• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Rivai, Veithzal, dan Idroes (2007) dalam Bank and Financial Institution Management, sasaran lembaga intermediasi keuangan adalah multidimensional. Untuk mencapai tujuan manajemen lembaga intermediasi keuangan tersebut, beberapa masalah pokok atau bidang yang perlu diperhatikan manajemen dalam pengambilan keputusan antara lain :

a. Manajemen modal, tercermin dari Capital Adequacy Ratio (CAR)

b. Manajemen utang, tercermin dari Net Interest Margin (NIM) dan terkait dengan Non Performing Loan (NPL)

d. Pengendalian biaya, tercermin dari Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

e. Manajemen aktiva (terutama kredit dan surat-surat berharga), tercermin dari total kredit yang diberikan.

Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit atau aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi (sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia sebesar 8%) berarti bahwa bank tersebut mampu membiayai operasi bank, dan keadaan yang menguntungkan tersebut dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas bank (ROA) yang bersangkutan (Dendawijaya, 2003).

Rasio Net Interest Margin (NIM) mencerminkan risiko pasar yang timbul akibat berubahnya kondisi pasar, di mana hal tersebut dapat merugikan bank. Rasio NIM juga digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan pendapatan dari bunga dengan melihat kinerja bank dalam menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank sangat tergantung dari selisih bunga dari kredit yang disalurkan. Semakin besar NIM yang dicapai oleh suatu bank, maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola oleh bank yang bersangkutan, sehingga laba bank (ROA) akan meningkat (Hasibuan, 2007).

Rasio Non Performing Loan (NPL) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank.

Risiko kredit yang diterima oleh bank merupakan salah satu risiko usaha bank, yang diakibatkan dari ketidakpastian dalam pengembaliannya atau yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada debitur, (Hasibuan, 2007). Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar dan menyebabkan kerugian, sebaliknya jika semakin rendah NPL maka laba atau profitabilitas bank (ROA) tersebut akan semakin meningkat.

Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk mengukur kemampuan bank tersebut mampu membayar hutang-hutangnya dan membayar kembali kepada deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan. LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi (Kasmir, 2004).

Rasio Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2003).

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan

pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutang setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Darmawan (2004) menyatakan bahwa rasio pertumbuhan kredit dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar upaya bank dalam menggenjot penyaluran kredit. Pertumbuhan kredit yang semakin meningkat menunjukkan semakin tinggi pula kinerja bank dalam menyalurkan kreditnya. Hal tersebut berdampak pada peningkatan ROA karena semakin tinggi pertumbuhan kredit yang disalurkan akan meningkatkan laba operasional, dengan meningkatnya laba operasional maka semakin tinggi pula ROA karena besarnya ROA sangat dipengaruhi oleh besarnya laba bank.

Rivai (2007) menyatakan bahwa kredit yang diberikan adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama, kredit dalam restrukturisasi, dan pembelian surat berharga debitur yang dilengkapi dengan note purchase agreement (NPA). Semakin besar total kredit yang disalurkan ke masyarakat maka semakin besar pula peluang untuk memperoleh profit.

Menurut Sofyan (2003), kinerja perbankan dapat diukur dengan menggunakan rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata-rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan. Lebih lanjut lagi dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan menimbulkan masalah, sehingga dalam penelitiannya diisimpulkan bahwa profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah rate of return equity (ROE) untuk perusahaan pada umumnya dan return on asset (ROA) pada industri perbankan. Return on Asset (ROA) memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh

earning dalam operasi perusahaan, sedangkan Return on Equity (ROE) hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Mawardi, 2005). Sehingga dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja keuangan perbankan. Alasan dipilihnya Return on Asset (ROA) sebagai ukuran kinerja adalah karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.

Jika pihak bank dapat menjaga kinerjanya dengan baik, terutama tingkat profitabilitas yang tinggi serta dapat memenuhi ketentuan prudential banking dengan baik, maka kemungkinan nilai saham dari bank yang bersangkutan di pasar sekunder akan ikut naik. Kenaikan tersebut merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yang bersangkutan. Tingkat kepercayaan masyarakat adalah fundamental bagi tumbuh atau hancurnya perbankan (Kamco, 2008, dalam Suara Merdeka, 25 November 2008).

Menurut Ang dalam Dwipayana (2007) jika kinerja keuangan bank dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang digunakan akan berdampak pada para pemegang saham bank tersebut. Return on Asset (ROA) yang semakin meningkat menunjukkan kinerja bank yang semakin baik dan para pemegang saham akan memperoleh keuntungan yang semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya keuntungan perusahaan akan menjadi daya tarik bagi para investor dan atau calon investor untuk menanamkan dananya ke dalam bank tersebut. Dengan daya tarik tersebut membawa dampak pada calon investor dan atau investor untuk memiliki saham bank semakin banyak. Jika permintaan atas saham bank semakin banyak maka harga saham bank tersebut di pasar modal cenderung

meningkat. Dengan meningkatnya return on asset (ROA) maka harga saham dari perbankan tersebut juga meningkat.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya maka penulis dapat merumuskan kerangka konseptual sebagai berikut:

Fungsi Intermediasi

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.7Hipotesis

Dari kerangka konsep tersebut maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

a. Fungsi intermediasi perbankan yang terdiri dari capital adequacy ratio (CAR), net interest margin (NIM), non performing loan (NPL), loan to deposit ratio (LDR), BOPO, dan total kredit berpengaruh terhadap kinerja keuangan (return on asset/ROA) bank swasta nasional devisa yang go public di Indonesia periode Desember 2006-Desember 2010.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Net Interest Margin (NIM)

Non Performing Loan (NPL) Loan to Deposit Ratio

(LDR) BOPO Total Kredit Harga Saham Kinerja Keuangan (Return on

b. Kinerja keuangan (return on asset/ROA) berpengaruh terhadap harga saham bank swasta nasional devisa yang go public di Indonesia periode Desember 2006-Desember 2010.

Dokumen terkait