Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Divisi
Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP
H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011 -2012
Oleh :
AZIMA AMINA BINTI AYOB
100100289
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Divisi
Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP
H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011 -2012
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
AZIMA AMINA BINTI AYOB
100100289
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Rawat
....Jalan Dan Ruang Rawat Inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu
....Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011 -2012
Nama : Azima Amina Binti Ayob
NIM : 100100289
Pembimbing Penguji I
dr. Melati Silvanni Nst., Sp.PD dr. Winra Pratita, M.Ked(Ped), Sp.A NIP : 198210102008122003 NIP : 198310082008122002
Penguji II
dr. Hj. Tiangsa Sembiring, Sp.A (K) NIP : 196201041989112001
Medan, 3 Januari 2014
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Selama satu dekade terakhir, prevalensi diabetes mellitus tipe 2 di dunia
telah mengalami peningkatan yang sangat dramatis . Pada tahun 2004, dicatatkan
sebanyak 3,4 juta kematian penderita diabetes melitus tipe 2 akibat berbagai
komplikasi yang timbul dari kadar glukosa dara h yang tidak terkontrol. Dikatakan
bahwa bentuk paling umum dari komplikasi yang sering tidak terdiagnosis pada
pasien diabetes melitus tipe 2 adalah anemia . Penelitian ini dilakukan untuk
mengamati profil anemia dari pasien diabetes tipe 2 dan kejadian a nemia pada
pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan perawata n di RSUP H. Adam
Malik , Medan.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional
study. Sampel data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari departemen
rekam medis RSUP H. Adam Malik , Medan . Dengan menggunakan metode total
sampling, didapatkan sebanyak 648 sampel pasien rawat inap dan 347 sampel
pasien rawat jalan yang menderita diabetes melitus tipe 2 dari 1 Januari 2011
sampai 31 Disember 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian anemia pada pasien
diabetes melitus tipe 2 rawat jalan dan rawat inap, Divisi Endokrinologi,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan .
Dari kesemua 1022 orang (100 %) sampel pasien diabetes me litus tipe 2
yang dikumpulkan di RSUP H. Adam Malik, Medan , didapati bahwa 600 orang
(58,7 % ) dari jumlah sampel mengalami anemia .
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kejadian anemia pada pasien
diabetes tipe 2 adalah usia , jenis kelamin , kadar HbA1c dan durasi diabetes
mellitus tipe 2 .
ABSTRACT
Over the past decade the world’s prevalence of type 2 diabetes mellitus
has dramatically increased. A staggering 3.4 million deaths in 2004 resulted from
numerous complications that arises from uncontrolled blood glucose levels. It is to
be said that the most common form of complication which often gets undiagnosed
in diabetic patient is anemia. Thus, this research is carried out to observe the
anemia profile of type 2 diabetic patients and insidence of anemic patients in
those type 2 diabetic patient s who seeks treatment at RSUP H. Adam Malik,
Medan.
This study is a descriptive research with a cross-sectional study approach.
The data sample needed for this research is obtained at the medical records
department of RSUP H. Adam Malik, Medan. By using the total sampling
method, 648 samples of inpatients and 347 outpatients samples diagnosed with
type 2 diabetes mellitus are undertaken.
This study aims to determine the incidence of anemia in type 2 diabetes
mellitus patients of both inpatients and outpatients of the endocrinology division
of the department of internal medicine RSUP H. Adam Malik, Medan.
Out of the 1022 patients (100%) total samples collected of the type 2
diabetic patients in RSUP H. Adam Malik, Medan, it is observed that 600 patients
(58.7%) samples are anemic.
The dominant factors affecting the incidence of anemia in type 2 diabetes
patients were age, gender , levels of HbA1c and the duration of type 2 diabetes
mellitus.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur diucapkan kehadrat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia -Nya sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
Saya sadari bahwa isi maupun susunan skripsi yang berjudul Kejadian
Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Jalan dan Ruang
Rawat Inap, Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H.
Adam Malik, Medan pada tahun 2011-2012 ini masih jauh dari kesempurnaan
oleh karena keterbatasan dan kelemahan yang ada pada diri saya. Oleh karena itu,
saya dengan senang hati menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi
ini.
Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan setinggi-tinggi
penghargaan dan terima kasih buat dr. Melati Silvanni Nasution, Sp.PD, selaku
dosen pembimbing penulis dan pengarahan sepenuhnya kepada penulis sehingga
selesai penulisan skripsi Karya Tulis Ilmiah ini.
Saya juga ingin menyampaikan setinggi terima kasih kepada :
...
1. dr. Winra Pratita M.Ked(Ped), Sp.A selaku dosen penguji I dan dr. Hj.
Tiangsa Sembiring Sp.A(K) selaku dosen penguji II yang telah bersedia
menjadi penguji, memberikan masukan dan saran.
2. Keluarga yang tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan doa
selama menyiapkan Karya Tulis Ilmiah ini .
2. Seluruh tenaga pengajar, staf Program Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3. Teman-teman seperjuangan saya yang telah banyak memberikan bantuan
dan dukungan selama penulis menyiapkan penelitian ini.
4. Semua pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam
Akhirnya saya berharap, semoga karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan
bahan rujukan bagi pihak RSUP H. Adam Malik, pada penelitian akan datang dan
dapat memberi manfaat buat semua.
Medan, 14 Disember 2013
DAFTAR ISI
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Diabetes Melitus ...………. 2.1.1 Definisi ... 6
2.1.2 Klasifikasi ... 7
2.1.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 ... ... 8
2.1.4 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ... 8
2.1.5 Diagnosis ... 13
2.1.6 Gejala Klinis ... ... 14
2.1.7 Penatalaksanaan ... 14
2.1.7.1 Non-farmakologi ... 15
2.1.7.2 Farmakologi ... 15
2.2.5 Manifestasi Klinis ... 27
2.3 Anemia dan Diabetes Melitus Tipe 2 ... 27
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 30
3.1. Kerangka Konsep Penelitian………. 30
BAB 4. METODE PENELITIAN ……….. 33
4.1. Jenis Penelitian ……… 33
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 33
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ……… 33
4.3.1. Populasi ………...……… 33
4.3.2. Sampel ………. 33
4.3.3 Kriteria Inklusi dan eksklusi ... 34
4.3.3.1 Kriteria Inklusi ... 34
4.3.3.2 Kriteria Eksklusi ... ... 34
4.4 Metode Pengumpulan Data ………. 34
4.5.Pengolahan dan Analisis Data ……… 34
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35
5.1. Hasil Penelitian ... 35
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35
5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian ... 35
5.1.3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36
5.1.4. Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok Usia ... 37
5.1.5. Karakteristik Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 38
5.1.6. Anemia dan Jenis Kelamin ... .... 39
5.1.7. Anemia dan Usia ... 40
5.1.8. Anemia dan Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 41 5.1.9. Anemia dan HbA1c ... 42
5.1.10 Anemia dan Jenis Terapi... 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Halaman
2.1 Regulasi Kadar Gula Darah 9
2.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 10
2.3 Mekanisme Resistensi Insulin 11
2.4 Efek Insulin Pada Metabolisme Glukosa, Asam Lemak, Dan Protein
13
2.5 Komplikasi Akut Pada Diabetes Melitus Tipe 2 19
2.6 Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Tipe 2 22
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Halaman
2.1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus 7
2.2 Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus 14
2.3 Komplikasi Vaskular Pada Diabetes Melitus 17
2.4 Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi Dan Etiologi
25
2.5 Ambang Hemoglobin Digunakan Untuk Mendefinisikan Anemia
26
3.1 Metode Pengukuran 32
5.1 Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan jenis kelamin
36
5.2 Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan kelompok usia
37
5.3
Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan lama menderita diabetes melitus tipe 2
5.4 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap, berdasarkan jenis kelamin.
39
5.5 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan kelompok usia.
40
5.6 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap, berdasarkan kelompok lama menderita diabetes melitus tipe 2
41
5.7 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan HbA1c
42
5.8 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan jenis terapi.
ABSTRAK
Selama satu dekade terakhir, prevalensi diabetes mellitus tipe 2 di dunia
telah mengalami peningkatan yang sangat dramatis . Pada tahun 2004, dicatatkan
sebanyak 3,4 juta kematian penderita diabetes melitus tipe 2 akibat berbagai
komplikasi yang timbul dari kadar glukosa dara h yang tidak terkontrol. Dikatakan
bahwa bentuk paling umum dari komplikasi yang sering tidak terdiagnosis pada
pasien diabetes melitus tipe 2 adalah anemia . Penelitian ini dilakukan untuk
mengamati profil anemia dari pasien diabetes tipe 2 dan kejadian a nemia pada
pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan perawata n di RSUP H. Adam
Malik , Medan.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional
study. Sampel data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari departemen
rekam medis RSUP H. Adam Malik , Medan . Dengan menggunakan metode total
sampling, didapatkan sebanyak 648 sampel pasien rawat inap dan 347 sampel
pasien rawat jalan yang menderita diabetes melitus tipe 2 dari 1 Januari 2011
sampai 31 Disember 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian anemia pada pasien
diabetes melitus tipe 2 rawat jalan dan rawat inap, Divisi Endokrinologi,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan .
Dari kesemua 1022 orang (100 %) sampel pasien diabetes me litus tipe 2
yang dikumpulkan di RSUP H. Adam Malik, Medan , didapati bahwa 600 orang
(58,7 % ) dari jumlah sampel mengalami anemia .
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kejadian anemia pada pasien
diabetes tipe 2 adalah usia , jenis kelamin , kadar HbA1c dan durasi diabetes
mellitus tipe 2 .
ABSTRACT
Over the past decade the world’s prevalence of type 2 diabetes mellitus
has dramatically increased. A staggering 3.4 million deaths in 2004 resulted from
numerous complications that arises from uncontrolled blood glucose levels. It is to
be said that the most common form of complication which often gets undiagnosed
in diabetic patient is anemia. Thus, this research is carried out to observe the
anemia profile of type 2 diabetic patients and insidence of anemic patients in
those type 2 diabetic patient s who seeks treatment at RSUP H. Adam Malik,
Medan.
This study is a descriptive research with a cross-sectional study approach.
The data sample needed for this research is obtained at the medical records
department of RSUP H. Adam Malik, Medan. By using the total sampling
method, 648 samples of inpatients and 347 outpatients samples diagnosed with
type 2 diabetes mellitus are undertaken.
This study aims to determine the incidence of anemia in type 2 diabetes
mellitus patients of both inpatients and outpatients of the endocrinology division
of the department of internal medicine RSUP H. Adam Malik, Medan.
Out of the 1022 patients (100%) total samples collected of the type 2
diabetic patients in RSUP H. Adam Malik, Medan, it is observed that 600 patients
(58.7%) samples are anemic.
The dominant factors affecting the incidence of anemia in type 2 diabetes
patients were age, gender , levels of HbA1c and the duration of type 2 diabetes
mellitus.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis
glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah,
kelainan dari kerja insulin, sekresi insulin dari pankreas yang abnormal dan
peningkatan produksi glukosa oleh hepar (Camachoet al,2007). Diabetes melitus
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Bentuk paling umum dari
diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2 dan
diabetes melitus gestasional (CDC, 2012). Pada Diabetes melitus tipe 1 atau
Insulin Dependent Diabetes M ellitus (IDDM), terjadi gangguan proses autoimun
dimana tubuh menyerang sel beta pankreas sedangkan pada diabetes melitus tipe
2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), dapat terjadi dua
kondisi dimana pankreas memproduksi insulin , tetapi jumlah insulin yang
diproduksi tidak adekuat atau terjadinya resistensi insulin (Rizzo, 2001). Diabetes
gestasional adalah hiperglikemia dengan onset atau pertama kali diketahui selama
kehamilan. Gejala diabetes gestational mirip dengan diabetes tipe 2 (CDC, 2012).
Pada tahun 2012, dikatakan prevalensi angka kejadian diabetes me litus di
dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa (IDF, 2013), dimana proporsi kejadian
diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes
mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1
(CDC, 2012). Menurut laporan badan kesehatan dunia atau World Health
Organisation (WHO) pada tahun 2000 dianggarkan sebanyak 171 juta jiwa
menderita diabetes me litus tipe 2 dan diperkirakan pada 2030 akan terjadi
peningkatan sebanyak 195 juta jiwa lagi yang akan menderita diabetes tipe 2
(WHO, 2013). Studi populasi Diabetes Mellitus tipe 2 di berbagai Negara oleh
Indonesia menempati urutan ke -4 terbesar dengan 8,426 juta orang dan
diperkirakan akan menjadi sekitar 21,257 juta pada tahun 2030. (WHO, 2013).
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis progresif yang menjadi salah satu
permasalahan medis, bukan hanya karena prevalensinya yang meningkat dari
tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit ini umumnya dapat bermanifestasi ke
gangguan penyakit sistemik lain seperti kelainan makrovaskuler dan
mikrovaskuler (Wildet al, 2000).
Anemia secara fungsional dapat didefinisikan sebagai penurunan massa se l
darah merah sehingga tidak memadai untuk transportasi oksigen yang optimal ke
jaringan perifer (Tkachuket al, 2007). Definisi anemia menurut WHO pula adalah
konsentrasi Hb dibawah 13 gr/dl pada laki -laki dan perempuan postmenopouse
dan konsentrasi Hb di bawah 12 g/dl pada perempuan lainnya (WHO, 2008).
Menurut laporan penelitian yang dilak ukan WHO pada tahun 1993-2005
diperkirakan 24.8% dari populasi dunia menderita anemia dan pr evelensi tertinggi
adalah pada negara-negara yang sedang berkembang (WHO, 2008). Anemia
bukanlah diagnosa akhir dari suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari suatu
penyakit dasar yang dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu, gangguan pada
mekanisme produksi eritrosit, siklus penghancuran eri trosit memendek atau
adanya faktor eksternal seperti pendarahan. Prevelensi anemia penyakit kronis
merupakan yang kedua terbesar selepas anemia defisiensi besi dengan proporsi
sepertiga dari populasi dunia dengan anemia.(Agustriadi et al, 2006). Anemia
penyakit kronis atau anemia of chronic disease (ACD) sering dikatakan terjadi
pada penderita dengan penyakit inflamasi kronis dan gagal ginjal seperti pada
pasien diabetes dengan nefropati, namun besar proporsi kejadian nefropati
hanyalah 7% dari jumlah penderita diabetes (Jerumset al, 2006).
Bila terjadi penurunan dari fungsi ginjal disebabkan diabetes melitus
dengan nefropati, kemampuan ginjal untuk memproduksi eritropoetin yang
adekuat untuk regulasi eritrosit baru akan terganggu. Hal ini akan memicu
terjadinya peningkatan dari produksi sit okin dan sel retikuloendotelial yang
penderita diabetes melitus yang didiagnosa anemia dengan atau tanpa nefropati
adalah sebanyak 57.1% (Jerumset al, 2006).
Berdasarkan data dan kondisi yang dikemukakan di atas, yaitu tingginya
angka prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, besar resiko penderita
diabetes melitus tipe 2 menderita anemia serta melihatkan belum ada data tentang
anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik, maka
peneliti tertarik untuk mengetahui angka kejadian anemia pada pasien diabetes
melitus tipe 2 yang di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap Divisi
Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan.
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimana kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap , Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam di RSUP H. Adam Malik, Medan , pada 1 Januari 2011 – 31 Disember 2012”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum :...
1. Mengetahui kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang
rawat jalan dan ruang rawat inap , Divisi Endokrinologi, Departe men Ilmu
Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik, Medan , pada 1 Januari 2011
-31 Disember 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus :...
1. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dan anemia pada pasien
yang dirawat jalan di RSUP H. Adam Malik, Medan.
2. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dan anemia pada pasien
yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan.
3. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tip e 2 dengan anemia pada
pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik,
4. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada
pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Mal ik,
Medan berdasarkan kelompok usia.
5. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada
pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik,
Medan berdasarkan lama menderita diabetes melitus tipe 2.
6. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada
pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik,
Medan berdasarkan HbA1c.
7. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada
pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap d i RSUP H. Adam Malik,
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Kepada RSUP H. Adam Malik, Medan :
1. Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan di RSUP H.Adam Malik,
mengenai kejadian anemia pada penderita diabetes melitus tipe 2 dalam
meningkatkan fasilitas ser ta pelayanan bagi penderita diabetes melitus tipe
2 dengan anemia yang berobat di RSUP H. Adam Malik,
Medan... ... ...
1.4.2 Kepada masyarakat
1. Menyediakan dasar informasi kesehatan masyarakat dalam meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap deteks i dini diabetes melitus tipe 2 agar
terhindar dari komplikasi.
2. Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang kejadian anemia
pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang sebagai upaya pengendalian
faktor resiko kejadian anemia pada diabetes melitus tipe 2.
1.4.3 Kepada peneliti
1. Sebagai bahan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan pe neliti
tentang penyakit diabetes melitus tipe 2 dan anemia.
2. Dapat memperoleh informasi dasar ilmiah terbaru tentang ke jadian
diabetes melitus tipe 2 .
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi Diabetes melitus
Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi
insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi dengan efekti f. Hiperglikemia atau peninggian kadar gula
darah adalah suatu efek yang sering dijumpai pada diabetes yang tidak terkontrol
dan jika dibiarkan, dalam jangka masa panjang dapat menyebabkan kerusakan
pelbagai sistem tubuh terutama siste m persarafan dan pembuluh darah (WHO,
2006).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, k erja insulin, atau
kedua-duanya (ADA, 2010).
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan kelainan metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh karena adanya defisiensi insulin
baik relatif maupun absolut. (Colledgeet al, 2006).
Berdasarkan kriteria diagnostik PERKENI ( Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia) tahun 2011, seseorang dikatakan menderita diabetes jika ada gejala
diabetes melitus dengan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL atau adanya gejala
klasik diabetes melitus dengan kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL atau
kadar gula plasma 2 jam pada tes tolerans i glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL (PERKENI, 2011).
Dari berbagai definisi yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa diabetes
melitus adalah suatu penyakit metabolisme kronis yang disebabkan adanya
kelainan dari produksi, sekresi dan kerja insulin yang ditandai dengan dengan
diabetes jika memiliki kadar glukosa darah ≥ 126 mg/dL dan ≥ 200 mg/dL pada
tes glukosa darah sewaktu.
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi etiologik diabetes melitus menurut American Diabetes Association,
2007 :
Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi Diabetes Melitus Tipe Diabetes Melitus Keterangan
Tipe 1 Tipe diabetes dengan defisiensi insulin absolut akibat kerusakan sel -sel β
pankreas. Umumnya disebabkan : 1) Proses autoimun
2) idiopatik
Tipe 2 Mulai dari yang predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin dengan resistensi insulin.
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati
Karena obatan atau zat kimia Infeksi
Imunologi
Sindroma genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus
Diabetes melitus gestational Diabetes semasa kehamilan
2.1. 3 Faktor resiko diabetes melitus tipe 2
Faktor-faktor resiko berhubungan dengan terjadinya diabetes melitus dapat dibagi
menjadi dua (WHO,2006), yaitu, :
a) Faktor resiko yang tidak dapat diubah (non -modifiable) :
Usia.
Resistensi insulin lebih cenderung terjadi seiring pertambahan usia.
Ras atau latar belakang etnis
Resiko diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit hitam,
penduduk asli Hawaii. Hal ini disebabkan oleh nilai rata -rata tekanan
darah yang lebih tinggi, obesitas, dan pengaruh gaya hidup yang
kurang sehat.
Riwayat penyakit diabetes melitus dalam keluarga
Seseorang dengan ahli keluarga yang menderita deabet es melitus
mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita penyakit yang
sama ini dikarenakan gen penyebab diabetes melitus dapat diw arisi
orang tua kepada anaknya (Colledge et al, 2006)
b) Faktor resiko yang dapat diubah (modifiable) :
Obesitas
Gaya hidup
Hipertensi
Kadar glukosa darah
2.1.4 Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2
Resistensi insulin, gangguan sekresi insulin dan abnormalitas metabolik menjadi
kunci dari perkembangan penyakit diabetes m elitus tipe 2. Pada tahap awal,
toleransi glukosa hampir normal karena sel-sel beta pankreas mengkompensasi
dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan meningkatnya resistensi
insulin, sel beta pankreas tidak lagi dapat memperta hankan kondisi
glukosa yang ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial (Marieb et al,
2004). Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hati yang
terus menerus, akan berlanjut pada diabetes dan disertai dengan peningkatan kadar
glukosa darah puasa (Conroyet al, 2010).
Gambar 2.1. Regulasi kadar gula darah
Gambar 2.2. Patogenesis diabetes melitus tipe 2
Sumber : Color Atlas of Pathophysiology, 2000; Stefan Silbernagl & Flor ian lang
Resistensi Insulin
Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan target
terutama otot rangka dan hepar merupakan gambaran utama diabetes melitus tipe
2 dan merupakan kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Mekanism e pasti
mengenai resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 masih belum diketahui.
(Colledgeet al.,2006)
Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot rangka
merupakan efek sekunder hiperinsulinemia. Mekanisme resistensi insulin
umumnya terjadi akibat gangguan persinyalan post-receptor (PI-3-kinase) yang
mengurangi translokasi glucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma.
(Harrison, 2008). Terdapat tiga hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait
obesitas, yaitu :
Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
Peningkatan trigliserida interselular dan produk metabolisme asam lemak
Adipokin
Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin, sedangkan resistin
meningkatkan resistensi terhadap insulin.
PPARγ (peroxisome proliferator -activated receptor gamma) dan TZD (thiazolidinediones).
PPARγ merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan kepekaan insulin sedangkan TZD merupakan zat antioksidan yang mampu berikatan dengan
PPARγ sehingga dapat menurunkan resistensi insulin....
...
...
..Gambar 2.3. Mekanisme resistensi insulin
Sumber : Lippincott Williams & Wilkins ; Obesity, Mechanisms and Clinical
Gangguan Sekresi Insulin
Pada diabetes melitus tipe 2, se kresi insulin meningkat sebagai respons terhadap
resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa. Namun, kelamaan sel
beta pankreas menjadi lelah dan dan hal ini memicu terjadinya kegagalan fungsi
sel beta. Pulau polipeptida amiloid atau amylin y ang disekresikan oleh sel beta
akan membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini dapat ditemukan pada
pasien yang telah lama menderita diabetes melitus tipe 2. (Harrison , 2008).
Abnormalitas Metabolik
Akibat resistensi insulin, penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin
menurun, sedangkan kadar hepatic glucose output bertambah. Seiring dengan
peningkatan kadar glukosa darah, akan terjadi akumulasi lipid dalam serat otot
rangka, yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan produksi ATP
mitokondria. Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit sehingga
terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit. (Porth
dan Martin, 2008.)
Penyimpanan lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit
perlemakan hati non-alkoholik dan abnormalitas fungsi hati. Selain itu, keadaan
tersebut menyebabkan dislipidemia pada penderita diabetes melitus tipe 2,
yaitu peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan HDL.
Gambar 2.4. Efek insulin pada metabolisme glukosa, asam lemak, dan protein.
Sumber:Pathophysiology: Concepts of Altered Health Sta tes, 8th ed., 2008
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara (PERKENI, 2011,
WHO, 2006, ADA,2011) , yaitu :
Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes
melitus.
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO sensitif dan spesifik
dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan
ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTG O sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena
Tabel 2.2. Kriteria diagnostik diabetes mellitus Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
(Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir)
ATAU
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)
(Puasa diartikan pasien tidak menda pat kalori tambahan sedikitnya 8 jam) ATAU
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
(TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air) * Pemeriksaan HbA1c (≥6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.
Sumber: Konsensus Diabetes Melitus Tipe Dua, Indonesia, PERKENI, 2011
2.1.6 Gejala Klinis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita diabetes. Kecurigaan adanya
diabetes perlu difikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti
di bawah ini (PERKENI 2011, Kumar dan Clark, 2005 ) :
Keluhan klasik diabetes melitus be rupa: poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita.
2.1.7 Penatalaksanaan
Diabetes melitus tipe 2 fase awal dapat ditangani dengan diet dan olahraga tetapi
intervensi medika mentosa menjadi perlu untuk menangani hiperglikemia.
2.1.7.1 Penatalaksanaan Non-farmakologi
Cara yang paling efektif untuk meningkatkan sensitivitas insulin adalah
penurunan berat badan bagi pasien diabetes melitus tipe 2 dengan berat badan
berlebih dan mempertahankan berat badan ideal. (Gilby, 2007). Langkah ini dapat
dicapai dengan melakukan perubahan gaya hidup yaitu melakukan olahraga dan
kontrol diet. Kedua modalitas ini sangat efektif dalam meningkatkan kerja insulin
dengan cara memperbaiki sensitivitas insulin dan menurunkan kadar gula darah
pada penderita diabetes melitus tipe 2. (Meeking, 2011)
2.1.7.2 Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi dalam rangka untuk menurunkan kadar gula darah
adalah perlu apabila perubahan gaya hidup dan diet gagal untuk mencapai atau
mempertahankan kontrol glikemik n ormal (Gilby, 2007). Obatan antidiabetik
dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, oral dan suntikan.
Obat antidibetik oral.
Terdapat beberapa klasifikasi obatan antidiabetik oral dan yang paling sering
digunakan adalah dari golongan metformin, thiazolidinedio nes (TZD),
sulfonilurea, analog meglitidin, alpha glucosidase inhib itors, insulin dan terapi
GLP-1 (Meeking, 2011)
Metformin
Metformin adalah dari golonganinsulin-sensitizing agentsdimana ia tidak
menstimulasi perlepasan insulin dari pankreas sebaliknya hanya
meningkatkan sensitivitas hepar terhadap insulin. Metformin menurunkan
kadar glukosa darah tanpa menyebabkan hipoglikemi dengan cara
Thiazolidinedione (TZD)
TZD juga adalah dari golongan insulin-sensitizing agents dan berfungsi
sebagai Peroxisome Proliferator Activated Receptor -gamma (PPARγ)
agonist. TZD meningkatkan sensivitas insulin dengan cara menstimulasi
reseptor PPARγ pada jaringan lemak dimana TZD membantu dalam
meningkatkan transkripsi gene sensitif insulin seperti GLUT 4, dan
lipoprotein lipase.
Sulfonilurea
Obatan sulfonilurea menstimulasi sekresi insulin dari sel beta pankreas
untuk memberikan kesan hipoglikemi langsung. Obatan golongan ini
berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Hal ini
menyebabkan ATP-sensitive potassium channel menutup dan
menyebabkan influks kalsium ke dalam sel dan menyebabkan pengaktifan
protein yang mengontrol granul insulin melalui aktivasi dari protein kinase
C.
Analog Meglitidine
Analog meglitidine menstimulasi fase pertama dari perlepasan insulin.
Sama seperti golongan sulfonilurea, golongan analog megdlitidine ini
berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Obatan
golongan ini dapat diberikan secara kombinasi dengan agen hipoglikemi
yang lain kecuali sulfonilurea kerana cara keduanya akan berikatan pada
reseptor yang sama.
Obat antidiabetik non-oral
Insulin
Karena fungsi sel beta pankreas cenderung memburuk pada penyakit
diabetes melitus tipe 2, banyak pasien akhirnya akan memerlukan terapi
insulin. Terdapat tiga jenis insulin yaitu short-acting, long-acting dan
Terapi GLP-1
GLP-1 dihasilkan dari gene proglukagon di L-cell pada usus halus dan
disekresikan sebagai respons terhadap nutrisi. GLP-1 memberikan efek
dengan cara menstimulasi perlepasan glucose-dependent insulin dari sel
islet pankreas.
2.1.8 Komplikasi Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus dengan karakteristik hiperglikemia dapat mengakibatkan
berbagai komplikasi yang dapat dibagi menjadi dua secara garis besar
(Greenstein dan wood, 2006) yaitu ;
a) Komplikasi vaskular (mikrovaskular dan mikrovaskular):
Tabel 2.3. Komplikasi vaskular pada diabetes melitus Komplikasi mikrovaskular Gambaran klinis
Retinopati Penurunan atau terdapat gangguan penglihatan
Nefropati Ditemukan proteinuria, hipertensi atau sindroma nefrotik
Neuropati Neuropati perifer, mononeuropati,
carpal tunnel syndrome, amyotrofi atau
ulserasi pada kaki
Komplikasi makrovaskular Gambaran Klinis
Koroner Angina atau infark miokard
Cerebral Strok,transient ischemic attack (TIA) Vaskularisasi perifer Intermittent claudication,ischaemic
leg,ulserasi dangangrene
Sumber : Darryl R. Meeking ; Diabetes & Endocrinology, 2011.
b) Komplikasi berdasarkan derajat keparahan yang selanjutnya dibagi
Komplikasi akut: Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan
tanda-tanda :
- Rasa lapar
- Gemetar
- Keringat dingin
- Pusing
Hipoglikemia dapat menyebabkan te rjadinya koma penderita diabetes melitus
yang mengalami reaksi hipoglikemik biasanya disebabkan oleh obat anti diabetes
yang diambil dalam dosis tinggi. (Colledge et al, 2006)
Krisis Hiperglikemia
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut serius pada penderita diabetes
mellitus. Krisis Hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk Ketoasidosis Diabetik
(KAD), status Hiperosmolar Hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai
elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis
metabolik akibat pembentukan badan keton yang berlebihan, sedangkan SHH
ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang
biasanya lebih tinggi dari KAD murni. Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang
mendasarinya adalah defisiensi insul in, relatif ataupun absolut . Pada KAD dan
SHH, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga
peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan
Growth Hormone (GH). ( Porth dan Martin, 2008). Hormon-hormon ini
menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan
utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan h iperglikemia dan perubahan
osmolaritas ekstraselular.
Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon
kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan perlepasan asam lemak bebas dari
lemak hepar menjadi benda keton (ß - hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate)
tak terkendali, sehingga mengakibat kan ketonemia dan asidosis metabolik.
(Harrison, 2008)
Gambar 2.5. Komplikasi Akut pada Diabetes Melitus Tipe 2
Sumber : Color Atlas of Pathophysiology, Stefan Silbernagl & Florian Lang,
2000
Komplikasi kronik : Nefropati
Nefropati diabetik merupakan penyebab kematian kedua terbanyak penderita
diabetes melitus selepas infark miokard ( Kumar et al, 2013). Patogenesis
nefropati diabetik berhubungan dengan hiperglikemia, kemungkinan karena kerja
ginjal yang terus menerus melebihi batas untuk menyaring glukosa menyebabkan
peningkatan tekanan darah pada ginjal dan perubahan struktur glomerular ( Kumar
et al, 2013, Buseet al., 2008).
Neuropati
Neuropati muncul pada 60% penderita diabetes jangka panjang baik pada tipe 2
gangguan sirkulasi pada sel saraf karena kerusakan pembuluh darah, Ada pun
jenis-jenisnya adalah:
a. Polineuropati dan mononeuropati
Bentuk yang paling umum dari neu ropati diabetes adalah polineuropati simetris
distal. Ini paling sering ditandai dengan kehilangan sensori distal, tetapi hanya
50% dari penderita diabetes melitus memiliki gejala neuropati. Gejala mungkin
termasuk sensasi mati rasa, kesemutan, atau rasa panas yang dimulai dari kaki
dan menyebar proksimal.
Nyeri sering melibatkan ekstremitas bawah dan biasanya hadir saat
istirahat, dan memburuk pada malam hari. Sedangkan mononeuropati adalah
disfungsi saraf perifer atau saraf kranial yang terisolasi. Mono neuropati ditandai
dengan rasa sakit dan kelemahan motorik dalam distribusi saraf tunggal. ( Powers.,
2008)
b. Neuropati otonom
Penderita DM dapat mengalami disfungsi saraf otonom (sistem kolinergik,
noradrenergic dan peptidergik). Saraf -saraf tersebut mengat ur jantung,
gastrointestinal dan sistem kemih. Hal ini bisa mengakibatkan takikardi, gejala
gangguan pengosongan lambung, gangguan frekuensi berkemih dan hipotensi
ortostatik (Powers, 2008).
Retinopati
Keadaan hiperglikemi dapat menyebabkan hilangnya retinal pericytes,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah retina, perubahan dalam aliran darah
retina, dan sistem mikrovaskular retina abnormal, yang menyebabkan iskemia
retina.Keadaan ini akan menyebabkan neovaskularisasi pada saraf optik dan
makula. Secara struktural, pembuluh darah ini rapuh dan dapat menyebabkan
perdarahan vitreous, fibrosis, dan perlepasan retina yang dapat berakibat
Gastrointestinal
Kelainan yang paling sering muncul adalah gang guan pengosongan lamb ung dan
gangguan motilitas usus (Powers, 2008). Gejala yang mungkin muncul adalah
anorexia, muntah, mual, dan kembung. Keadaan ini disebabkan disfungsi saraf
simpatis akibat neuropati otonomik. ( Meeking, 2011)
Genitourinari
Neuropati otonom diabetes mungkin menyebabkan disfungsi genitourinari
termasuk cystopathy, disfungsi ereksi, dan disfungsi seksual wanita (penurunan
libido dandispareunia).
Gejala diabetes cystopathy dimulai dengan ketidakmampuan untuk
merasakan kandung kemih pen uh dan kegagalan untuk buang air kecil
sepenuhnya. Seiring dengan berkembangnya neuropati otonom, kontraktilitas
kandung kemih memburuk, kapasitas kandung kemih berkurang dan terjadinya
peningkatas residu air kemih yang sering berakibat pada infeksi salura n kemih
berulang. (Powers, 2008)
Komplikasi kardiovaskular
Pada penderita diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi peningkatan plasminogen
activator inhibitor dan fibrinogen yang meningkatkan koagulasi darah. Selain itu
diabetes juga berhubungan dengan di sfungsi endotel, otot polos pada pembuluh
dan platelet. (Meeking, 2011)
Infeksi
Keadaan hiperglikemia membantu kolonisasi jamur dan bakteri karena
menyediakan sumber nutriri yang adekuat untuk pertumbuhan koloni. Infeksi
tersering yang muncul pada pasien diabetes melitus adalah pneumonia, infeksi
salur kemih dan infeksi pada kulit. Selain itu penderita diabetes juga lebih rentan
Gambar 2.6. Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Tipe 2
Sumber : Color Atlas of Pathophysiology, Stefan Silbernagl & Florian Lang,
2000
2.2 Anemia
2.2.1 Definisi Anemia
Anemia didefinisikan sebagai penurunan dalam kapasitas transportasi oksigen
dalam darah. Hal ini dapat timbul jika ada terlalu sedikit hemoglobin yang beredar
atau hemoglobin yang berfungsi. (Guyton dan Hall, 2006). Anemia bukanlah
penyakit, tetapi merupakan indikasi dari beberapa penyakit proses atau perubahan
2.2.2 Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi anemia yang diusulk an, dan tiga yang sering di
gunakan adalah berdasarkan mekanisme patofisiologi, fungsional dan morfologi
sel darah merah.
a) Klasifikasi mekanisme patofisiologi :
Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik umumnya disebabkan defisiensi vitamin B12 dan asa m
folat, dimana defisiensi salah satu dari keduanya dapat memperlambat reproduksi
sel erythroblasts (prekursor sel eritrosit) di sumsum tulang. Akibatnya, sel darah
merah tumbuh terlalu besar, dengan bentuk yang aneh, d an disebut megaloblas.
(Guyton dan Hall, 2006)
Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah adanya kelainan dari sel -sel darah merah.Kondisi yang
bersifat heriditer ini ditandai dengan sel -sel eritrosit yang rapuh dan mudah pecah
khususnya saat melalui kapiler darah dan sirkulasi darah di limpa . (Porth dan
Martin , 2008) Pada beberapa penyakit hemolitik, masa hidup dari sel eritosit
lebih singkat kerana keadaannya yang rapuh dapat membuatkan sel eritrosit yang
dihasil lebih cepat rusak meskipun jumlah sel darah merah yang terbentuk normal,
atau bahkan jauh lebih besar dari normal. (Guyton dan hall, 2013)
Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah keadaan dimana sumsum tulang mengalami aplasia
sehingga mengakibatkan penurunan fungsi sumsum tulang dalam memproduksi
eritrosit (Guyton dan Hall, 2006)
Anemia Defisiensi Nutrisi (Nutritional Deficiency)
Anemia gizi umumnya terjadi akibat kurangnya pemenuhan zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk membentuk dan memproduksi sel eritrosit seperti
b) Klasifikasi fungsional anemia :
Klasifikasi funsional anemia dapat dibagi menjadi dua, yaitu keadaan
hipoproliferatif ditandai dengan adanya kelainan proses proliferasi eritrosit
inefektif, adanya kelainan dari proses pematangan eritrosit dan kadar hemolisis
eritrosit yang meningkat atau terjadinya penurunan kemampuan survival eritrosit.
(Williams Hematology 7thed, 2005)
c) Klasifikasi morfologik eritrosit :
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik
dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi (Handbook of
Pathophysiology 3rd ed, 2008, Wintrobe’s Atlas of Clinical Hematology,2007). Dalam klasifikasi ini, anemia dibagi menjadi 3 golongan:
1) Anemia hipokromik mikrositer apabila MCV < 80 fl dan MCH < 27 fl
2) Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 fl
Tabel 2.4. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi
A.Anemia hipokromik mikrositer
Anemia defisiensi besi
Thalassemia major
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia sideroblastik
B.Anemia normokromik normositer
Anemia pasca perdarahan akut
Anemia aplastik
Anemia hemolitik didapat
Anemia akibat penyakit k ronik
Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia pada sindrom mielodiplastik
Anemia pada keganasan hematologik
C.Anemia makrositer
a.Bentuk megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b.Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodiplastik
2.2.3 Diagnosis
Anemia biasanya didiagnosis dengan menganalisa hitung darah len gkap.
Pemeriksaan yang lebih sederhana seperti pemeriksaan hapusan darah
menggunakan mikroskop juga dapat membantu. Berikut adalah tabel penetuan
batas ambang hemoglobin oleh WHO. (WHO, 2008) :
Tabel 2.5.Ambang hemoglobin digunakan untuk mendefinisikan anemia, WHO, 2008 (1 g/dL = 0.6206 mmol/L)
Kelompok usia dan jenis kelamin
Ambang Hb (g/dl) Ambang Hb (mmol/l)
Perempuan, Tidak hamil
(>15tahun)
12.0 7.4
Laki-laki (>15 tahun) 13.0 8.1
Sumber : WHO, 2008. Worldwide prevalence of anemia 1993 -2005
2.2.4 Efek anemia
Pada anemia berat, viskositas darah bisa jatuh ke serendah 1,5 kali dari air yang
mana nilai normal adalah sekitar 3. Ini menyebabkan kurangnya resistensi
terhadap aliran darah di pembuluh darah perifer, sehingga peredaran aliran
melalui jaringan ke jantung meningkat lebih dari normal dan keadaaan ini
menyebakan peningkatan output jantung (Colledgeet al, 2006).
Selain itu, hipoksia yang dihasilkan dari kurangnya transportasi oksigen
oleh darah menyebabkan pembuluh darah jaringan perifer membesar dan
memungkinkan peningkatan lebih lanjut volume kembalinya darah ke jantung.
(Buse et al, 2005). Hal ini dapat meningkatkan curah jantung tiga sampai empat
kali dari nilai normal disertai peningkatan beban kerja pada jantung.Peningkatan
curah jantung pada anemia adalah efek dari kompensasi tubuh untuk
2.2.5 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis anemia adalah hasil dari kurangnya perfusi oksigen ke jaringan
walau apa pun etiologi yang mendasari suatu anemia itu. Angka kejadian, tingkat
penurunan sel darah merah,volume plasma, dan pernafasan mempengaruhi tanda
-tanda dan gejala anemia mencakup :
palpitasi,
pusing
sinkop
pucat (pallor) pada kulit,konjungtiva, mukosa oral a tau nail bed
dispnoe
takikardi
2.3 Anemia dan Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien diabetes melitus umumnya memiliki kemungkinan anemia yang lebih
besar disebabkan gangguan ginjal berbanding m ereka dengan penyebab lain dari
gagal ginjal (Katherine et al, 2005). Banyak faktor yang telah diusulkan sebagai
penyebab awal onset anem ia pada pasien dengan diabetes , antaranya adalah :
Penurunan fungsi ginjal dan nefropati pada diabetes melitus
Meskipun etiologi dari anemia pada nefropati adalah multifaktorial, tetapi
penurunan kadar erythropoietin merupakan inti utama dari patogenesis
anemia dengan nefropati karena rusaknya sel-sel peritubular yang
menghasilkan eritropoetin seiring dengan progresivitas penurunan fungsi
ginjal, sehingga produksi eritropoetin terganggu.
Defisiensi dan reaksi hiporesposif eritropoeitin
Defisiensi eritropoeitin awal dapat terjadi pada kedua tipe diabetes me litus
dan salah satu penyebab respons terhadap produksi eritropoeitin adalah
peradangan kronis yang dikaitkan dengan peningkatan produk si sitokin
seperti tumor necrosis factor alpha, interleukin-1 dan interferon gamma
Reaksi ini dapat terjadi sebelum timbulnya neuropati pada diabetes melitus
(Katherineet al, 2005)
Neuropati otonom
Peningkatan inflamasi sistemik pada neuropati otonom akan menyebabkan
terjadinya sympathetic denervation dari eferen ginjal yang akan berakibat
pada kerusakan ginjal (Thomas et al, 2003).
Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan ACE-inhibitor pada pasien
diabetes melitus dapat menyebabkan terjadinya anemia. Sistem
renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) cukup berperan dalam memodulasi
produksi eritropoeitin (Mehdi, 2009). Peningkatan pada angiotensin II
akan menyebabkan laju filtrasi glomerular men inggi dan kebutuhan
terhadap oksigen juga akan bertambah. Keadaan ini memicu ginjal untuk
memproduksi eritropoeitin dengan lebih banyak. Penggunaan ACE
-inhibitor dapat menyebabkan gangguan pada sistem RAAS dan
menyebabkan penurunan kadar hematokrit.
Asupan zat besi dan kelainan absorbsi besi
Kurangnya asupan zat besi dan adanya kelainan absorbsi bes i pada pasien
diabetes melitus akan mengakibatkan penggunaan simpanan besi tubuh
sehingga dapat terjadi defisiensi zat besi baik relatif maupun absolut
(Mehdi, 2009).
Ekskresi protein non-albumin melalui urin
Peningkatan ekskresi protein non -albumin seperti eritropoetin dan
transferin melalui urin juga akan mengakibatkan penunrunan kadar
Penurunan masa hidup eritrosit dan pendarahan
Anemia pada diabetes melitus dapat disebabkan oleh advanced
glycosylation end products (AGE). Peningkatan protein hasil glikasi dan
AGE akan disertai dengan peningkatan aktivitas radikal bebas yang
berkontribusi terhadap kerusakan biomolekuler pada diabetes seperti
hemolisis awal sel darah merah. Selain itu, pendarahan dapat juga terjadi
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka kon sep dalam penelitian ini
adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
Diabetes melitus tipe 2 : diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit metabolisme
kronis yang ditandai dengan hiperglikemia dengan kadar glukosa darah ≥ 126
mg/dL dan≥ 200 mg/dL pada tes glukosa darah sewaktu.
Anemia : Anemia adalah penyakit darah yang ditandai dengan penurunan kadar
jenis kelamin dan usia, yaitu konsentrasi Hb dibawah 13 gr/dl pada laki -laki dan
perempuan postmenopouse dan konsentrasi Hb dibawah 12 g/dl pada perempuan
lainnya.
Berdasarkan definisi yang disebutkan diatas, penelitian dilakukan untuk melihat
profil anemia pada pasien diabetes m elitus tipe 2 berdasarkan karakteristik
sampel penelitian yang digunakan. Karakteristik yang diambil kira adalah :
Usia pasien pasien diabetes melitus tipe 2 pada saat penelitian yang
diambil dari rekam medis .
Jenis kelamin pasien diabetes melitus tipe 2
Lama menderita diabetes melitu s tipe 2
Kadar HbA1c pasien diabetes melitus tipe 2
Jenis terapi diabetes melitus tipe 2 yang diberikan yaitu terapi oral atau
insulin.
a. Cara Ukur : Mengambil hasil laborato rium darah lengkap pasien diabetes
melitus tipe 2 dari Rekam Medis di RSUP Haji Adam Malik, Medan
Tabel 3.1. Metode Pengukuran
No. Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Anemia Nilai Hb dan Ht
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dalam bentuk data sekunder
dari rekam medis yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai
kejadian anemia pada pasien diabetes melitus t ipe 2 yang berobat ke RSUP H.
Adam Malik, Medan pada tahun 2011 -2012.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik, Medan, provinsi Sumatera Utara.
Waktu penelitian adalah dari (April–Desember 2013).
Adapun alasan pemilihan lokasi adalah dengan pertimbangan bahwa
RSUP H.Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah
regional Sumatera Utara, dan jumlah penderita diabetes melitus di RSUP H.
Adam Malik memadai untuk dijadikan sampel penelitian.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosa
menderita diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap divisi
Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam , RSUP H. Adam Malik, Med an.
4.3.2. Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan
total sampling, yaitu semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian
dimasukkan sebagai subjek penelitian dalam waktu yang ditetapkan (1 Januari
4.3.3 Kriteria inklusi dan eksklus i 4.3.3.1 Kriteria inklusi
Seluruh populasi pasien diabetes melitus tipe 2 dengan anemia yang sudah
dan yang belum diterapi.
4.3.3.2 Kriteria eksklusi
Data pada rekam medis yang tidak lengkap.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimulai dengan membawa surat pengantar dari Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara ke direktur RSUP H. Adam Malik.
Pengumpulan data dilakukan dengan data sekunder yang diperoleh dari
pencatatan rekam medis pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP H.Adam
Malik, Medan.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan, dikomputerisasi dan kemudian disajikan dengan
menggunakan tabel distribusi, frekuensi, dan dilakukan pembahasan sesuai
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah sakit umum pusat H. Adam malik yang terletak di Jalan Bungalau No. 17
Medan Tuntungan, Kota Medan Provinsi Sumatera U tara resmi beroperasi pada
tahun 6 September 1991. Rumah sakit umum pusat H. Adam Malik adalah rumah
sakit pemerintah kelas A. Disamping itu, RSUP H. Adam malik adalah rumah
sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera
Utara, Aceh, Sumatera Barat Dan Riau. RSUP H. Adam Malik juga di tetapkan
sebagai rumah sakit pendidikan dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik
pada tahun 1993.
5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian
Jumlah sampel untuk penelitian ini adalah seluruh populasi pasien dengan
diabetes melitus tipe 2 baik yang di rawat jalan dan dirawat inap di Divisi
Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan
5.1.3. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.1. Distribusi Sampel Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Rawat jalan Rawat inap
n % n %
Laki-laki 301 46.5 168 44.9
Perempuan 347 53.5 206 55.1
Total 648 100 374 100
Distribusi karakteristik jenis kelamin sampel pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 5.1 dimana, lebih dari setengah sampel yang didiagnosa dengan
diabetes melitus tipe 2 pada kedua -dua kategori, rawat jalan dan rawat inap adalah
perempuan, yaitu masing-masing 347 orang (53.5 %) dan 206 orang (55.1%).
Sedangkan laki-laki berjumlah 301 orang (46.5%) untuk kategori rawat jalan dan
5.1.4. Karakteristik sampel berdasarkan kelompok usia
Tabel 5.2. Distribusi Sampel Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Kelompok Usia
Usia Rawat Jalan Rawat Inap
n % n %
Karakteristik usia sampel pada penelitian ini, masing -masing kategori
rawat jalan dan rawat inap dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok usia seperti
di tabel 5.2.
Pada distribusi kelompok usia kategori rawat ja lan, didapati proporsi
terbesar diabetes melitus tipe 2 adalah pada kelompok usia 50 -59 tahun dengan
259 orang (40%) sedangkan proporsi terkecil diabetes melitus tipe 2 adalah pada
kelompok usia <40 tahun dengan hanya 11 o rang (1.7%). Kelompok usia 40 -49
tahun mencatat 89 orang penderita (13.7%), 60 -69 tahun dengan 188 orang
penderita (29%) dan kelompok usia >70 tahun dengan 101 orang penderita
(15.6%).
Pada distribusi usia sampel kategori rawat i nap, terdapat 22 orang
penderita (5.9%) pada kelompok usia <40 tahun. Pada kelompok usia 40 -49 tahun
terdapat 63 orang penderita (16.8%), kelompok usia 50 -59 tahun, 134 orang
penderita (35.8%), kelompok usia 60 -70 tahun dan >70 tahun masing -masing
dengan 99 orang (26.5%) dan 56 orang penderita (15%). Dari tabel diatas dapat
disimpulkan bahwa kelompok usia yang terbanyak didiagnosa dengan diabetes
paling sedikit didiagnosa dengan diabetes melitus tipe 2 pada penelitian ini adalah
kelompok usia <40 tahun.
5.1.5. Karakteristik lama menderita diabetes melitus tipe 2
Tabel 5.3. Distribusi Sampel Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2
Lama menderita diabetes melitus
tipe 2
Rawat Jalan Rawat Inap
n % n %
≤10 tahun 558 86.1 309 82.6
> 10 tahun 90 13.9 65 17.4
Total 648 100.0 374 100.0
Tabel 5.3 menunjukkan proporsi terbesar lama sampel menderita diabetes
melitus tipe 2 kategori rawat jalan adalah pada kelompok ≤10 tahun yaitu
sebanyak 558 orang (86.1%) dan yang menderita diabetes melitus tipe 2 >10
tahun adalah sebanyak 90 orang (13.9%) . Pada kategori rawat inap pula, proporsi
terbesar juga adalah pada kelompok yang menderita diabetes melitus tipe 2
5.1.6. Anemia dan jenis kelamin
Tabel 5.4. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2 , Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Rawat Jalan Rawat Inap
Anemia Anemia Anemia Anemia
(+) (-) (+) (-)
n % n % n % n %
Laki-laki 182 60.5 119 39.5 103 61.3 65 38.7
Perempuan 195 56.2 152 43.8 122 59.2 84 40.8
Total 377 58.2 271 41.8 225 60.2 149 39.8
Berdasarkan tabel 5.4 diatas, untuk kategori jawat jalan, didapati sampel
dengan jenis kelamin laki -laki lebih banyak menderita anem ia dengan 182 orang
(60.5%) berbanding perempuan dengan 195 orang (56.2%) , sedangkan yang tidak
menderita anemia dengan jenis kelamin laki -laki adalah sebanyak 119 orang
(39.5%) dan perempuan sebesar 152 orang (43.8%).
Pada sampel rawat inap dengan jenis k elamin laki-laki lebih tinggi dengan
103 orang (61.3%) berbanding 122 orang (59.2%) pada sampel dengan jenis
kelamin perempuan. Sampel yang tidak mengalami anemia pada laki -laki adalah
5.1.7. Anemia dan usia
Tabel 5.5. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2 , Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Kelompok Usia.
Kelompok Usia Rawat Jalan Rawat Inap
Anemia Anemia Anemia Anemia
(+) (-) (+) (-)
n % n % n % n %
< 40 3 27.3 8 72.7 3 13.6 19 86.4
40 - 49 35 39.3 54 60.7 33 52.4 30 47.6
50 - 59 139 53.7 120 46.3 82 61.2 52 38.8
60 - 69 124 66.0 64 34.0 64 64.6 35 35.4
> 70 74 73.3 27 26.7 43 76.8 13 23.2
Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8
Berdasarkan tabel 5.5, kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2
yang dirawat jalan adalah paling tinggi pada kelompok usia >70 tahun dengan 74
orang (73.3%) diikuti kelompok umur 60 -69 tahun, 50-59 tahun dan 40-49 tahun
dengan 124 orang (66%), 139 orang ( 53.7%) dan 35 orang (39.3%). Hal yang
sama juga berlaku pada sampel yang dirawat inap dimana kejadian anemia adalah
paling tinggi pada kelompok u sia >70 tahun dengan 43 orang ( 76.8%) diikuti
kelompok umur 60-69 tahun, 50-59 tahun dan 40-49 tahun dengan 64 orang
5.1.8. Anemia dan lama menderita diabetes melitus tipe 2
Tabel 5.6. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2 , Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Lama Derita Diabetes Melitus Tipe 2 .
Lama menderita diabetes melitus
tipe 2
Rawat Jalan Rawat Inap
Anemia Anemia
(+) (-) (+) (-)
n % n % n % n %
≤ 10 295 52.9 263 47.1 173 56.0 136 44.0
> 10 80 88.9 10 11.1 52 80.0 13 20.0
Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8
Berdasarkan data pada tabel 5.6, pasien diabetes melitus tipe 2 yang
dirawat jalan dengan lama derita diabetes melitus ≤10 tahun, didapati sebanyak 295 orang (52.9%) menderita anemia dan 263 orang (47.1%) tidak menderita
anemia, sedangkan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan lama derita
diabetes melitus >10 tahun didapati seba nyak 80 orang (88.9%) menderita anemia
dan hanya 10 orang yang didapati tidak anemia.
Pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang dirawat inap dengan lama derita
diabetes melitus ≤10 tahun didapati, sebanyak 173 orang (56%) yang menderi ta anemia dan sebanyak 136 orang (44%) tidak menderita anemia, sedangkan pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan lama derita diabetes melitus >10 tahun yang
menderita anemia adalah sebanyak 52 orang (80%) dan 13 orang (20%) lagi tidak
5.1.9. Anemia dan HbA1c
Tabel 5.7. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Hba1c
HbA1c Rawat Jalan Rawat Inap
Anemia Anemia Anemia Anemia
(+) (-) (+) (-)
n % n % n % n %
≤7% 122 53.7 105 46.3 70 55.6 56 44.4
> 7% 253 60.1 168 39.9 155 62.5 93 37.5
Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8
Berdasarkan tabel 5.7, diketahui, bahwa sampel diabetes melitus tipe 2
rawat jalan dengan HbA1C >7% adalah yang terbanyak menderita anemia dengan
253 orang (60.1%) dan sampel diabetes melitus tipe 2 dengan HbA1c ≤7% dengan
anemia adalah sebesar 122 orang (53.7%).
Hal yang sama berlaku pada sampel diab etes melitus tipe 2 rawat inap,
sampel dengan HbA1c >7% adalah dari kelompok yang pal ing banyak menderita
5.1.10. Anemia dan jenis terapi
Tabel 5.8. Distribus Anemia Pada Diabetes Melitus, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Jenis Terapi
Jenis Terapi Rawat Jalan Rawat Inap
Anemia Anemia Anemia Anemia
(+) (-) (+) (-)
n % n % n % n %
Oral 225 50.4 251 49.6 141 53.6 122 46.4
Insulin 0 0 0 0 3 100 0 0
Oral + insulin 120 84.5 22 15.5 81 75.0 27 25.0
Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8
Berdasarkan tabel 5.8, proporsi terbesar penderita anemia pada kategori
pasien yang dirawat jalan adalah pada kelompok yang mendapatkan terapi
kombinasi oral dan insulin yaitu sebesar 120 orang (84.5%) dari 142 orang, diikuti
dengan kelompok pasien yang mendapatkan terapi oral yaitu sebanyak 255 orang
(50.4%) dari 506 orang.
Proporsi terbesar penderita anemia pada kategori pasien yang dirawat inap
adalah pada kelompok yang mendapatkan terapi insulin yaitu sebesar 3 orang
(100%), diikuti dengan kelompok pasien yang mendapatkan terapi kombinasi oral
dan insulin yaitu sebanyak 81 orang (75.0%) dari 108 orang dan yang proporsi
penderita anemia yang terkecil adalah dari kelompok yang mendapatkan terapi