• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Rawat Jalan Dan Ruang Rawat Inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Rawat Jalan Dan Ruang Rawat Inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011-2012"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di

Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Divisi

Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP

H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011 -2012

Oleh :

AZIMA AMINA BINTI AYOB

100100289

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di

Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Divisi

Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP

H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011 -2012

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

AZIMA AMINA BINTI AYOB

100100289

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Rawat

....Jalan Dan Ruang Rawat Inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu

....Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011 -2012

Nama : Azima Amina Binti Ayob

NIM : 100100289

Pembimbing Penguji I

dr. Melati Silvanni Nst., Sp.PD dr. Winra Pratita, M.Ked(Ped), Sp.A NIP : 198210102008122003 NIP : 198310082008122002

Penguji II

dr. Hj. Tiangsa Sembiring, Sp.A (K) NIP : 196201041989112001

Medan, 3 Januari 2014

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Selama satu dekade terakhir, prevalensi diabetes mellitus tipe 2 di dunia

telah mengalami peningkatan yang sangat dramatis . Pada tahun 2004, dicatatkan

sebanyak 3,4 juta kematian penderita diabetes melitus tipe 2 akibat berbagai

komplikasi yang timbul dari kadar glukosa dara h yang tidak terkontrol. Dikatakan

bahwa bentuk paling umum dari komplikasi yang sering tidak terdiagnosis pada

pasien diabetes melitus tipe 2 adalah anemia . Penelitian ini dilakukan untuk

mengamati profil anemia dari pasien diabetes tipe 2 dan kejadian a nemia pada

pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan perawata n di RSUP H. Adam

Malik , Medan.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional

study. Sampel data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari departemen

rekam medis RSUP H. Adam Malik , Medan . Dengan menggunakan metode total

sampling, didapatkan sebanyak 648 sampel pasien rawat inap dan 347 sampel

pasien rawat jalan yang menderita diabetes melitus tipe 2 dari 1 Januari 2011

sampai 31 Disember 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian anemia pada pasien

diabetes melitus tipe 2 rawat jalan dan rawat inap, Divisi Endokrinologi,

Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan .

Dari kesemua 1022 orang (100 %) sampel pasien diabetes me litus tipe 2

yang dikumpulkan di RSUP H. Adam Malik, Medan , didapati bahwa 600 orang

(58,7 % ) dari jumlah sampel mengalami anemia .

Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kejadian anemia pada pasien

diabetes tipe 2 adalah usia , jenis kelamin , kadar HbA1c dan durasi diabetes

mellitus tipe 2 .

(5)

ABSTRACT

Over the past decade the world’s prevalence of type 2 diabetes mellitus

has dramatically increased. A staggering 3.4 million deaths in 2004 resulted from

numerous complications that arises from uncontrolled blood glucose levels. It is to

be said that the most common form of complication which often gets undiagnosed

in diabetic patient is anemia. Thus, this research is carried out to observe the

anemia profile of type 2 diabetic patients and insidence of anemic patients in

those type 2 diabetic patient s who seeks treatment at RSUP H. Adam Malik,

Medan.

This study is a descriptive research with a cross-sectional study approach.

The data sample needed for this research is obtained at the medical records

department of RSUP H. Adam Malik, Medan. By using the total sampling

method, 648 samples of inpatients and 347 outpatients samples diagnosed with

type 2 diabetes mellitus are undertaken.

This study aims to determine the incidence of anemia in type 2 diabetes

mellitus patients of both inpatients and outpatients of the endocrinology division

of the department of internal medicine RSUP H. Adam Malik, Medan.

Out of the 1022 patients (100%) total samples collected of the type 2

diabetic patients in RSUP H. Adam Malik, Medan, it is observed that 600 patients

(58.7%) samples are anemic.

The dominant factors affecting the incidence of anemia in type 2 diabetes

patients were age, gender , levels of HbA1c and the duration of type 2 diabetes

mellitus.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur diucapkan kehadrat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia -Nya sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

Saya sadari bahwa isi maupun susunan skripsi yang berjudul Kejadian

Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Jalan dan Ruang

Rawat Inap, Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H.

Adam Malik, Medan pada tahun 2011-2012 ini masih jauh dari kesempurnaan

oleh karena keterbatasan dan kelemahan yang ada pada diri saya. Oleh karena itu,

saya dengan senang hati menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi

ini.

Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan setinggi-tinggi

penghargaan dan terima kasih buat dr. Melati Silvanni Nasution, Sp.PD, selaku

dosen pembimbing penulis dan pengarahan sepenuhnya kepada penulis sehingga

selesai penulisan skripsi Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya juga ingin menyampaikan setinggi terima kasih kepada :

...

1. dr. Winra Pratita M.Ked(Ped), Sp.A selaku dosen penguji I dan dr. Hj.

Tiangsa Sembiring Sp.A(K) selaku dosen penguji II yang telah bersedia

menjadi penguji, memberikan masukan dan saran.

2. Keluarga yang tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan doa

selama menyiapkan Karya Tulis Ilmiah ini .

2. Seluruh tenaga pengajar, staf Program Kedokteran Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

3. Teman-teman seperjuangan saya yang telah banyak memberikan bantuan

dan dukungan selama penulis menyiapkan penelitian ini.

4. Semua pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam

(7)

Akhirnya saya berharap, semoga karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan

bahan rujukan bagi pihak RSUP H. Adam Malik, pada penelitian akan datang dan

dapat memberi manfaat buat semua.

Medan, 14 Disember 2013

(8)

DAFTAR ISI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Diabetes Melitus ...………. 2.1.1 Definisi ... 6

2.1.2 Klasifikasi ... 7

2.1.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 ... ... 8

2.1.4 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ... 8

2.1.5 Diagnosis ... 13

2.1.6 Gejala Klinis ... ... 14

2.1.7 Penatalaksanaan ... 14

2.1.7.1 Non-farmakologi ... 15

2.1.7.2 Farmakologi ... 15

2.2.5 Manifestasi Klinis ... 27

2.3 Anemia dan Diabetes Melitus Tipe 2 ... 27

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 30

3.1. Kerangka Konsep Penelitian………. 30

(9)

BAB 4. METODE PENELITIAN ……….. 33

4.1. Jenis Penelitian ……… 33

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 33

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ……… 33

4.3.1. Populasi ………...……… 33

4.3.2. Sampel ………. 33

4.3.3 Kriteria Inklusi dan eksklusi ... 34

4.3.3.1 Kriteria Inklusi ... 34

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi ... ... 34

4.4 Metode Pengumpulan Data ………. 34

4.5.Pengolahan dan Analisis Data ……… 34

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1. Hasil Penelitian ... 35

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian ... 35

5.1.3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36

5.1.4. Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok Usia ... 37

5.1.5. Karakteristik Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 38

5.1.6. Anemia dan Jenis Kelamin ... .... 39

5.1.7. Anemia dan Usia ... 40

5.1.8. Anemia dan Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 41 5.1.9. Anemia dan HbA1c ... 42

5.1.10 Anemia dan Jenis Terapi... 43

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

2.1 Regulasi Kadar Gula Darah 9

2.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 10

2.3 Mekanisme Resistensi Insulin 11

2.4 Efek Insulin Pada Metabolisme Glukosa, Asam Lemak, Dan Protein

13

2.5 Komplikasi Akut Pada Diabetes Melitus Tipe 2 19

2.6 Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Tipe 2 22

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus 7

2.2 Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus 14

2.3 Komplikasi Vaskular Pada Diabetes Melitus 17

2.4 Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi Dan Etiologi

25

2.5 Ambang Hemoglobin Digunakan Untuk Mendefinisikan Anemia

26

3.1 Metode Pengukuran 32

5.1 Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan jenis kelamin

36

5.2 Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan kelompok usia

37

5.3

Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan lama menderita diabetes melitus tipe 2

(12)

5.4 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap, berdasarkan jenis kelamin.

39

5.5 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan kelompok usia.

40

5.6 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap, berdasarkan kelompok lama menderita diabetes melitus tipe 2

41

5.7 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan HbA1c

42

5.8 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan jenis terapi.

(13)

ABSTRAK

Selama satu dekade terakhir, prevalensi diabetes mellitus tipe 2 di dunia

telah mengalami peningkatan yang sangat dramatis . Pada tahun 2004, dicatatkan

sebanyak 3,4 juta kematian penderita diabetes melitus tipe 2 akibat berbagai

komplikasi yang timbul dari kadar glukosa dara h yang tidak terkontrol. Dikatakan

bahwa bentuk paling umum dari komplikasi yang sering tidak terdiagnosis pada

pasien diabetes melitus tipe 2 adalah anemia . Penelitian ini dilakukan untuk

mengamati profil anemia dari pasien diabetes tipe 2 dan kejadian a nemia pada

pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan perawata n di RSUP H. Adam

Malik , Medan.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional

study. Sampel data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari departemen

rekam medis RSUP H. Adam Malik , Medan . Dengan menggunakan metode total

sampling, didapatkan sebanyak 648 sampel pasien rawat inap dan 347 sampel

pasien rawat jalan yang menderita diabetes melitus tipe 2 dari 1 Januari 2011

sampai 31 Disember 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian anemia pada pasien

diabetes melitus tipe 2 rawat jalan dan rawat inap, Divisi Endokrinologi,

Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan .

Dari kesemua 1022 orang (100 %) sampel pasien diabetes me litus tipe 2

yang dikumpulkan di RSUP H. Adam Malik, Medan , didapati bahwa 600 orang

(58,7 % ) dari jumlah sampel mengalami anemia .

Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kejadian anemia pada pasien

diabetes tipe 2 adalah usia , jenis kelamin , kadar HbA1c dan durasi diabetes

mellitus tipe 2 .

(14)

ABSTRACT

Over the past decade the world’s prevalence of type 2 diabetes mellitus

has dramatically increased. A staggering 3.4 million deaths in 2004 resulted from

numerous complications that arises from uncontrolled blood glucose levels. It is to

be said that the most common form of complication which often gets undiagnosed

in diabetic patient is anemia. Thus, this research is carried out to observe the

anemia profile of type 2 diabetic patients and insidence of anemic patients in

those type 2 diabetic patient s who seeks treatment at RSUP H. Adam Malik,

Medan.

This study is a descriptive research with a cross-sectional study approach.

The data sample needed for this research is obtained at the medical records

department of RSUP H. Adam Malik, Medan. By using the total sampling

method, 648 samples of inpatients and 347 outpatients samples diagnosed with

type 2 diabetes mellitus are undertaken.

This study aims to determine the incidence of anemia in type 2 diabetes

mellitus patients of both inpatients and outpatients of the endocrinology division

of the department of internal medicine RSUP H. Adam Malik, Medan.

Out of the 1022 patients (100%) total samples collected of the type 2

diabetic patients in RSUP H. Adam Malik, Medan, it is observed that 600 patients

(58.7%) samples are anemic.

The dominant factors affecting the incidence of anemia in type 2 diabetes

patients were age, gender , levels of HbA1c and the duration of type 2 diabetes

mellitus.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis

glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah,

kelainan dari kerja insulin, sekresi insulin dari pankreas yang abnormal dan

peningkatan produksi glukosa oleh hepar (Camachoet al,2007). Diabetes melitus

dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Bentuk paling umum dari

diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2 dan

diabetes melitus gestasional (CDC, 2012). Pada Diabetes melitus tipe 1 atau

Insulin Dependent Diabetes M ellitus (IDDM), terjadi gangguan proses autoimun

dimana tubuh menyerang sel beta pankreas sedangkan pada diabetes melitus tipe

2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), dapat terjadi dua

kondisi dimana pankreas memproduksi insulin , tetapi jumlah insulin yang

diproduksi tidak adekuat atau terjadinya resistensi insulin (Rizzo, 2001). Diabetes

gestasional adalah hiperglikemia dengan onset atau pertama kali diketahui selama

kehamilan. Gejala diabetes gestational mirip dengan diabetes tipe 2 (CDC, 2012).

Pada tahun 2012, dikatakan prevalensi angka kejadian diabetes me litus di

dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa (IDF, 2013), dimana proporsi kejadian

diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes

mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

(CDC, 2012). Menurut laporan badan kesehatan dunia atau World Health

Organisation (WHO) pada tahun 2000 dianggarkan sebanyak 171 juta jiwa

menderita diabetes me litus tipe 2 dan diperkirakan pada 2030 akan terjadi

peningkatan sebanyak 195 juta jiwa lagi yang akan menderita diabetes tipe 2

(WHO, 2013). Studi populasi Diabetes Mellitus tipe 2 di berbagai Negara oleh

(16)

Indonesia menempati urutan ke -4 terbesar dengan 8,426 juta orang dan

diperkirakan akan menjadi sekitar 21,257 juta pada tahun 2030. (WHO, 2013).

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis progresif yang menjadi salah satu

permasalahan medis, bukan hanya karena prevalensinya yang meningkat dari

tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit ini umumnya dapat bermanifestasi ke

gangguan penyakit sistemik lain seperti kelainan makrovaskuler dan

mikrovaskuler (Wildet al, 2000).

Anemia secara fungsional dapat didefinisikan sebagai penurunan massa se l

darah merah sehingga tidak memadai untuk transportasi oksigen yang optimal ke

jaringan perifer (Tkachuket al, 2007). Definisi anemia menurut WHO pula adalah

konsentrasi Hb dibawah 13 gr/dl pada laki -laki dan perempuan postmenopouse

dan konsentrasi Hb di bawah 12 g/dl pada perempuan lainnya (WHO, 2008).

Menurut laporan penelitian yang dilak ukan WHO pada tahun 1993-2005

diperkirakan 24.8% dari populasi dunia menderita anemia dan pr evelensi tertinggi

adalah pada negara-negara yang sedang berkembang (WHO, 2008). Anemia

bukanlah diagnosa akhir dari suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari suatu

penyakit dasar yang dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu, gangguan pada

mekanisme produksi eritrosit, siklus penghancuran eri trosit memendek atau

adanya faktor eksternal seperti pendarahan. Prevelensi anemia penyakit kronis

merupakan yang kedua terbesar selepas anemia defisiensi besi dengan proporsi

sepertiga dari populasi dunia dengan anemia.(Agustriadi et al, 2006). Anemia

penyakit kronis atau anemia of chronic disease (ACD) sering dikatakan terjadi

pada penderita dengan penyakit inflamasi kronis dan gagal ginjal seperti pada

pasien diabetes dengan nefropati, namun besar proporsi kejadian nefropati

hanyalah 7% dari jumlah penderita diabetes (Jerumset al, 2006).

Bila terjadi penurunan dari fungsi ginjal disebabkan diabetes melitus

dengan nefropati, kemampuan ginjal untuk memproduksi eritropoetin yang

adekuat untuk regulasi eritrosit baru akan terganggu. Hal ini akan memicu

terjadinya peningkatan dari produksi sit okin dan sel retikuloendotelial yang

(17)

penderita diabetes melitus yang didiagnosa anemia dengan atau tanpa nefropati

adalah sebanyak 57.1% (Jerumset al, 2006).

Berdasarkan data dan kondisi yang dikemukakan di atas, yaitu tingginya

angka prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, besar resiko penderita

diabetes melitus tipe 2 menderita anemia serta melihatkan belum ada data tentang

anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik, maka

peneliti tertarik untuk mengetahui angka kejadian anemia pada pasien diabetes

melitus tipe 2 yang di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap Divisi

Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan.

1.2 Rumusan Masalah

“Bagaimana kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap , Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit

Dalam di RSUP H. Adam Malik, Medan , pada 1 Januari 2011 – 31 Disember 2012”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :...

1. Mengetahui kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang

rawat jalan dan ruang rawat inap , Divisi Endokrinologi, Departe men Ilmu

Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik, Medan , pada 1 Januari 2011

-31 Disember 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus :...

1. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dan anemia pada pasien

yang dirawat jalan di RSUP H. Adam Malik, Medan.

2. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dan anemia pada pasien

yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan.

3. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tip e 2 dengan anemia pada

pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik,

(18)

4. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada

pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Mal ik,

Medan berdasarkan kelompok usia.

5. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada

pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik,

Medan berdasarkan lama menderita diabetes melitus tipe 2.

6. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada

pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik,

Medan berdasarkan HbA1c.

7. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada

pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap d i RSUP H. Adam Malik,

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Kepada RSUP H. Adam Malik, Medan :

1. Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan di RSUP H.Adam Malik,

mengenai kejadian anemia pada penderita diabetes melitus tipe 2 dalam

meningkatkan fasilitas ser ta pelayanan bagi penderita diabetes melitus tipe

2 dengan anemia yang berobat di RSUP H. Adam Malik,

Medan... ... ...

1.4.2 Kepada masyarakat

1. Menyediakan dasar informasi kesehatan masyarakat dalam meningkatkan

kesadaran masyarakat terhadap deteks i dini diabetes melitus tipe 2 agar

terhindar dari komplikasi.

2. Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang kejadian anemia

pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang sebagai upaya pengendalian

faktor resiko kejadian anemia pada diabetes melitus tipe 2.

1.4.3 Kepada peneliti

1. Sebagai bahan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan pe neliti

tentang penyakit diabetes melitus tipe 2 dan anemia.

2. Dapat memperoleh informasi dasar ilmiah terbaru tentang ke jadian

diabetes melitus tipe 2 .

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetes melitus

Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi

insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan

insulin yang diproduksi dengan efekti f. Hiperglikemia atau peninggian kadar gula

darah adalah suatu efek yang sering dijumpai pada diabetes yang tidak terkontrol

dan jika dibiarkan, dalam jangka masa panjang dapat menyebabkan kerusakan

pelbagai sistem tubuh terutama siste m persarafan dan pembuluh darah (WHO,

2006).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, k erja insulin, atau

kedua-duanya (ADA, 2010).

Diabetes melitus adalah suatu kumpulan kelainan metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh karena adanya defisiensi insulin

baik relatif maupun absolut. (Colledgeet al, 2006).

Berdasarkan kriteria diagnostik PERKENI ( Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia) tahun 2011, seseorang dikatakan menderita diabetes jika ada gejala

diabetes melitus dengan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL atau adanya gejala

klasik diabetes melitus dengan kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL atau

kadar gula plasma 2 jam pada tes tolerans i glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL (PERKENI, 2011).

Dari berbagai definisi yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa diabetes

melitus adalah suatu penyakit metabolisme kronis yang disebabkan adanya

kelainan dari produksi, sekresi dan kerja insulin yang ditandai dengan dengan

(21)

diabetes jika memiliki kadar glukosa darah ≥ 126 mg/dL dan ≥ 200 mg/dL pada

tes glukosa darah sewaktu.

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologik diabetes melitus menurut American Diabetes Association,

2007 :

Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi Diabetes Melitus Tipe Diabetes Melitus Keterangan

Tipe 1 Tipe diabetes dengan defisiensi insulin absolut akibat kerusakan sel -sel β

pankreas. Umumnya disebabkan : 1) Proses autoimun

2) idiopatik

Tipe 2 Mulai dari yang predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin dengan resistensi insulin.

Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta

 Defek genetik kerja insulin  Penyakit eksokrin pankreas  Endokrinopati

 Karena obatan atau zat kimia  Infeksi

 Imunologi

 Sindroma genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus

Diabetes melitus gestational Diabetes semasa kehamilan

(22)

2.1. 3 Faktor resiko diabetes melitus tipe 2

Faktor-faktor resiko berhubungan dengan terjadinya diabetes melitus dapat dibagi

menjadi dua (WHO,2006), yaitu, :

a) Faktor resiko yang tidak dapat diubah (non -modifiable) :

 Usia.

Resistensi insulin lebih cenderung terjadi seiring pertambahan usia.

 Ras atau latar belakang etnis

Resiko diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit hitam,

penduduk asli Hawaii. Hal ini disebabkan oleh nilai rata -rata tekanan

darah yang lebih tinggi, obesitas, dan pengaruh gaya hidup yang

kurang sehat.

 Riwayat penyakit diabetes melitus dalam keluarga

Seseorang dengan ahli keluarga yang menderita deabet es melitus

mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita penyakit yang

sama ini dikarenakan gen penyebab diabetes melitus dapat diw arisi

orang tua kepada anaknya (Colledge et al, 2006)

b) Faktor resiko yang dapat diubah (modifiable) :

 Obesitas

 Gaya hidup

 Hipertensi

 Kadar glukosa darah

2.1.4 Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2

Resistensi insulin, gangguan sekresi insulin dan abnormalitas metabolik menjadi

kunci dari perkembangan penyakit diabetes m elitus tipe 2. Pada tahap awal,

toleransi glukosa hampir normal karena sel-sel beta pankreas mengkompensasi

dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan meningkatnya resistensi

insulin, sel beta pankreas tidak lagi dapat memperta hankan kondisi

(23)

glukosa yang ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial (Marieb et al,

2004). Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hati yang

terus menerus, akan berlanjut pada diabetes dan disertai dengan peningkatan kadar

glukosa darah puasa (Conroyet al, 2010).

Gambar 2.1. Regulasi kadar gula darah

(24)

Gambar 2.2. Patogenesis diabetes melitus tipe 2

Sumber : Color Atlas of Pathophysiology, 2000; Stefan Silbernagl & Flor ian lang

Resistensi Insulin

Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan target

terutama otot rangka dan hepar merupakan gambaran utama diabetes melitus tipe

2 dan merupakan kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Mekanism e pasti

mengenai resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 masih belum diketahui.

(Colledgeet al.,2006)

Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot rangka

merupakan efek sekunder hiperinsulinemia. Mekanisme resistensi insulin

umumnya terjadi akibat gangguan persinyalan post-receptor (PI-3-kinase) yang

mengurangi translokasi glucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma.

(Harrison, 2008). Terdapat tiga hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait

obesitas, yaitu :

 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)

Peningkatan trigliserida interselular dan produk metabolisme asam lemak

(25)

 Adipokin

Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin, sedangkan resistin

meningkatkan resistensi terhadap insulin.

 PPARγ (peroxisome proliferator -activated receptor gamma) dan TZD (thiazolidinediones).

PPARγ merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan kepekaan insulin sedangkan TZD merupakan zat antioksidan yang mampu berikatan dengan

PPARγ sehingga dapat menurunkan resistensi insulin....

...

...

..Gambar 2.3. Mekanisme resistensi insulin

Sumber : Lippincott Williams & Wilkins ; Obesity, Mechanisms and Clinical

(26)

Gangguan Sekresi Insulin

Pada diabetes melitus tipe 2, se kresi insulin meningkat sebagai respons terhadap

resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa. Namun, kelamaan sel

beta pankreas menjadi lelah dan dan hal ini memicu terjadinya kegagalan fungsi

sel beta. Pulau polipeptida amiloid atau amylin y ang disekresikan oleh sel beta

akan membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini dapat ditemukan pada

pasien yang telah lama menderita diabetes melitus tipe 2. (Harrison , 2008).

Abnormalitas Metabolik

Akibat resistensi insulin, penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin

menurun, sedangkan kadar hepatic glucose output bertambah. Seiring dengan

peningkatan kadar glukosa darah, akan terjadi akumulasi lipid dalam serat otot

rangka, yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan produksi ATP

mitokondria. Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit sehingga

terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit. (Porth

dan Martin, 2008.)

Penyimpanan lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit

perlemakan hati non-alkoholik dan abnormalitas fungsi hati. Selain itu, keadaan

tersebut menyebabkan dislipidemia pada penderita diabetes melitus tipe 2,

yaitu peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan HDL.

(27)

Gambar 2.4. Efek insulin pada metabolisme glukosa, asam lemak, dan protein.

Sumber:Pathophysiology: Concepts of Altered Health Sta tes, 8th ed., 2008

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara (PERKENI, 2011,

WHO, 2006, ADA,2011) , yaitu :

 Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes

melitus.

 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan

klasik.

 Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO sensitif dan spesifik

dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan

ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTG O sulit untuk dilakukan

berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena

(28)

Tabel 2.2. Kriteria diagnostik diabetes mellitus Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

(Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir)

ATAU

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)

(Puasa diartikan pasien tidak menda pat kalori tambahan sedikitnya 8 jam) ATAU

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

(TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air) * Pemeriksaan HbA1c (≥6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah

satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.

Sumber: Konsensus Diabetes Melitus Tipe Dua, Indonesia, PERKENI, 2011

2.1.6 Gejala Klinis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita diabetes. Kecurigaan adanya

diabetes perlu difikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti

di bawah ini (PERKENI 2011, Kumar dan Clark, 2005 ) :

 Keluhan klasik diabetes melitus be rupa: poliuria, polidipsia,

polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya.

 Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata

kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada

wanita.

2.1.7 Penatalaksanaan

Diabetes melitus tipe 2 fase awal dapat ditangani dengan diet dan olahraga tetapi

(29)

intervensi medika mentosa menjadi perlu untuk menangani hiperglikemia.

2.1.7.1 Penatalaksanaan Non-farmakologi

Cara yang paling efektif untuk meningkatkan sensitivitas insulin adalah

penurunan berat badan bagi pasien diabetes melitus tipe 2 dengan berat badan

berlebih dan mempertahankan berat badan ideal. (Gilby, 2007). Langkah ini dapat

dicapai dengan melakukan perubahan gaya hidup yaitu melakukan olahraga dan

kontrol diet. Kedua modalitas ini sangat efektif dalam meningkatkan kerja insulin

dengan cara memperbaiki sensitivitas insulin dan menurunkan kadar gula darah

pada penderita diabetes melitus tipe 2. (Meeking, 2011)

2.1.7.2 Penatalaksanaan Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi dalam rangka untuk menurunkan kadar gula darah

adalah perlu apabila perubahan gaya hidup dan diet gagal untuk mencapai atau

mempertahankan kontrol glikemik n ormal (Gilby, 2007). Obatan antidiabetik

dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, oral dan suntikan.

Obat antidibetik oral.

Terdapat beberapa klasifikasi obatan antidiabetik oral dan yang paling sering

digunakan adalah dari golongan metformin, thiazolidinedio nes (TZD),

sulfonilurea, analog meglitidin, alpha glucosidase inhib itors, insulin dan terapi

GLP-1 (Meeking, 2011)

 Metformin

Metformin adalah dari golonganinsulin-sensitizing agentsdimana ia tidak

menstimulasi perlepasan insulin dari pankreas sebaliknya hanya

meningkatkan sensitivitas hepar terhadap insulin. Metformin menurunkan

kadar glukosa darah tanpa menyebabkan hipoglikemi dengan cara

(30)

 Thiazolidinedione (TZD)

TZD juga adalah dari golongan insulin-sensitizing agents dan berfungsi

sebagai Peroxisome Proliferator Activated Receptor -gamma (PPARγ)

agonist. TZD meningkatkan sensivitas insulin dengan cara menstimulasi

reseptor PPARγ pada jaringan lemak dimana TZD membantu dalam

meningkatkan transkripsi gene sensitif insulin seperti GLUT 4, dan

lipoprotein lipase.

 Sulfonilurea

Obatan sulfonilurea menstimulasi sekresi insulin dari sel beta pankreas

untuk memberikan kesan hipoglikemi langsung. Obatan golongan ini

berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Hal ini

menyebabkan ATP-sensitive potassium channel menutup dan

menyebabkan influks kalsium ke dalam sel dan menyebabkan pengaktifan

protein yang mengontrol granul insulin melalui aktivasi dari protein kinase

C.

 Analog Meglitidine

Analog meglitidine menstimulasi fase pertama dari perlepasan insulin.

Sama seperti golongan sulfonilurea, golongan analog megdlitidine ini

berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Obatan

golongan ini dapat diberikan secara kombinasi dengan agen hipoglikemi

yang lain kecuali sulfonilurea kerana cara keduanya akan berikatan pada

reseptor yang sama.

Obat antidiabetik non-oral

 Insulin

Karena fungsi sel beta pankreas cenderung memburuk pada penyakit

diabetes melitus tipe 2, banyak pasien akhirnya akan memerlukan terapi

insulin. Terdapat tiga jenis insulin yaitu short-acting, long-acting dan

(31)

 Terapi GLP-1

GLP-1 dihasilkan dari gene proglukagon di L-cell pada usus halus dan

disekresikan sebagai respons terhadap nutrisi. GLP-1 memberikan efek

dengan cara menstimulasi perlepasan glucose-dependent insulin dari sel

islet pankreas.

2.1.8 Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus dengan karakteristik hiperglikemia dapat mengakibatkan

berbagai komplikasi yang dapat dibagi menjadi dua secara garis besar

(Greenstein dan wood, 2006) yaitu ;

a) Komplikasi vaskular (mikrovaskular dan mikrovaskular):

Tabel 2.3. Komplikasi vaskular pada diabetes melitus Komplikasi mikrovaskular Gambaran klinis

Retinopati Penurunan atau terdapat gangguan penglihatan

Nefropati Ditemukan proteinuria, hipertensi atau sindroma nefrotik

Neuropati Neuropati perifer, mononeuropati,

carpal tunnel syndrome, amyotrofi atau

ulserasi pada kaki

Komplikasi makrovaskular Gambaran Klinis

Koroner Angina atau infark miokard

Cerebral Strok,transient ischemic attack (TIA) Vaskularisasi perifer Intermittent claudication,ischaemic

leg,ulserasi dangangrene

Sumber : Darryl R. Meeking ; Diabetes & Endocrinology, 2011.

b) Komplikasi berdasarkan derajat keparahan yang selanjutnya dibagi

(32)

Komplikasi akut:Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan

tanda-tanda :

- Rasa lapar

- Gemetar

- Keringat dingin

- Pusing

Hipoglikemia dapat menyebabkan te rjadinya koma penderita diabetes melitus

yang mengalami reaksi hipoglikemik biasanya disebabkan oleh obat anti diabetes

yang diambil dalam dosis tinggi. (Colledge et al, 2006)

Krisis Hiperglikemia

Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut serius pada penderita diabetes

mellitus. Krisis Hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk Ketoasidosis Diabetik

(KAD), status Hiperosmolar Hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai

elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis

metabolik akibat pembentukan badan keton yang berlebihan, sedangkan SHH

ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang

biasanya lebih tinggi dari KAD murni. Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang

mendasarinya adalah defisiensi insul in, relatif ataupun absolut . Pada KAD dan

SHH, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga

peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan

Growth Hormone (GH). ( Porth dan Martin, 2008). Hormon-hormon ini

menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan

utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan h iperglikemia dan perubahan

osmolaritas ekstraselular.

Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon

kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan perlepasan asam lemak bebas dari

(33)

lemak hepar menjadi benda keton (ß - hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate)

tak terkendali, sehingga mengakibat kan ketonemia dan asidosis metabolik.

(Harrison, 2008)

Gambar 2.5. Komplikasi Akut pada Diabetes Melitus Tipe 2

Sumber : Color Atlas of Pathophysiology, Stefan Silbernagl & Florian Lang,

2000

Komplikasi kronik :Nefropati

Nefropati diabetik merupakan penyebab kematian kedua terbanyak penderita

diabetes melitus selepas infark miokard ( Kumar et al, 2013). Patogenesis

nefropati diabetik berhubungan dengan hiperglikemia, kemungkinan karena kerja

ginjal yang terus menerus melebihi batas untuk menyaring glukosa menyebabkan

peningkatan tekanan darah pada ginjal dan perubahan struktur glomerular ( Kumar

et al, 2013, Buseet al., 2008).

Neuropati

Neuropati muncul pada 60% penderita diabetes jangka panjang baik pada tipe 2

(34)

gangguan sirkulasi pada sel saraf karena kerusakan pembuluh darah, Ada pun

jenis-jenisnya adalah:

a. Polineuropati dan mononeuropati

Bentuk yang paling umum dari neu ropati diabetes adalah polineuropati simetris

distal. Ini paling sering ditandai dengan kehilangan sensori distal, tetapi hanya

50% dari penderita diabetes melitus memiliki gejala neuropati. Gejala mungkin

termasuk sensasi mati rasa, kesemutan, atau rasa panas yang dimulai dari kaki

dan menyebar proksimal.

Nyeri sering melibatkan ekstremitas bawah dan biasanya hadir saat

istirahat, dan memburuk pada malam hari. Sedangkan mononeuropati adalah

disfungsi saraf perifer atau saraf kranial yang terisolasi. Mono neuropati ditandai

dengan rasa sakit dan kelemahan motorik dalam distribusi saraf tunggal. ( Powers.,

2008)

b. Neuropati otonom

Penderita DM dapat mengalami disfungsi saraf otonom (sistem kolinergik,

noradrenergic dan peptidergik). Saraf -saraf tersebut mengat ur jantung,

gastrointestinal dan sistem kemih. Hal ini bisa mengakibatkan takikardi, gejala

gangguan pengosongan lambung, gangguan frekuensi berkemih dan hipotensi

ortostatik (Powers, 2008).

Retinopati

Keadaan hiperglikemi dapat menyebabkan hilangnya retinal pericytes,

peningkatan permeabilitas pembuluh darah retina, perubahan dalam aliran darah

retina, dan sistem mikrovaskular retina abnormal, yang menyebabkan iskemia

retina.Keadaan ini akan menyebabkan neovaskularisasi pada saraf optik dan

makula. Secara struktural, pembuluh darah ini rapuh dan dapat menyebabkan

perdarahan vitreous, fibrosis, dan perlepasan retina yang dapat berakibat

(35)

Gastrointestinal

Kelainan yang paling sering muncul adalah gang guan pengosongan lamb ung dan

gangguan motilitas usus (Powers, 2008). Gejala yang mungkin muncul adalah

anorexia, muntah, mual, dan kembung. Keadaan ini disebabkan disfungsi saraf

simpatis akibat neuropati otonomik. ( Meeking, 2011)

Genitourinari

Neuropati otonom diabetes mungkin menyebabkan disfungsi genitourinari

termasuk cystopathy, disfungsi ereksi, dan disfungsi seksual wanita (penurunan

libido dandispareunia).

Gejala diabetes cystopathy dimulai dengan ketidakmampuan untuk

merasakan kandung kemih pen uh dan kegagalan untuk buang air kecil

sepenuhnya. Seiring dengan berkembangnya neuropati otonom, kontraktilitas

kandung kemih memburuk, kapasitas kandung kemih berkurang dan terjadinya

peningkatas residu air kemih yang sering berakibat pada infeksi salura n kemih

berulang. (Powers, 2008)

Komplikasi kardiovaskular

Pada penderita diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi peningkatan plasminogen

activator inhibitor dan fibrinogen yang meningkatkan koagulasi darah. Selain itu

diabetes juga berhubungan dengan di sfungsi endotel, otot polos pada pembuluh

dan platelet. (Meeking, 2011)

Infeksi

Keadaan hiperglikemia membantu kolonisasi jamur dan bakteri karena

menyediakan sumber nutriri yang adekuat untuk pertumbuhan koloni. Infeksi

tersering yang muncul pada pasien diabetes melitus adalah pneumonia, infeksi

salur kemih dan infeksi pada kulit. Selain itu penderita diabetes juga lebih rentan

(36)

Gambar 2.6. Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Tipe 2

Sumber : Color Atlas of Pathophysiology, Stefan Silbernagl & Florian Lang,

2000

2.2 Anemia

2.2.1 Definisi Anemia

Anemia didefinisikan sebagai penurunan dalam kapasitas transportasi oksigen

dalam darah. Hal ini dapat timbul jika ada terlalu sedikit hemoglobin yang beredar

atau hemoglobin yang berfungsi. (Guyton dan Hall, 2006). Anemia bukanlah

penyakit, tetapi merupakan indikasi dari beberapa penyakit proses atau perubahan

(37)

2.2.2 Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi anemia yang diusulk an, dan tiga yang sering di

gunakan adalah berdasarkan mekanisme patofisiologi, fungsional dan morfologi

sel darah merah.

a) Klasifikasi mekanisme patofisiologi :

 Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik umumnya disebabkan defisiensi vitamin B12 dan asa m

folat, dimana defisiensi salah satu dari keduanya dapat memperlambat reproduksi

sel erythroblasts (prekursor sel eritrosit) di sumsum tulang. Akibatnya, sel darah

merah tumbuh terlalu besar, dengan bentuk yang aneh, d an disebut megaloblas.

(Guyton dan Hall, 2006)

 Anemia hemolitik

Anemia hemolitik adalah adanya kelainan dari sel -sel darah merah.Kondisi yang

bersifat heriditer ini ditandai dengan sel -sel eritrosit yang rapuh dan mudah pecah

khususnya saat melalui kapiler darah dan sirkulasi darah di limpa . (Porth dan

Martin , 2008) Pada beberapa penyakit hemolitik, masa hidup dari sel eritosit

lebih singkat kerana keadaannya yang rapuh dapat membuatkan sel eritrosit yang

dihasil lebih cepat rusak meskipun jumlah sel darah merah yang terbentuk normal,

atau bahkan jauh lebih besar dari normal. (Guyton dan hall, 2013)

 Anemia aplastik

Anemia aplastik adalah keadaan dimana sumsum tulang mengalami aplasia

sehingga mengakibatkan penurunan fungsi sumsum tulang dalam memproduksi

eritrosit (Guyton dan Hall, 2006)

 Anemia Defisiensi Nutrisi (Nutritional Deficiency)

Anemia gizi umumnya terjadi akibat kurangnya pemenuhan zat gizi yang

diperlukan tubuh untuk membentuk dan memproduksi sel eritrosit seperti

(38)

b) Klasifikasi fungsional anemia :

Klasifikasi funsional anemia dapat dibagi menjadi dua, yaitu keadaan

hipoproliferatif ditandai dengan adanya kelainan proses proliferasi eritrosit

inefektif, adanya kelainan dari proses pematangan eritrosit dan kadar hemolisis

eritrosit yang meningkat atau terjadinya penurunan kemampuan survival eritrosit.

(Williams Hematology 7thed, 2005)

c) Klasifikasi morfologik eritrosit :

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik

dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi (Handbook of

Pathophysiology 3rd ed, 2008, Wintrobe’s Atlas of Clinical Hematology,2007). Dalam klasifikasi ini, anemia dibagi menjadi 3 golongan:

1) Anemia hipokromik mikrositer apabila MCV < 80 fl dan MCH < 27 fl

2) Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 fl

(39)

Tabel 2.4. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi

A.Anemia hipokromik mikrositer

Anemia defisiensi besi

Thalassemia major

Anemia akibat penyakit kronik

Anemia sideroblastik

B.Anemia normokromik normositer

Anemia pasca perdarahan akut

Anemia aplastik

Anemia hemolitik didapat

Anemia akibat penyakit k ronik

Anemia pada gagal ginjal kronik

Anemia pada sindrom mielodiplastik

Anemia pada keganasan hematologik

C.Anemia makrositer

a.Bentuk megaloblastik

Anemia defisiensi asam folat

Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b.Bentuk non-megaloblastik

Anemia pada penyakit hati kronik

Anemia pada hipotiroidisme

Anemia pada sindrom mielodiplastik

(40)

2.2.3 Diagnosis

Anemia biasanya didiagnosis dengan menganalisa hitung darah len gkap.

Pemeriksaan yang lebih sederhana seperti pemeriksaan hapusan darah

menggunakan mikroskop juga dapat membantu. Berikut adalah tabel penetuan

batas ambang hemoglobin oleh WHO. (WHO, 2008) :

Tabel 2.5.Ambang hemoglobin digunakan untuk mendefinisikan anemia, WHO, 2008 (1 g/dL = 0.6206 mmol/L)

Kelompok usia dan jenis kelamin

Ambang Hb (g/dl) Ambang Hb (mmol/l)

Perempuan, Tidak hamil

(>15tahun)

12.0 7.4

Laki-laki (>15 tahun) 13.0 8.1

Sumber : WHO, 2008. Worldwide prevalence of anemia 1993 -2005

2.2.4 Efek anemia

Pada anemia berat, viskositas darah bisa jatuh ke serendah 1,5 kali dari air yang

mana nilai normal adalah sekitar 3. Ini menyebabkan kurangnya resistensi

terhadap aliran darah di pembuluh darah perifer, sehingga peredaran aliran

melalui jaringan ke jantung meningkat lebih dari normal dan keadaaan ini

menyebakan peningkatan output jantung (Colledgeet al, 2006).

Selain itu, hipoksia yang dihasilkan dari kurangnya transportasi oksigen

oleh darah menyebabkan pembuluh darah jaringan perifer membesar dan

memungkinkan peningkatan lebih lanjut volume kembalinya darah ke jantung.

(Buse et al, 2005). Hal ini dapat meningkatkan curah jantung tiga sampai empat

kali dari nilai normal disertai peningkatan beban kerja pada jantung.Peningkatan

curah jantung pada anemia adalah efek dari kompensasi tubuh untuk

(41)

2.2.5 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis anemia adalah hasil dari kurangnya perfusi oksigen ke jaringan

walau apa pun etiologi yang mendasari suatu anemia itu. Angka kejadian, tingkat

penurunan sel darah merah,volume plasma, dan pernafasan mempengaruhi tanda

-tanda dan gejala anemia mencakup :

 palpitasi,

 pusing

 sinkop

 pucat (pallor) pada kulit,konjungtiva, mukosa oral a tau nail bed

 dispnoe

 takikardi

2.3 Anemia dan Diabetes Melitus Tipe 2

Pasien diabetes melitus umumnya memiliki kemungkinan anemia yang lebih

besar disebabkan gangguan ginjal berbanding m ereka dengan penyebab lain dari

gagal ginjal (Katherine et al, 2005). Banyak faktor yang telah diusulkan sebagai

penyebab awal onset anem ia pada pasien dengan diabetes , antaranya adalah :

Penurunan fungsi ginjal dan nefropati pada diabetes melitus

Meskipun etiologi dari anemia pada nefropati adalah multifaktorial, tetapi

penurunan kadar erythropoietin merupakan inti utama dari patogenesis

anemia dengan nefropati karena rusaknya sel-sel peritubular yang

menghasilkan eritropoetin seiring dengan progresivitas penurunan fungsi

ginjal, sehingga produksi eritropoetin terganggu.

Defisiensi dan reaksi hiporesposif eritropoeitin

Defisiensi eritropoeitin awal dapat terjadi pada kedua tipe diabetes me litus

dan salah satu penyebab respons terhadap produksi eritropoeitin adalah

peradangan kronis yang dikaitkan dengan peningkatan produk si sitokin

seperti tumor necrosis factor alpha, interleukin-1 dan interferon gamma

(42)

Reaksi ini dapat terjadi sebelum timbulnya neuropati pada diabetes melitus

(Katherineet al, 2005)

Neuropati otonom

Peningkatan inflamasi sistemik pada neuropati otonom akan menyebabkan

terjadinya sympathetic denervation dari eferen ginjal yang akan berakibat

pada kerusakan ginjal (Thomas et al, 2003).

Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan ACE-inhibitor pada pasien

diabetes melitus dapat menyebabkan terjadinya anemia. Sistem

renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) cukup berperan dalam memodulasi

produksi eritropoeitin (Mehdi, 2009). Peningkatan pada angiotensin II

akan menyebabkan laju filtrasi glomerular men inggi dan kebutuhan

terhadap oksigen juga akan bertambah. Keadaan ini memicu ginjal untuk

memproduksi eritropoeitin dengan lebih banyak. Penggunaan ACE

-inhibitor dapat menyebabkan gangguan pada sistem RAAS dan

menyebabkan penurunan kadar hematokrit.

Asupan zat besi dan kelainan absorbsi besi

Kurangnya asupan zat besi dan adanya kelainan absorbsi bes i pada pasien

diabetes melitus akan mengakibatkan penggunaan simpanan besi tubuh

sehingga dapat terjadi defisiensi zat besi baik relatif maupun absolut

(Mehdi, 2009).

Ekskresi protein non-albumin melalui urin

Peningkatan ekskresi protein non -albumin seperti eritropoetin dan

transferin melalui urin juga akan mengakibatkan penunrunan kadar

(43)

Penurunan masa hidup eritrosit dan pendarahan

Anemia pada diabetes melitus dapat disebabkan oleh advanced

glycosylation end products (AGE). Peningkatan protein hasil glikasi dan

AGE akan disertai dengan peningkatan aktivitas radikal bebas yang

berkontribusi terhadap kerusakan biomolekuler pada diabetes seperti

hemolisis awal sel darah merah. Selain itu, pendarahan dapat juga terjadi

(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka kon sep dalam penelitian ini

adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

Diabetes melitus tipe 2 : diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit metabolisme

kronis yang ditandai dengan hiperglikemia dengan kadar glukosa darah ≥ 126

mg/dL dan≥ 200 mg/dL pada tes glukosa darah sewaktu.

Anemia : Anemia adalah penyakit darah yang ditandai dengan penurunan kadar

(45)

jenis kelamin dan usia, yaitu konsentrasi Hb dibawah 13 gr/dl pada laki -laki dan

perempuan postmenopouse dan konsentrasi Hb dibawah 12 g/dl pada perempuan

lainnya.

Berdasarkan definisi yang disebutkan diatas, penelitian dilakukan untuk melihat

profil anemia pada pasien diabetes m elitus tipe 2 berdasarkan karakteristik

sampel penelitian yang digunakan. Karakteristik yang diambil kira adalah :

 Usia pasien pasien diabetes melitus tipe 2 pada saat penelitian yang

diambil dari rekam medis .

 Jenis kelamin pasien diabetes melitus tipe 2

 Lama menderita diabetes melitu s tipe 2

 Kadar HbA1c pasien diabetes melitus tipe 2

 Jenis terapi diabetes melitus tipe 2 yang diberikan yaitu terapi oral atau

insulin.

a. Cara Ukur : Mengambil hasil laborato rium darah lengkap pasien diabetes

melitus tipe 2 dari Rekam Medis di RSUP Haji Adam Malik, Medan

(46)

Tabel 3.1. Metode Pengukuran

No. Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Anemia Nilai Hb dan Ht

(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dalam bentuk data sekunder

dari rekam medis yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai

kejadian anemia pada pasien diabetes melitus t ipe 2 yang berobat ke RSUP H.

Adam Malik, Medan pada tahun 2011 -2012.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik, Medan, provinsi Sumatera Utara.

Waktu penelitian adalah dari (April–Desember 2013).

Adapun alasan pemilihan lokasi adalah dengan pertimbangan bahwa

RSUP H.Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah

regional Sumatera Utara, dan jumlah penderita diabetes melitus di RSUP H.

Adam Malik memadai untuk dijadikan sampel penelitian.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosa

menderita diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap divisi

Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam , RSUP H. Adam Malik, Med an.

4.3.2. Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan

total sampling, yaitu semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian

dimasukkan sebagai subjek penelitian dalam waktu yang ditetapkan (1 Januari

(48)

4.3.3 Kriteria inklusi dan eksklus i 4.3.3.1 Kriteria inklusi

 Seluruh populasi pasien diabetes melitus tipe 2 dengan anemia yang sudah

dan yang belum diterapi.

4.3.3.2 Kriteria eksklusi

 Data pada rekam medis yang tidak lengkap.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai dengan membawa surat pengantar dari Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara ke direktur RSUP H. Adam Malik.

Pengumpulan data dilakukan dengan data sekunder yang diperoleh dari

pencatatan rekam medis pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP H.Adam

Malik, Medan.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan, dikomputerisasi dan kemudian disajikan dengan

menggunakan tabel distribusi, frekuensi, dan dilakukan pembahasan sesuai

(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah sakit umum pusat H. Adam malik yang terletak di Jalan Bungalau No. 17

Medan Tuntungan, Kota Medan Provinsi Sumatera U tara resmi beroperasi pada

tahun 6 September 1991. Rumah sakit umum pusat H. Adam Malik adalah rumah

sakit pemerintah kelas A. Disamping itu, RSUP H. Adam malik adalah rumah

sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera

Utara, Aceh, Sumatera Barat Dan Riau. RSUP H. Adam Malik juga di tetapkan

sebagai rumah sakit pendidikan dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik

pada tahun 1993.

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian

Jumlah sampel untuk penelitian ini adalah seluruh populasi pasien dengan

diabetes melitus tipe 2 baik yang di rawat jalan dan dirawat inap di Divisi

Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan

(50)

5.1.3. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Rawat jalan Rawat inap

n % n %

Laki-laki 301 46.5 168 44.9

Perempuan 347 53.5 206 55.1

Total 648 100 374 100

Distribusi karakteristik jenis kelamin sampel pada penelitian ini dapat

dilihat pada tabel 5.1 dimana, lebih dari setengah sampel yang didiagnosa dengan

diabetes melitus tipe 2 pada kedua -dua kategori, rawat jalan dan rawat inap adalah

perempuan, yaitu masing-masing 347 orang (53.5 %) dan 206 orang (55.1%).

Sedangkan laki-laki berjumlah 301 orang (46.5%) untuk kategori rawat jalan dan

(51)

5.1.4. Karakteristik sampel berdasarkan kelompok usia

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Kelompok Usia

Usia Rawat Jalan Rawat Inap

n % n %

Karakteristik usia sampel pada penelitian ini, masing -masing kategori

rawat jalan dan rawat inap dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok usia seperti

di tabel 5.2.

Pada distribusi kelompok usia kategori rawat ja lan, didapati proporsi

terbesar diabetes melitus tipe 2 adalah pada kelompok usia 50 -59 tahun dengan

259 orang (40%) sedangkan proporsi terkecil diabetes melitus tipe 2 adalah pada

kelompok usia <40 tahun dengan hanya 11 o rang (1.7%). Kelompok usia 40 -49

tahun mencatat 89 orang penderita (13.7%), 60 -69 tahun dengan 188 orang

penderita (29%) dan kelompok usia >70 tahun dengan 101 orang penderita

(15.6%).

Pada distribusi usia sampel kategori rawat i nap, terdapat 22 orang

penderita (5.9%) pada kelompok usia <40 tahun. Pada kelompok usia 40 -49 tahun

terdapat 63 orang penderita (16.8%), kelompok usia 50 -59 tahun, 134 orang

penderita (35.8%), kelompok usia 60 -70 tahun dan >70 tahun masing -masing

dengan 99 orang (26.5%) dan 56 orang penderita (15%). Dari tabel diatas dapat

disimpulkan bahwa kelompok usia yang terbanyak didiagnosa dengan diabetes

(52)

paling sedikit didiagnosa dengan diabetes melitus tipe 2 pada penelitian ini adalah

kelompok usia <40 tahun.

5.1.5. Karakteristik lama menderita diabetes melitus tipe 2

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2

Lama menderita diabetes melitus

tipe 2

Rawat Jalan Rawat Inap

n % n %

≤10 tahun 558 86.1 309 82.6

> 10 tahun 90 13.9 65 17.4

Total 648 100.0 374 100.0

Tabel 5.3 menunjukkan proporsi terbesar lama sampel menderita diabetes

melitus tipe 2 kategori rawat jalan adalah pada kelompok ≤10 tahun yaitu

sebanyak 558 orang (86.1%) dan yang menderita diabetes melitus tipe 2 >10

tahun adalah sebanyak 90 orang (13.9%) . Pada kategori rawat inap pula, proporsi

terbesar juga adalah pada kelompok yang menderita diabetes melitus tipe 2

(53)

5.1.6. Anemia dan jenis kelamin

Tabel 5.4. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2 , Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Rawat Jalan Rawat Inap

Anemia Anemia Anemia Anemia

(+) (-) (+) (-)

n % n % n % n %

Laki-laki 182 60.5 119 39.5 103 61.3 65 38.7

Perempuan 195 56.2 152 43.8 122 59.2 84 40.8

Total 377 58.2 271 41.8 225 60.2 149 39.8

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, untuk kategori jawat jalan, didapati sampel

dengan jenis kelamin laki -laki lebih banyak menderita anem ia dengan 182 orang

(60.5%) berbanding perempuan dengan 195 orang (56.2%) , sedangkan yang tidak

menderita anemia dengan jenis kelamin laki -laki adalah sebanyak 119 orang

(39.5%) dan perempuan sebesar 152 orang (43.8%).

Pada sampel rawat inap dengan jenis k elamin laki-laki lebih tinggi dengan

103 orang (61.3%) berbanding 122 orang (59.2%) pada sampel dengan jenis

kelamin perempuan. Sampel yang tidak mengalami anemia pada laki -laki adalah

(54)

5.1.7. Anemia dan usia

Tabel 5.5. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2 , Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Kelompok Usia.

Kelompok Usia Rawat Jalan Rawat Inap

Anemia Anemia Anemia Anemia

(+) (-) (+) (-)

n % n % n % n %

< 40 3 27.3 8 72.7 3 13.6 19 86.4

40 - 49 35 39.3 54 60.7 33 52.4 30 47.6

50 - 59 139 53.7 120 46.3 82 61.2 52 38.8

60 - 69 124 66.0 64 34.0 64 64.6 35 35.4

> 70 74 73.3 27 26.7 43 76.8 13 23.2

Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8

Berdasarkan tabel 5.5, kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2

yang dirawat jalan adalah paling tinggi pada kelompok usia >70 tahun dengan 74

orang (73.3%) diikuti kelompok umur 60 -69 tahun, 50-59 tahun dan 40-49 tahun

dengan 124 orang (66%), 139 orang ( 53.7%) dan 35 orang (39.3%). Hal yang

sama juga berlaku pada sampel yang dirawat inap dimana kejadian anemia adalah

paling tinggi pada kelompok u sia >70 tahun dengan 43 orang ( 76.8%) diikuti

kelompok umur 60-69 tahun, 50-59 tahun dan 40-49 tahun dengan 64 orang

(55)

5.1.8. Anemia dan lama menderita diabetes melitus tipe 2

Tabel 5.6. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2 , Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Lama Derita Diabetes Melitus Tipe 2 .

Lama menderita diabetes melitus

tipe 2

Rawat Jalan Rawat Inap

Anemia Anemia

(+) (-) (+) (-)

n % n % n % n %

≤ 10 295 52.9 263 47.1 173 56.0 136 44.0

> 10 80 88.9 10 11.1 52 80.0 13 20.0

Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8

Berdasarkan data pada tabel 5.6, pasien diabetes melitus tipe 2 yang

dirawat jalan dengan lama derita diabetes melitus ≤10 tahun, didapati sebanyak 295 orang (52.9%) menderita anemia dan 263 orang (47.1%) tidak menderita

anemia, sedangkan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan lama derita

diabetes melitus >10 tahun didapati seba nyak 80 orang (88.9%) menderita anemia

dan hanya 10 orang yang didapati tidak anemia.

Pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang dirawat inap dengan lama derita

diabetes melitus ≤10 tahun didapati, sebanyak 173 orang (56%) yang menderi ta anemia dan sebanyak 136 orang (44%) tidak menderita anemia, sedangkan pasien

diabetes melitus tipe 2 dengan lama derita diabetes melitus >10 tahun yang

menderita anemia adalah sebanyak 52 orang (80%) dan 13 orang (20%) lagi tidak

(56)

5.1.9. Anemia dan HbA1c

Tabel 5.7. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Hba1c

HbA1c Rawat Jalan Rawat Inap

Anemia Anemia Anemia Anemia

(+) (-) (+) (-)

n % n % n % n %

≤7% 122 53.7 105 46.3 70 55.6 56 44.4

> 7% 253 60.1 168 39.9 155 62.5 93 37.5

Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8

Berdasarkan tabel 5.7, diketahui, bahwa sampel diabetes melitus tipe 2

rawat jalan dengan HbA1C >7% adalah yang terbanyak menderita anemia dengan

253 orang (60.1%) dan sampel diabetes melitus tipe 2 dengan HbA1c ≤7% dengan

anemia adalah sebesar 122 orang (53.7%).

Hal yang sama berlaku pada sampel diab etes melitus tipe 2 rawat inap,

sampel dengan HbA1c >7% adalah dari kelompok yang pal ing banyak menderita

(57)

5.1.10. Anemia dan jenis terapi

Tabel 5.8. Distribus Anemia Pada Diabetes Melitus, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Jenis Terapi

Jenis Terapi Rawat Jalan Rawat Inap

Anemia Anemia Anemia Anemia

(+) (-) (+) (-)

n % n % n % n %

Oral 225 50.4 251 49.6 141 53.6 122 46.4

Insulin 0 0 0 0 3 100 0 0

Oral + insulin 120 84.5 22 15.5 81 75.0 27 25.0

Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8

Berdasarkan tabel 5.8, proporsi terbesar penderita anemia pada kategori

pasien yang dirawat jalan adalah pada kelompok yang mendapatkan terapi

kombinasi oral dan insulin yaitu sebesar 120 orang (84.5%) dari 142 orang, diikuti

dengan kelompok pasien yang mendapatkan terapi oral yaitu sebanyak 255 orang

(50.4%) dari 506 orang.

Proporsi terbesar penderita anemia pada kategori pasien yang dirawat inap

adalah pada kelompok yang mendapatkan terapi insulin yaitu sebesar 3 orang

(100%), diikuti dengan kelompok pasien yang mendapatkan terapi kombinasi oral

dan insulin yaitu sebanyak 81 orang (75.0%) dari 108 orang dan yang proporsi

penderita anemia yang terkecil adalah dari kelompok yang mendapatkan terapi

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi Diabetes Melitus
Gambar 2.1. Regulasi kadar gula darah
Gambar 2.2. Patogenesis diabetes melitus tipe 2
Gambar 2.4. Efek insulin pada metabolisme glukosa, asam lemak, dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Layanan peminatan dan perencanaan individual merupakan proses pemberian bantuan kepada semua peserta didik/konseli dalam membuat dan mengimplementasikan rencana

Bumi yang kaya ini jika dikelola dengan baik akan membuat setiap rakyat Indonesia bisa memperoleh kemakmuran yang luar biasa sehingga bisa jadi suatu saat rakyat Indonesia sudah

Pada saat ini ikatan emosional menjadi berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari orang tua.Sifat remaja yang ingin memperoleh

Puncak keemasan Nanggroe Aceh Darussalam tersebut tidak dapat dilepaskan dari pemberlakuan Syariat Islam secara k É ffah sebagai pedoman hidup rakyat Nanggroe

Untuk Mengetahui Seberapa besar pengaruh Employee Engagement terhadap penurunan Turnover Intention.. Pada

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH..

Jenis penelitian menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Prosedur penelitian ini merujuk pada model spiral C. Kemmis dan Mc Taggart, R yang terdiri dari empat

[r]