Hasil Penelitian Magister
HASIL LUARAN PENDERITA FRAKTUR TIBIA YANG DILAKUKAN REPOSISI TERBUKA FIKSASI INTERNA KONVENSIONAL DIBANDINGKAN DENGAN
MINIMAL INVASIVE PLATE OSTEOSYNTHESIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Oleh:
Riska Oktavia Kasman
Program Studi Magsiter Kedokteran Klinik Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
2017
Judul Penelitian : HASIL LUARAN PENDERITA FRAKTUR TIBIA YANG DILAKUKAN REPOSISI TERBUKA FIKSASI INTERNA KONVENSIONAL DIBANDINGKAN DENGAN MINIMAL INVASIVE PLATE OSTEOSYNTHESIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Nama Peneliti : dr. Riska Oktavia Kasman
NIM : 137041042
Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Kategori : Ortopedi dan Traumatologi
Program Magister Kedokteran Klinik
Ketua Program Studi Dekan
Dr. dr. Rodiah R. Lubis, M.Ked(Oph), SpM(K)
NIP. 19760417 200501 2 002 NIP. 19660524 199203 1 002
Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K)
Tanggal Lulus: 15 Mei 2017
PERNYATAAN
HASIL LUARAN PENDERITA FRAKTUR TIBIA YANG DILAKUKAN REPOSISI TERBUKA FIKSASI INTERNA KONVENSIONAL DIBANDINGKAN DENGAN MINIMAL INVASIVE PLATE OSTEOSYNTHESIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapa karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2017
(Riska Oktavia Kasman)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis haturkan atas berkat segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran bidang Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Kedua orang tua, terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah membesarkan dan mendidik saya sejak kecil hingga sekarang dan selalu mengiringi dengan doa dan dukungan selama menjalani pendidikan selama ini.
2. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta Ibu Ketua Program Studi Magister Kedokteran Kliniik atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis denga penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.
4. Pembimbing tesis saya Prof. dr. Hafas Hanafiah, Sp.B, Sp.OT (K), FICS yang telah membimbing, mendidik, mengoreksi dan senantiasa memberikan dorongan serta motivasi yang tiada henti-hentinya dengan bijaksana dan tulus sepanjang waktu sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.
5. Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam mengajarkan statistika dari tulisan tugas akhir ini.
6. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada seluruh guru bedah yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, di lingkungan RSUP H. Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan semua tempat yang mengajarkan ketrampilan bedah pada diri saya.
Semua telah tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti program pendidikan ini.
7. Para senior dan sejawat peserta program studi Ilmu Bedah yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan.
8. Para pegawai di lingkungan Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan tenaga kesehatan yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan.
Abstrak Pendahuluan
Fraktur tibia merupakan fraktur tulang panjang yang sering terjadi dan merupakan fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi. Ada berbagai pilihan pembedahan yang dapat dilakukan untuk penatalaksanaan fraktur tibia, termasuk ORIF (Open Reduction Internal Fixation), fiksasi intramedulla, dan fiksasi eksterna. Minimal Invasive Plate Osteosynthesis (MIPO) merupakan teknik baru pemasangan fiksasi interna yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dari teknik konvensional. Peneliti merasa perlu untuk meneliti hasil luaran penderita fraktur tibia yang dilakukan reposisi fiksasi interna terbuka konvensional dibandingkan dengan Minimal Invasive Plate Osteosynthesis.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian komparatif-analitik dengan desain penelitian cross sectional dengan mencari data sekunder dari rekam medik pasien dengan diagnosis fraktur tibia yang dilakukan reposisi terbuka fiksasi internal dan fiksasi interna dengan minimal invasive di RSUP H. Adam Malik Medan selama kurun waktu Januari 2015 – Desember 2016. Analisis data bivariat dilakukan terhadap data sekunder dengan menggunakan perhitungan statistic (Uji Chi- Square) dan parametric (T-test).
Hasil
Didapatkan sebanyak 30 orang, yaitu 15 orang pada kelompok operasi fiksasi interna konvensional dan 15 orang pada kelompok operasi fiksasi interna dengan minimal invasive.
Karakteristik sampel pada kelompok ORIF, yaitu usia rata-rata 19 tahun (14-38 tahun) dengan jenis kelamin laki-laki 10 orang, perempuan 5 orang. Pada kelompok MIPO, usia rata-ratanya 17 tahun (13-42 tahun) dengan jenis kelamin laki-laki 12 orang, perempuan 3 orang. Untuk lama rawatan, dari hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,043 (p<0,05), yang menunjukkan ada perbedaan lama rawatan antara kelompok ORIF dan kelompok MIPO. Dari semua komplikasi pasca operasi yang diteliti, hasil uji chi square menunjukkan p>0,05 yang berarti tidak ada perbedaan antara kelompok ORIF dan kelompok MIPO.
Simpulan
Dari analisis bivariat hasil luaran menggunakan uji chi square, terdapat perbedaan lama rawatan antara kelompok ORIF dan kelompok MIPO. Sedangkan untuk komplikasi pasca operasi, tidak ada perbedaan antara kelompok ORIF dan kelompok MIPO.
Kata Kunci: Fraktur tibia, Reduksi Terbuka Fiksasi Internal (ORIF), Minimal Invasive Plate Osteosynthesis (MIPO).
Abstract Introduction
Tibial fracture is long bone fracture that frequqntly occurs and is the most lower extremity fracture that commonly occurs. There are various surgery choices which may be performed for the management of tibial fracture, including ORIF (Open Reduction Internal Fixation), intramedullary fixation, and external fixation. Minimal Invasive Plate Osteosynthesis (MIPO) is a new technique of internal fixation that is aimed to fix the weaknessesnof conventional techniques. In this study, we researched the outcome of patients with tibial fracture who underwent Open Reduction Internal Fixation compared to Minimal Invasive Plate Osteosynthesis.
Methods
This study is comparative-analytic study with a cross sectional design to search secondary data from medical records of patients with the diagnose of tibial fracture who underwent opern reduction internal fixation and internal fixation minimally invasive at H. Adam Malik General Hospital Medan in the time period of January 2015 – December 2016. Bivariate data analysis was done to secondary data using statistical (Chi-Square test) and parametric measurements (T- test).
Results
We found 30 patients, whom 15 were in the group of conventional internal fixation surgery and 15 were in the group of internal fixation surgery minimally invasive. The characteristic of samples in the ORIF group, the mean age was 19 years old (14-38 yo), 10 men, 5 women. In the MIPO group, the mean age was 17 yo (13-42 yo) 12 men, 3 women. For the length of stay, from the chi square test resulted p value = 0,043 (p<0,05), showed there was a difference in length of stay between the ORIP group and MIPO group. From all the post operative complications studied, the chi square test resulted in p>0,05 which meant there were no difference in the variables between the ORIF group and MIPO group.
Concluion
From the bivariate analysis, the outcome using chi square test, there was a difference in length of stay between the ORIF group and MIPO group. Meanwhile for post operative complications, there were no differences between the ORIF group and MIPO group.
Keywords: Tibial fracture, Open Reduction Internal Fixation (ORIF), Minimal Invasive Plate Osteosynthesis (MIPO).
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN………i
DAFTAR ISI………iv
DAFTAR TABEL………..vi
DAFTAR GAMBAR………..vii
BAB 1: PENDAHULUAN………..1
1.1.Rumusan Masalah………..2
1.2.Hipotesis………...2
1.3.Tujuan……….2
1.4.Manfaat………...3
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA...5
2.1. Pendahuluan………..5
2.2. Fraktur Tibia……….5
2.3. Fiksasi Interna………7
2.4. MIPO (Minimal Invasive Platting Osteosynthesis)……….8
BAB 3: METODE PENELITIAN………..9
3.1. Rancangan Penelitian………9
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian………..9
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian………...9
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi………...9
3.5. Besar Sampel……….10
3.6. Kerangka Konsep……….10
3.7. Definisi Operasional……….11
3.7.1. Hasil Luaran……….11
3.7.2. Operasi Fiksasi Interna………12
3.7.3. Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive………..12
3.8. Analisis Data………...12
3.9. Masalah Etika……….12
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..13
4.1. Hasil Penelitian………...13
4.1.1. Karakteristik Sampel………..13
4.2. Hasil Luaran………...13
4.2.1. Lama Rawatan………13
4.2.2. Komplikasi Pasca Operasi………..14
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN………18
DAFTAR PUSTAKA………...20
BAB I PENDAHULUAN
Kecelakaan lalu lintas menewaskan hampir 1,3 juta jiwa diseluruh dunia atau 3000 kematian setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya (Depkes, 2007
& WHO, 2011). Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal karena kecelakaan dan sekitar 2 juta mengalami kecacatan fisik.
Kecelakaan di Indonesia berdasarkan laporan kepolisian menunjukkan peningkatan 6,72 % dari 57.726 kejadian di tahun 2009 menjadi 61.606 insiden di tahun 2010 atau berkisar 168 insiden setiap hari dan 10.349 meninggal dunia atau 43,15 % (WHO, 2011).
Kejadian fraktur di Indonesia yang di laporkan Depkes RI (2007) menunjukkan bahwa sekitar 8 juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda. Insiden fraktur di Indonesia 5,5 % dengan rentang setiap provinsi antara 2,2 sampai 9 % (Depkes, 2007). Fraktur tibia merupakan komplikasi yang ditimbulkan oleh insiden kecelakaan, baik akibat kecelakaan lalu lintas maupun akibat trauma lainnya.
Fraktur tibia merupakan fraktur tulang panjang yang sering terjadi. Insiden yang terjadi pertahun pada fraktur tulang panjang diperkirakan 11,5 per 100.000 orang, dengan 40 % terjadi pada ekstremitas bawah. Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi adalah pada daerah tibia.
Ada berbagai pilihan pembedahan yang dapat dilakukan untuk penatalaksanaan fraktur tibia, termasuk ORIF (Open Reduction Internal Fixation), fiksasi intramedulla, dan fiksasi eksterna. Dari beberapa pilihan tersebut, ORIF merupakan tekhnik yang paling umum digunakan untuk sebagian besar kasus fraktur. Pada tahun 1997 Christian Krettek et al menerbitkan hasil penelitiannya yang sudah dirintis sejak tahun 1990 yaitu menciptakan teknik baru pemasangan fiksasi interna yang disebut dengan teknik Minimal Invasive Plate Osteosynthesis (MIPO).
Teknik ini bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dari teknik konvensional.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung dengan teknik pembedahan yang mencakup di dalamnya pemasangan pen, sekrup, logam atau protesa untuk memobilisasi fraktur selama penyembuhan (Depkes, 1995:
95).
Pada teknik MIPO potensi untuk sembuh sangat besar, karena dapat menghindari kerusakan jaringan kutis, subkutis, otot dan sistem vaskularisasi sekitar periosteum didaerah yang patah. Sejalan dengan perkembangan teknik MIPO dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan implant yang mudah digunakan untuk menyusup dibawah fascia otot serta tidak merusak periosteum tulang. Implant lokal dengan teknik pemasangan MIPO banyak memberikan keuntungan diantaranya dapat mengurangi biaya operasi dan sangat membantu untuk mengikuti perkembangan kemajuan operasi orthopaedi di dunia dewasa ini. Sudah banyak penelitian yang mendukung bahwa teknik MIPO mempercepat proses penyembuhaan. Seperti yang dilakukan Ahmed Sh Risk di Mesir (2015), Devendra di India (2015), Zeng dkk di Cina (2014) dan Gulabi di Turki (2016). Di Rumah Sakit H Adam Malik sendiri, teknik MIPO baru dilakukan sejak awal tahun 2015.
Oleh sebab itu, peneliti merasa perlu meneliti tentang hasil luaran penderita fraktur tibia yang dilakukan reposisi fiksasi interna terbuka konvensional dibandingkan dengan Minimal Invasive Plate Ostheosynthesis di rumah sakit H. Adam Malik Medan pada Januari 2015 sampai Desember 2016
1.1 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan hasil luaran terhadap penderita fraktur tibia yang menjalani reposisi terbuka fiksasi interna konvensional dibandingkan dengan fiksasi interna dengan Minimal Invasive Plate Osteosynthesis.
1.2 Hipotesis
Ada perbedaan hasil luaran terhadap penderita fraktur tibia yang menjalani reposisi terbuka fiksasi interna konvensional dibandingkan dengan fiksasi interna dengan Minimal Invasive Plate Osteosynthesi.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menentukan perbedaan hasil luaran terhadap penderita fraktur tibia yang menjalani reposisi terbuka fiksasi interna konvensional dibandingkan degan fiksasi interna dengan Minimal Invasive Plate Osteosynthesis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menentukan hasil luaran penderita fraktur tibia yang dilakukan reposisi terbuka fiksasi interna konvensional
2. Menentukan hasil luaran penderita fraktur tibia yang dilakukan reposisi fiksasi interna dengan Minimal Invasive Plate Osteosynthesis
3. Melihat perbandingan hasil luaran penderita fraktur tibia yang dilakukan reposisi terbuka fiksasi interna konvensional dan fiksasi interna dengan Minimal Invasive Plate Osteosynthesis.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bidang Akademik/Ilmiah
Meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang orthopaedi khususnya dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil luaran penderita yang dilakukan reposisi terbuka fiksasi interna konvensional dengan Minimal Invasive Plate Osteosynthesis pada pasien fraktur tibia.
1.4.2 Bidang Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi bagi rumah sakit untuk memilih teknik operasi mana yang memiliki sumber luaran yang lebih baik pada penderita fraktur tibia. Baik dari segi lama rawatan, biaya dan komplikasi yang terjadi.
1.4.3 Bidang Masyarakat
Dengan penelitian ini diharapkan dokter dapat mengetahui teknik yang memberikan keuntungan dan manfaat yang lebih baik, sehingga dapat memberikan pelayanan dan pengobatan yang tepat sehingga harapan hidup pasien dapat ditingkatkan.
1.4.4 Bidang Pengembangan Penelitian
Memberikan data dan informasi yang bisa dijadikan referensi mengenai perbandingan teknik reposisi terbuka dengan menggunakan fiksasi interna konvensional dan fiksasi interna dengan Minimal Invasive Plate Ostheosynthesis pada penderita fraktur tibia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada usia 16 – 44 tahun diseluruh dunia (WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian (1,2 juta per tahun) kecelakaan di jalan raya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat ke tiga dalam penyebab kematian (Peden, 2004).
2.2 Fraktur Tibia
Fraktur tibia adalah hilangnya kontuinitas tulang tibia dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal ( kondiler), diafisis, atau persendian pergelangan kaki. Pada fraktur tibia dapat terjadi kompartemen sindrom, karena pada daerah tibia terdapat 4 kompartemen yang masing-masingnya diselubungi oleh fascia. Kompartemen anterior terdiri dari 4 otot yaitu tibialis anterior, extensor hallucis longus, extensor digitorum longus dan peroneus tertius. Pada kompartemen ini terdapat arteri tibialis anterior, nervus peroneal deep. Kompartemen lateral terdiri dari 2 otot yaitu peroneus longus dan peroneus brevis disertai nervus peroneal superfiscial. Kompartemen posterior terdiri dari 2 yaitu kompartemen deep dan kompartemen posterior superfiscial. Pada kompartemen posterior superfiscial terdapat otot gastrocnemius, plantaris dan soleus. Gastrocnemius dan soleus sangat penting untuk menutup defek pada fraktur diafisis tibia proksimal. Kompartemen posterior deep sangat penting karena berhubungan dengan kompartemen anterior dan biasanya terjadi sindrom kompartemen.
Terdiri dari flexor digitorum longus, flexor halicics longus, dan tibialis posterior disertai arteri tibialis posterior dan nervus tibialis posterior. Dikarenakan nervus tibialis posterior mensuplai motorik otot-otot kruris dan pedis maka adanya kerusakan saraf ini perlu dipikirkan antara lomb salvage ataupun amputasis (Brown,2001).
Fraktur diafisis tibia
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi dapat menimbulkan fraktur tipe spiral.
Gambar 5. Fraktur diafisis tibia
Orthopaedic Trauma Association membagi fraktur diafisis tiabia berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu : simple, wedge dan complex. Masing-masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu :
a. Tipe simple : spiral, oblik, dan transversal.
b. Tipe wedge : spiral, bending, dan fragmen c. Tipe complex : spiral, segmen, dan ireguler.
(A) (B) (C)
(D)
Gambar 6. (A) Fraktur diafisis tibia, (B), fiksasi internal (C) Fiksasi eksternal, (D) Fiksasi interna dengan Minimal Invasive
2.3 Fiksasi Interna
Ada beberapa pilihan pembedahan yang dapat dilakukan untuk penatalaksanaan fraktur tibia termasuk ORIF (Open Reduction Internal Fixation), fiksasi intreamedulla, dan fiksasi eksterna.
Fiksasi Interna dengan Plate dan Screw
Plate dengan berbagai desain dapat dimasukkan: (1) Plate kompresi lurus sederhana, yang akan memungkinkan kompresi sepanjang sumbu Plate; (2) Plate berkontur untuk fiksasi tulang-tulang spesifik; (3) Plate rendah yang mengurangi jejak pada tulang sehingga untuk melindungi vaskularisasi lokal; (4) Plate kunci di mana screw juga terikat plate dengan mekanisme yang aman sehingga membentuk konstruksi yang stabil dan mencegah Toggling.
Reduksi Terbuka atau fiksasi interna merupakan metode penatalaksanaan bedah orthopaedi yang paling banyak keunggulannya. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan pada bidang anatomi menuju tempat yang mengalami fraktur dan fraktur diperiksa serta diteliti. Hematoma fraktur dan fragmen-fragme yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan alat-alat ortopedik berupa pin, plate dan screw.
Keuntungan metode ini adalah ketelitian reposisi fragmen-fragmen tulang yang patah, kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada di dekatnya, dapat stabilitas
fiksasi yang memadai, dan tidak perlu berulang kali memasang gips atau alat-alat stabilisai lainnya, serta perwatan di rumah sakit dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus- kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hamper normal selama penatalaksanaan dijalankan.
2.4 MIPO (Minimally Invasive Plate Osteosynthesis)
Christian Krettek dkk. memperkenalkan satu teknik operasi orthopaedi baru, yaitu Minimal Invasive Plate Osteosynthesis (MIPO). Dalam MIPO, reduksi fraktur dan aplikasi peralatan fiksasi tulang dilakukan secara reduksi tidak langsung (bukan langsung pada lokasi fraktur) sehingga tindakan stripping dan insisi dapat dilakukan sekecil mungkin. Teknik MIPO dapat meminimalisasi kerusakan pembuluh darah/jaringan lunak dan devitalisasi fragmen fraktur. Berbeda dengan teknik yang menggunakan fiksasi anatomi (direct reduction and rigid fixation), teknik MIPO menggunakan fiksasi biologis (indirect reduction, ligamentotaxis, and bridge platting). Penyembuhan tulang yang diharapkan terjadi yakni penyembuhan melalui fase pembentukan jaringan kalus. Sejalan dengan perkembangan ilmu ortopedi dunia, di Indonesia juga mulai dikembangkan teknik MIPO di samping teknik fiksasi interna yang telah lama dikenal.
Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive adalah metode penatalaksanaan patah tulang dengan prinsip reposisi tulang yang patah tidak perlu mencapai bentuk seanatomis mungkin dan fiksasi fragmen tidak memerlukan lag screw, karena pada teknik ini tidak memerlukan teknik stabilisasi yang rigid dengan cara kompresi. Pemasangan plate pada fraktur berfungsi sebagai biological plate. Tujuan teknik ini adalah memberikan kesempatan fragmen tulang yang patah untuk sembuh denga cepat. Teknik ini menghindari kerusakan jaringan kutis, subkutis, otot dan system vaskularisasi sekitar periostium di daerah yang patah. Pada teknik ini sayatan kutis subkutis dan otot-otot dibuat seminimal mungkin dan pemasangan plate dipasang menyusup melalui terowongan yang dibuat di bawah fasia otot dan di atas periosteum tulang.
Dengan teknik ini sistem vaskular di daerah patah tulang terhindar dari kerusakan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kompartif-analitik dengan desain penelitian cross sectional dengan mencari data sekunder dari rekam medik pasien yang sudah dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Bagian Bedah Orthopaedi Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H Adam Malik Medan selama periode Januari 2015 – Desember 2016.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah semua rekam medis pasien dengan diagnosis fraktur tibia yang dilakukan reposisi terbuka fiksasi interna dan fiksasi interna dengan minimal invasive di RSUP H Adam Malik Medan. Sampel penelitian adalah rekam medis pasien dengan diagnosis fraktur tibia yang dilakukan reposisi terbuka fiksasi interna konvensional dan fiksasi interna dengan minimal invasive di RSUP H Adam Malik Medan selama kurun waktu Januari 2015 – Desember 2016.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Yang termasuk kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1. Rekam medis pasien dengan diagnosis fraktur tibia yang dilakukan reposisi terbuka fiksasi interna dan fiksasi interna minimal invaasive di bagian bedah orthopaedi di RSUP H Adam Malik Medan pada Januari 2015 – Desember 2016.
2. Rekam medis pasien dengan data dasar pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi yang jelas dan lengkap.
3. Penderita yang dilakukan reposisi terbuka fiksasi interna dan fiksasi interna dengan minimal invasive.
Yang termasuk kriteria eksklusi adalah :
1. Penderita yang memiliki kelainan pembekuan darah 2. Penderita yang mengalami kelainan ginjal sebelumnya 3. Pasien yang mengalami penyakit diabetes mellitus 4. Pasien yang mengalami penyakit paru obstruksi kronis.
3.5 Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Total Sampling
Seluruh pasien fraktur tibia yang menjalani operasi reposisi terbuka fiksasi interna konvensional dan fiksasi interna dengan Minimal Invasive Plate Ostheosynthesis di RSUP H. Adam Malik Medan diikutkan dalam studi dan kemudian dilakukan matching terhadap usia, jenis kelamin dan jenis fraktur simple maupun multiple.
3.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati dan diatur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah
Variable Independent Variable Dependent
Gambar 3.1 Kerangka konsep Reposisi Terbuka Fiksasi Interna
Konvensional
Minimal Invasive Plate Ostheosynthesis
Hasil Luaran Lama Rawatan
Komplikasi
3.7 Definisi Operasional 3.7.1 Hasil Luaran
Hasil luaran yang dinilai pada penelitian ini berupa:
• Lama rawatan adalah keterangan yang menunjukkan periode atau lamanya perawatan pasien pasca reposisi terbuka fiksasi interna dan fiksasi interna dengan minimal invasive di rumah sakit dihitung dari tanggal mulai dirawat sampai dengan keluar baik dengan izin dokter maupun meninggal dunia dari bagian orthopaedi berdasarkan pencatatan pada rekam medis. Lama rawatan diukur dengan rekam medis dan dikategorikan dengan skala interval.
• Komplikasi pasca operasi adalah komplikasi dari luka yang didapat setelah operasi.
Komplikasi pasca operasi diukur dengan rekam medis dan dikategorikan dengan nominal, berdasarkan ada atau tidaknya kondisi berikut:
o Nyeri ( VAS Skor 0-10)
o Perdarahan (jumlah perdarahan ) o Infeksi pasca operasi ada/tidak o Sepsis ada/tidak
o Kompartemen sindrom ada/tidak
o Kematian (disebut signifikan jika p≤0,05)
3.7.2 Operasi Fiksasi Interna
Operasi Fiksasi Interna adalah metode penatalaksanaan patah tulang dengan melakukan insisi di tempat yang mengalami cedera dan diteruskan pada bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur dan fraktur diperiksa dengan teliti. Hematoma fraktur dan fragmen- fragmen yang telah mati diirigasi dari luka. Fragmen kemudian direposisi agar menghasilkan posisi yang normal. Fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pin, plate dan screw
3.7.3 Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive
Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive adalah metode penatalaksanaan fraktur dengan prinsip reposisi tulang yang fraktur tidak perlu mencapai bentuk seanatomis mungkin dan
fiksasi fragmen tidak memerlukan lag screw, karena pada teknik ini tidak memerlukan teknik stabilisasi yang rigid dengan cara kompresi. Pemasangan plate pada tulang patah berfungsi sebagai biological plate. Tujuan teknik ini adalah memberikan kesempatan fragmen tulang yang patah untuk sembuh dengan cepat. Teknik ini menghindari kerusakan jaringan kutis, subkutis, otot dan system vaskularisasi sekitar periostium di daerah yang patah. Pada teknik ini sayatan kutis subkutis dan otot-otot dibuat seminimal mungkin dan pemasangan plate dipasang menyusup melalui terowongan yang dibuat di bawah fasia otot dan di atas periosteum tulang.
Dengan teknik ini sistem vaskular di daerah patah tulang terhindar dari kerusakan.
3.8 Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan piranti lunak statistik program windows. Analisa data bivariat dilakukan terhadap data sekunder dengan menggunakan perhitungan statistic (Uji Chi-Square) dan parametric (T-Test). Data yang sudah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel serta penjelasan hasil analisis dalam bentuk narasi.
3.9 Masalah Etika
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data rekam medik. Selama penelitian data rekam medik dijaga kerahasiaannya dan tidak bertentangan dengan nilai – nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik. Izin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran USU Medan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada penelitian ini, didapatkan sebanyak 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yang terdiri dari 15 orang pada kelompok Operasi Fiksasi Interna dan 15 orang pada kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive.
4.1.1 Karakteristik Sampel
Berdasarkan usia, maka didapatkan rata-rata usia pada kelompok Operasi Fiksasi Interna adalah 35 tahun (termuda 16 tahun dan tertua 56 tahun) dan pada kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive adalah 28 tahun (termuda 14 tahun dan tertua 54 tahun).
Kelompok Operasi Fiksasi Interna
Kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive
Usia Rata-rata 35 28
Tabel 4.1 Karakteristik Usia Subyek Penelitian
Berdasarkan jenis kelamin, maka didapatkan 12 orang laki-laki dan 3 orang perempuan pada kelompok Operasi Fiksasi Interna, serta 11 orang laki-laki dan 4 orang perempuan pada kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive.
Kelompok Operasi Fiksasi Interna
Kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive
Laki-laki 12 11
Perempuan 3 4
Tabel 4.2 Karakteristik Jenis Kelamin Subyek Penelitian
4.2 Analiusis Bivariat Hasil Luaran 4.2.1 Lama Rawatan
Berdasarkan lama rawatan, maka didapatkan lama rawatan paling banyak 21 hari pada 7 pasien kelompok Operasi Fiksasi Interna, serta terbanyak 14 hari pada 9 pasien pada kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive. Pada tabel di bawah ini Dari hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,043 (p< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan lama rawatan antara kelompok operasi fiksasi interna dan operasi minimal invasive.
Tabel 4.3 Perbedaan Kelompok Operasi Fiksasi Interna Dan Minimal Invasive Berdasarkan Lama Rawatan
Lama Rawatan (hari)
Kelompok Operasi Fiksasi Interna
Kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive
<7 hari 2 9
7-14 hari 8 4
>14 hari 5 2
4.2.2 Komplikasi Pasca Operasi 4.2.2.1 Nyeri ( VAS Skor 0-10)
Berdasarkan skala nyeri, maka didapatkan skor nyeri paling banyak 5 pada 6 pasien kelompok Operasi Fiksasi Interna, serta terbanyak 6 pada 6 pasien pada kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive. Pada tabel di bawah ini Dari hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,067 (p> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan VAS Skor antara kelompok operasi fiksasi interna dan operasi minimal invasive.
Tabel 4.4 Perbedaan Kelompok Operasi Fiksasi Interna Dan Minimal Invasive Berdasarkan VAS Skor
VAS Skor Kelompok Operasi Fiksasi Interna
Kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive
1 0 0
2 0 0
3 0 1
4 1 1
5 7 5
6 6 6
7 1 2
8 0 0
9 0 0
10 0 0
4.2. 2.2 Perdarahan (jumlah perdarahan )
Berdasarkan jumlah perdarahan, maka didapatkan volume perdarahan paling banyak 800 cc pada 1 pasien kelompok Operasi Fiksasi Interna, serta terbanyak 1100 cc pada 1 pasien pada kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive. Pada tabel di bawah ini Dari hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,056 (p> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah perdarahan antara kelompok operasi fiksasi interna dan operasi minimal invasive.
Tabel 4.5 Perbedaan Kelompok Operasi Fiksasi Interna Dan Minimal Invasive Berdasarkan Jumlah Perdarahan
Jumlah Perdarahan
Kelompok Operasi Fiksasi Interna
Kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive
50-100 cc 2 4
100 – 500 cc 10 10
500 - 1000 cc 2 1
1000c c 1 0
4.2.2.3 Infeksi pasca operasi ada/tidak
Berdasarkan ada tidaknya infeksi pasca operasi, maka didapatkan infeksi pasca operasi pada 13 pasien kelompok Operasi Fiksasi Interna, serta 10 pasien pada kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive. Pada tabel di bawah ini Dari hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,73 (p> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan infeksi pasca operasi antara kelompok operasi fiksasi interna dan operasi minimal invasive.
Tabel 4.6 Perbedaan Kelompok Operasi Fiksasi Interna Dan Minimal Invasive Berdasarkan Infeksi Pasca Operasi
Infeksi Pasca Operasi
Kelompok Operasi Fiksasi Interna
Kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive
Ya 13 10
Tidak 2 5
4.2.2.4 Sepsis ada/tidak
Berdasarkan ada tidaknya sepsis, maka didapatkan sepsis pada 7 pasien kelompok Operasi Fiksasi Interna, serta 4 pasien pada kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan
Minimal Invasive. Pada tabel di bawah ini Dari hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,084 (p> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan terjadinya sepsis antara kelompok operasi fiksasi interna dan operasi minimal invasive.
Tabel 4.7 Perbedaan Kelompok Operasi Fiksasi Interna Dan Minimal Invasive Berdasarkan Sepsis
Sepsis Kelompok Operasi Fiksasi Interna
Kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive
Ya 7 4
Tidak 8 11
4.2.2.5 Kompartemen sindrom ada/tidak
Berdasarkan ada tidaknya kompartemen sindrom, maka didapatkan kompartemen sindrom pada ? pasien kelompok Operasi Fiksasi Interna, serta pasien pada kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive. Pada tabel di bawah ini dari hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,062 (p> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan terjadinya kompartemen sindrom pasca operasi antara kelompok operasi fiksasi interna dan operasi minimal invasive.
Tabel 4.8 Perbedaan Kelompok Operasi Fiksasi Interna Dan Minimal Invasive Berdasarkan Kompartemen Sindrom
Kompartemen Sindrom
Kelompok Operasi Fiksasi Interna
Kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive
Ya 2 0
Tidak 13 15
4.2.2.6 Kematian
Berdasarkan ada tidaknya kematian post operasi, maka didapatkan kematian post operasi pada 2 pasien kelompok Operasi Fiksasi Interna, serta 1 pasien pada kelompok
Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive. Pada tabel di bawah ini Dari hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,062 (p> 0,05)Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan terjadinya kematian pasca operasi antara kelompok operasi fiksasi interna dan operasi minimal invasive.
Tabel 4.9 Perbedaan Kelompok Operasi Fiksasi Interna Dan Minimal Invasive Berdasarkan Kematian
Kematian Kelompok Operasi Fiksasi Interna
Kelompok Operasi Fiksasi Interna dengan Minimal Invasive
Ya 2 1
Tidak 13 14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Mayoritas pasien yang terlibat dalam penelitian ini adalah laki-laki sebanyak 24 orang pasien.
2. Rerata usia pasien yang paling banyak menjalani operasi fiksasi interna adalah 35 tahun dan operasi fiksas interna dengan minimal invansive adalah 28 tahun.
3. Lama rawatan antara pasien yang menjalani operasi fiksasi interna dengan menjalani operasi minimal invasive berbeda (p<0,05).
4. Intensitas nyeri antara pasien yang menjalani operasi fiksasi interna dengan menjalani operasi minimal invasive tidak terlalu berbeda (p>0.05)
5. Jumlah perdarahan antara pasien yang menjalani operasi fiksasi interna dengan menjalani operasi minimal invasive tidak terlalu berbeda (p>0.05)
6. Infeksi pasca operasi antara pasien yang menjalani operasi fiksasi interna dengan menjalani operasi minimal invasive tidak terlalu berbeda (p>0.05)
7. Adanya sepsis antara pasien yang menjalani operasi fiksasi interna dengan menjalani operasi minimal invasive tidak terlalu berbeda (p>0.05)
8. Adanya kompartemen antara pasien yang menjalani operasi fiksasi interna dengan menjalani operasi minimal invasive tidak terlalu berbeda (p>0.05)
9. Terjadinya kematian antara pasien yang menjalani operasi fiksasi interna dengan menjalani operasi minimal invasive tidak terlalu berbeda (p>0.05)
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode penelitian dan jumlah sampel yang lebih besar dengan waktu penelitian yang lebih panjang untuk melihat perbandingan hasil luaran penderita fraktur tibia yang dilakukan reposisi terbuka fiksasi interna konvensional dan fiksasi interna dengan Minimal Invasive Plate Osteosynthesis yang memiliki hasil lebih akurat
.
DAFTAR PUSTAKA
1. Endo Hirosuke.2008.The minimally Invasive Plate Osteosynthesis (MIPO) Technique with a Locking Compression Plate for Femoral Lenghtening.Acta Med. Okayama. Vol 62. No 5, pp 333-339
2. Gulabi D. 2016. Surgical treatment of Distal Tibia Fractures : Open versus MIPO. Ulus Trauma CerrahiDerg. Vol 22. No 1
3. Halstead, J.A.2004. Teaching in Nursing, 4th Ed.Philadelpia: Saunders. pg 277-301 4. Im GI, Tae SK. 2005. Distal metaphyseal fractures of tibia: a prospective randomized
trial of closed reduction and intramedullary nail versus open reduction and plate and screws fixation. J Trauma.Vol 59. Pp 1219-1223.
5. Janssen KW, Biert J, van Kampen A.2007. Treatment of distal tibial fractures: plate versus nail: a retrospective outcome analysis of matched pairs of patients. IntOrthop 31(5): 709-714.
6. Krettek C. 1997.Minimally invasive plate osteosynthesis and vascularity: preliminary results of a cadaver injection study. Supplement 1.
7. Lakhotia, D, et al. 2016. Minimally invasive osteosynthesis of distal tibia fractures using anterolateral locking plate : Evaluation of results and complications. Chinese Journal of Traumatology 19 : 39-44.
8. Lin, Tao, dkk.2014. Minimally invasive plate osteosynthesis with a locking compression plate is superior to open reduction and internal fixation in the management of the proximal humerus fractures. BioMed Central. Musculoskeletal Disoreder 15:206.
9. Mao et al. 2015. Intramedullary nailing versus plating for distal tibia fractures without articular involvement: a meta-analysis. Journal of Orthopaedic Surgery and Research.
10:95.
10. Ramadhan A. 2014. Minimally Invasive Plate Osteosynthesis with Conventional Compression Plate for Diaphyseal Tibia Fracture. Malays OrthoP. 8(3): 33-36
11. Rizk, Ahmed.2015. Minimally Invasive Plate Osteosynthesis for the treatment of high energy tibial shaft fractures. Egyptian Orthopedic Journal. 50:36-44.
12. Ronga, M.2010. Minimally Invasive Locked Plating of Distal Tibia Fractures is Safe and Effective. ClinOrthopRlat Res. 466(4): 975-982
13. Ropyanto, dkk. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Fungsional Paska Open Reduction Internal Fixation Fraktur Ekstremitas. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1, No 2, November 2013; 81-90
14. Smeltzer and Bare. 2013.Textbook of Medical Surgical Nursing 3rd ed. Lipppincot.
15. Townsend, et al. 2007.Sabiston Textbook of Surgery 18th ed.Philadelpia: Saunders.
16. Warwick D.J.2010.Apley's System of Orthopaedics and Fractures 9th Ed.CRC.
17. Wijaya E. P.2014. Hubungan antara Koagulopati dan Kadar Serum Laktatsebagai indicator MorbiditasdanMortalitaspadakasusMultipel Trauma di RSUP H. Adam Malik Medan. FK USU.
18. World Health Organization.2011.Road traffic injury prevention. WHO, Geneva.
19. Zeng.2014.Limited open reduction is better for simple distal tibial shaft fractures than minimally invasive plate osteosynthesis. Genetic and Molecular Research, 13 (3); 5361- 5368.