• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kelanjutan dari kerangka teori atau landasan teori yang disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai, yakni sesuai dengan apa yang telah ditulis dalam rumusan masalah. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Untuk mengungkap hubungan perilaku ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi, maka kerangka konsep yang digunakan adalah menurut teori Lawrence Green (1980), akan dilihat bagaimana gambaran predisposing factors

yaitu umur, pendidikan dan pekerjaan ibu, pengetahuan dan sikap, akan dilihat Predisposing Factors:  Umur  Pendidikan  Pekerjaan  Pengetahuan  Sikap

Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi Enabling Factors:  Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan  Jarak ke sarana pelayanan kesehatan Reinforcing Factors:  Dukungan petugas kesehatan  Dukungan keluarga

37

juga gambaran dari enabling factors meliputi ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan dan reinforcing factors

Imunisasi merupakan program pemerintah yang senantiasa digalakkan dalam upaya untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit dengan melakukan vaksinasi secara rutin. Pemberian imunisasi berguna untuk memberikan perlindungan menyeluruh terhadap penyakit yang berbahaya. Dengan memberikan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal, tubuh bayi dirangsang untuk memiliki kekebalan sehingga tubuhnya mampu bertahan melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010).

Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan menghilangkan penyakit menular yang mengancam jiwa dan diperkirakan untuk mencegah antara 2 dan 3 juta kematian setiap tahun. Hal ini merupakan salah satu investasi yang paling hemat biaya kesehatan dengan strategi yang telah terbukti yang membuatnya dapat diakses bahkan populasi yang paling sulit dijangkau dan rentan (WHO, 2013).

Penelitian epidemiologi di Indonesia dan negara-negara lain, ketika ada wabah campak, difteri atau polio, anak yang sudah mendapat imunisasi dasar lengkap sangat jarang yang tertular, bila tertular umumnya hanya ringan, sebentar dan tidak berbahaya. Tetapi anak yang tidak mendapat imunisasi, ketika ada wabah, lebih banyak yang sakit berat, meninggal atau cacat (Soedjatmiko, 2009).

Tanpa imunisasi kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena campak, sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk

2

rejan, 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus, dan dari setiap 200.000 anak, satu akan menderita penyakit polio (Proverawati & Andhini, 2010).

Di dunia, selama dekade United Nations International Children’s Emergensy Funds (UNICEF) telah menggalakkan program vaksinasi untuk anak-anak di negara berkembang dengan pemberian bantuan vaksinasi Dipteria, Campak, Pertusis, Polio, Tetanus, dan TBC. Bila dibandingkan, risiko kematian anak yang menerima vaksin dengan tidak menerima vaksin kira-kira 1:9 sampai 1:4 (Nyarko et.al. 2001) dalam (Rukiyah & Yulianti, 2010).

Bayi-bayi di Indonesia yang di imunisasi setiap tahun sekitar 90% dari sekitar 4,5 juta bayi yang lahir. Hal itu karena masih ada hambatan geografis, jarak, jangkauan layanan, transportasi, ekonomi dan lain-lain. Artinya setiap tahun ada 10% bayi (sekitar 450.000 bayi) yang belum mendapat imunisasi, sehingga dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mendapat imunisai dasar lengkap. Bila terjadi wabah, maka 2 juta balita yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap akan mudah tertular penyakit berbahaya tersebut, akan sakit berat, meninggal atau cacat. Selain itu mereka dapat menyebarkan penyakit tersebut kemana-mana bahkan sampai ke negara lain, seperti kasus polio yang sangat merepotkan dan menghebohkan seluruh dunia (Soedjatmiko, 2009).

Secara global masih ada 1 dari 4 orang anak yang belum mendapatkan vaksinasi dan 2 juta anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) ( IDAI, 2011: Hal 6).

Di Indonesia pada tahun 2007 campak frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) sebanyak 114 dari 2408 kasus, dipteri sebanyak 183 kasus dan 11 meninggal, serta polio sebanyak 1 dari 4 kasus (DepKes RI, 2007).

Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa/kelurahan mencapai 100% UCI (Universal Child Immunization) atau 90% dari seluruh bayi di desa/kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Pencapaian UCI desa/ kelurahan tahun 2009 masih sangat rendah, yaitu 69,6%.

Di Indonesia, cakupan imunisasi dasar pada bayi per September 2014 sebesar 48%. Sedangkan berdasarkan cakupan UCI pada tahun 2013 sebesar 80,23%, hal ini belum mencapai target rencana strategi (Renstra) tahun 2013 yaitu sebesar 95% (Kemenkes RI, 2013: hal 106).

Berdasarkan Laporan Riskesdas 2013, persentase imunisasi campak pada anak usia 12-13 bulan secara nasional sebesar 82,1%. Capaian tersebut belum memenuhi target 90% yang menjadi komitmen Indonesia pada lingkup regional. Menurut Riskesdas 2013 pada tingkat provinsi, hanya 8 provinsi yang telah berhasil mencapai target 90% yaitu Yogyakarta sebesar 98,1%, Gorontalo sebesar 94,9%, Sulawesi Utara 94,4%, Bali sebesar 93,5%, Jawa Tengah 92,6%, Kepulauan Riau sebeesar 91,9%, Nusa Tenggara Barat 90,6%, dan Bengkulu 90,2%. Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara sebesar 70,1%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak provinsi di Indonesia yang belum mencapai target cakupan imunisasi campak yaitu sebesar 90% (Kemenkes RI, 2013: hal 104).

4

Drop Out Rate imunisasi DPT/HB1 – campak di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 3,3%. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 3,6%. DO Rate DPT/HB-1 – campak menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 yang artinya semakin sedikit bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. (Kemenkes RI, 2013: hal 106).

Berdasarkan angka Provinsi Sumatera Utara, pencapaian UCI tingkat desa/kelurahan selama lima tahun terakhir mengalami penurunan yaitu 70,67% tahun 2008 menurun menjadi 69,42% di tahun 2009 menurun menjadi 69,26% di tahun 2010, 52,53% tahun 2011 dan pada tahun 2013 sebesar 75,78%, hasil ini belum mencapai target yang ditetapkan rencana strategi (Renstra) tahun 2013 sebesar 95% dari seluruh kabupaten/kota yang dipantau.

Cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi menurut provinsi tahun 2013, Sumatera Utara sebesar 81,54%, hal ini belum mencapai target rencana startegi (Renstra) 2013 yaitu sebesar 88%. Rendahnya Cakupan ini dapat menjadi faktor predisposisi KLB PD3I di Sumatera Utara sehingga upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB PD3I ini adalah dengan meningkatkan cakupan imunisasi sampai dengan diatas 95% (Depkes RI, 2011).

Berdasarkan angka Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2013, pencapaian UCI tingkat desa/kelurahan sebanyak 73%, campak sebanyak 80,40%, dan untuk DO imunisasi sebanyak 83,20% (Profil Kesehatan Per Kabupaten, 2013).

Reaksi Samping Imunisasi (RSI) adalah gejala yang sering menyertai imunisasi. Reaksi lokal maupun sistemik yang tidak diinginkan dapat terjadi pasca

imunisasi. Sebagian besar hanya ringan seperti demam dan bisa hilang dengan sendirinya atau diobati dengan obat penurun panas. Demam yang tinggi sering membuat ibu khawatir, rasa khawatir dan ketakutan terhadap efek samping vaksin menjadi lebih dominan dibanding ketakutan dan kekhawatiran terhadap penyakitnya, padahal akibat penyakit jelas lebih membahayakan dibanding dengan efek imunisasi (IDAI, 2011:hal 14).

Menurut penelitian Nur Widyastuti (1998) tentang faktor –faktor yang mempengaruhi drop out hasil cakupan imunisasi terhadap anak sebanyak 946 orang di dapatkan hasil antara lain : hampir seluruh responden (97,6%) mengatakan bahwa akibat efek samping yang terjadi setelah pemberian imunisasi adalah anak menjadi demam. Tentang penyebab demam pada anak setelah imunisasi 26,8% responden menjawab dengan benar sedangkan 73,2% responden menjawab tidak tahu. Dilaporkan juga responden yang menjawab dengan baik tentang vaksin yang bisa menyebabkan demam (DPT dan Campak) sebanyak 21,9%, yang menjawab DPT saja 17,1%, Campak saja 0,1% sedangkan yang tidak tahu atau menjawab salah 56,1%.

Status kelengkapan imunisasi pada anak dipengaruhi oleh perilaku ibu dalam mengimunisasikan anaknya, terutama pada ibu yang memiliki anak usia bayi sebab pada usia bayi seorang anak bergantung kepada ibunya tidak terkecuali dalam melakukan imunisasi. Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan (Skinner 1939 dalam Notoatmodjo, 2007). Perilaku merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam menentukan derajat kesehatan, karena status kelengkapan imunisasi pada

6

bayi dipengaruhi oleh perilaku ibu dalam mengimunisasikan ke tempat pelayanan kesehatan.

Menurut penelitian Rozalina (2012), diketahui perilaku ibu sangat dipengaruhi oleh hubungan pengetahuan, sikap dan praktek dalam mengimunisasikan anakanya.

Rendahnya cakupan imunisasi adalah karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi. ibu juga kurang mendapat dukungan dari suami karena suami juga tidak mengetahui dengan baik pentingnya imunisasi dan takut anaknya sakit (demam) pasca imunisasi (Novita Dewi Iswandari, 2014).

Menurut Penelitian Eva Yuswinta (2013), distribusi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Desa Kota Pari dari 94 responden, mayoritas ibu tidak melengkapi imunisasi dasar pada bayi berjumlah 53 orang (56,4%) dan minoritas ibu yang mlengkapi imunisasi dasar pada bayi berjumlah 41 orang (43,6%).

Berdasarkan target UCI secara nasional untuk tahun 2014 adalah 100% Desa/Kelurahan (Depkes 2010) dapat dilihat pencapaian target UCI di desa Kota Pari masih 75% yaitu < 90% dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desa Kota Pari belum tercapai (Laporan Puskesmas Kota Pari, 2014).

Dari data diatas cakupan imunisasi belum memenuhi UCI yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 90% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2014. Walaupun sudah diberikan gratis oleh pemerintah, target UCI di Desa Kota Pari masih dibawah target.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 09 April 2016 di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai dari 20 anak usia 12-14 bulan, kelengkapan imunisasi yang dilihat dari buku KIA

cakupan BCG sebanyak 7 orang (35%), HB0 sebanyak 5 orang (25%), DPT-HB1 sebanyak 12 orang (60%), DPT-HB3 sebanyak 8 orang (40%), Polio 1 sebanyak 10 orang (50%), Polio 4 sebanyak 6 orang (30%), dan Campak sebanyak 15 orang (75%).

Berdasarkan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio yang dilaksanakan pada tanggal 08-15 Maret 2016 di Desa Kota Pari, sebanyak 613 bayi yang ditargetkan ternyata hanya 250 bayi (40,78%) yang diimunisasikan ke pelayanan kesehatan yang ada di Desa Kota Pari (Laporan Puskesmas Kota Pari, 2016).

Cakupan pelayanan yang berdampak pada penurunan angka kesehatan bayi masih menunjukkan nilai yang belum mencapai target cakupan imunisasi nasional, salah satu penyebabnya adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi yang masih kurang sehingga mempengaruhi sikap ibu dalam melakukan imunisasi dasar lengkap pada bayinya. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan Perilaku Ibu Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016.”