• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian………. 56 2. Hasil Tabulasi Data Primer………... 62 3. Hasil Uji Validitas, Reabilitas,dan Uji Regresi Berganda………. 64

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT MIKRO PADA PT. BANK BTPN MITRA USAHA

RAKYAT AREA SUMATERA BAGIAN UTARA (SUMBAGUT) Sally Maya Vida, Prof. Dr. Azhar Maksum, MEc, Ak

dan Iskandar Muda, SE, MSi, Ak

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji seberapa besar pengaruh lama usaha, kapasitas usaha, karakter debitur dan sektor ekonomi yang dibiayai terhadap keputusan kredit yang akan diambil oleh bank.

Lokasi penelitian ini bertempat di Bank BTPN Mitra Usaha Rakyat Area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yang meliputi 37 cabang di Sumatera Utara dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Analisis didasarkan pada data dari 37 responden dari 37 cabang Bank BTPN. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer berupa penyebaran kuesioner. Karena jumlah populasi yang relatif sedikit, maka seluruh populasi dijadikan sampel, sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode sensus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel lama usaha, kapasitas usaha, karakter debitur, sektor ekonomi yang dibiayai berpengaruh terhadap keputusan kredit yang akan diambil dapat diterima. Secara parsial variabel kapasitas usaha berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan kredit.

Kata Kunci : Lama usaha, kapasitas usaha, karakter debitur dan sektor ekonomi yang dibiayai dan keputusan kredit.

ANALYSIS OF THE FACTORS THAT AFFECT THE MICRO OF CREDIT DECISION GIVING ON PT. BANK'S BUSINESS PARTNERS FOLK

NORTHERN AREA OF SUMATRA (SUMBAGUT)

Sally Maya Vida, Prof. Dr. Azhar Maksum, MEc, Ak and Iskandar Muda, SE, MSi, Ak

ABSTRACT

The purpose of this study was to test to what extent the influence of length of business, business capacity, debtor’s character, and funded economic sector on the decision of credit extension to be taken by the bank.

This study was conducted at Bank BTPN Mitra Usaha Rakyat in the Northern Sumatera Area including its 37 branch offices all over Sumatera Utara. The data obtained were analyzed by means of multiple regression analysis method. The analyzed based on data from 37 respondents from 37 branch offices at Bank BTPN. The data coleection was obtained from primary data by using questionnaire distribution. Because the population is relativel;y small, so all population become sample, so the study method using sensus methods.

The result of this study showed that simultaneously the variables of length of business, business capacity, debtor’s character, and funded economic sector have influenced on the decision of credit extension to be taken by the bank can be accepted. Partially, the variable of business capacity has a positive and significant influence on the decision of credit extension.

Keywords : Length of Business, Business Capacity, Debtor’s Character, Funded Economic Sector, Decision of Credit.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maka pemerintah telah menetapkan beberapa prioritas, antara lain adalah dengan memberikan akses yang luas terhadap kredit. Hal ini juga sekaligus sebagai jawaban terhadap kelesuan dunia perbankan dan lembaga keuangan lainnya yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Langkah itu ditempuh mengingat bahwa permasalahan utama yang dihadapi di dalam sektor perekonomian adalah masih kurangnya upaya pemberdayaan dan pengembangan usaha perekonomian masyarakat terutama yang berskala menengah dan kecil. Diharapkan bahwa perluasan akses kredit akan sangat membantu bagi usaha-usaha tersebut dalam dirinya dalam kerangka perekonomian Indonesia.

Pemerintah melalui jasa dan peran perbankan dapat membantu masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha pada khususnya dan kegiatan ekonomi pada umumnya dengan memberikan bantuan berupa kredit atau pinjaman modal bagi para pelaku usaha baik usaha dengan skala besar, menengah maupun kecil. Namun demikian dalam hal pemberian kredit, lembaga perbankan tetap berpedoman pada ketetapan dan peraturan yang berlaku yang dilakukan untuk menghindari kredit macet, penunggakan pembayaran, kesalahan administrasi dan lain-lain yang pada akhirnya akan mengganggu kinerja bank-bank khususnya dan perekonomian negara

pada umumnya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan tersebut Bank Indonesia telah membuat satu aturan tentang kredit.

Perlu diketahui bahwa masalah kredit macet, penunggakan pembayaran kredit maupun bunganya bank-bank umum terjadi karena beberapa faktor misalnya kurang dipahami dan dilaksanakannya aturan-aturan perkreditan dari Bank Indonesia, timbulnya inflasi yang menyebabkan tingginya suku bunga kredit akhirnya memicu kenaikan harga-harga. Akibatnya perusahaan yang menerima kredit melakukan penunggakan pembayaran kredit kepada pihak Bank.

Selama ini keberpihakan perbankan untuk menyalurkan kredit kepada usaha kecil dan mikro masih disamakan dengan usaha menengah besar atau korporasi, baik dari tingkat suku bunga maupun persyaratan yang ditetapkan terutama dalam masalah agunan. Selain itu juga karena belum adanya lembaga atau institusi penjamin kredit yang dapat menopang, baik formal maupun dari pemerintah daerah sendiri.

Dalam memberikan kredit bank dituntut agar mendapat keuntungan yang pantas, sehingga cukup untuk menutupi seluruh biaya dana, baik dana yang ditempatkan pada sektor yang menghasilkan maupun dana yang tidak menghasilkan, biaya overhead dan biaya operasional lain, serta target margin keuntungan yang hendak dicapai. Dengan demikian pinjaman/kredit merupakan tulang punggung/mesin pencetak keuntungan bagi Bank. Oleh karena keuntungan yang diperoleh dari penempatan dalam bentuk kredit adalah besar, maka risiko yang dihadapi juga besar, sehingga penempatan dalam pos ini paling banyak menimbulkan masalah dan banyak menyita tenaga, waktu dan biaya. Agar risiko tersebut dapat

diminimimalkan, maka bank melakukan serangkaian analisa untuk meyakinkan apakah calon nasabah itu layak diberikan kredit.

Adapun prinsip yang diterapkan dalam pemberian kredit adalah prinsip 5”C” yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition of economic (Kasmir, 2004: 235). Dari kelima prinsip tersebut akan dilihat mana yang paling berpengaruh besar karena hal tersebut saling berkaitan. Character berkaitan dengan watak calon debitur. Lembaga keuangan mencari data tentang sifat-sifat pribadi, watak, dan kejujuran dari pimpinan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansialnya.

Capacity atau kapasitas usaha diukur dari lamanya usaha, kemampuan dalam menghasilkan laba akan mempengaruhi keputusan awal untuk menyetujui suatu kredit. Berikutnya adalah melihat bagaimana faktor penunjang lain, misalnya sektor ekonomi yang dibiayai serta jaminan (collateral) yang akan diserahkan kepada bank. Selanjutnya adalah faktor capital yang menunjukkan posisi finansial debitur secara keseluruhan.

Bank atau lembaga keuangan harus mengetahui bagaimana perimbangan antara hutang dan jumlah modal sendiri calon debitur. Condition of economics

menunjukkan keadaan perekonomian calon debitur yang terukur melalui pemenuhan kebutuhan ekonominya. Dalam melakukan riset ini, penulis termotivasi untuk mengungkapkan permasalan pemberian kredit mikro tanpa agunan. Dalam hal ini akan tampak jelas bahwa faktor jaminan yang terkandung dalam “five C” tidak akan dibahas lebih lanjut.

Untuk menilai hal mana yang paling berpengaruh dalam keputusan pemberian kredit tentu saja bergantung pada jenis kredit yang akan diberikan. Karena pada masa sekarang ini perbankan menyediakan fasilitas yang semakin fleksibel dan beragam. Bank-bank umum dan swasta yang bersegmentasi kredit mikro saat ini dapat memberikan pinjaman dengan menggunakan jaminan atau tanpa jaminan. Persepsi umum yang berkembang dimasyarakat adalah setiap kredit yang dikucurkan oleh bank identik dengan penilaian atas jaminan. Masyarakat awam menilai bahwa permohonan kredit akan disetujui bila jaminan memadai atau di atas nilai plafon yang diajukan. Padahal, bank tentunya harus menilai aspek lain selain jaminan karena akan mempengaruhi tingkat kolektibilitas atau kelancaran pembayaran ke depan. Pertimbangan bank ke depan bahwa bila suatu saat debitur tidak memiliki itikad baik dalam pembayaran kredit ke depan, maka menjual, melelang, atau mengeksekusi jaminan bukanlah hal yang mudah. Karena pada prinsipnya kredit berarti kepercayaan. Jadi jaminan hanya dianggap sebagai faktor pengurang resiko dan ikatan moril bagi debitur terhadap bank. Apalagi dewasa ini, perbankan nasional baik milik pemerintah maupun swasta semakin banyak bergerak di menyalurkan kredit tanpa jaminan.

Pemberian kredit tanpa jaminan umumnya memiliki suku bunga yang lebih tinggi, bahkan persentase bunga yang dikenakan hampir sama dengan bunga kartu kredit. Tetapi karena bisnis perbankan untuk kredit tanpa agunan dapat mencetak laba yang jauh lebih tinggi, yang berarti menghasilkan profit besar bagi pihak bank dari sisi yield (pendapatan bunga) dan kemudahan administrasi dari segi pengguna

fasilitas perbankan sehingga bank-bank yang bergerak pada bidang ini pun tumbuh subur selama kurang lebih empat tahun belakangan ini. Perkembangan ini juga diikuti oleh BTPN yang kemudian mengkonsentrasikan bisnis pada skala mikro yang dibuktikan dengan pendirian cabang di seluruh Indonesia mencapai 550 cabang dari tahun 2008-2010. Selama tahun 2008-2009 telah tercapai target pendirian cabang sebesar 78%, yang berarti 429 cabang telah beroperasi. Persentase penyelesaian sisa cabang yang harus dibuka berikutnya yakni sebesar 22%, yang berarti 121 cabang telah beroperasi penuh pada tahun 2010. Dengan demikian, pendirian 550 cabang tersebut terealisasi selama kurun waktu tiga tahun. Kompetisi antar bank pun tidak dapat dihindarkan. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa resiko yang ditanggung bank juga cukup tinggi. Dalam konsep perbankan istilah ini disebut dengan risk assessment.

Penyaluran kredit tanpa agunan yang umumnya memiliki plafon pinjaman kecil berarti tidak mempersyaratkan jaminan. Karena itu, faktor –faktor non fisiklah yang akan dinilai oleh. Umumnya yang dibiayai adalah pedagang kecil dan pengusaha kecil, dan home industry. Sebenarnya usaha mikro adalah tulang punggung perekonomian di Indonesia yang mampu menciptakan lapangan kerja sendiri dan terbukti umumnya tidak terimbas dengan krisis global yang dialami beberapa negara di dunia saat ini. Pada dasarnya tujuan berdirinya perkreditan mikro adalah untuk membantu pedagang dan pengusaha kecil memperoleh modal kerja dengan cara yang lebih sederhana dengan keterbatasan modal dan asset yang mereka miliki. Dengan demikian diharapkan dengan bantuan pinjaman yang disalurkan oleh

bank dapat mengatasi permasalahan di atas. Penyaluran kredit tanpa agunan bukanlah hal yang mudah. Hal ini sangat riskan, untuk itu peran Credit Analyst atau Credit Officer sangatlah diperlukan dalam menentukan kelulusan permohonan suatu kredit. Karena umumnya pemberian kredit tanpa agunan akan menilai faktor-faktor non fisik yang dapat dijamin sehingga tingkat selektif dan kehati-hatian sangat diperlukan, karena secara psikologis bila debitur tidak menyerahkan agunan (collateral) umumnya moral obligationnya cenderung rendah.

Untuk itulah diperlukan peran Credit Analyst dalam menilai kelayakan kredit yang diajukan agar bank dapat berspekulasi dalam bisnisnya secara tepat. Yang dinilai seorang Credit Analyst dalam hal ini menyangkut lama usaha, kapasitas usaha yang dimiliki, karakter debitur, sektor ekonomi yang dibiayai dan tingkat kelancaran atas pembayaran kredit di tempat lain. Atas hal tersebut penulis termotivasi meneliti dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemberian Kredit Mikro pada PT. Bank BTPN Mitra Usaha Rakyat Area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut).

1.2. Rumusan Masalah

Apakah lama usaha, kapasitas usaha, karakter debitur dan sektor ekonomi yang dibiayai mempengaruhi keputusan pemberian kredit mikro yang akan diambil oleh bank?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh lama usaha, kapasitas usaha, karakter debitur dan sektor ekonomi yang dibiayai terhadap keputusan kredit mikro yang akan diambil oleh bank.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan kepada pihak perbankan faktor-faktor mana yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan kredit.

2. Sebagai bahan masukan kepada debitur dan calon debitur faktor-faktor mana yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan kredit.

3. Bagi peneliti berikutnya agar dapat menjadi masukan bagi penelitian berikutnya.

1.5. Originalitas

Penelitian ini terinspirasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suroso (2003) dengan judul Pengaruh Informasi Akuntansi terhadap Pengambilan Keputusan Kredit pada PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Medan Imam Bonjol. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana penelitian ini lebih menekankan pada aspek lama usaha, kapasitas usaha, karakter debitur, dan sektor ekonomi yang dibiayai, sedangkan penelitian sebelumnya menekankan pada dampak penggunaan informasi akuntansi berupa inventory turnover, fixed assets turnover, profit margin, return to total assets, rentabilitas ekonomis, return on net worth, debt to equity ratio, account receivable ratio dan total assets to debt ratio, current ratio, quick ratio dan time interest earned ratio terhadap pengambilan keputusan pemberian

fasilitas kreditur. Selain itu penelitian sebelumnya dilakukan pada PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Medan Imam Bonjol, sedangkan penelitian ini dilakukan di Bank BTPN Mitra Usaha Rakyat Area Sumatera Bagian Utara.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Kredit

Dalam kehidupan sehari-hari kata kredit bukan merupakan perkataan yang asing bagi mayarakat kita. Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat di kota-kota besar, tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer. Populernya istilah kredit dikalangan masyarakat disebabkan karena manusia adalah Homo Economicus dan setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia beraneka ragam sesuai dengan harkatnya selalu meningkat, sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang dinginkannya terbatas. Hal ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan cita-cita. Dalam hal ia berusaha, maka untuk meningkatkan usahanya atau untuk meningkatkan daya guna suatu barang, ia memerlukan bantuan dalam bentuk modal. Bantuan dari bank dalam bentuk tambahan modal inilah yang sering disebut dengan kredit. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu Credere yang berarti kepercayaan atau dalam bahasa latin Creditum yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Oleh karena itu dasar dari kredit ialah kepercayaan. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditum) percaya bahwa penerima kredit (debitur) dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik itu berupa uang, barang ataupun jasa (Kohler, 1964: 273).

Dalam praktik sehari-hari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi, antara lain:

1. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau pengadaan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayaran akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati (Kohler, 1964 : 151).

2. Pengertian kredit untuk kegiatan perbankan di Indonesia telah dirumuskan dalam bab 1, pasal 1,2 Undang-undang pokok perbankan No. 14 tahun 1967 berbunyi : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam berkerwajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”.

Sedangkan pengertian kredit menurut Undang-undang No. 7 tahun 1992 pasal 1 butir 12 adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.

Pemberian kredit adalah tulang punggung kegiatan perbankan, didominasi oleh besarnya jumlah kredit. Demikian juga bila diamati dari sisi pendapatan bank akan ditemukan bahwa pendapatan terbesar bank adalah dari pendapatan bunga dan proporsi kredit. Oleh sebab itu, terlihat bahwa aktivitas bank yang terbanyak akan berkaitan erat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan perkreditan. Melalui pemberian kredit, akan banyak usaha pembayaran nasabah

melalui rekeningnya, dan juga penyetoran-penyetoran nasabah. Transaksi pembayaran antar nasabah juga akan menggunakan jasa-jasa pebankan, demikian juga dengan kegiatan keuangan lainnya seperti Letter of credit (L/C), inkaso dan sebagainya (Sinungan, 1990 : 161).

Dapat dirumuskan bahwa kredit mengandung 3 (tiga) poin utama yaitu :

1. Adanya suatu penyerahan uang atau tagihan dapat juga barang yang menimbulkan tagihan tersebut pada pihak lain, dengan harapan memberi pinjaman ini bank akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yang berupa bunga sebagai pendapatan bagi bank yang bersangkutan. 2. Dari proses kredit itu telah didasarkan pada suatu perjanjian yang saling

mempercayai kedua belah pihak akan mematuhi kewajibannya masing-masing. 3. Dalam pemberian kredit ini terkandung kesepakatan pelunasan hutang dan

bunga yang akan diselessaikan dalam jangka waktu tertentu seperti yang telah disepakati bersama.

2.1.2. Unsur-unsur Kredit

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas kepercayaan, sehingga pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan. Ini berarti bahwa suatu lembaga kredit baru akan memberikan kredit kalau ia betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telash disetujui oleh kedua belah pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu lembaga kredit tidak akan meneruskan simpanan

masyarakat yang diterimanya (Suyatno, 1999: 14). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur yang terdapat dalam kredit adalah:

1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari sisi pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. 2. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan

kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai guna dari uang yaitu uang yang sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

3. Degree of Risk, yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima dikemudian hari.

Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko, dengan adanya unsur risiko inilah maka timbul jaminan dalam pemberian kredit.

4. Prestasi, yaitu suatu objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang. Maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktik perkreditan.

2.1.3. Tujuan Kredit

Tujuan pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan, oleh sebab itu bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat tersebut kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika bank merasa yakin bahwa nasabah yang menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang diterimanya. Perkreditan melibatkan beberapa pihak: kreditur (bank), debitur (penerima kredit), otorita moneter, dan bahkan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, tujuan perkreditan berbeda-beda dan tergantung pada pihak-pihak tersebut (Kasmir, 2004:123).

a. Bagi kreditur (bank):

1). Perkreditan merupakan sumber utama pendapatannya.

2). Pemberian kredit merupakan perangsang pemasaran produk produk lainnya dalam persaingan.

3). Perkreditan merupakan instrumen penjaga likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas bank.

b. Bagi Debitur:

1). Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha makin lancar dan performance (kinerja) usaha semakin baik daripada sebelumnya.

2). Kredit meningkatkan minat berusaha dan keuntungan sebagai jaminan kelanjutan kehidupan perusahaan.

3). Kredit memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan. c. Bagi otorita :

2). Kredit berfungsi untuk menciptakan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja yang memperluas sumber pendapatan dan kemungkinan membuka sumber-sumber pendapatan negara.

3). Kredit berfungsi sebagai instrumen untuk ikut serta meningkatkan mutu manajemen dunia usaha, sehingga terjadi efisiensi dan mengurangi pemborosan di semua lini.

d. Bagi Masyarakat:

1). Kredit dapat menimbulkan backward dan foreward linkage dalam kehidupan perekonomian.

2). Kredit mengurangi pengangguran, karena membuka peluang berusaha, bekerja dan pemerataan pendapatan.

3). Kredit meningkatkan fungsi pasar, karena ada peningkatan daya beli (social buying power).

2.1.4. Definisi Kredit Modal Kerja

Kredit Modal Kerja adalah suatu jenis kredit yang diberikan oleh Bank kepada debiturnya untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Kriteria dari modal kerja yaitu kebutuhan modal yang habis dalam suatu siklus usaha, hal ini apabila dilihat dari neraca suatu perusahaan akan berupa uang Kas/Bank ditambah dengan piutang dagang ditambah dengan persediaan baik persediaan barang jadi, persediaan bahan dalam proses, persediaan bahan baku. Dan apabila yang dibicarakan modal kerja bersih maka perlu dikurangi lagi dengan kewajiban lancarnya.

Kredit Modal Kerja (Kredit Usaha) yang diberikan oleh pihak, baik kepada debitur untuk pembiayaan berbagai kegiatan disektor perekonomian, antara lain sektor perdagangan, Industri, Perkebunan, koperasi dan lain-lain. Secara lebih spesifik bentuk Kredit Modal Kerja dapat terbagi dalam beberapa sektor yang antara lain adalah:

1. Sektor perdagangan terdiri dari: a. Kredit Leveransir

b. Kredit ekspor

c. Kredit untuk pertokoan 2. Sektor industri antara lain:

a. Kredit Modal Kerja pabrik makanan b. Kredit Modal Kerja tekstil

c. Kredit Modal Kerja minuman 3. Sektor perkebunan

a. Kredit pembelian pupuk

b. Kredit pembelian obat-obat anti hama, dll.

Modal kerja menunjukkan sejumlah dana yang tertanam atau terikat pada

Dokumen terkait