• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Dataran aluvial yang berada di bagian hilir sungai secara alamiah terbentuk dari endapan sedimen yang terbawa oleh aliran sungai yang meluap pada saat debit sungai melebihi kapasitas palung sungainya, oleh karena itu dataran aluvial ini juga disebut dataran banjir (flood plain, sedangkan palung sungai (low wafer channel) terbentuk secara alamiah oleh aliran air dan angkutan sedimen yang terbawa aliran. Besarnya aliran air pembentuk palung sungai alamiah tersebut disebut debit dominan yang menurut para pakar morfologi sungai bahwa besarannya berkisar antara debit tahunan sampai debit 2 tahunan, oleh sebab itu pada saat debit sungai di bagian hilir lebih besar dari debit dominan tersebut, maka terjadi luapan atau banjir yang menggenangi dataran banjir.

Untuk mengatasi masalah banjir sampai saat ini masih mengandalkan upaya yang bersifat represif dengan melaksanakan berbagai kegiatan fisik atau struktur yaitu dengan membangun sarana dan prasarana pengendali banjir dan atau memodifikasi kondisi alamiah sungai, sehingga membentuk suatu sistem pengendali banjir (flood control/instream). Langkah tersebut telah diterapkan hampir di seluruh negara-negara di dunia yang mengalami masalah banjir, sedangkan upaya yang bersifat mencegah terjadinya masalah atau yang bersifat preventif yang pada dasarnya merupakan kegiatan nonfisik atau nonstruktur (off-

stream) penerapannya masih terbatas. Pada beberapa negara upaya fisik telah dikombinasikan dengan upaya nonfisik sehingga membentuk sistem penanganan yang menyeluruh terpadu atau komprehensif. Namun ada juga negara yang mulai meninggalkan upaya fisik dan lebih mengutamakan upaya nonfisik, karena pemerintahan negara tersebut mulai menyadari bahwa upaya fisik ternyata tidak dapat diandalkan dan hanya menciptakan perlindungan yang semu (structural measures tend to create a false sense of security in the population protected by the works). (Sastrodihardjo, 2010).

Sehubungan dengan faktor penyebab timbulnya masalah banjir yang sangat banyak dan komplek serta menyangkut fenomena alam yang sering kali diluar kendali manusia, maka berbagai jenis upaya baik fisik dan nonfisik, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan hanya berfungsi untuk menekan atau memperkecil besarnya masalah banjir (flood damage mitigation) dan tidak dapat menghilangkan masalah secara tuntas atau membebaskan dataran banjir terhadap masalah banjir secara mutlak. Belajar dari pengalaman yang selama ini dilaksanakan termasuk pengalaman dari negara-negara lain dengan berbagai keberhasilan dan kekurangan yang ada, dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi masalah-masalah banjir di Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan upaya yang bersifat fisik atau struktur saja sebagaimana yang selama ini dilaksanakan, namun harus menyeluruh yang merupakan gabungan antara upaya fisik dengan upaya nonfisik. Pendekatan mengatasi masalah banjir dengah upaya structural

tetap diperlukan namun harus didukung dengan upaya-upaya non-structural

banjir. Strategi mengatasi banjir secara menyeluruh melalui upaya setruktural dan upaya non struktural untuk mengurangi besarnya kerugian (dampak) akibat banjir diperlihatkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Strategi mengatasi banjir secara menyeluruh UPAYA STRUKTUR

(CONVENTIONAL*)

UPAYA NON STRUKTUR

• Mencegah Meluapnya Banjir Sampai Ketinggian Tertentu Dengan Tanggul

• Prakiraan Banjir dan Peringatan Dini • Penanggulangan Banjir (Flood

Fighting), Evakuasi • Merendahkan Elevasi Muka Air Banjir

Dengan Normalisasi, Sudetan, Banjir Kanal, Interkoneksi

• Pemindahan/ Relokasi

• Pengelolaan Dataran Banjir (Flood Plain/Risk Management)

• Memperkecil Debit Banjir Dengan : Waduk, Waduk Retensi Banjir, Banjir Kanal, Interkoneksi

• Flood Proofing Terhadap Bangunan • Tata Ruang, Penghijauan, Reboisasi

dan Dal Erosi DAS • Mengurangi Genangan Dengan : Polder,

Pompa dan Sitem Drainase

• Retention dan Detention Pond • Penetapan Sempadan Sungai • Informasi Publik dan Penyuluhan

*) Berdasarkan debit banjir rencana (design flood)

• Penegakan Hukum • Pengentasan Kemiskinan

• Manajemen Sampah

MENGURANGI BESARNYA KERUGIAN AKIBAT BANJIR

(FLOOD DAMAGE MITIGATION)

Sumber: Sastrodihardjo (2010)

Menurut Sastrodihardjo (2010), terhadap upaya fisik yang telah dilaksanakan masih perlu disempurnakan dan juga dilengkapi dengan upaya nonfisik. Upaya menyeluruh atau integrated flood management pada prinsipnya adalah bagaimana memanfaatkan dataran banjir (yang terbentuk oleh luapan banjir) seoptimal mungkin, dengan mengupayakan agar kerugian atau bencana yang ditimbulkan oleh banjir sekecil mungkin. Upaya menyeluruh tersebut harus

merupakan bagian yang tidak terpisahkan atau harus terpadu dengan pengelolaan sumber daya air pada satu sistem wilayah sungai (integrated water resources management/ IWRM).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mereduksi banjir adalah dengan melakukan optimalisasi penyusunan tataguna lahan yang berfungsi untuk meningkatkan daya resapan air khususnya pada lahan hutan yang diharapkan sebagai penyangga air. Proporsi luasan tataguna lahan yang optimum berdasarkan koefisien pengaliran khususnya lahan hutan dapat menjadi penyangga air sehingga mampu mengurangi limpasan permukaan. Disamping itu peran serta masyarakat dalam mengatasi masalah banjir secara fisik masih sangat terbatas, dan pada umumnya hanya untuk mengatasi masalah di kawasan yang terbatas yang dikelola oleh pengembang secara mandiri. Peran serta masyarakat seara lebih luas harus terus dikembangkan dan ditingkatkan mengingat terjadinya dan berkembangnya masalah banjir terutama adalah disebabkan oleh kegiatan masyarakat itu sendiri. Merupakan hal yang tidak wajar apabila masyarakat yang membudidayakan dan memanfaatkan dataran banjir yang subur dan menyimpan banyak kemudahan, justru tidak mau ikut berperan serta mengatasi masalah dan juga ikut menanggung resiko, konon lagi malah menyalahkan pemerintah dan masyarakat yang tinggal di DAS hulu karena dianggap merusak lingkungan dan mengirimkan banjir ke daerah hilir.

Dari berbagai kajian yang telah dilakukan, banjir yang melanda daerah- daerah rawan, pada dasarnya disebabkan tiga hal. Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada

perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya.

Banjir bukan hanya menyebabkan sawah tergenang sehingga tidak dapat dipanen dan meluluhlantakkan perumahan dan permukiman, tetapi juga merusak fasilitas pelayanan sosial ekonomi masyarakat dan prasarana publik, bahkan menelan korban jiwa. Kerugian semakin besar jika kegiatan ekonomi dan pemerintahan terganggu bahkan terhenti hal ini merupakan dampak negatif yang harus dihindari secara bersama-sama. Meskipun partisipasi masyarakat dalam rangka penanggulangan banjir sangat nyata. terutama pada aktivitas tanggap darurat, namun banjir menyebabkan tambahan beban keuangan negara, terutama untuk merehabilitasi dan memulihkan fungsi parasana publik yang rusak.

Menurut Sebastian (2008), bahwa banjir disebabkan oleh dua katagori yaitu banjir akibat alami dan banjir akibat aktivitas manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan perubahan- perubahan lingkungan seperti perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi alami), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak tepat. Banjir yang diakibatkan oleh aktivitas manusia dapat direduksi dengan partisipasi masyarakat.

Terjadinya serangkaian banjir dalam waktu relatif pendek dan terulang setiap tahunnya, menuntut upaya lebih besar mengantisipasinya sehingga kerugian dapat diminimalkan. Berbagai upaya pemerintah yang bersifat struktural (structural approach), ternyata belum sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir di Indonesia. Penanggulangan banjir selama ini lebih terfokus pada penyediaan bangunan fisik pengendali banjir untuk mengurangi dampak bencana, selain itu, meskipun kebijakan non fisik yang umumnya mencakup partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir sudah dibuat, namun belum diimplementasikan secara baik, bahkan tidak sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga efektifitasnya dipertanyakan. Kebijakan sektoral, sentralistik, dan top- down tanpa melibatkan masyarakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan global yang menuntut desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi stakeholder,

terutama masyarakat yang terkena bencana. Pertanyaannya adalah siapa yang disebut masyarakat? Seberapa jauh masyarakat dapat berpartisipasi? dan pada tahapan mana masyarakat dapat berpartisipasi? Jawaban atas pertanyaan- pertanyaan tersebut, harus menjadi pertimbangan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir. Kekeliruan perumusan kebijakan tersebut menyebabkan berbagai kepentingan individu/kelompok lebih dominan, kemudian kebijakan dimanfaatkan untuk kepentingan negatif. Akibatnya kebijakan yang ditetapkan tidak efektif, bahkan batal. Dengan demikian penanggulangan banjir yang hanya melulu pembangunan fisik (structural approach), harus disinergikan dengan pembangunan non fisik

(non-structural approach), yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya partisipasi masyarakat, sehingga hasilnya lebih optimal.

Dari penjelasan di atas, maka kebijakan penanggulangan banjir yang bersifat fisik, harus diimbangi dengan langkah-langkah non-fisik, sehingga peran masyarakat dan stakeholder lainnya diberi ruang dan tempat yang sesuai agar penanggulangan banjir lebih integratif dan efektif, diperlukan tidak hanya koordinasi ditingkat pelaksanaan, tetapi juga ditingkat perencanaan kebijakan, termasuk partisipasi masyarakat dan stakeholder lainnya. Atas pertimbangan tersebut, perlu suatu kajian terhadap kebijakan penanggulangan banjir yang komprehensif dengan penekanan pada partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir.

Jenis dan tingkat partisipasi masyarakat akan berbeda, tergantung pada jenis kebijakan atau kegiatan. Untuk memudahkan identifikasi jenis dan tingkat partisipasi masyarakat dalam kebijakan atau kegiatan, Bank Dunia memperkenalkan social assessment yang umumnya mengelompokkan empat jenis kebijakan atau kegiatan berdasarkan karakteristik hasil dan dampak sosialnya, yaitu: (1) indirect social benefits and direct social costs; (2) significant uncertainty or risks; (3) large number of beneficiaries and few social cost; dan (4)

targeted assistance. Indirect benefits, direct social cost, kebijakan atau kegiatan yang memberi manfaat tidak langsung kepada masyarakat, tetapi menimbulkan biaya sosial seperti pembangunan insfrastruktur, keanekaragaman hayati,

structural adjustment, dan privatisasi. Significant uncertainty or risk, kebijakan untuk menyelesaikan masalah yang bentuk penyelesaiannya belum jelas dan tidak

cukup tersedia informasi serta komitmen dari kelompok sasaran, seperti antara lain intervensi/pembangunan wilayah pasca bencana. Large number of beneficiaries and few social cost, kebijakan atau kegiatan yang jumlah penerima manfaat atau dampaknya sangat besar, tetapi hanya sedikit menimbulkan biaya sosial seperti pembangunan kesehatan, pendidikan, penyuluhan pertanian, dan desentralisasi. Targeted assistance, kebijakan atau kegiatan yang kelompok dan jumlah penerima manfaat atau dampaknya telah terdefinisikan secara jelas, seperti penanggulangan kemiskinan di suatu wilayah, penanganan pengungsi, reformasi kelembagaan (institutional reform), dan korban bencana alam.

Berbagai penelitian tentang banjir dan dampaknya telah banyak dilakukan baik secara nasional maupun internasional namun berbagai penelitian tersebut hanya berorientasi pada penelitian berdasarkan structural secara teknis melalui analisis curah hujan dan kondisi hidrologi dan hidraulis sungai berserta saluran, disamping itu ada juga penelitian dalam upaya non-structural seperti penelitian terhadap tataguna lahan atau penelitian terhadap pasrtisipasi masyarakat namun penelitian tersebut berjalan secara sendiri-sendiri dan belum ada penelitian secara keseluruhan variabel yang bersifat structural dan variabel yang bersifat non- structural.

Pada penelitian ini dilakukan penggabungan antara kedua variabel tataguna lahan dan partisipasi masyarakat yang akan dipadukan dengan penelitian secara ketekniksipilan yang melihat kondisi sungai, saluran dan hidrologi wilayah sehingga nantinya akan menjadi suatu pembanding terhadap masing-masing variabel. Keterpaduan variabel-variabel tersebut dirumuskan dalam suatu model

penanggulangan yang komprehensif yang saling terkait satu sama lain. Data empiris yang digunakan untuk menganalisis secara teknis berdasarkan data variabel observed dan data empiris yang terintegrasi keduanya dianalisis berdasarkan data variabel laten (unobserved) melalui kuesioner dan analisis dilakukan dengan cara structural equation model (SEM) menggunakan software Amos. Data empiris secara teknis menjadi dasar dalam menentukan luasan lahah hutan yang berimbang yang akan dikomparasi dengan luas lahan hutan berdasarkan persepsi masyarakat.

Penelitian ini mencoba mengidentifikasi pengaruh tataguna lahan dan partisipasi masyarakat terhadap pengendalian banjir. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan mampu meminimalisasi dampak bencana banjir dapat dilakukan dengan menyiapkan berbagai strategi baik secara pembangunan fisik (structural approach), dan nantinya harus disinergikan dengan pembangunan non fisik (non- structural approach), yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya partisipasi masyarakat, sehingga hasilnya lebih optimal.

Berdasarkan uraian tersebut di atas memperlihatkan bahwa penanggulangan secara structural approach mempunyai kecenderuangan terhadap tingginya biaya yang diperlukan sementara keterbatasan anggaran di pemerintah daerah merupakan konstrain pada aspek tersebut sehingga perlu dilakukan strategi melalui non structural approach dengan melibatkan masyarakat dengan mengandalkan konsep modal sosial yaitu trust (kepercayaan), Networking

Penelitian ini menggunakan variabel laten (unobserved) terdiri dari variabel laten eksogen sebagai variabel bebas yaitu tataguna lahan dan partisipasi masyarakat yang masing-masingnya diukur melalui indikator variabel manifest dengan notasi x dan variabel laten endogen sebagai variabel terikat yaitu banjir dan pengendalian banjir yang masing-masingnya diukur melalui indikator variabel manifest dengan notasi y sehingga kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan seperti diperlihatkan pada Gambar 3.1

Tataguna Lahan X11 d11 1 1 X12 d12 1 X13 d13 1 X14 d14 1 Banjir Y11 e11 Y12 e12 Y13 e13 Y14 e14 1 1 1 1 1 e1 1 Partisipasi Masyarakat X24 d24 X23 d23 X22 d22 X21 d21 1 1 1 1 1 Pengendalian Banjir Y24 e24 Y23 e23 Y22 e22 Y21 e21 e2 1 1 1 1 1 1

Gambar 3.1 Kerangka konseptual Penelitian

Keterangan: x11 x

= Luas lahan

x13 x

= Regulasi lahan (Qanun)

14

x

= Penebangan hutan secara liar (ilegal loging)

21

x

= Partisipasi menjaga infrastruktur

22

x

= Partisipasi materi/tenaga

23

x

= Partisipasi dalam perencanaan

24

y

= Partisipasi dalam pelaksanaan

11 y = Tinggi genangan 12 y = Lama genangan 13 y = Luas genangan 14 y = Tingkat kerugian 21 y

= Pengelolaan dataran banjir

22

y

= Koordinasi antar entitas

23

y

= Penanganan bencana banjir

24

d

= Pemeliharaan infrastruktur Banjir

11

d

= Kesalahan pengukuran Luas lahan

12

d

= Kesalahan pengukuran Peruntukan lahan

13

d

= Kesalahan pengukuran Regulasi lahan (Qanun)

14

d

= Kesalahan pengukuran Perizinan lahan

21

d

= Kesalahan pengukuran Partisipasi menjaga infrastruktur

22

d

= Kesalahan pengukuran Partisipasi materi/tenaga

23

d

= Kesalahan pengukuran Partisipasi dalam perencanaan

24

e

= Kesalahan pengukuran Partisipasi dalam pelaksanaan

e12 e

= Kesalahan pengukuran Lama genangan

13

e

= Kesalahan pengukuran Luas genangan

14

e

= Kesalahan pengukuran Tingkat kerugian

21

e

= Kesalahan pengukuran Pengelolaan dataran banjir

22

e

= Kesalahan pengukuran Koordinasi antar entitas

23

e

= Kesalahan pengukuran Penanganan bencana banjir

24

e

= Kesalahan pengukuran Pemeliharaan infrastruktur Banjir

1

e

= Residual variabel Banjir

2

Tataguna lahan (ξ

= Residual variabel Pengendalian Banjir

1

Partisipasi masyarakat (ξ

) adalah variabel laten eksogen 1

2

Banjir (η

) adalah variabel laten eksogen 2

1

Pengendalian Banjir (η

) adalah variabel laten endogen 1

2) adalah variabel laten endogen 2

Dokumen terkait