• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran lembaga masyarakat yang madani hanya akan dicapai apabila orang-orang yang diberi amanat sebagai pemimpin masyarakat merupakan kumpulan dari orang-orang yang peduli, memiliki komitmen kuat, ikhlas, relawan dan jujur serta mau berkorban untuk kepentingan masyarakat miskin, bukan untuk mengambil keuntungan bagi kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Tentu saja hal ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah, karena upaya-upaya membangun kepedulian, kerelawanan, komitmen tersebut pada dasarnya terkait erat dengan proses perubahan perilaku masyarakat.

Dalam hal ini, PNPM Mandiri Perkotaan meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran (edukasi) masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya.

Substansi PNPM Mandiri Perkotaan sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat dilakukan dengan terus menerus untuk menumbuh- kembangkan kesadaran kritis masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusian, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Proses pembelajaran di tingkat masyarakat ini berlangsung selama masa

program PNPM Mandiri Perkotaan maupun pasca program PNPM Mandiri Perkotaan oleh masyarakat sendiri dengan membangun dan melembagakan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK).

Sedangkan substansi PNPM Mandiri Perkotaan sebagai penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam rangka mengedepankan peran dan tanggungjawab pemerintah daerah, dilakukan melalui; pelibatan intensif Pemda pada pelaksanaan siklus kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan, penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D) agar mampu menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPK-D) dan PJM berbasis aspirasi dan program masyarakat, lingkaran kemiskinan yang pada gilirannya diharapkan dapat tercipta lingkungan perkotaan dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam pemukiman yang lebih responsif dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Gambaran tentang cara pandang PNPM Mandiri Perkotaan dalam memfasilitasi upaya penanggulangan akar persoalan kemiskinan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2. Penanganan Akar Kemiskinan Oleh Masyarakat Melalui PNPM Mandiri Perkotaan

Dengan demikian, keberhasilan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan diyakini akan mampu membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku individu ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku individu yang secara kumulatif menimbulkan perubahan kolektif masyarakat inilah yang menjadi inti pendekatan TRIDAYA, yakni proses pemberdayaan masyarakat agar terbangun: daya sosial sehingga tercipta masyarakat efektif, daya ekonomi sehingga tercipta masyarakat produktif dan daya pembangunan sehingga tercipta masyarakat pembangunan yang peduli lingkungan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Meskipun belum ada kesepahaman dan pengertian yang baku tentang pemberdayaan masyarakat atau yang secara umum juga dikenal dengan community empowerment, nampaknya cukup penting dan berguna untuk mengadopsi pengertian pemberdayaan masyarakat yang dirilis oleh Deliveri (2004). Proses pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai suatu proses yang bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya sendiri dengan menggunakan

dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin. Proses tersebut menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan (people or community centered development).

Berdasarkan persinggungan dan saling menggantikannya pengertian tentang community development dan community empowerment, secara sederhana, Subejo dan Supriyanto (2004) memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:

“Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan sehingga pada akhirnya memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial”.

Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas pengurus, maka perlu dipahami apa yang memotivasi dalam melaksanakan pekerjaannya. Berkaitan dengan masalah motivasi tersebut, sejumlah teori telah dikembangkan oleh para ahli untuk

menjelaskan tentang bagaimana memotivasi pengurus dalam melaksanakan pekerjaannya, agar dapat bekerja secara maksimal.

Hicks dan Gullet dalam Karepesina (2007) membagi teori motivasi ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu kelompok teori motivasi internal dan teori motivasi eksternal, sebagaimana berikut ini :

a. Kelompok teori motivasi internal memandang bahwa motivasi individu itu, bersumber dari dalam diri individu itu sendiri, seperti adanya kebutuhan, keinginan, dan kehendak.

b. Sedangkan kelompok teori motivasi eksternal memandang bahwa ada kekuatan di luar diri individu yang dapat mempengaruhi perilakunya dalam bekerja, seperti faktor pengendalian oleh manajer, keadaan kerja, gaji/upah, pekerjaan, penghargaan, pengembangan, dan tanggung jawab. Dalam pembahasan lebih lanjut, akan digunakan teori-teori motivasi eksternal dalam kaitannya dengan pelaksanaan pekerjaan aparat pemerintahan kecamatan. Sejalan dengan itu Herzberg (dalam Ndraha, 1999:145) mengemukakan bahwa ada 2 (dua) faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja yaitu faktor motivasional dan faktor pemeliharaan (maintenance), yang diuraikan seperti berikut ini :

a. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivational factors). Faktor ini antara lain adalah prestasi (achievement), pengakuan/penghargaan (recognition), tanggung jawab (responsibility), memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi (advancement), dan pekerjaan itu sendiri

(work it self). Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi dalam teori Maslow.

b. Faktor pemeliharaan (maintenance factors). Faktor ini dapat berbentuk gaji/upah, hubungan antar pekerja (interpersonal relation), supervisi teknis (supervision), kondisi kerja (working condition), kebijaksanaan perusahaan, dan proses administrasi di perusahaan (company policy and administration). Faktor ini terkait dengan urutan yang rendah dalam teori Maslow.

Hubungan motivasi dan kualitas layanan sipil, maka berbicara mengenai organisasi birokrat, yaitu tidak terlepas dari para pelaksananya dalam hal ini para birokrat atau aparat. Davis dan Newstroom dalam Karepesina (2007) mengemukakan bahwa keterkaitan motivasi dan keunggulan kerja (pelayanan, produktivitas, responsibilitas) adalah bahwa motivasi kompetensi (competence motivation) adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan keterampilan, pemecahan masalah dan berusaha keras untuk inovatif (dorongan untuk mencapai hasil kerja dengan kualitas tinggi).

Hal ini seiring dengan Gomes dalam Karepesina (2007) yang menyatakan bahwa: manusia memiliki keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, baik yang fisik maupun non fisik. Kebutuhan manusia yang terpenuhi secara wajar dengan sendirinya akan banyak memberikan kontribusinya bagi keberhasilan organisasi.

Dalam suatu organisasi manapun manusia sebagai rakyat yang menjadi pendiri, pemilik dan pemegang kedaulatan negara. Untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhannya diperlukan pemerintahan yang responsif dan aspiratif, pemerintahan

tersebut bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat tersebut antara lain berupa layanan publik, jaminan keamanan, jaminan kesejahteraan, jaminan keadilan, dan sebagainya. Pemerintah yang responsif dan aspiratif dapat diwujudkan dengan cara meningkatkan kualitas layanan. Pelayanan kepada masyarakat merupakan fungsi utama pemerintah. Hal ini sebagaimana Rasyid dalam Karepesina (2007), menyatakan bahwa : “tugas pokok pemerintah adalah pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development)”.

Elthaitammy (dalam Tjiptono 2002 : 58) mengemukakan bahwa : kualitas pelayanan adalah service excellence atau pelayanan yang unggul, yakni suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Secara garis besar ada 4 (empat) unsur pokok dalam konsep pelayanan yang unggul, yaitu 1). Kecepatan; 2). Ketepatan; 3). Keramahan; 4). Kenyamanan. Keempat komponen ini merupakan suatu kesatuan pelayanan yang terintegrasi, maksudnya pelayanan atau jasa menajdi tidak excellence bila ada komponen yang kurang.

Dengan demikian kualitas pelayanan diibaratkan dengan pelayanan yang unggul dalam kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan. Dan untuk mencapai tingkat excellence (keunggulan) tersebut menurut Tjiptono (2002 : 58) yakni : seorang karyawan memiliki keterampilan tertentu, diantaranya berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap selalu siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaannya baik tugas yang berkaitan pada bagian atau departemennya

maupun bagian lainnya, mampu berkomunikasi dengan baik, bisa memahami bahasa isyarat (gesture) pelanggan, dan memiliki kemampuan menangani keluhan pelanggan secara profesional.

Dari uraian yang dikemukakan itu, menunjukkan bahwa orang-orang yang mempunyai motivasi akan membantu untuk pencapaian tujuan organisasi. Hal ini karena orang yang termotivasi memiliki kinerja yang tinggi dalam bekerja. Dengan demikian, kerangka pemikiran yang dikonstruksi melalui elaborasi pendapat beberapa ahli di atas menunjukkan keterkaitan motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan sipil sebagaimana salah satu tujuan organisasi birokrasi.

Keterkaitan ini dapat digambarkan secara sederhana melalui kerangka pemikiran tersebut pada Gambar 2.3. berikut:

Gambar 2.3. Hubungan antara Motivasi Kerja BKM, Kualitas Pelayanan BKM dan Peran BKM terhadap Keberhasilan Pelaksanaan PNPM

sehingga Tercipta Kemandirian Masyarakat di Kota Medan Motivasi Kerja BKM Kualitas Pelayanan BKM Peran BKM Keberhasilan Pelaksanaan Program Nasional dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kemandirian Masyarakat di Kota

Dokumen terkait