PENGARUH TATAGUNA LAHAN DAN PARTISIPASI
MASYARAKAT TERHADAP PENGENDALIAN BANJIR
DI KABUPATEN ACEH UTARA
DISERTASI
Oleh
WESLI
NIM : 098105004
Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH TATAGUNA LAHAN DAN PARTISIPASI
MASYARAKAT TERHADAP PENGENDALIAN BANJIR
DI KABUPATEN ACEH UTARA
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor dalam Program Doktor Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dibawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera
Utara
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K)
Untuk dipertahankan dihadapan sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara
Oleh
WESLI
NIM : 098105004
Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Disertasi : PENGARUH TATAGUNA LAHAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENGENDALIAN BANJIR DI KABUPATEN ACEH UTARA
Nama Mahasiswa : WESLI Nomor Pokok : 098105004
Program Studi : Doktor (S3) Perencanaan Wilayah
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Promotor
(Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)
(Prof. Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE) (
Co-promotor Co-promotor
Prof.Dr. Suwardi Lubis, MS)
Ketua Program Studi Direktur
Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc
Disertasi telah Diuji pada Ujian Tertutup Tanggal : 20 Maret 2013
SK Rektor USU Nomor: 351/UN5.1.R/SK/SSA/2013 tanggal 06 Maret 2013
PANITIA PENGUJI DISERTASI
Ketua : Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE USU Medan Anggota : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE USU Medan Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS USU Medan Prof. Erlina, SE, Ak, M.Si., Ph.D USU Medan Prof. Dr. Badaruddin, MS USU Medan
TIM PROMOTOR
Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE
(Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara)
Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE (Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara)
Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS
(Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)
---
TIM PENGUJI LUAR KOMISI
Prof. Erlina, SE, Ak, M.Si., Ph.D
(Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara)
Prof. Dr. Badaruddin, MS
(Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)
Prof. Dr. Abu Bakar Hamzah, M.Sc
PERNYATAAN
Judul Disertasi
“PENGARUH TATAGUNA LAHAN DAN PARTISIPASI
MASYARAKAT TERHADAP PENGENDALIAN BANJIR
DI KABUPATEN ACEH UTARA”
Dengan ini penulis menyatakan bahwa disertasi ini disusun
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor Perencanaan Wilayah
pada Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya
penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada
bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan
disertasi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai
dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau
sebagian disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya
plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima
sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Mei 2013 Penulis
Wesli Meterai
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Wesli
Tempat tgl lahir : Belawan, 9 Mei 1961
Agama : Islam
Alamat : Jl. Plaju I No. 9 Komplek PT. Arun NGL Batuphat Barat, Lhokseumawe
Pekerjaan : Dosen Fakultas Teknik Unimal Email : ir_wesli@yahoo.co.id
Nama Isteri : Hindun Farah Fatini Nama Anak : Farly Andhareshi
RIWAYAT PENDIDIKAN
- SD Negeri 2 Sabang, tamat tahun 1974 - SMP Negeri I Sabang, tamat tahun1977 - SMA Negeri I Sabang, tamat tahun 1981
- S1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, tamat tahun 1988
- S2 Magister Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, tamat Februari tahun 2005
RIWAYAT PEKERJAAN
2002 - 2003 Kepala Laboratorium Jurusan Teknik Sipil 2003 - 2004 Ketua Jurusan Teknik Sipil
2004 - 2006 Ketua Program Hibah Kompetisi A1 Jurusan Teknik Sipil 2007 - Kepala Pusat Studi Teknologi dan Pembangunan
BUKU ILMIAH YANG DIPUBLIKASIKAN
2008 Buku Referensi; Drainase Perkotaan, Penulis Tunggal, Penerbit Graha Ilmu Yogyakarta, ISBN: 978-979-756-366-0
KERJASAMA DENGAN INSTANSI
2008 – 2009 Anggota Komisi Amdal Provinsi Aceh
2008 – 2009 Anggota Komisi Irigasi Kabupaten Aceh Utara
2009 – 2010 Provincial Project Manager Strengthening Sustainable Peace And Development In Aceh (SSPDA) Bappenas
2010 – 2011 Tenaga Ahli Team Technical Assistance Bupati Aceh Utara 2011 – 2012 Tenaga Ahli DPRK Aceh Utara
2011 – 2012 Wakil Ketua Workshop Percepatan Pembangunan Kabupaten Aceh Utara pada Pemkab Aceh Utara
2012 Tenaga Ahli Penyusun RPJM Kabupaten Aceh Utara 2012-2017, Bappeda Aceh Utara
2012 Tenaga Ahli Penyusun RPJM Kota Lhokseumawe 2012-2017, Bappeda Lhokseumawe
2012 Team Evaluasi Kinerja SKPD Aceh Utara
PENGHARGAAN
1997 Juara II Lomba Cipta Lagu Mars Aceh dan juara Harapan II Lagu Hymne Aceh, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Aceh
2011 Ketua Dewan Juri pada Audisi Gita Bahana Nusantara (GBN) tahun 2011, di Banda Aceh, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh
2012 Ketua Dewan Juri pada Pemilihan Bintang Radio Tingkat Nasional tahun 2011, LPP RRI Lhokseumawe di Lhokseumawe
2012 Penghargaan Insentif Buku Ajar, Dikti, Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan
KEGIATAN PROFESI
2005 – 2012 Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI), sebagai anggota
PENGARUH TATAGUNA LAHAN DAN PARTISIPASI
MASYARAKAT TERHADAP PENGENDALIAN BANJIR
DI KABUPATEN ACEH UTARA
ABSTRAK
THE EFFECT OF LAND USE AND COMMUNITY
PARTICIPATION FOR FLOOD CONTROL
IN NORTH
ACEH DISTRICT
ABSTRACT
Krueng Keureuto river in North Aceh district often frequent flooding especially when rainfall is high, which is bad for people, especially in some sub districts such as Matangkuli, Lhoksukon, Baktiya, Tanah Pasir and Baktiya Barat. The flood occurred during 7-15 days at level of 60-100 cm. property loss average of Rp. 60 billion - Rp. 70 billion every year. Land use changes due to uncontrolled deforestation and land use that are not on the suspected cause of the flood designation. Lack of community participation in the prevention of floods seen from the bins on the channel or the river it causes constriction and flow into a flood. Besides the Qanun of Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) so that there is no land use change contributing cause unplanned flooding, drainage system has not been well ordered. This study wanted to explore and respond the sffect of land use on flooding, how much influence community participation to flooding and how the effect correlation of land use and community participation on flooding in North Aceh. The research states that land use variables have a direct effect on the flood variable of -0,323 and did not have an indirect effect so that the total effect of -0,323. Community participation variables have a direct effect of 1,640 and does not have an indirect effect on flood control variable that has the total effect of 1,640. Community participation variables have a direct effect of -0,416 and have an indirect effect of 2,322 on the flood variable that has a total effect of 1,906. Land use variables have no direct effect on the flood control variable and also does not have an indirect effect that has no total effect or of 0,000. Land use variables have a direct effect on the flood variable of 0307 and did not have an indirect effect so that the total effect of -0,323. Flood control variables have a direct effect on the flood variable of 1,416 and did not have an indirect effect and thus have a total effect of 1,416. The results of research that land use variables significant effect on flood variables and community participation variable of these was also significant flood variable. Effect of flood control variable is significant on flood variables
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim.
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi dengan judul “Pengaruh Tataguna Lahan dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengendalian Banjir di Kabupaten Aceh Utara”
Dalam penyususnan Disertasi ini penulis berupaya untuk menyusun dengan sebaik mungkin namun penulis menyadari sebagai manusia tentunya tidak luput dari kekurangan dan kelemahan baik dalam substansi maupun penyajian, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran guna penyempurnaan di kemudian hari.
Selama melakukan penelitian dan penulisan disertasi ini, Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Doktor (S3) Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Promotor yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan disertasi ini.
4. Ibu Prof. Erlina, SE., M.Si., Ph.D., Ak selaku Sekretaris Program Studi Doktor (S3) Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku penguji luar komisi pembimbing atas saran dan kritik yang diberikan untuk penyempurnaan penulisan disertasi ini
5. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS selaku Co Promotor yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan disertasi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MS selaku penguji luar komisi pembimbing atas saran dan kritik yang diberikan untuk penyempurnaan penulisan disertasi ini 7. Bapak Prof. Dr Abu Bakar Hamzah, M.Sc, selaku penguji luar komisi
8. Bapak dan Ibu dosen Program Doktor Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Prof.Dr.Chairuddin P.Lubis, DTM&H, SpA(K); Prof.Dr.Ir.Sumono, MS; Prof. Dr.Ir.A.Rahim Matondang, MSIE; Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS; Prof. Bachtiar Hassan Miraza; Prof. Dr.Lic.rer.reg. Sirojuzilam, S; Prof. Dr.Ramli, SE., MS; Prof. Dr.Soetiastie Soemitro Remi, SE., MS; Prof. Dr. H. Bomer Pasaribu, SH., SE., MS; Dr. Murni Daulay, SE., MS; Dr.Polin L.R Pospos; Dr. Ir. Ibnu Syabri, M.Sc; Dr. Ridwan Siregar, M.Lib) yang telah memberikan pencerahan keilmuan selama proses perkuliahan:
9. Rekan-rekan mahasiswa S3 Perencanaan Wilayah yang telah mendukung dalam seminar-seminar disertasi ini
10. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung proses penelitian dan penulisan naskah disertasi ini, Para pimpinan dan staf SKPK terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara.
11. Isteri tercinta Hindun Farah Fatini dan anak tersayang Farly Andhareshi yang telah mendukung utamanya doa kepada Allah SWT
Penulis menyadari disertasi ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga disertasi ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.
Medan, Februari 2013 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... ix
ABSTRACT ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
DAFTAR SINGKATAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 17
1.3 Tujuan Penelitian ... 18
1.4 Manfaat Penelitian ... 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 21
2.1 Perencanaan Wilayah ... 21
2.2 Pilar Pengembangan Wilayah ... 29
2.3 Bencana ... 31
2.4 Tataguna Lahan ... 34
2.5 Banjir ... 44
2.5.1Pengendalian ruang kawasan rawan bencana ... 51
banjir 2.5.2Pembagian ruang yang berpotensi rawan bencana ... 52
longsor dan banjir 2.5.3Kebijakan pokok dan pemanfaatan ruang potensi banjir 53
2.6 Daerah Aliran Sungai (DAS) ... . 56
2.7 Partisipasi Masyarakat ... . 59
2.8 Penelitian Terdahulu ... 67
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ... 94
3.1 Kerangka Konseptual ... 94
3.2 Hipotesis Penelitian ... 105
4.1 Lokasi Penelitian ... 107
4.2 Populasi ... 110
4.3 Sampel ... 111
4.3.1 Besarnya sampel ... 112
4.3.2 Responden ... 117
4.4 Definisi Operasional Variabel ... 118
4.5 Pengumpulan Data ... 123
4.6 Analisis Data ... 124
4.6.1Analisis data Teknis ... 125
4.6.2Analisis data Kuesioner ... 126
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 133
5.1 Kondisi Banjir Secara Nasional ... 133
5.2 Kondisi Banjir Aceh Utara ... 140
5.3 Analisis Secara Teknis ... 147
5.4 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 149
5.4.1 Uji Validitas ... 150
5.4.2 Uji Reliabilitas ... 152
5.5 Analisis SEM (Structural Equation Model) ... 154
Menggunakan Software AMOS 5.5.1 Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit Test) ... 155
5.5.2 Uji Normalitas ... 158
5.5.3 Interpretasi dan Modifikasi Model ... 160
5.5.4 Uji Kesahihan Konvergen ... 161
5.5.5 Uji Kausalitas Model ... 162
5.5.6 Efek Langsung, Efek Tak Langsung dan Efek Total ... 164
5.6 Pengujian Hipotesis ... 166
5.6.1 Hipotesis 1 pengaruh tataguna lahan terhadap banjir ... 167
5.6.2 Hipotesis 2 pengaruh partisipasi masyarakat terhadap .. 177
Banjir 5.6.3 Hipotesis 3 pengaruh tataguna lahan dan partisipasi... 181
masyarakat terhadap banjir 5.6.4 Pengaruh 4 partisipasi masyarakat terhadap ... 183
pengendalian banjir 5.6.5 Pengaruh 5 pengaruh partisipasi masyarakat dan ... 185
pengendalian banjir terhadap banjir 5.6.6 Pengaruh 6 pengaruh pengendalian banjir ... 187
5.7 Perencanaan Wilayah Dalam Pengendalian Banjir ... 189
5.7.1 Perencanaan terhadap pendekatan struktural ... 194
5.7.2 Perencanaan terhadap pendekatan non struktural ... 195
5.8 Temuan Teoritis ... 207
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 213
6.1 Kesimpulan ... 213
6.2 Saran ... 218
DAFTAR PUSTAKA ... 222
LAMPIRAN DATA ... 232
LAMPIRAN ANALISIS SECARA TEKNIS ... 252
LAMPIRAN OUTPUT AMOS ... 277
LAMPIRAN OUTPUT RELIABILITAS ... 301
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1 Tataguna Lahan Kabupaten Aceh Utara tahun 2010 12
2.1 Matriks Mapping Penelitian Terdahulu ... 83
3.1 Strategi Mengatasi Banjir Secara Menyeluruh ... 96
4.1 Penggunaan Lahan Tahun 2011 ... ... 109
4.2 Jumlah populasi/rumah tangga di 5 kecamatan tahun 2011 ... 111
4.3 Penentuan ukuran sampel ... 116
4.4 Penentuan proporsi responden/informan ... 117
4.5 Definisi Operasional Variabel ... 121
5.1 Rata-rata kejadian bencana di Indonesia tahun 2002-2009 ... 134
5.2 Dampak banjir di Indonesia tahun 2001-2005 ... 135
5.3 Luas banjir (ha) pada tanaman padi tahun 2005-2006 ... 139
5.4 Kejadian banjir di Aceh Utara tahun 2012 ... 145
5.5 Tataguna lahan eksisting dan debit yang terjadi ... 148
5.6 Hasil uji validitas data ... 151
5.7 Hasil uji reliabilitas data ... 153
5.8 Hasil uji kesesuaian model (good of fit test) ... 155
5.9 Hasil uji normalitas ... 159
5.10 Hasil Standardized Residual Covariance ... 160
5.11 Bobot regresi pada faktor ... 162
5.12 Uji kausalitas model ... 163
5.13 Standardized direct effects ... 164
5.14 Standardized indirect effects ... 164
5.15 Standardized total effects ... 164
5.16 Hasil estimasi c.r (critical ratio) dan P-Value ... 166
T.1 Perubahan Tataguna Lahan Kabupaten Aceh Utara ... 232
tahun 2002-2010 T.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Utara Tiap Kecamatan ... 233
T.4 Jumlah Penduduk Pada Lokasi Penelitian ... 235
T.5 Jumlah Desa dan Rumah Tangga Pada Lokasi Penelitian ... 235
T.6 Data Responden ... 236
T.7 Data Informan Aparatur Pemerintah ... 250
A.1 Pengolahan Data Hujan Selama 15 Tahun ... 252
A.2 Reduced Mean (Yn A.3 Reduced Standar Deviasi (S ) ... 253
n A.4 Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov ... 255
) ... 253
A.5 Uji Kecocokan Smirnov Kosmogorov ... 256
A.6 Rekapitulasi Perhitungan Hujan Harian dan Inensitas Hujan ... 263
A.7 Perhitungan Debit Maksimum ... 264
A.8 Koefisien Pengaliran Berdasarkan Referensi ... 265
A.9 Koefisien Lahan Berdasarkan Nilai CDAS ... 266
A.10 Data Awal (Initial Data) ... 267
A.11 Hasil Perhitungan Iterasi Pertama ... 267
A.12 Hasil Perhitungan Iterasi Kedua ... 268
A.13 Hasil Perhitungan Iterasi Ketiga ... 268
A.14 Hasil Perhitungan Iterasi Keempat ... 269
A.15 Hasil Perhitungan Iterasi Kelima ... 269
A.16 Hasil Perhitungan Iterasi Keenam ... 270
A.17 Akhir Iterasi ... 270
A.18 Hasil Akhir Tata Guna Lahan ... 271
A.19 Rangkuman Konstrain Tata Guna Lahan ... 271
A.20 Hasil Optimasi Tata Guna Lahan dan Debit Yang Terjadi ... 271
A.21 Debit Maksimum Berdasarkan Luas Lahan Eksisting ... 272
A.22 Debit Maksimum Periode Ulang T Tahun Berdasarkan RUTR .. 273
A.23 Debit Maksimum Periode Berdasarkan Hasil Optimasi ... 274
A.24 Perhitungan Kapasitas Sungai Terhadap Debit Maksimum ... 275
A.25 Perbandingan Luas Tanaman Penyangga Air Terhadap Debit .... 275
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1.1 Peta Indeks Resiko Bencana Banjir ... 9
2.1 Tiga Pilar Pengembangan Wilayah ... 31
2.2 Pembagian Kawasan Potensi Rawan Bencana Banjir ... 53
dan Longsor 2.3 Struktur Sungai Berdasarkan Permen PU No 63/PRT/1993 ... 59
3.1 Kerangka konseptual Penelitian ... 103
4.1 Peta Lokasi Penelitian ... 108
5.1 Jumlah kejadian bencana secara nasional tahun 2002-2009 ... 133
5.2 Jumlah kejadian banjir setiap propinsi tahun 2002-2010 ... 138
5.3 Peta daerah pengaliran sungai DAS Krueng Keureuto ... 141
5.4 Peta daerah rawan banjir Aceh Utara ... 143
5.5 Jumlah kejadian bencana Aceh Utara Tahun 2011 ... 144
5.6 Kondisi genangan banjir Aceh Utara ... 146
5.7 Kondisi masyarakat korban banjir Aceh Utara ... 146
5.8 Hasil Model Penelitian ... 156
5.9 Pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terkait ... 173
rumah atau ruko di lahan sawah berdasarkan informasi dari aparatur sebagai informan 5.10 Kejadian ilegal logging di Aceh Utara Berdasarkan responden ... 174
5.11 Pelibatan masyarakat dalam pemeliharaan infrastruktur banjir .. 178
berdasarkan responden 5.12 Model Penelitian tataguna lahan dan paertisipasi masyarakat .... 209
(wesli, 2012) 5.13 Model Penelitian Tataguna Lahan Suroso et al (2006) ... 209
5.14 Model Penelitian Tataguna Lahan Kurnia et al (2006) ... 210
5.15 Model Penelitian Partisipasi Masyarakat Yudho (2002) ... 211
A.1 Grafik Intensitas Hujan Periode Ulang T Tahun ... 264
A.2 Grafik Debit Maksimum Berdasarkan Periode Ulang T Tahun .. 265
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Lampiran Data Penelitian 232
2 Lampiran Analisis Secara Teknis 252
3 Lampiran Output Amos 277
4 Lampiran Output reliabilitas 301
DAFTAR SINGKATAN
DAS Daerah Aliran Sungai
BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Km Kilo meter
S Slope
RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Perda Peraturan Daerah
Ha Hektar
NGO Non Government Organization
Cm Senti Meter
SDA Sumber Daya Alam SDM Sumber Daya Manusia
UNISDR United Nations International Strategy for Disaster Reduction
PAD Pendapatan Asli Daerah
IFPRI International Food Policy Research Institute MAB Muka Air Banjir
DMS Daerah Manfaat Sungai DPS Daerah Penguasaan Sungai IFM Integrated Flood Management
IWRM Integrated Water Resources Management LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
PUSPICS Pusat Pendidikan Interpretasi Citra dan Survei Terpadu CSR Corporate Social Responsibility
HRU Hydrological Response Unit SEM Structural Equaition Model
ISBN International Standard Book Number
ICDA International Conference on Development of Aceh ISOCARP International Society of City and Regional Planners API Antecedent Precipitation Index
OLS Ordinary Least Squares LPM Linear Probability Model SCS Soil Conservation Service
CN Curve Number
AMOS Analysis of Moment Structure Fasos Fasilitas sosial
Fasum Fasilitas umum
SWS Satuan Wilayah Sungai Bappeda Badan Perencanaan Daerah CITC Corrected Item-Total Correlation PCA Principle Components Analysis GFT Goodness of Fit Test
GFI Goodness-of-Fit Index
AGFI Adjusted Goodness-of-Fit Index TLI Tucker Lewis Index
CFI Comparative Fit Index
RMSEA Root Mean Square Error of Approximation CR Critical Ratio
MLE Maximum Likelihood Estimates
MIN Minimum
MAX Maximum
Skew Skweness
SE Standard Error
df Degree of Freedom
P Probability
Ruko Rumah Toko
IMB Izin Mendirikan Bangunan OP Operasi dan Pemeliharaan Perbub Peraturan Bupati
PSDA Pengelolaan Sumber Daya Air
BPWS Balai Pengembangan Wilayah Sungai
Satkorlak PBP Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi
ORARI Organisasi Amatir Radio Indonesia RAPI Radio Antar Penduduk Indonesia PBB Pajak Bumi dan Bangunan ANOVA Analysis of Variance PM Partisipasi Masyarakat TTGL Tataguna Lahan PB Pengendalian banjir
B Banjir
PENGARUH TATAGUNA LAHAN DAN PARTISIPASI
MASYARAKAT TERHADAP PENGENDALIAN BANJIR
DI KABUPATEN ACEH UTARA
ABSTRAK
THE EFFECT OF LAND USE AND COMMUNITY
PARTICIPATION FOR FLOOD CONTROL
IN NORTH
ACEH DISTRICT
ABSTRACT
Krueng Keureuto river in North Aceh district often frequent flooding especially when rainfall is high, which is bad for people, especially in some sub districts such as Matangkuli, Lhoksukon, Baktiya, Tanah Pasir and Baktiya Barat. The flood occurred during 7-15 days at level of 60-100 cm. property loss average of Rp. 60 billion - Rp. 70 billion every year. Land use changes due to uncontrolled deforestation and land use that are not on the suspected cause of the flood designation. Lack of community participation in the prevention of floods seen from the bins on the channel or the river it causes constriction and flow into a flood. Besides the Qanun of Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) so that there is no land use change contributing cause unplanned flooding, drainage system has not been well ordered. This study wanted to explore and respond the sffect of land use on flooding, how much influence community participation to flooding and how the effect correlation of land use and community participation on flooding in North Aceh. The research states that land use variables have a direct effect on the flood variable of -0,323 and did not have an indirect effect so that the total effect of -0,323. Community participation variables have a direct effect of 1,640 and does not have an indirect effect on flood control variable that has the total effect of 1,640. Community participation variables have a direct effect of -0,416 and have an indirect effect of 2,322 on the flood variable that has a total effect of 1,906. Land use variables have no direct effect on the flood control variable and also does not have an indirect effect that has no total effect or of 0,000. Land use variables have a direct effect on the flood variable of 0307 and did not have an indirect effect so that the total effect of -0,323. Flood control variables have a direct effect on the flood variable of 1,416 and did not have an indirect effect and thus have a total effect of 1,416. The results of research that land use variables significant effect on flood variables and community participation variable of these was also significant flood variable. Effect of flood control variable is significant on flood variables
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keragaman curah hujan (rainfall variability) menurut ruang (spatial) dan
waktu (temporal) menyebabkan jumlah, waktu dan penyebaran curah hujan
berbeda antar wilayah dan antar waktu. Keragaman ini sering kali sulit diprediksi
dan diantisipasi akibat dinamika atmosfer, sehingga selalu terjadi ketidaksesuaian
antara yang diperlukan dan yang tersedia. Pada musim kemarau, pasokan air
sangat terbatas, sementara kebutuhannya relatif tetap, sehingga pasokan air untuk
pertanian menjadi terbatas. Pada musim kering dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan usaha pertanian, perkebunan, peternakan dan lainnya, sementara
kondisi sebaliknya pada musim hujan terjadi kelebihan air dan ketika
sungai-sungai maupun saluran lainnya tidak mampu mengalirkan air maka terjadilah
banjir.
Menurut laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan Banjir pada Deputi
Bidang Sarana dan Prasarana tahun 2010 yang dilakukan oleh Direktorat
Pengairan dan Irigasi dinyatakan bahwa di seluruh Indonesia tercatat 5.590 sungai
induk dan 600 diantaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir
yang dicakup oleh sungai-sungai induk ini mencapai 1,4 juta hektar. Menurut
suripin (2008) dinyatakan bahwa banjir yang terjadi di daerah-daerah rawan pada
perubahan tata guna lahan dan berdampak pada perubahan alam. Penyebab
lainnya adalah peristiwa alam seperti curah hujan yang sangat tinggi, kenaikan
permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Disamping itu banjir juga dapat terjadi
akibat dari degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada
catchment area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur
sungai dan sebagainya. Lebih lanjut dilaporkan oleh Deputi Bidang Sarana dan
Prasarana Direktorat Pengairan dan Irigasi bahwa hampir seluruh kegiatan
penanganan masalah banjir yang dilakukan pemerintah melalui berbagai proyek
pembangunan dengan lebih mengandalkan pada upaya yang bersifat fisik atau
struktur (structural approach). Berbagai upaya struktural (infrastruktur) yang
telah dilakukan pada umumnya masih sangat kurang memadai bila dibandingkan
dengan laju peningkatan masalah. Masyarakat baik yang secara langsung
menderita masalah maupun yang tidak langsung menyebabkan terjadinya masalah
masih kurang berperan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan operasi
serta pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana fisik pengendali banjir maupun
terhadap upaya-upaya nonfisik. Hal ini kemungkinan besar disebabkan adanya
berbagai kendala yang ada dimasyarakat antara lain menyangkut kondisi sosial
ekonomi serta belum adanya kesamaan pemahaman terhadap upaya mengatasi
masalah banjir.
Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan
masyarakat, oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari berbagai kegiatan pembangunan dalam rangka
sebagai dampak dari berbagai kegiatan manusia termasuk perubahan iklim
berkenaan dengan pemanasan global, berpengaruh sangat signifikan terhadap
upaya mengatasi masalah banjir, antara lain dengan terjadinya kenaikan muka air
laut dan peningkatan frekuensi curah hujan yang tinggi.
Pembangunan fisik baik di perkotaan maupun di perdesaan dengan
membudidayakan kawasan yang berupa dataran banjir yang rawan tergenang
banjir masih terus berlangsung, demikian pula perusakan lingkungan di daerah
aliran sungai (DAS), sehingga masalah banjir masih terus meningkat dari waktu
ke waktu. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya mengatasinya perlu lebih
ditingkatkan. Untuk itu diperlukan penyempurnaan atau bahkan perubahan
paradigma, kebijakan, strategi dan kegiatan penanganan masalah banjir ke depan
baik yang menyangkut aspek-aspek teknis maupun nonteknis. Secara visual
genangan dapat terjadi sebagai akibat luapan air dari sungai, akibat hujan
setempat yang kurang lancar masuk ke saluran drainase atau ke sungai sehingga
menimbulkan genangan. Ada kalanya genangan akibat air laut masuk ke daratan
pada saat air pasang yang lazim disebut rob atau gabungan dari keduanya maupun
ketiganya.
Banjir merupakan fenomena alam berupa kelebihan air yang menjadi
limpasan permukaan akibat sungai maupun saluran-saluran yang ada (drainase)
tidak mampu lagi mengalirkan air yang berlebihan tersebut. Selain itu bentuk
sungai yang berliku-liku (meander) juga menyebabkan kecepatan aliran relatif
rendah untuk mengalirkan air yang berlebih sehingga menimbulkan genangan di
pemicu terjadinya banjir di mana.perubahan atau alih fungsi lahan sebagian hutan
menjadi lahan pertanian, pemukiman atau lainya sesuai kebutuhan pembangunan
daerah mengakibatkan luas daerah resapan air menjadi berkurang sehingga
penyerapan air hujan ke dalam tanah menjadi kecil dan sebaliknya limpasan
permukaan menjadi lebih besar. Intensitas hujan yang tinggi sebagai penyebab
banjir merupakan fenomena alam yang datangnya tidak dapat dihindari sebab hal
ini merupakan gejala alam yang berusaha membuat perimbangan akibat perlakuan
manusia terhadap alam, namun manusia dapat membuat perlakuan teknis terhadap
alam untuk dapat mengendalikan kelebihan air tersebut sehingga mengurangi atau
mengiliminir dampaknya sekecil mungkin dan tidak menimbulkan korban baik
harta maupun nyawa manusia. Akibat tingginya intensitas hujan maka terjadi
limpasan permukaan sehingga ada korelasi antara hujan dan limpasan (kelebihan
air yang dapat menyebabkan banjir) merupakan dua fenomena yang tidak dapat
dipisahkan yang saling terkait satu sama lainnya (Soemarto, 1993).
Hujan merupakan fenomena alam yang tidak dapat diketahui secara pasti
namun dapat dilakukan perkiraan-perkiran berdasarkan data-data hujan terdahulu.
Semakin banyak data hujan maka akan semakin mendekati akurasi
perkiraan-perkiran yang akan dilakukan (Subarkah, 1980). Dalam suatu perencanaan,
kebutuhan akan data yang akurat tidak dapat dihindari sebab jika data yang ada
tidak akurat niscaya hasil dari perencanaanpun tidak seperti yang diharapkan.
Sebagaimana diketahui bahwa ketersediaan data di Indonesia sangat minim dan
Menurut Rencana Aksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Pusat tahun 2010 bahwa ditinjau dari karakteristik geografis dan geologis
wilayah Indonesia adalah salah satu kawasan rawan bencana banjir. Sekitar 30%
dari 600 sungai yang ada di Indonesia melintasi wilayah padat penduduk. Kondisi
penduduk sebagian adalah miskin dan tinggal di daerah rawan banjir. Pada
umumnya bencana banjir tersebut terjadi di wilayah Indonesia bagian barat yang
menerima curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian Timur.
Berdasarkan kondisi morfologis, penyebab banjir adalah karena relief
bentang alam Indonesia yang sangat bervariasi dan banyaknya sungai yang
mengalir diantaranya. Daerah rawan banjir tersebut diperburuk dengan
penggundulan hutan atau perubahan tata-guna lahan yang tidak memperhatikan
daerah resapan air. Perubahan tataguna lahan yang kemudian berakibat
menimbulkan bencana banjir, dapat dibuktikan antara lain di daerah perkotaan
sepanjang pantai terutama yang dialiri oleh sungai. Penebangan hutan secara tidak
terkontrol juga menyebabkan peningkatan aliran permukaan (run off), sehingga
dapat menimbukan banjir bandang dan kerusakan lingkungan di daerah satuan
wilayah sungai.
Berdasarkan Pedoman Penanggulangan Bencana Banjir (2008), dinyatakan
bahwa dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat
kerusakan berat, Aspek-aspek tersebut meliputi:
1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut,
tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah
2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya
dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya
pelayanan masyarakat.
3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak
berfungsinya pasar tradisional, kerusakan atau hilangnya harta benda,
ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.
4. Aspek sarana/prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk,
jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas
umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.
5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan eko sistem, obyek wisata,
persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan
tanggul/jaringan irigasi.
Dari sisi lain kebutuhan air bagi sumber kehidupan manusia merupakan
dilema di mana pada waktu tertentu terjadi kekurangan air sehingga fenomena ini
berbanding terbalik dengan kondisi banjir, untuk itu perlu dilakukan pengelolaan
sumber daya air demi menjamin ketersediaan dan kelestarian sumber daya air.
Terkait dengan pembangunan sumber daya air di daerah, beberapa faktor yang
mempengaruhi:
1. Kondisi daerah setempat, setiap daerah memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, baik kondisi geografis, geologis, demografis, dan sosial
budaya. Hal tersebut sangat mempengaruhi pembangunan sumber daya air
ketersediaan air bagi masyarakatnya akan lebih memprioritaskan
pembangunan di bidang lain dari pada pembangunan sumber daya air.
Kondisi sosial masyarakat juga sangat menentukan khususnya dalam
memberikan dukungan dan partisipasi pada pengelolaan dan pembangunan
sumber daya air.
2. Kapasitas dan peran dari lembaga pengelola sumber daya air di daerah
merupakan faktor penting dalam pengelolaan sumber daya air di daerah,
terutama dalam melakukan perencanaan maupun koordinasi dalam
melaksanakan program-program yang telah ditetapkan, serta evaluasi dan
monitoring.
3. Ketersediaan dan keterbatasan sumber dana sering menjadi hambatan bagi
daerah dalam melaksanakan program-program pembangunannya. Untuk
itu perlu ada terobosan-terobosan baru dalam penyediaan dana
pembangunan sumber daya air.
Perencanaan wilayah melalui pembangunan infrastruktur yang berfungsi
untuk pengendalian banjir tidak hanya dikaitkan dengan satu wilayah saja
melainkan berkaitan erat dengan wilayah lainnya karena biasanya sungai-sungai
besar sering melintasi beberapa wilayah administrasi. Pengendalian banjir sangat
diperlukan khususnya untuk melindungi daerah-daerah permukiman dan pertanian
agar aktivitas perekonomian dapat tetap berjalan dan produksi pertanian dapat
mencapai target yang ditetapkan. Berdasarkan hasil pemetaan resiko bencana
Pusat (2010), dinyatakan bahwa kabupaten Aceh Utara merupakan wilayah yang
mempunyai tingkat resiko bencana banjir yang tinggi dibandingkan kabupaten
lainnya di propinsi Aceh. Wilayah rawan bencana banjir umumnya terjadi pada
daerah pesisir seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1.
Pemetaan ini merupakan kondisi faktual di lapangan di mana pada setiap
tahunnya kabupaten Aceh Utara selalu dilanda banjir bahkan yang lebih
memprihatinkan lagi banjir terjadi hampir pada setiap kejadian hujan yang
berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat oleh sebab
itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan komponen atau bagian dari
kegiatan pembangunan daerah. Masalah tersebut mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun dan sudah menjadi agenda rutin yang harus dihadapi setiap
tahunnya. Peningkatan masalah terutama disebakan oleh pembudidayaan dataran
banjir yang kurang adaptif terhadap kejadian banjir, serta dipacu oleh terjadinya
kerusakan lingkungan akibat pertumbuhan jumlah penduduk, pertumbuhan
ekonomi dan juga terjadinya perubahan iklim, dilain pihak upaya untuk mengatasi
masalah tersebut yang telah dilaksanakan masih jauh tertinggal dibanding dengan
laju pertumbuhan masalah. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
11A/PRT/M/2006 pada lampiran IV dinyatakan bahwa sungai Krueng Keureto
berada pada wilayah sungai lintas kabupaten yaitu “Satuan Wilayah Sungai
Pase-Peusangan” yang terdiri dari sungai Krueng Pase di kabupaten Aceh Utara, sungai
Krueng Peusangan di kabupaten Bireuen, sungai Krueng Peudada di kabupaten
Bireuen, sungai Krueng Keureuto di kabupaten Aceh Utara, sungai Krueng Mane
Sungai Krueng Keureuto merupakan salah satu sungai yang melalui kota
Lhoksukon pada kondisi terkini tidak mampu menampung limpasan yang terjadi
di daerah aliran sungai (DAS) sehingga setiap tahunnya terjadi banjir yang
menimbulkan kerugian besar terutama bagi masyarakat sekitar (Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Aceh Utara, 2011). Kota Lhoksukon yang
ditetapkan menjadi ibukota kabupaten Aceh Utara melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2003 dipersiapkan sebagai kawasan pertumbuhan dan
perkembangan pusat pemerintahan kabupaten Aceh Utara serta sebagai pusat
pereokomian yang diperkirakan akan berkembang pesat di mana jumlah
penduduknya juga akan bertambah secara signifikan. Kabupaten Aceh Utara
mempunyai luas wilayah sebesar 329.686 Km2 terdiri dari 27 kecamatan 852 desa
merupakan wilayah rawan banjir. Menurut Rayakonsult (1992), DAS Sungai
Krueng Keureuto luasnya sebesar 931 km2 mempunyai anak sungai terdiri dari
sungai Krueng Peuto dan sungai Krueng Pirak terletak di kabupaten Aceh Utara.
Sungai Krueng Keureuto mengalir dari arah selatan ke utara menuju Selat Malaka
dengan panjang sungai 77,5 km dan lebarnya 60 m serta kemiringan rata-rata (S)
0,02627. Selama ini sungai Krueng Keureuto menimbulkan bencana banjir hampir
di seluruh daerah pengalirannya khususnya pada curah hujan yang tinggi karena
daerah pengaliran sungai krueng Keureto merupakan dataran banjir di wilayah
pesisir pantai utara. Frekwensi banjir yang berakibat buruk bagi masyarakat
terutama terjadi di kecamatan Matangkuli yang terdiri dari 49 desa, kecamatan
Lhoksukon yang terdiri dari 75 desa, kecamatan Baktiya terdiri dari 57 desa,
dari 26 desa. Lama genangan akibat banjir berkisar 7 hari sampai 15 hari dengan
tinggi genangan 60 cm sampai 100 cm. Menurut laporan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara (2011), dinyatakan bahwa besarnya tingkat
kerugian yang diderita masyarakat secara ekonomi dapat mencapai Rp 60 milar
sampai Rp. 70 miliar per tahun.
Perubahan kondisi hidrologi kawasan di daerah aliran sungai Krueng
Keureuto menyebabkan terjadinya intensitas hujan yang tinggi. Perubahan ini
akibat terjadinya penebangan hutan secara tidak terkendali dan penggunaan lahan
yang tidak pada peruntukannya diduga merupakan salah satu aspek penyebab
terjadinya limpasan permukaan yang besar sehingga terjadi banjir. Disamping itu
perencanaan tata ruang wilayah (RTRW) yang dilakukan oleh pemerintah daerah
yang masih simpang siur dan belum adanya Qanun (Perda) sebagai dasar hukum
pengaturan penggunaan lahan, sehingga perubahan tataguna lahan yang tidak
terencana juga diduga merupakan penyumbang penyebab terjadinya banjir.
Seyogyanya dengan dinyatakannya Kota Lhoksukon sebagai ibukota kabupaten
Aceh Utara harusnya sudah dipersiapkan perencanaan sistem drainase kota yang
memenuhi standar agar dapat mengalirkan air hujan ke laut sehingga banjir dapat
dieliminir, namun kenyataannya sistem drainase yang ada belum tertata dengan
baik. Kondisi tataguna lahan (land use) kabupaten Aceh Utara pada saat ini
berdasarkan laporan dari Bappeda pada Aceh Utara Dalam Angka Tahun 2011
dinyatakan bahwa kondisi lahan terdiri dari sawah 40.905 Ha (12,41%),
pekarangan/bangunan 34.848 Ha (10,57%), tegalan/kebun 37.702 Ha (11,44%),
tidak diusahakan 10.395 Ha (3,15%), hutan rakyat 36.552 Ha, hutan negara
46.394 Ha (14,07%), perkebunan 54,764 Ha (16,61%), lahan lain-lain 28.689 Ha
(8,70%), tambak 8.591 Ha (2,61%), kolam/tebat/empang 639 Ha (0,19%), dan
rawa-rawa 4.555 Ha (1,38%). Kondisi tataguna lahan di kabupeten Aceh utara
[image:35.595.146.478.298.525.2]tahun 2010 seperti diperlihatkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Tataguna lahan kabupaten Aceh Utara tahun 2010
No Tataguna Lahan (Land Use) 2010
1. Sawah 40.905
2. Pekarangan/Bangunan 34.848
3. Tegalan/Kebun 37.702
4. Ladang/Huma 21.155
5. Padang Rumput 4.497
6. Tidak diusahakan 10.395
7. Hutan Rakyat 36.552
8. Hutan Negara 46.394
9. Perkebunan 54.764
10. Lain - lain 28.689
11. Tambak 8.591
12. Kolam/Tebat/Empang 639
13. Rawa-rawa 4.555
Jumlah/Total 329.686
Sumber: Aceh Utara Dalam Angka (2011)
Besarnya debit kawasan dipengaruhi oleh tataguna lahan melalui variabel
koefisien pengaliran di mana debit banjir dipengaruhi oleh koefisien pengaliran,
intensitas hujan dan luas daerah pengaliran (Chow et al, 1988). Koefisien
pengaliran tergantung dari jenis tataguna lahan atau peruntukan lahan yang
berpengaruh terhadap peresapan air ke dalam tanah khususnya lahan hutan
sebagai penyangga air. Kondisi tataguna lahan di Aceh Utara terjadi perubahan
menunjukkan bahwa debit banjir juga akan terjadi perubahan sesuai dengan
penggunaan lahan. Pada penelitian ini ingin menelusuri dan menjawab besarnya
pengaruh perubahan tataguna lahan terhadap debit kawasan yang dapat
menyebabkan terjadinya limpasan permukaan yang akan menjadi bencana banjir
di Aceh Utara.
Partisipasi masyarakat dalam pembiayaan kegiatan operasi dan
pemeliharaan dalam pelaksanaan program pengendalian banjir dapat teratasi
apabila pelaksanaan program pengendalian banjir dapat berjalan secara maksimal
maka akan didapat manfaat atau dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (Yudho,
2002). Pada penelitian ini ingin menelusuri dan menjawab besarnya pengaruh
partisipasi masyarakat terhadap debit kawasan yang dapat menyebabkan
terjadinya limpasan permukaan yang akan menjadi bencana banjir di Aceh Utara.
Selain itu juga ingin diketahui seberapa besar pengaruh hubungan perubahan
tataguna lahan dan partisipasi masyarakat terhadap banjir di Aceh Utara.
Pasca bencana tsunami di Provinsi Aceh, berbagai bantuan datang dari
dalam dan luar negeri dan para donatur menyalurkan dananya melalui NGO (Non
Government Organization) dalam bentuk bantuan secara komunitas maupun
perorangan khususnya bantuan langsung membuat masyarakat menjadi manja dan
malas sehingga terjadi perubahan budaya yang berakibat kepada masyarakat
menjadi kurang peduli terhadap nilai kegotongroyongan serta aspek lainnya yang
diperlukan untuk menjaga lingkungan. Disamping itu volume sampah rumah
tangga dan sejumlah pusat pasar yang ada di Aceh Utara mencapai 250 ton/hari.
belum maksimal. Menurut Dinas Kebersihan Pasar dan Pertamanan Aceh Utara,
kurang lebih 5 ton/hari dibuang ke sungai dan saluran, hal ini menunjukkan
bahwa rendahnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan sungai dan
saluran drainase sehingga menyebabkan penyempitan aliran dan pada saat
terjadinya hujan air meluap dari sungai dan saluran secara berlebihan. Masalah
banjir dapat dipastikan selalu muncul pada setiap tahun dan selalu menjadi pusat
perhatian masyarakat, namun demikian beberapa istilah, pengertian dan
pemahaman yang menyangkut banjir, masalah banjir dan upaya untuk
mengatasinya yang telah populer dan beredar luas di masyarakat, media masa,
maupun di lingkungan aparatur pemerintah sendiri sampai saat ini tampaknya
masih rancu. Kerancuan dan ketidak seragaman pengertian dan pemahaman
terhadap masalah ini berdampak kurang kondusif terhadap upaya mengatasi
masalah banjir. Dampak tersebut antara lain dapat berupa kesalahan dalam
menetapkan kebijakan, strategi dan upaya yang dilakukan, serta kurangnya
kepedulian dan peran serta masyarakat dalam mengatasi masalah banjir. Sebagian
besar masyarakat pada saat ini masih beranggapan bahwa upaya mengatasi
masalah banjir adalah merupakan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah
sepenuhnya, demikian pula dengan adanya pemahaman yang tidak tepat terhadap
kinerja sistem pengendali banjir, yang menganggap bahwa begitu sistem
pengendali banjir selesai dibangun maka masalah banjir pasti atau harus hilang
dan apabila ternyata masih terjadi maka dianggap ada sesuatu yang tidak beres.
diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat baik secara kelembagaan apalagi
secara individual.
Pada tahun 2011 menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Aceh Utara jumlah kejadian bencana sangat tinggi di setiap kecamatan.
Kejadian yang sangat dominan adalah kejadian pada dataran rendah seperti pada
kecamatan Seuneudon 1 kali kejadian, kecamatan baktiya 3 kali kejadian,
kecamatan Lhoksukon 4 kali kejadian, kecamatan Matangkuli 4 kali kejadian,
kecamatan Pirak Timu 1 kali kejadian, kecamatan Paya Bakong 1 kali kejadian,
kecamatan Tanah Luas 1 kali kejadian, kecamatan Tanah Pasir 3 kali kejadian,
kecamatan Simpang Keramat 1 kali kejadian. Jumlah kejadian banjir yang
dominan terjadi pada kecamatan Baktiya, Lhoksukon, Matang Kuli, Tanah Pasir
dan Baktiya Barat. Selama tahun 2012 kondisi sampai bulan Agustus 2012
tercatat sudah 6 kali terjadi kejadian banjir dengan tinggi genangan rata-rata 50
sampai 100 cm. Kecamatan Matangkuli mengalami 4 kali kejadian, kecamatan
Lhoksukon mengalami 3 kali kejadian, kecamatan Baktiya 3 kali kejadian,
kecamatan Baktiya Barat 2 kali kejadian.
Secara teknis, kelebihan air yang mengakibatkan banjir ini diperkirakan
juga penyebabnya adalah kapasitas penampang palung sungai untuk melewatkan
aliran sungai jauh lebih kecil dibandingkan dengan besarnya debit sungai yang
mengalir. Selain itu bentuk sungai Krueng Keureuto yang berliku-liku (meander)
menyebabkan kecepatan aliran relatif rendah untuk mengalirkan debit banjir
sehingga menimbulkan genangan di kiri kanan sungai. Dari sisi penggunaan
sebagian hutan pada tataguna lahan menjadi lahan pertanian dan pemukiman
sehingga penyerapan air hujan ke dalam tanah menjadi kecil dan sebaliknya
limpasan menjadi lebih besar. Akibat terjadinya banjir setiap tahun di kota
Lhoksukon yang akan berdampak pada sosial ekonomi masyarakat dan
menimbulkan kerugian yang besar, hal ini juga berdampak kepada aspek ekonomi
secara kabupaten menyeluruh dan perlu penanganan yang tepat dalam mengatasi
banjir di kota Lhoksukon.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menggambarkan bahwa
tataguna lahan khususnya hutan dan kebun sangat berpengaruh terhadap
penyangga air dan apabila daya sangga air tersebut kurang maka dapat
mengakibatkan terjadi banjir (Talaohu et al, 2006). Pada sisi lain dinyatakan
bahwa terjadi peningkatan kebutuhan lahan oleh penduduk menyebabkan
perubahan tataguna lahan. Pemerintah telah melakukan upaya mengatasi banjir
dengan pembuatan tanggul, larangan membuang sampah ke sungai dan
sebagainya namun belum mampu mengatasi banjir (Murdiono, 2007).
Penelitian lainya dinyatakan bahwa penanggulangan banjir secara
struktural, hanya bersifat solusi jangka pendek. Upaya struktural harus dibarengi
dengan upaya non struktural yang bersifat jangka panjang, seperti pengelolaan
DAS, penyuluhan masyarakat tentang banjir, upaya penyelamatan diri terhadap
banjir dan sebagainya. (Murdiono,2007). Penyelesaian masalah banjir dengan
membangun infrastruktur yang memadai cenderung membutuhkan anggaran/biaya
yang tidak sedikit, sementara kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan
pemerintah harus membangun berbagai aspek, tidak hanya kebutuhan
infrastruktur pengendali banjir. Untuk itu perlu adanya suatu upaya mereduksi
banjir melalui aspek non struktural dengan penyusunan ruang (spatial) yang
optimal dengan pengaturan tataguna lahan dan melibatkan partisipasi masyarakat
sebagai stake holders. Upaya ini dapat membantu mereduksi banjir dan dampak
akibat banjir tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah kontradiksi antara kebutuhan
lahan untuk pengembangan pembangunan wilayah dengan kebutuhan lahan yang
mampu menjadi penyangga air dalam upaya meminimalkan debit pada saat
intensitas hujan tinggi. Untuk mengatasinya perlu suatu perencanaan optimasi
tataguna lahan agar kedua kebutuhan tersebut dapat terpenuhi namun juga dapat
mereduksi kelebihan air yang akan berakibat banjir. Disamping itu perlu
dilakukan upaya partisipasi masyarakat sebagai salah satu stakeholders dalam
melakukan tindakan preventif terhadap bencana banjir termasuk pelibatan
masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk menjawab hal-hal
sebagai berikut:
1. Seberapa besar tataguna lahan berpengaruh terhadap terjadinya banjir
2. Seberapa besar partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap terjadinya
3. Seberapa besar tataguna lahan dan partisipasi masyarakat berpengaruh
terhadap terjadinya banjir
4. Seberapa besar partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengendalian
banjir
5. Seberapa besar partisipasi masyarakat dan pengendalian banjir
berpengaruh terhadap banjir
6. Seberapa besar pengendalian banjir berpengaruh terhadap banjir
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai upaya pengendalian banjir
melalui upaya non structural dengan mengatur tataguna lahan serta meningkatkan
peran aktif masyarakat baik secara individu maupun secara kelompok sehingga
nantinya dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan wilayah. Berdasarkan perumusan masalah di atas maka dapat
ditentukan tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh tataguna lahan
terhadap terjadinya banjir
2. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh partisipasi
masyarakat terhadap terjadinya banjir
3. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh tataguna lahan
dengan partisipasi masyarakat terhadap terjadinya banjir
4. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh partisipasi
5. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh partisipasi
masyarakat dengan pengendalian banjir terhadap terjadinya banjir
6. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh pengendalian
banjir terhadap terjadinya banjir
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini nantinya akan memberikan beberapa manfaat
seperti dijelaskan berikut ini:
1. Dengan mengetahui pengaruh perubahan tataguna lahan terhadap
terjadinya banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah
dalam menyusun regulasi terhadap penggunaan lahan atau penyusunan
Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) termasuk dalam mengatur
perizinan penggunaan lahan
2. Dengan mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat terhadap terjadinya
banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam
mengakomodir dan memberi ruang bagi masyarakat untuk berperan
sebagai mitra dalam penanganan bencana banjir
3. Dengan mengetahui pengaruh perubahan tataguna lahan dan partisipasi
masyarakat terhadap terjadinya banjir sebagai bahan pertimbangan bagi
pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan yang lebih
efektif dengan mengkombinasikan upaya struktural dengan non struktural
4. Dengan mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat terhadap
dalam menyusun manajemen pengelolaan banjir dengan melibatkan
masyarakat
5. Dengan mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat dan pengendalian
banjir terhadap kejadian banjir sebagai bahan pertimbangan bagi
pemerintah daerah dalam strategi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan
infrastruktur banjir
6. Dengan mengetahui pengaruh pengendalian banjir terhadap banjir sebagai
bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mempersiapkan
strategi pengendalian banjir termasuk dengan strategi kesiagaan dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Wilayah
Sirojuzilam (2010), menjelaskan bahwa: 1). Perencanaan adalah sebuah
cara berfikir yang berorientasi pada masa depan dengan sifat preskriptif
menggunakan metoda dan sistematika yang rasional. 2). Perencanaan adalah
penyusunan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan (sebuah status
yang diiinginkan), tindakan: kegiatan, kelakuan terhadap sesuatu objek yang
secara rasional diketahui akan mendekatkan pada status yang diinginkan. Wilayah
adalah merupakan satuan ruang geografis yang dibatasi oleh batas-batas fisisk
(iklim, air, vegetasi, morfologi), sosial (etnis, budaya, kependudukan), ekonomi
(jaringan produksi-pasar, pelayanan), politik (administrasi pemerintahan,
administrasi fungsional lain) tertentu dengan perkataan lain wilayah mengandung
dimensi teritori (daerah) dan fungsi (wilayah). Perencanaan wilayah yang lebih
terfocus pada perencanaan pembangunan ekonomi berjalan seiring dengan
dilaksanakannya community planning dan participatory planning. Dengan
demikian perencanaan wilayah adalah penerapan metode ilmiah dalam pembuatan
kebijakan publik dan upaya untuk mengaitkan pengetahuan ilmiah dan teknis
dengan tindakan-tindakan dalam domain publik untuk mencapai tingkat
Menurut Sirojuzilam (2007), bahwa perencanaan dapat dilakukan dengan
cara-cara:
1. Menentukan tujuan dan sasaran perencanaan dalam proses politik yang
menyertakan seluruh warga (stake holders)
2. Mengetahui fakta-fakta tentang kondisi yang ada dan latar belakangnya
serta memperkirakan apa yang bakal terjadi dalam situasi-situasi tertentu
3. Mengkaji pilihan-pilihan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan dan sasaran dengan mengingat potensi dan hambatan yang ada
4. Menentukan pilihan yang terbaik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
normatif maupun teknis di dalam konteks partisipatif
5. Mengusulkan rangkaian kebijakan dan tindakan yang perlu diambil dalam
pelaksanaan pilihan yang diambil
6. Melakukan langkah-langkah implementasi melalui tindakan sosialisasi,
penegakan, pemberian insentif dan sebagainya serta memantau
pelaksanaannya secara sistematik dan teratur
Pengertian perencanaan dapat berbeda antara perencana yang satu dengan
perencana lainnya. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan sudut pandang,
perbedaan fokus perhatian dan perbedaan luasnya bidang yang tercakup dalam
perencanaan yang dimaksud (Tarigan,2008). Menurut Soemarno (2004),
Perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan (kontinyu) sejak dari
tahap survei hingga tahap pelaksanaan (implementasi). Pada kenyataannya proses
memerlukan peninjauan ulang atau pengkajian guna memberikan umpan balik
dalam proses evaluasi. Dalam proses penentuan alternatif, pemilihan alternatif dan
evaluasi diperlukan analisis yang seksama donkomprehensif. Analisis merupakan
uraian atau usaha untuk mengetahui arti suatu keadaan. data, informasi atau
keterangan mengenai suatu keadaan diurai dan dikaji hubungannya satu sama lain,
diselidiki kaitan yang ada antara yang satu dengan yang lainnya. Analisis wilayah
(regional) adalah suatu upaya melihat berbagai faktor perkembangan dalam skala
wilayah, sementra daerah dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
batasannya ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tujuan, skala, dan proses.
Tujuan sangat besar pengaruhnya terhadap proses perencanaan. Lebih lanjut
Soemarno (2004), menjelaskan bahwa pada setiap pembuatan perencanaan
diharapkan perencana harus sudah mengetahui atau menetapkan tujuannya dan
untuk siapa perencanaan tersebut dibuat. Dalam konteks ini proses perencanaan
dapat diartikan sebagai suatu usaha memaksimumkan segala sumber daya yang
ada pada suatu wilayah atau negara untuk tujuan meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan penduduknya. Untuk dapat menerapkan asas memaksimumkan
manfaat segala sumber daya dengan meminimumkan dana masyarakat, diperlukan
kemampuan analisis atas kedua faktor yang tidak saling terkait tersebut.
Skala perencanaan mempunyai peranan penting pula. Secara teori
perencana dapat mencakup seluruh dunia atau lebih kecil yaitu batas wilayah
negara. Sebagai contoh, dapat dikemukakan perencanaan daerah aliran sungai
yang menembus batas wilayah negara. Pada umumnya perencanaan dilakukan
negara dituangkan dalam rencana/rancangan nasional yang kemudian
dipecah-pecah ke dalam rancangan wilayah. Dalam pelaksanaannya ke sasaran terakhir,
rancangan wilayah diterjemahkan ke dalam rencana setempat. Dari sini terlihat,
rancangan daerah merupakan jembatan antara rancangan nasional dan rancangan
setempat (Soemarno, 2004). Menurut Tarigan (2008) dinyatakan bahwa definisi
yang sangat sederhana terhadap perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan
memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Definisi seperti ini pada dasarnya tidaklah salah namun tidak mampu memberikan
gambaran atas suatu perencanaan yang rumit dan luas. Definisi seperti ini hanya
cocok untuk perencanaan sederhana yang tujuannya dapat ditetapkan dengan
mudah dan tidak terdapat faktor pembatas yang berarti untuk mencapaui tujuan
tersebut.
Faktor perencanaan lainnya ialah proses daerah maupun kota selalu
berubah. Keadaan sosial akan berubah,lambat atau cepat. Bebagai perubahan ini
tentu saja akan berpengaruh pada ekonomi masyarakat sehingga selanjutnya
berpengaruh pula pada keadaan fisik daerah/kota. Daerah atau kota yang
mengalami urbanisasi besar, mengalami perubahan ekonomi dan fisik yang juga
bergerak dengan cepat seperti di pulau Jawa dan beberapa kota besar lainnya di
Indonesia. Pola dan laju proses perkembangan masyarakat, ekonomi, politik dan
lainnya dapat dikaji untuk dijadikan bahan pertimbangan pokok bagi penentuan
kebijakan perencanaan. Kebijakan ini menyangkut beberapa aspek penting selain
menentukan apa yang dikembangkan, juga harus menentukan bagaimana, kapan,
penduduk, seorang perencana kota akan dapat menentukan segala kebutuhan yang
diperlukan pada 10 tahun mendatang. Hal ini sudah mencakup pertanyaan apa dan
kapan. Dalam perencanaan hal tersebut belumlah cukup dan masih harus
dilengkapi dengan pengetahuan "berapa besar" pengembangan yang sebenarnya
dibutuhkan, dan "bagaimana" mewujudkannya. Berbagai kesulitan akan dihadapi
dalam pekerjaan analisis, terutama yang menyangkut data, definisi daerah atau
kota, penentuan batas daerah perencanaan dan lainnya. Dalam pekerjaan analisis
seringkali dihadapi berbagai kesulitan antara lain ketersediaan data dan penentuan
daerah perencanaan (Soemarno, 2004).
Menurut Tarigan (2008), bahwa langkah-langkah dalam perencanaan
wilayah dinyatakan oleh Glasson bahwa “Major features of general planning
include a sequence of action wich are designed to solve problems in the fiture”
sehingga perencanaan dalam pengertian umum adalah menyangkut serangkaian
tindakan yang ditujukan untuk memecahkan persoalan di masa depan. Glasson
menetapkan urutan langkah-langkah perencanaan wilayah sebagai berikut:
1. The identification of problems
2. The formulation of general goals and more specific and measureable
objectives relating to the problems
3. The identification of possible constraints
4. Projection of the future situation
5. The generation and evaluation of alternative courses of action and the
production of preferred plan wich in generic form may include any policy
Untuk kebutuhan perencanaan wilayah di Indonesia, apa yang
dikemukakan oleh Glasson masih perlu diperluas setidaknya memerlukan
unsur-unsur yang urutan atau langkah-langkahnya sebagai berikut (Tarigan, 2008):
1. Gambaran kondisi saat ini dan identifikasi persoalan, baik jangka pendek,
jangka menengah maupun jangka panjang. Untuk dapat menggambarkan
kondisi saat ini dan permasalahan yang dihadapi mungkin diperlukan
kegiatan pengumpulan data terlebih dahulu baik data sekunder maupun
data primer
2. Tetapkan visi, misi dan tujuan umum. Visi, misi dan tujuan umum
haruslah merupakan kesepakatan bersama sejak awal
3. Identifikasi pembatas dan kendala yang sudah ada saat ini maupun yang
diperkirakan akan muncul pada masa yang kan datang
4. Proyeksikan berbagai variabel yang terkait baik yang bersifat controllable
(dapat dikendalikan) maupun non-controllable (di luar jangkauan
pengendalian pihak perencana)
5. Tetapkan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai dalam kurun waktu
tertentu yaitu berupa tujuan yang dapat diukur
6. Mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif untuk mencapai sasaran
tersebut. Dalam mencari alternatif perlu diperhatikan keterbatasan dana
dan faktor produksi yang tersedia
7. Memilih alternatif yang terbaik, termasuk menentukan berbagai kegiatan
pendukung yang akan dilaksanakan
9. Menyusun kebijakan dan strategi agar kegiatan pada tiap lokasi berjalan
sesuai dengan yang diharapkan
Menurut Friedmann (2001), dinyatakan bahwa perencanaan wilayah
hampir merupakan suatu upaya dalam membuat suatu formula bagi pusat-pusat
pertumbuhan dengan mengabaikan dimensi-dimensi lain dari kebijakan wilayah
atau teritorial seperti kebijakan-kebijakan khusus yang menjadi latar belakang
diskusi akademik. Dalam perencanaan wilayah perhatian tidak hanya diberikan
sebatas pada sumberdaya alam, impelementasi politik dan organisasi administrasi
bagi pembangunan pedesaan namun pada semua aspek kehidupan masyarakat.
Definisi perencanaan wilayah yang lebih komprehensif dan mungkin dengan
orientasi yang berbeda diberikan oleh Profesor Kosta Mihailovic yang
menyebutkan bahwa pembangunan wilayah diartikan sebagai perubahan sosial
ekonomi dalam berbagai tipe wilayah, hubungan interregional yang dinamis dan
faktor-faktor relevan yang memiliki keterkaitan dengan tujuan dan hasil dari
pembangunan. Faridad (2003) mendefinisikan perencanaan wilayah sebagai suatu
aplikasi dari model pertumbuhan bagi perencanaan pembangunan dengan rujukan
yang sangat jelas dalam dimensi ruang bagi proses pembangunan. Sebagai
alternatif, hal ini dapat ditunjukkan sebagai persiapan action plan pemerintah
dengan mempertimbangkan aktivitas ekonomi dan pembangunan wilayah.
Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia,
1. Walter Isard, sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya
hubungan sebab akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang
wilayah, yakni faktor fisik, sosial ekonomi, dan budaya.
2. Hirschmann, pada era 1950-an yang memunculkan teori polarization effect
dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu
wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development).
3. Myrdal, pada era 1950-an dengan teori yang menjelaskan hubungan antara
wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah
backwash and spread effect.
4. Friedmann, pada era 1960-an yang lebih menekankan pada pembentukan
hirarki guna mempermuda h pengembangan sistem pembangunan yang
kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan.
5. Terakhir adalah Douglass pada era 1970-an yang memperkenalkan
lahirnya model keterkaitan desa–kota (rural–urban linkages) dalam
pengembangan wilayah.
Melihat latar belakang dari para pelopor ilmu wilayah (regional science)
tersebut, maka dalam perkembangannya sense Ilmu Ekonomi terlihat sangat
menonjol, namun demikian mengingat bahwa permasalahan pembangunan
wilayah pada umumya sangat luas (mencakup ekonomi, sosial, lingkungan fisik,
dan prasarana) maka secara harfiah ilmu wilayah dapat dipandang sebagai ilmu
yang mempelajari aspek-aspek dan kaidah-kaidah kewilayahan, dan mencari
tersebut ke dalam proses perencanaan pengembangan kualitas hidup dan
kehidupan manusia (Rustiadi, 2009). Lebih lanjut Kajian perencanaan dan
pengembangan wilayah selanjutnya didasarkan pada upaya untuk
memenuhi kebutuhan ilmu-ilmu kewilayahan yang berkembang kearah kebijakan
dan perencanaan. Bidang kajian ini berupaya menjawab permasalahan
perkembangan wilayah yang tidak terbatas pada “mengapa” namun hingga
“bagaimana” suatu wilayah dibangun. Jawaban dari “bagaimana” selanjutnya
akan mencakup aspek-aspek perencanaan yang bersifat spasial (spatial planning),
rencana penggunaan lahan/tataguna lahan (land use planning) hingga ke
perencanaan-perencanaan kelembagaan pembangunan, termasuk proses-proses
perencanaan itu sendiri (Rustiadi, 2009). Berbagai teori dan konsep dalam
pengembangan wilayah tersebut di atas juga diperkaya oleh gagasan yang
dikemukan oleh pemikir dalam negeri diantaranya dikemukakan oleh Sutami pada
era 1970-an dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif
untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya alam akan mampu
mempercepat pengembangan wilayah, selain itu juga pemikiran yang
dikemukakan oleh Poernomosidhi pada era transisi memberikan kontribusi
lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota.
2.2 Pilar Pengembangan Wilayah
Menurut Alkadri et al (2011), berbagai upaya yang dilaksanakan dalam
rangka pembangunan suatu wilayah harus dilakukan secara menyeluruh dan
pemerintah atau masyarakat setempat. Dalam mengembangkan wilayah terdapat
dua pendekatan yang dilakukan yakni pendekatan sektoral atau fungsional yang
dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral, dan pendekatan regional
atau teritorial yang dilakukan oleh daerah atau masyarakat setempat. Kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah selama ini cenderung
didominasi oleh program-program yang sangat sektoral, sehingga program yang
dilaksanakan dan dihasilkan sering kurang mencerminkan keinginan dari
masyarakat setempat yang pada akhirnya banyak dijumpai hasil pembangunan
yang tidak termanfaatkan secara optimal. Pemberian otonomi kepada daerah
diharapkan dapat mengurangi dominasi dari program-program sektoral sehingga
pendekatan sektoral lebih bersifat mendukung program-program regional atau
teritorial.
Lebih lanjut Alkadri et al (2011), pengembangan wilayah adalah usaha
mengawinkan secara harmonis sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia
(SDM) dan teknologi dengan memperhatikan daya tampung lingkungan. Secara
lebih luas teknologi dibagi menjadi empat komponen yakni technoware,
humanware, inforware dan orgaware. Keempat komponen selalu berperan dalam
sebuah proses transformasi dalam merubah input menjadi output. Tiga pilar
pengembangan wilayah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1. Dalam
kegiatannya, pengembangan wilayah harus disertai community development