• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus 7

2.2 Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus 14

2.3 Komplikasi Vaskular Pada Diabetes Melitus 17

2.4 Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi Dan Etiologi

25

2.5 Ambang Hemoglobin Digunakan Untuk Mendefinisikan Anemia

26

3.1 Metode Pengukuran 32

5.1 Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan jenis kelamin

36

5.2 Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan kelompok usia

37

5.3

Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan lama menderita diabetes melitus tipe 2

5.4 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap, berdasarkan jenis kelamin.

39

5.5 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan kelompok usia.

40

5.6 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap, berdasarkan kelompok lama menderita diabetes melitus tipe 2

41

5.7 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan HbA1c

42

5.8 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan jenis terapi.

ABSTRAK

Selama satu dekade terakhir, prevalensi diabetes mellitus tipe 2 di dunia telah mengalami peningkatan yang sangat dramatis . Pada tahun 2004, dicatatkan sebanyak 3,4 juta kematian penderita diabetes melitus tipe 2 akibat berbagai komplikasi yang timbul dari kadar glukosa dara h yang tidak terkontrol. Dikatakan bahwa bentuk paling umum dari komplikasi yang sering tidak terdiagnosis pada pasien diabetes melitus tipe 2 adalah anemia . Penelitian ini dilakukan untuk mengamati profil anemia dari pasien diabetes tipe 2 dan kejadian a nemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan perawata n di RSUP H. Adam Malik , Medan.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional

study. Sampel data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari departemen

rekam medis RSUP H. Adam Malik , Medan . Dengan menggunakan metode total sampling, didapatkan sebanyak 648 sampel pasien rawat inap dan 347 sampel pasien rawat jalan yang menderita diabetes melitus tipe 2 dari 1 Januari 2011 sampai 31 Disember 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan dan rawat inap, Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan .

Dari kesemua 1022 orang (100 %) sampel pasien diabetes me litus tipe 2 yang dikumpulkan di RSUP H. Adam Malik, Medan , didapati bahwa 600 orang (58,7 % ) dari jumlah sampel mengalami anemia .

Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kejadian anemia pada pasien diabetes tipe 2 adalah usia , jenis kelamin , kadar HbA1c dan durasi diabetes mellitus tipe 2 .

ABSTRACT

Over the past decade the world’s prevalence of type 2 diabetes mellitus

has dramatically increased. A staggering 3.4 million deaths in 2004 resulted from numerous complications that arises from uncontrolled blood glucose levels. It is to be said that the most common form of complication which often gets undiagnosed in diabetic patient is anemia. Thus, this research is carried out to observe the anemia profile of type 2 diabetic patients and insidence of anemic patients in those type 2 diabetic patient s who seeks treatment at RSUP H. Adam Malik, Medan.

This study is a descriptive research with a cross-sectional study approach. The data sample needed for this research is obtained at the medical records department of RSUP H. Adam Malik, Medan. By using the total sampling method, 648 samples of inpatients and 347 outpatients samples diagnosed with type 2 diabetes mellitus are undertaken.

This study aims to determine the incidence of anemia in type 2 diabetes mellitus patients of both inpatients and outpatients of the endocrinology division of the department of internal medicine RSUP H. Adam Malik, Medan.

Out of the 1022 patients (100%) total samples collected of the type 2 diabetic patients in RSUP H. Adam Malik, Medan, it is observed that 600 patients (58.7%) samples are anemic.

The dominant factors affecting the incidence of anemia in type 2 diabetes patients were age, gender , levels of HbA1c and the duration of type 2 diabetes mellitus.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah, kelainan dari kerja insulin, sekresi insulin dari pankreas yang abnormal dan peningkatan produksi glukosa oleh hepar (Camachoet al,2007). Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Bentuk paling umum dari diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2 dan diabetes melitus gestasional (CDC, 2012). Pada Diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes M ellitus (IDDM), terjadi gangguan proses autoimun dimana tubuh menyerang sel beta pankreas sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), dapat terjadi dua kondisi dimana pankreas memproduksi insulin , tetapi jumlah insulin yang diproduksi tidak adekuat atau terjadinya resistensi insulin (Rizzo, 2001). Diabetes gestasional adalah hiperglikemia dengan onset atau pertama kali diketahui selama kehamilan. Gejala diabetes gestational mirip dengan diabetes tipe 2 (CDC, 2012). Pada tahun 2012, dikatakan prevalensi angka kejadian diabetes me litus di dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa (IDF, 2013), dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 (CDC, 2012). Menurut laporan badan kesehatan dunia atau World Health Organisation (WHO) pada tahun 2000 dianggarkan sebanyak 171 juta jiwa menderita diabetes me litus tipe 2 dan diperkirakan pada 2030 akan terjadi peningkatan sebanyak 195 juta jiwa lagi yang akan menderita diabetes tipe 2 (WHO, 2013). Studi populasi Diabetes Mellitus tipe 2 di berbagai Negara oleh WHO menunjukkan jumlah penderita diabetes me litus pada tahun 2000 di

Indonesia menempati urutan ke -4 terbesar dengan 8,426 juta orang dan diperkirakan akan menjadi sekitar 21,257 juta pada tahun 2030. (WHO, 2013). Diabetes melitus merupakan penyakit kronis progresif yang menjadi salah satu permasalahan medis, bukan hanya karena prevalensinya yang meningkat dari tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit ini umumnya dapat bermanifestasi ke gangguan penyakit sistemik lain seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler (Wildet al, 2000).

Anemia secara fungsional dapat didefinisikan sebagai penurunan massa se l darah merah sehingga tidak memadai untuk transportasi oksigen yang optimal ke jaringan perifer (Tkachuket al, 2007). Definisi anemia menurut WHO pula adalah konsentrasi Hb dibawah 13 gr/dl pada laki -laki dan perempuan postmenopouse dan konsentrasi Hb di bawah 12 g/dl pada perempuan lainnya (WHO, 2008). Menurut laporan penelitian yang dilak ukan WHO pada tahun 1993-2005 diperkirakan 24.8% dari populasi dunia menderita anemia dan pr evelensi tertinggi adalah pada negara-negara yang sedang berkembang (WHO, 2008). Anemia bukanlah diagnosa akhir dari suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit dasar yang dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu, gangguan pada mekanisme produksi eritrosit, siklus penghancuran eri trosit memendek atau adanya faktor eksternal seperti pendarahan. Prevelensi anemia penyakit kronis merupakan yang kedua terbesar selepas anemia defisiensi besi dengan proporsi sepertiga dari populasi dunia dengan anemia.(Agustriadi et al, 2006). Anemia penyakit kronis atau anemia of chronic disease (ACD) sering dikatakan terjadi pada penderita dengan penyakit inflamasi kronis dan gagal ginjal seperti pada pasien diabetes dengan nefropati, namun besar proporsi kejadian nefropati hanyalah 7% dari jumlah penderita diabetes (Jerumset al, 2006).

Bila terjadi penurunan dari fungsi ginjal disebabkan diabetes melitus dengan nefropati, kemampuan ginjal untuk memproduksi eritropoetin yang adekuat untuk regulasi eritrosit baru akan terganggu. Hal ini akan memicu terjadinya peningkatan dari produksi sit okin dan sel retikuloendotelial yang menginduksi perubahan homeostasis besi dan produksi eritropoetin. Prevalensi

penderita diabetes melitus yang didiagnosa anemia dengan atau tanpa nefropati adalah sebanyak 57.1% (Jerumset al, 2006).

Berdasarkan data dan kondisi yang dikemukakan di atas, yaitu tingginya angka prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, besar resiko penderita diabetes melitus tipe 2 menderita anemia serta melihatkan belum ada data tentang anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik, maka peneliti tertarik untuk mengetahui angka kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan.

1.2 Rumusan Masalah

“Bagaimana kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap , Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik, Medan , pada 1 Januari 2011 – 31 Disember 2012”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :...

1. Mengetahui kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap , Divisi Endokrinologi, Departe men Ilmu Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik, Medan , pada 1 Januari 2011 -31 Disember 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus :...

1. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dan anemia pada pasien yang dirawat jalan di RSUP H. Adam Malik, Medan.

2. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dan anemia pada pasien yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan.

3. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tip e 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan jenis kelamin.

4. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Mal ik, Medan berdasarkan kelompok usia.

5. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan lama menderita diabetes melitus tipe 2.

6. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan HbA1c.

7. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap d i RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan jenis terapi yang diberikan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Kepada RSUP H. Adam Malik, Medan :

1. Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan di RSUP H.Adam Malik, mengenai kejadian anemia pada penderita diabetes melitus tipe 2 dalam meningkatkan fasilitas ser ta pelayanan bagi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan anemia yang berobat di RSUP H. Adam Malik, Medan... ... ...

1.4.2 Kepada masyarakat

1. Menyediakan dasar informasi kesehatan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap deteks i dini diabetes melitus tipe 2 agar terhindar dari komplikasi.

2. Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang sebagai upaya pengendalian faktor resiko kejadian anemia pada diabetes melitus tipe 2.

1.4.3 Kepada peneliti

1. Sebagai bahan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan pe neliti tentang penyakit diabetes melitus tipe 2 dan anemia.

2. Dapat memperoleh informasi dasar ilmiah terbaru tentang ke jadian diabetes melitus tipe 2 .

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetes melitus

Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan efekti f. Hiperglikemia atau peninggian kadar gula darah adalah suatu efek yang sering dijumpai pada diabetes yang tidak terkontrol dan jika dibiarkan, dalam jangka masa panjang dapat menyebabkan kerusakan pelbagai sistem tubuh terutama siste m persarafan dan pembuluh darah (WHO, 2006).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, k erja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2010).

Diabetes melitus adalah suatu kumpulan kelainan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh karena adanya defisiensi insulin baik relatif maupun absolut. (Colledgeet al, 2006).

Berdasarkan kriteria diagnostik PERKENI ( Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) tahun 2011, seseorang dikatakan menderita diabetes jika ada gejala diabetes melitus dengan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL atau adanya gejala

klasik diabetes melitus dengan kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL atau

kadar gula plasma 2 jam pada tes tolerans i glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL (PERKENI, 2011).

Dari berbagai definisi yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolisme kronis yang disebabkan adanya kelainan dari produksi, sekresi dan kerja insulin yang ditandai dengan dengan peninggian kadar glukosa darah (hiperglikemia). Seseorang dikatakan menderita

diabetes jika memiliki kadar glukosa darah ≥ 126 mg/dL dan ≥ 200 mg/dL pada

tes glukosa darah sewaktu.

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologik diabetes melitus menurut American Diabetes Association, 2007 :

Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi Diabetes Melitus Tipe Diabetes Melitus Keterangan

Tipe 1 Tipe diabetes dengan defisiensi insulin absolut akibat kerusakan sel -sel β

pankreas. Umumnya disebabkan : 1) Proses autoimun

2) idiopatik

Tipe 2 Mulai dari yang predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin dengan resistensi insulin.

Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta  Defek genetik kerja insulin  Penyakit eksokrin pankreas  Endokrinopati

 Karena obatan atau zat kimia  Infeksi

 Imunologi

 Sindroma genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus

Diabetes melitus gestational Diabetes semasa kehamilan

2.1. 3 Faktor resiko diabetes melitus tipe 2

Faktor-faktor resiko berhubungan dengan terjadinya diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua (WHO,2006), yaitu, :

a) Faktor resiko yang tidak dapat diubah (non -modifiable) :  Usia.

Resistensi insulin lebih cenderung terjadi seiring pertambahan usia.  Ras atau latar belakang etnis

Resiko diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli Hawaii. Hal ini disebabkan oleh nilai rata -rata tekanan darah yang lebih tinggi, obesitas, dan pengaruh gaya hidup yang kurang sehat.

 Riwayat penyakit diabetes melitus dalam keluarga

Seseorang dengan ahli keluarga yang menderita deabet es melitus mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita penyakit yang sama ini dikarenakan gen penyebab diabetes melitus dapat diw arisi orang tua kepada anaknya (Colledge et al, 2006)

b) Faktor resiko yang dapat diubah (modifiable) :  Obesitas

 Gaya hidup  Hipertensi

 Kadar glukosa darah

2.1.4 Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2

Resistensi insulin, gangguan sekresi insulin dan abnormalitas metabolik menjadi kunci dari perkembangan penyakit diabetes m elitus tipe 2. Pada tahap awal, toleransi glukosa hampir normal karena sel-sel beta pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan meningkatnya resistensi insulin, sel beta pankreas tidak lagi dapat memperta hankan kondisi hiperinsulinemia (Colledge et al, 2006). Akibatnya, terjadi gangguan toleransi

glukosa yang ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial (Marieb et al, 2004). Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hati yang terus menerus, akan berlanjut pada diabetes dan disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa (Conroyet al, 2010).

Gambar 2.1. Regulasi kadar gula darah

Gambar 2.2. Patogenesis diabetes melitus tipe 2

Sumber : Color Atlas of Pathophysiology, 2000; Stefan Silbernagl & Flor ian lang

Resistensi Insulin

Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan target terutama otot rangka dan hepar merupakan gambaran utama diabetes melitus tipe 2 dan merupakan kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Mekanism e pasti mengenai resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 masih belum diketahui. (Colledgeet al.,2006)

Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot rangka merupakan efek sekunder hiperinsulinemia. Mekanisme resistensi insulin umumnya terjadi akibat gangguan persinyalan post-receptor (PI-3-kinase) yang mengurangi translokasi glucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma. (Harrison, 2008). Terdapat tiga hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait obesitas, yaitu :

 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)

Peningkatan trigliserida interselular dan produk metabolisme asam lemak menurunkan efek insulin yang berlanjut pada resistensi insulin.

 Adipokin

Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin, sedangkan resistin meningkatkan resistensi terhadap insulin.

 PPARγ (peroxisome proliferator -activated receptor gamma) dan TZD (thiazolidinediones).

PPARγ merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan kepekaan insulin sedangkan TZD merupakan zat antioksidan yang mampu berikatan dengan

PPARγ sehingga dapat menurunkan resistensi insulin....

...

...

..Gambar 2.3. Mekanisme resistensi insulin

Sumber : Lippincott Williams & Wilkins ; Obesity, Mechanisms and Clinical Management, 2003

Gangguan Sekresi Insulin

Pada diabetes melitus tipe 2, se kresi insulin meningkat sebagai respons terhadap resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa. Namun, kelamaan sel beta pankreas menjadi lelah dan dan hal ini memicu terjadinya kegagalan fungsi sel beta. Pulau polipeptida amiloid atau amylin y ang disekresikan oleh sel beta akan membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini dapat ditemukan pada pasien yang telah lama menderita diabetes melitus tipe 2. (Harrison , 2008).

Abnormalitas Metabolik

Akibat resistensi insulin, penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin menurun, sedangkan kadar hepatic glucose output bertambah. Seiring dengan peningkatan kadar glukosa darah, akan terjadi akumulasi lipid dalam serat otot rangka, yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan produksi ATP mitokondria. Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit sehingga terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit. (Porth dan Martin, 2008.)

Penyimpanan lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit perlemakan hati non-alkoholik dan abnormalitas fungsi hati. Selain itu, keadaan tersebut menyebabkan dislipidemia pada penderita diabetes melitus tipe 2, yaitu peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan HDL. (Powerset al, 2008)

Gambar 2.4. Efek insulin pada metabolisme glukosa, asam lemak, dan protein.

Sumber:Pathophysiology: Concepts of Altered Health Sta tes, 8th ed., 2008

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara (PERKENI, 2011, WHO, 2006, ADA,2011) , yaitu :

 Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.

 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan

klasik.

 Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTG O sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. ...

Tabel 2.2. Kriteria diagnostik diabetes mellitus Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

(Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir)

ATAU

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)

(Puasa diartikan pasien tidak menda pat kalori tambahan sedikitnya 8 jam) ATAU

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

(TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air) * Pemeriksaan HbA1c (≥6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah

satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.

Sumber: Konsensus Diabetes Melitus Tipe Dua, Indonesia, PERKENI, 2011

2.1.6 Gejala Klinis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita diabetes. Kecurigaan adanya diabetes perlu difikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini (PERKENI 2011, Kumar dan Clark, 2005 ) :

 Keluhan klasik diabetes melitus be rupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

 Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

2.1.7 Penatalaksanaan

Diabetes melitus tipe 2 fase awal dapat ditangani dengan diet dan olahraga tetapi seiring dengan berkembangya perjalanan penyakit diabetes melitus tipe dua ini

intervensi medika mentosa menjadi perlu untuk menangani hiperglikemia.

2.1.7.1 Penatalaksanaan Non-farmakologi

Cara yang paling efektif untuk meningkatkan sensitivitas insulin adalah penurunan berat badan bagi pasien diabetes melitus tipe 2 dengan berat badan berlebih dan mempertahankan berat badan ideal. (Gilby, 2007). Langkah ini dapat dicapai dengan melakukan perubahan gaya hidup yaitu melakukan olahraga dan kontrol diet. Kedua modalitas ini sangat efektif dalam meningkatkan kerja insulin dengan cara memperbaiki sensitivitas insulin dan menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2. (Meeking, 2011)

2.1.7.2 Penatalaksanaan Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi dalam rangka untuk menurunkan kadar gula darah adalah perlu apabila perubahan gaya hidup dan diet gagal untuk mencapai atau mempertahankan kontrol glikemik n ormal (Gilby, 2007). Obatan antidiabetik dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, oral dan suntikan.

Obat antidibetik oral.

Terdapat beberapa klasifikasi obatan antidiabetik oral dan yang paling sering digunakan adalah dari golongan metformin, thiazolidinedio nes (TZD), sulfonilurea, analog meglitidin, alpha glucosidase inhib itors, insulin dan terapi GLP-1 (Meeking, 2011)

 Metformin

Metformin adalah dari golonganinsulin-sensitizing agentsdimana ia tidak menstimulasi perlepasan insulin dari pankreas sebaliknya hanya meningkatkan sensitivitas hepar terhadap insulin. Metformin menurunkan kadar glukosa darah tanpa menyebabkan hipoglikemi dengan cara meransang pembentukan cadangan glikogen di otot rangka.

 Thiazolidinedione (TZD)

TZD juga adalah dari golongan insulin-sensitizing agents dan berfungsi sebagai Peroxisome Proliferator Activated Receptor -gamma (PPARγ)

agonist. TZD meningkatkan sensivitas insulin dengan cara menstimulasi

reseptor PPARγ pada jaringan lemak dimana TZD membantu dalam

meningkatkan transkripsi gene sensitif insulin seperti GLUT 4, dan lipoprotein lipase.

 Sulfonilurea

Obatan sulfonilurea menstimulasi sekresi insulin dari sel beta pankreas untuk memberikan kesan hipoglikemi langsung. Obatan golongan ini berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Hal ini menyebabkan ATP-sensitive potassium channel menutup dan menyebabkan influks kalsium ke dalam sel dan menyebabkan pengaktifan protein yang mengontrol granul insulin melalui aktivasi dari protein kinase

C.

 Analog Meglitidine

Analog meglitidine menstimulasi fase pertama dari perlepasan insulin. Sama seperti golongan sulfonilurea, golongan analog megdlitidine ini berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Obatan golongan ini dapat diberikan secara kombinasi dengan agen hipoglikemi yang lain kecuali sulfonilurea kerana cara keduanya akan berikatan pada

Dokumen terkait