• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

2.3 Kerangka Konseptual

Earning per share merupakan alat analisis tingkat profitibilitas perusahaan yang menggunakan konsep laba konvensional, Earning Per Share adalah salah satu pertimbangan sebelum berinvestasi. Perubahan dalam penggunaan utang akan menyebabkan terjadinya perubahan pada laba per lembar saham (Earning Per Share-EPS) dan juga perubahan resiko (Brigham dan Houston, 2006:17).

Debt to Total Asset Ratio merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang.

Debt to Equity Ratio adalah rasio utang yang menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman yang diberikan kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan.

Long Term Debt to Total Asset Ratio adalah rasio yang menggambarkan besarnya tingkat penggunaan hutang jangka panjang dibandingkan dengan total aset yang dimiliki. Long Term Debt To Equity adalah rasio yang memperbandingkan proporsi utang jangka panjang dengan ekuitas saham biasa. Semakin tinggi rasio LDER, maka semakin besar risiko yang ditanggung para pemegang saham (Warsono, 2003:239).

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual dapat dibuat secara sistematis sebagai berikut :

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Berdasarkan landasan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: tidakada perbedaan yang nyata atau pengaruh yang nyata antara Debt to Total Asset Ratio (DAR) terhadap tingkat Earning Per Share (EPS).

H2: ada perbedaan yang nyata atau pengaruh yang nyata antara Debt to Total Asset Ratio (DAR) terhadap tingkat Earning Per Share (EPS).

DAR ( X

1

)

DER ( X

2

)

EPS ( Y )

LDER ( X

4

)

LDAR ( X

3

)

H3: tidak ada perbedaan yang nyata atau pengaruh yang nyata antara Debt to Equity Ratio (DER) terhadap tingkat Earning Per Share (EPS).

H4: ada perbedaan yang nyata atau pengaruh yang nyata antara Debt to Equity Ratio (DER) terhadap tingkat Earning Per Share (EPS).

H5: tidak ada perbedaan yang nyata atau pengaruh yang nyata antara Long Term Debt to Total Asset Ratio (LDAR) terhadap tingkat Earning Per Share (EPS).

H6: ada perbedaan yang nyata atau pengaruh yang nyata antara Long Term Debt to Total Asset Ratio (LDAR) terhadap tingkat Earning Per Share

(EPS).

H7: tidak ada perbedaan yang nyata atau pengaruh yang nyata antara Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) terhadap tingkat Earning Per Share

(EPS).

H8: ada perbedaan yang nyata atau pengaruh yang nyata antara Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) terhadap tingkat Earning Per Share (EPS).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Pada dasarnya, pasar modal hampir sama dengan pasar lainnya, yang membedakan pasar modal dengan pasar lainnya adalah dalam hal komoditas yang

diperdagangkan. Pasar modal dapat dikatakan pasar abstrak, karena yang

diperjual belikan adalah dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang keterkaitannya dalam investasi lebih dari satu tahun.

Para investor lebih mudah untuk berinvestasi melalui pasar modal. Setiap modal atau dana yang akan diinvestasikan selalu mengaitkan antara resiko dengan hasil yang akan diperoleh. Oleh karena itu, para investor yang akan berinvestasi selalu memperhatikan dan menganalisa dengan cermat dan teliti kondisi perusahaan dimana investor tersebut akan menanamkan modalnya. Kinerja perusahaan yang baik atau buruk pasti akan direspon para investor di pasar modal dan hal tersebut akan mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi.

Dalam hal menganalisis sebuah perusahaan, investor dapat menggunakan laporan keuangan untuk menilai kondisi perusahaan. Laporan keuangan melaporkan apa yang sebenarnya terjadi pada aset, laba, dan dividen selama beberapa tahun terakhir. Di setiap peristiwa, informasi yang terkandung dalam sebuah laporan keuangan akan digunakan oleh para investor untuk membantunya membuat ekspektasi tentang laba dan dividen di masa mendatang.

Tujuan utama perusahaan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan dan memaksimalkan keuntungan pemilik perusahaan. Keuntungan perusahaan tercermin dalam laba bersih pada laporan keuangan, sedangkan keuntungan pemilik perusahaan lebih spesifik lagi tercermin dalam laba untuk pemegang saham biasa atau disebut sebagai Earning Per Share (EPS) atau laba per lembar saham.

EPS adalah salah satu dari dua alat ukur yang sering digunakan untuk mengevaluasi saham biasa disamping PER (Price Earning Ratio) dalam lingkaran keuangan (Fabozzi, 2000 : 859). EPS atau laba per lembar saham adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. EPS dapat dihitung dengan membagi laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dengan jumlah saham yang beredar selama periode perhitungan dilakukan. Para calon pemegang saham tertarik dengan earning per share yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan (Syamsudin, 2009:66). Laba per lembar saham (Earning per share – EPS) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan laba untuk setiap lembar sahamnya.

Secara umum ada dua faktor yang bisa mempengaruhi besar kecilnya tingkat EPS, yakni struktur modal dan tingkat laba bersih sebelum bunga dan pajak. Kedua faktor tersebut pada dasarnya sama-sama menekankan pada alternatif sumber pendanaan melalui hutang atau modal pinjaman, di mana perubahan dalam penggunaan hutang akan mengakibatkan perubahan laba per

lembar saham, dan juga mengakibatkan perubahan harga saham perusahaan (Brigham dan Houston, 2006:17).

Perusahaan yang menggunakan lebih banyak leverage keuangan (daripada yang kurang) akan mengalami perubahan yang relatif besar dalam pendapatan per lembar sahamnya. Finansial leverage didefenisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menggunakan kewajiban-kewajiban finansial yang sifatnya tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap pendapatan per lembar saham biasa(earning per share/EPS). Eps atau pendapatan per lembar saham biasa ini lebih umum digunakan daripada pendapatan tersedia bagi pemegang saham biasa, karena EPS ini mengukur tingkat penghasilan/return untuk setiap lembar sahamnya (syamsudin, 2009: 113).

Efek Leverage berhubungan dengan tingkat pendapatan per saham pada EBIT tertentu dengan struktur modal tertentu. Perusahaan sebaiknya terlebih dahulu menganalisa sejumlah faktor dan kemudian menetapkan struktur modal yang optimal agar tingkat pengembalian optimum. Struktur modal yang optimal diperkirakan dengan identifikasi target rasio hutang (Keown, 2000:584).

Semakin besar Leverage keuangan yang digunakan perusahaan, kemungkinan untuk mendapatkan pengembalian yang lebih tinggi, tetapi di sisi lain dengan adanya pengembalian yang tinggi, resiko keuangan yang akan ditanggung oleh pemegang saham pun juga akan semakin tinggi. Oleh Karena itu, maka diperlukan suatu struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan dengan risiko yang dapat diterima (Warsono, 2003:238).

Perubahan dalam pengunaan hutang pada sebuah perusahaan akan

menyebabkan terjadinya perubahan pada laba per lembar saham (Earning Per

Share) dan juga perubahan resiko. Motivasi utama perusahaan memperoleh pendanaan melalui hutang adalah potensi biaya yang lebih rendah, hal tersebut dikarenakan bunga yang merupakan biaya modal pinjaman memiliki jumlah yang tetap. Jika biaya bunga lebih kecil daripada pengembalian yang diperoleh dari pendanaan hutang, maka selisih lebih atas pengembalian akan menjadi keuntungan bagi perusahaan. Selain itu, bunga merupakan biaya yang dapat mengurangi laba sebelum pajak, sedangkan dividen tidak. Dampaknya pada beban pajak yang ditanggung perusahaan akan lebih kecil sehingga pada akhirnya laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham akan semakin besar atau dengan kata lain akan tercipta EPS yang maksimum.

Rasio leverage keuangan menilai sejauh mana perusahaan menggunakan utang yang dipinjam. Leverage keuangan adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan akan memperoleh tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Leverage keuangan dengan demikian menunjukkan perubahan laba per lembar saham (EPS) sebagai akibat dari perubahan EBIT (Sjahrial, 2009:154) . Alasan mengapa perusahaan melakukan pendanaan melalui utang (Brigham dan Houton, 2006:101) adalah :

1. Karena beban dapat menjadi pengurang pajak, pengunaan utang akan

menurunkan tagihan pajak dan memberikan lebih banyak laba operasi perusahaan yang tersedia bagi para investornya.

2. Jika laba operasi dinyatakan dari aktiva ternyata melebihi tingkat bunga atas pinjaman, seperti yang biasa terjadi, maka sebuah perusahaan dapat menggunakan utang untuk memperoleh aktiva, membayar bunga atas utang, dan masih memiliki sisa sebagai bonus bagi para pemegang sahamnya.

Debt to Total Asset Ratio, Debt to Equity Ratio, Long Term Debt to Total Asset Ratio dan Long Term Debt To Equity Ratio merupakan bagian dari rasio

leverage keuangan. Debt to Total Asset Ratio menekankan pada peran penting

pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan utang. Semakin kecil rasio ini berarti semakin kecil jumlah modal pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan.

Debt to Equity Ratio adalah rasio utang yang menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman yang diberikan kreditur dengan jumlah modal sendiri

yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Long Term Debt to Total Asset Ratio

adalah rasio yang menggambarkan besarnya tingkat penggunaan hutang jangka panjang dibandingkan dengan total aset yang dimiliki. Long Term Debt To Equity Ratio adalah rasio yang memperbandingkan proporsi utang jangka panjang dengan ekuitas saham biasa. Semakin tinggi rasio LDER, maka semakin besar risiko yang ditanggung para pemegang saham.

Rasio-rasio tersebut merupakan rasio yang banyak digunakan sebagai indikator risiko keuangan dan struktur modal perusahaan (Warsono, 2003:36). Pihak manajemen berharap bahwa rasio leverage ini besar karena rasio DAR, DER, LDAR dan LDER yang besar mengindikasikan tingkat utang yang tinggi

sehingga akan mengurangi beban pajak yang akan menguntungkan bagi perusahaan. Rasio-rasio tersebut merupakan rasio yang sering dijadikan indikator risiko perusahaan dan struktur modal perusahaan.

Subjek penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan emiten sektor pertambangan dan perkebunan yang terdaftar di BEI. Dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan, perusahaan di sektor pertambangan dan perkebunan harus lebih sering melakukan inovasi dan ekspansi yang dalam hal ini berarti perusahaan membutuhkan modal yang lebih besar. Alternatif penggunaan hutang untuk mendapatkan modal adalah yang paling sering dilakukan karena memiliki beberapa keunggulan penting. Selain itu, Perusahaan pertambangan dan perkebunan merupakan perusahaan yang memiliki prospek yang sangat bagus di Indonesia. Penyebabnya adalah bahwa industri sektor pertambangan dan perkebunan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial di Indonesia dan mendapat prioritas utama dari kalangan investor maupun kreditor oleh pihak perbankan dalam pemberian kredit. Dalam melakukan penelitian ini, saya juga

melakukan pengamatan terhadap perkembangan earning per share pada

perusahaan perkebunan dan pertambangan periode 2008 sampai tahun 2010, yang datanya peneliti peroleh dari situs Bursa Efek Indonesia.

Penelitian mengenai pengaruh financial leverage terhadap EPS

sebelumnya pernah dilakukan oleh beberapa Peneliti, diantaranya oleh Vani yang menggunakan debt to equity ratio (DER) sebagai variabel financial leverage,

Firani (2006) menggunakan long term debt to equity ratio (LDER), Niranda

financial leveragenya, serta dwi armaya yang menggunakan debt to total asset ratio (DAR) sebagai variabel financial leverage. Dari keempat penelitian tersebut menghasilkan hasil penelitian yang berbeda-beda. Hal inilah yang kemudian

membuat Peneliti tertarik untuk meneliti kembali pengaruh financial leverage

terhadap EPS dengan menggunakan debt to assets ratio (DAR), debt to equity ratio (DER), long term debt to total asset ratio (LDAR) dan long term debt to equity ratio (LDER) sebagai variabel financial leverage.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh financial leverage terhadap earning per share pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2010.

Dokumen terkait