dan peningkatan angka mortalitas. 9.
(45) 10. 1.7. Publikasi Internasional no Judul Artikel. Nama. Nasional/. Jurnal/. Internasional. Jadwal. Simposium. 1. The. role. of. neutrophils. in APSR 2014. Internasional. 12-16. early onset-Ventilator Acquired. November. Pneumonia (VAP), based on. 2014. analysis. of. specimen. from. Broncho Alveolar Lavage (BAL). 2. The. role. Immunoglobulin onset. -. secretory APSR 2014. of A. in. Ventilator. Pneumonia. event?,. analysis. of. 12-16 November. early. 2014. Acquired. (VAP). ARDS?). Internasional. (and. based. specimen. on from. Broncho Alveolar Lavage (BAL). 3. The. role. of. Immunoglobulin A onset-. Ventilator. Pneumonia. secretory APSR 2014. Internasional. 12-16 November. in early-. 2014. Acquired. (and ARDS?),. based on analysis of patogens from Broncho-Alveolar Lavage (BAL). 4. The. role. of. secretory International. Immunoglobulin A, neutrophils Journal. of. and pathogens in early onset- PharmTech Ventilator Acquired Pneumonia. Research. based on analysis of specimen from Broncho-Alveolar Lavage. 10. Internasional (Scopus). 20 April 2015.
(46) 11. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Epidemiologi Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) merupakan infeksi nosokomial tersering ke 2 di IPI dengan insidens menggunakan. ventilator. mekanik.. 11,7 per 1000. Perkiraan. prevalens. perawatan pneumonia. nosokomial di IPI bervariasi antara 10-50%. VAP akan meningkatkan angka mortalitas apabila pneumonia yang disebabkan patogen tertentu seperti kuman Multi Drug Resisten (MDR), contoh kuman patogen A. baumanii, Pseudomonas aeruginosa dan MRSA atau pada kasus yang mengalami bakteremia sekunder. Kejadian disfungsi organ multipel atau Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) akan memperpanjang lama rawat menggunakan ventilator mekanik. Walaupun prosedur rutin dalam mensterilkan alat-alat sudah sedemikian maju, namun VAP. masih. merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik dengan insidens 8-28%. Risiko terjadinya VAP pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik meningkat 3-10 kali lipat dibandingkan pasien tanpa ventilator mekanik dengan angka kematian yang cukup bermakna yaitu berkisar antara 45-50%, bahkan pada keadaan. tertentu. dapat. mencapai. 70-76%.. Faktor. risiko. yang. berhubungan dengan VAP seperti usia, jenis kelamin, trauma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan lama pemakaian ventilator telah banyak diteliti. (Chastre, 2002; Rello, 2002; Hunter, 2006; Augustyn, 2007; Dey, 2007; Rea-Neto, 2008; Song, 2008; Torres, 2008; Tejerina, 2009; Vincent, 2009; Timsit, 2011; Vardakas, 2012). Rotstein dan kawan-kawan, 2008, mengamati insiden HAP dan VAP, dari 37,5% kasus HAP di IPI, maka 86% adalah kejadian VAP.. 11.
(47) 12. Gambar 2.1. Insidens HAP non IPI, HAP IPI, VAP dan bukan VAP (Sumber Rotstein, 2008). Chawla, Chung, Song dan kawan-kawan, 2008, bergabung melakukan penelitian di 8 negara Asia, Insidens HAP dan VAP tertinggi adalah di India, 53,9-89,5%, dengan. angka mortalitas 37-47%, sedangkan yang. terendah adalah Taiwan 5,1-8,5% dan korea 6.3% .. Tabel 2.1. Insidens HAP dan VAP di delapan Negara,dikutip Chawla, 2008 India IR HAP. Pakistan*. 53,9%. China. Korea. 1. 0,63. per. per. Malaysia* Taiwan. Thailand*. Philipines*. 1%. 0,51. 21,8. 6 per 1000. per. 1000. 1000. sampai. 1000. hari. pengakuan**. 0,85 per. pengakua. 1000. n. pengakuan. haripasien IR VAP. 8,95. per. 1000. hari. 55%. 41,2%. 3,5. sampai. 2%. 28,3. 28,3. 26%. 26%. sampai. sampai. 28%. 28%. 7,1 per 1000. ventilator*. hari ventilator. Mortality. 37% sampai. Rates. 47,3%. 58%. 25,8%. 42,4%. (Sumber Chawla, 2008) *Data Lokal **Dari Kim JM, Park ES, Jeong JS, Kim KM,, Kim JM, Oh HS, dkk. Multicenter surveillance study for nosocomial infections in major hospitals in Korea.. 2.2. Etiologi dan Patogenesis VAP Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia yang didapat di Rumah Sakit, terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik, baik itu melalui pipa endotrakea maupun pipa trakeostomi (Inglis,1989; Horan,2008; Medford, 2009; Mietto,2013). 12.
(48) 13 Sedangkan American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan dimana terdapat gambaran infiltrat baru dan menetap pada foto toraks disertai hasil biakan sputum. Faktor risiko untuk terjadinya VAP adalah salah satunya penggunaan ventilator mekanik dengan sirkuit, pipa trakea yang terpasang, dan faktor risiko lainnya seperti penyakit paru kronik, umur, keparahan penyakit, operasi abdomen atau dada, trauma kepala atau kesadaran yang menurun, dan penggunaan obat penghambat asam lambung. Aspirasi merupakan inokulasi utama mikro organisma ke dalam saluran napas paling distal. Karena itu sangat diperlukan pengamatan yang cermat perbaikan teknik pengambilan sputum seperti. protected brush (PB) atau bilasan. bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage,BAL) dan perbaikan pemahaman epidemiologi dan pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat IPI (George, 1995; Cassetta,1999; Loanas, 2001; Craven, 2005; Rotstein, 2008 ). Faktor risiko lainnya juga mempengaruhi, terjadinya kolonisasi patogen pada saluran napas bawah, seperti penurunan kadar albumin, residu makanan yang tidak diabsorbsi (Cook,1998; Wood, 2005; Klompas, 2009). Tabel 2.2.. Faktor-faktor risiko berkaitan dengan VAP (dikutip Song, 2008).. Faktor pejamu. Faktor intervensi. Faktor lain. Albumin serum < 2,2 g/dl. Antagonis H2, antacid. Musim. Usia > 60 th. Obat. ARDS. intravena. PPOK dan atau pneumonia (CAP). transfusi > 4 unit darah. Koma atau penurunan kesadaran. Penilaian. Luka bakar dan trauma. intrakranial. Gagal organ. Ventilasi. Keparahan penyakit. hari,menggunakan PEEP. Aspirasi dari isi lambung. Reintubasi. Kolonisasi dari lambung dan pH<3. Pipa nasogastrik. Kolonisasi pada saluran napas atas. Posisi pasien. Sinusitis. Antibiotik. 13. paralitik,sedasi dingin. tekanan. mekanik. atau. >. 2. tanpa.
(49) 14 antibiotik. Pada pipa trakea dijumpai pola kuman patogen dan kuman flora normal dari saluran napas atas, seperti : Candida albicans, gram positif dan gram negatif. Koener,2004 menjelaskan bahwa hasil negatif bisa terjadi karena kolonisasi kuman reaksi lambat pada neonatus, antibiotik alami (innate) dalam sekret saluran napas atas dan aktivitas antibiotika intrinsik pada sekret saluran napas atas dan bawah. Komponen antimikrobial yaitu IgG 2-4%, secretory IgA 15%, lactoferrin 2-4%, lisozim 30%, dan IgM <1% (Cook,1998; Koener, 2004; Craven, 2005; Diebel, 2006; Hunter, 2006; Elgert, 2009).. Gambar 2.2. Patogenesis asal kuman patogen VAP (Satcher,1997, ATS, 2005). Berdasarkan kejadian VAP dibagi 2 yaitu VAP awitan dini terjadi 48-72 jam, sedangkan VAP awitan lambat, terjadi setelah > 96 jam. VAP awitan dini pada umumnya memiliki prognosis lebih baik karena disebabkan oleh kuman yang masih sensitif terhadap antibiotika. VAP awitan lambat yang 14.
(50) 15 terjadi setelah 5 hari atau lebih memiliki prognosis yang lebih buruk karena disebabkan oleh patogen MDR seperti MRSA, A.Baumanii, P. Aeroginosa, K. Pneumoniae, E. Coli dengan ESBL(+) (Troullit, 1998; Ruiz, 2000; Erle, 2006; Kollef, 2006; Mai, 2007; Levin, 2008; Cohen, 2008; Chung, 2011; Restrepo, 2013).. Faktor risiko intrinsik. Umur > 60 tahun Penyakit akut/kronik Imunodefisiensi Merokok/PPOK Peminum alkohol. Koloni aerodigestif. Faktor risiko ekstrinsik. Pipa napas, balon pipa. Prosedur invasif Kontrol infeksi Pengobatan Peralatan. Koloni trakeobronkial. Respon imun (host). Emboli Septik. Inokulasi langsung, aerosol. Patogen, virulensi. VAP. Bakteremia. Gambar 2.3. Faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik terjadinya VAP. (Sumber: Craven, 2005). 15.
(51) 16. Gambar 2.4. Skema pasien yang diintubasi pipa selang napas lewat hidung, kolonisasi yang terjadi di trakea, sering karena terkontaminasi oleh sekret di sekitar Subglotis di saat pemasangan pipa selang napas endotrakea. Dikutip Craven,2005.. Gambar 2.5. Perkiraan Jenis kuman patogen penyebab VAP. Dikutip dari Rotstein,2008.. 16.
(52) 17 Tabel 2.3. Etiologi HAP dan VAP, di delapan negara Asean, Patogen. India Pakis. Chi. *. tan*. na. 20%. 15-18%. 18%. A. baumanii. 38%. 58,5%. MRSA. 5%. K. pneumonii. 23%. Pseudomonas. Korea. Malaysia Taiwan Thailand* Philipina* *. *. 23%. 17,6%. 21%. 17,8%. 42,1%. 16%. 9%. 23%. 20%. 28,2%. 13,1%. 18%. 16%. 23%. 11,8%. 18%. 7,6%. Tidak. 14%. 11%. 5,8%. 9%. 7,7%. 3,6%. 2,8%. spp. 26,3%. ada data E. coli. 6,1 %. Enterobacte. 8,2. riceae. %. S. maltophilia. 8%. 3,2%. 58%. 11,8%. 3,4%. 42,4%. (Sumber: Chung, Song, Chawla, 2008). 2.3. Diagnosis VAP dan Clinical Pulmonary Infection Score (skor CPIS) Diagnosis VAP ditentukan berdasarkan 3 komponen klinis tanda infeksi sistemik yaitu demam, takikardi, dan leukositosis disertai gambaran infiltrat baru ataupun perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi paru. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemeriksaan foto toraks berulang memiliki akurasi diagnostik lebih dari 68% yang umumnya disertai. gambaran. konsolidasi. non. homogen. (air. bronchogram). (Niederman, 2005; Agustyn, 2007; Muller, 2007; Seyman, 2008). Torres, 2009, menyatakan bahwa diagnosis VAP meliputi tanda-tanda infiltrat baru maupun progresif pada foto torak disertai gejala demam, leukositosis maupun leukopeni dan sekret purulen. Gambaran foto toraks disertai dua dari tiga kriteria gejala tersebut memberikan sensitivitas 69% dan spesifisitas 75% (Vidaur, 2005; Sachdev, 2011) Tabel 2.4. Kriteria Diagnosis yang terbanyak didapatkan pada kejadian VAP, dikutip dari Rotstein 2008. 17.
(53) 18. Kriteria diagnosis. n (%). Leukositosis. 26 (68.4%). demam. 24 (63.1%). Sekret dahak trakea purulen dan kental. 22 (57.8%). Berkurangnya paling sedikit 10% rasio PaO2/FiO2. 16 (42.1%). Auskultasi : Suara pernapasan melemah, ronkhi. 9 (23.6%). Leukopenia dan Uji biakkan darah positif. 4 (10.5%). Hipotermia. 2 (5.2%). Clinical Pulmonary Infection Score (skor CPIS) merupakan parameter untuk mengukur atau menilai kondisi klinis pasien, yang dinilai dari suhu tubuh, foto toraks, jumlah leukosit, kebutuhan oksigen, perubahan bentuk dahak dan hasil biakkan sputum atau cairan BAL, yang menunjukkan terjadinya infeksi di paru. Rentang nilai dari 0-10, bila nilai >6, maka dinyatakan ada pneumonia (Pugin,1991; Fartoukh,2003; ATS,2005; Tejerina, 2009; Huang,2010; Harde,2013). Shan 2011, menyatakan bahwa skor CPIS merupakan sistem multifaktor dalam menegakkan VAP. Metode ini berdasarkan pemeriksaan klinis, radiologik, dan fisiologik. Ada dua cara penilaian, yaitu pertama adalah CPIS klasik dengan disertai pemeriksaan biakkan sputum. Sedangkan modifikasi. tanpa. disertai biakkan sputum.. Keuntungan. dari. CPIS. klasik, dengan adanya biakkan sputum memberikan manfaat, sehingga dapat dihindari pemberian antibiotik yang tidak perlu (Park, 2012). Untuk jenis modifikasi CPIS maka komponen yang diperiksa adalah suhu tubuh, leukosit darah, sekret trakea, oksigenisasi dan foto toraks. Begitu juga Harde, 2013 dari hasil pengamatannya skor CPIS sangat baik dipakai untuk evaluasi pengobatan. Sedangkan Lodha 2011, mengatakan skor CPIS. mempermudah. menegakkan. diagnosis. VAP.. Skor. CPIS. berkembang, berhubung biakkan patogen membutuhkan waktu dan teknik yang benar untuk pengambilan bahan sputum, sehingga skor CPIS dimodifikasi. Bila skor CPIS >6, maka dilakukan tindakan BAL untuk membuat biakan patogen (Tan, 2007).. 18.
(54) 19 Tabel 2.5. Skor CPIS modifikasi, berdasarkan lima variabel, Bila nilai skor CPIS > 6, maka dipertimbangkan dugaan kuat adanya pneumonia. Komponen. Nilai. ( 0C ). Skor. 36,5 dan. 38.4. 0. 38,5 dan. 38.9. 1. Leukosit per mm3. 39,0 dan 36,5 4000 dan 11000. 2 0. Sekret Trakea. <4000 dan >11000 tidak ada atau sedikit. 2 0. ada, tidak purulent purulent. 1. < 240, ARDS. 2 0. 240 dan tidak ada ARDS. 2. tidak ada infiltrat. 0. infiltrat difus. 1. infiltrat terlokalisir. 2. Suhu. Oksigenasi PaO2/FiO2 Foto toraks. (Sumber : ATS, 2005). 2.4. Diagnosis dan Penatalaksanaan VAP Tingginya. morbiditas dan mortalitas VAP membutuhkan. antibiotik yang tepat dan cepat. terapi. sehingga terapi empiris harus segera. diberikan. Dibutuhkan informasi kuman patogen penyebab VAP dan resistensinya seakurat mungkin agar pengobatan pemberian antibiotika tidak sia-sia, sehingga dibutuhkan teknik pengambilan sampel yang tepat. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan metode dan invasif. Metode non-invasif yang paling sering. non-invasif. dilakukan adalah. aspirasi endotrakeal sedangkan invasif adalah protected specimen brush (PSB) dan bronchoalveolar lavage (BAL). Standar diagnostik VAP adalah dengan cara biakkan kuantitatif dari cairan BAL. Shan, 2011 hasil penelitian meta analisis bahwa skor CPIS spesifisitas. 100%. Spesifisitas. sensitivitas. diagnosis. 19. 93%. dan. ditingkatkan dengan.
(55) 20 menjumlahkan nilai skor CPIS > 6. dan biakkan patogen kuantitatif BAL. (Vidaur, 2005; Luna, 2006; Gorman, 2009; Vincent, 2010). Penatalaksanaan dugaan adanya HAP, VAP dan HCAP, seperti alur penanganan di bawah ini:. Gambar 2.6. Kesimpulan dari penanganan pasien yang diduga HAP, VAP,atau HCAP. Keputusan antibiotik tidak dilanjutkan tergantung dari hasil sampel kuman patogen yang diperoleh dari PSB, BAL atau dari aspirasi endotrakeal (dikutip dari ATS 2005).. 20.
Dokumen terkait
[r]
KESIMPULAN dari analisa adalah walaupun penggunaan Torque Game Builder sebagai sebuah teknologi baru akan mempermudah pekerjaan dalam merancang sebuah game, namun
Dalam konteks upacara adat sulang-sulang pahompu Simalungun simbol adat ini memiliki makna agar pihak yang menerima dengke ini senantiasa sayur matua (panjang umur)
Hasil analisis penelitian didapatkan bahwa lebih dari separoh (60,0%) responden dengan tingkat pendidikan rendah, lebih dari separoh (57,1%) responden dengan sikap
Masing – masing perusahaan yang membentuk industri pariwisata adalah perusahaan jasa ( service industry ) dan masing –masing bekerja sama menghasilkan produk ( good and service
Greenstone Digital Library Software(GDLS) juga merupakan suatu softwarebersifat “free open - source ” yang dapat digunakan untuk pengembangan layanan
Upaya-upaya yang dilakukan guru PKn dalam membina karakter kedisiplinan siswa yaitu dengan memberikan motivasi setiap awal pembelajaran, menegur langsung kepada siswa yang
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak