• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

C. Kerangka Konseptual

PERDA NO 8 TAHU 2016 KEBIJAKAN PUBLIK

IMPLEMENTASI PERDA NO 8 TAHUN 2016

FAKTOR DETERMINAN

PERAN PEMERINTAH

DAN MASYARAKAT

SERTA LSM

TERSELENGGARANYA PENANGGULANGAN

BENCANA TEORI

BIROKRASI

TEORI IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN PUBLIK

KUALITATIF

TERMINIMALISIRNYA KEJADIAN BENCANA

KUALITATIF PEMERINTAH DAERAH

31

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang saya gunakan adalah penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Penelitian Kualitatif yaitu meneliti informan sebagai subjek penelitian dalam lingkungan hidup kesehariannya. Untuk itu, Peneliti sedapat mungkin berinteraksi secara dekat dengan informan. Sedangkan penelitian kualitatif bersifat deskriptif yaitu berupa narasi cerita, penuturan informan, dokumen-dokemun pribadi seperti foto, catatan pribadi, perilaku gerak tubuh, mimik, dan banyak hal lain yang tidak didominasi angka-angka sebagaimana penelitian kuantitatif.34

B. Lokasi Penelitian

Lokasi yang di gunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Kabupaten Luwu dengan berdasarkan rumusan masalah yang fokus dalam peran pemerintah dan masyarakat serta pihak suasta atau LSM dalam implementasi perda bencana dan bagaimana efek yang ditimbulkan dari implementasian perda bencana.

C. Sumber Data Penelitian

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan serta data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal dapat berupa suatu yang diketahui atau yang di anggap data dapat digambarkan lewat angka, simbol, dan lain-lain. Data perlu dikelompokkan terlebih

34Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Edisi Kedua (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), h. 23-25.

31

32

dahulu sebelum dipakai dalam proses analis, pengelompokan disesuaikan dengan karakteristik yang menyertainya seperti:

a. Data Primer

Yakni pengumpulan data yang secara langsung pada lokasi penelitian atau objek yang diteliti atau data yang diperoleh. Sumber data primer dapat diperoleh dari informan. Secara teknis informan adalah orang yang dapat memberikan penjelasan yang kaya warna, detail, dan komprensif mengenai apa, siapa, dimana, kapan, bagaimana, dan mengapa.35

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh untuk mendukung sumber data primer. Sumber data sekunder yang digunakan antara lain studi kepustakaan dengan mengumpulkan data dan mempelajari dengan mengutip teori dan konsep dari sejumlah literatur buku, jurnal, gambar, foto, atau benda-benda lain yang berkaitan dengan aspek yang diteliti.36

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

35Cholid Narbuko dan Abu Achanadi, Metodologi penelitian (Jakarta, Bumi Aksara, 2003), h.

83

36Winarno surakhman, Pengantar Penelitian Ilmiah : Dasar, Metode dan Teknik (Jakarta, LP3S, 1986), h.63.

33

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.37

Pengumpulan data diperoleh dari hasil pengumpulan data primer dan data sekunder. Data-data tersebut diperoleh melalui kegiatan kegiatan pencatatan dan dari berbagai sumbar lain yang tersedia. Data primer diperoleh dari 3 sumber utama, yaitu melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi/studi pustaka. Data data sekunder juga diperoleh dengan membaca buku, literatur, artikel serta informasi tertulis lainnya. Metode yang digunakan yaitu:

a. Observasi

Nasution menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui obsevasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih sehinggah benda-benda yang sangat kecil maupun sangat jauh dapat diobserpasi dengan jelas.38

Observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Data yang diperoleh adalah data yang diperoleh dari subjek pada saat terjadinnya tingkah laku. Tingkah laku yang diharapkan mungkin akan muncul atau

37Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Cet. XXIV; Bandung:

Alfabeta, 2016), h. 308.

38Sugiyono, h.309.

34

mungkin tidak akan muncul. Karena tingkah laku dapat dilihat, Maka dapat dikatakan bahwa yang diukur memang sesuatu yang dimaksudkan untuk diukur.39

b. Wawancara

Esterberg dalam buku Sugiono mendefinisikan bahwa wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.40Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila ingin malakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti,dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Wawancara dapat dilakukan secara:

1. Terstruktur

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.41

2. Semiterstruktur

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur.

Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih

39Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Tekhnik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 69.

40Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Cet. XXIV; Bandung:

Alfabeta, 2016), h. 316.

41Sugiyono, h. 318.

35

terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara di minta pendapat dan ide-idenya.

Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.42

3. Tak berstruktur

Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.43

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukkan kepada subjek penelitian. Dokumen dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya44. Penelitian yang dilakukan, yaitu dengan jalan mengumpulkan dokumen-dokumen pemerintah daerah Kabupaten Luwuyang berhubungan dengan penelitian ini.

E. Informan

Orang yang betul-betul dianggap memahami permasalahan yang ingin diteliti di lapangan antara lain:

1) Hasta Bulu selaku sekretaris BPBD Kabupaten Luwu

42Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Cet. XXIV; Bandung:

Alfabeta, 2016), h. 318.

43Sugiyono, h. 318.

44Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Tekhnik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 70-71.

36

2) Achmad Usman dari LSM

3) Dan beberapa tokoh masyarakat yang ada di Kecamatan Ponrang, Ponrang Selatan dan Bajo Barat.

F. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Menurut Miles and Huberman mengemuakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan dilakukan secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.45Analisis data dalam sebuah penelitian sangat dibutuhkan bahkan merupakan bagian yang sangat menentukan dari beberapa langkah penelitian sebelumnya. Dalam penelitian kualitatif, analisis data harus seiring dengan pengumpulan fakta-fakta dilapangan. Analisis data dapat dilakukan sepanjang proses penelitian. Menurut Hamidi sebaiknya pada saat menganalisis data peneliti juga harus kembali lagi kelapangan untuk memperoleh data yang dianggap perlu dan mengelolahnya kembali.46

a. Pengumpulan Data

Tahap pertama dalam proses analisis data adalah proses pengumpulan data.

Data penelitian kualitatif bukan hanya sekedar terkait dengan kata-kata, tetapi segala sesuatu yang dapat diperoleh dari yang dilihat, didengar, dan diamati. Dengan

45Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Cet. XXIV; Bandung:

Alfabeta, 2016), h. 334.

46Lihat Hamidi, Metodologi Penelitian Kualitatif : Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian (Cet. III; Malang : Unismuh Malang, 2005), h. 15.

37

demikian, data dapat berupa catatan lapangan sebagai hasil amatan, deskripsi wawancara, catatan harian atau pribadi, foto, pengalaman pribadi, jurnal, cerita sejarah, riwayat hidup, surat-surat, ageda, atribut seseorang, symbol-simbol yang melekat dan dimiliki, dan sebagainnya.47Kemudian data dikelompokkan agar lebih mudah dalam menyaring mana data yang dibutuhkan dan mana yang tidak.Setelah mengelompokkan data tersebut, peneliti menjabarkan dengan bentuk teks agar lebih dimengerti.

b. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhaan, pengabstrakan, dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Setelah memilih data mana dan data dari siapa yang harus lebih dipertajam, maka data tersebut dapat dikelompokkan sehingga menjadi jembatan bagi peneliti untuk membuat tema-tema dalam laporan penelitian. Dalam proses pemilihan data, maka aka nada data yang penting dan data yang tidak digunakan.48

c. Penyajian Data

Penyajian data yang dimaknai oleh Miles dan Huberman (1992) sebagai sekumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan mencermati penyajian data ini,

47Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: PendekatanKualitatif dan Kuantitatif, h.

148-149.

48Muhammad Idrus, h. 150-151.

38

Peneliti akan lebih mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan.

d. Penyimpulan Data

Penarikan kesimpulan dapar saja berlangsung saat proses pengumpulan data berlangsung, baru kemudian dilakukan redupsi dan penyajian data. Hanya saja yang perlu disadari bahwa kesimpulan yang dibuat itu bukan kesimpulan final. Hal ini karena setelah proses penyimpulan tersebut, peneliti dapat melakukan verifikasi hasil temuannya kembali di lapangan. Dengan begitu, kesimpulan yang diambil dapat sebagi pemicu peneliti untuk memperdalam lagi proses observasi dan wawancarannya. Dengan melakukan verifikas, peneliti dapat mempertahankan dan menjamin valiiditas dan relialibilitas hasil temuannya.49

49Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial:Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, , Edisi Kedua (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009),h. 151-152.

39

BAB IV

GAMBARAN UMUM DAN HASIL PEMBAHASAN

Bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum lokasi penelitian yang bertujuan menggambarkan lebih dalam tentang lokasi penelitian, seperti yang akan dibahas berikut ini.

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak geografis dan luas wilayah

Secara astronomi kabupaten Luwu terletak antara 2o34’45‖ - 3o30’30‖ Lintang Selatan dan 120o21’15‖ – 121o43’11‖ Bujur Timur, posisis Kabupater Luwu berada pada bagian utara dan timur provinsi sulawesi selatan dengan jarak 400 Km dari kota makassar. Berdasarkan posisi geografisnya, kabupaten luwu dibatasi oleh kabupaten luwu utara dan kota palopo di sebelah utara, teluk bone di sebelah timur, kota palopo dan kabupaten wajo di sebelah selatan, kabupaten tana toraja dan kabupaten enrekang di sebelah barat. daerah kabupaten luwu terbagi sebagai akibat dari pemekaran kota palopo, yaitu wilayah kabupaten luwu bagian selatan dan bagian utara kota palopo.

Kabupaten Luwu memiliki luas wilayah sekitar 3.000,25 Km2 atau 3.000.25Ha dengan jumlah penduduk keseluruhan mencapai 353.277 jiwa pada tahun 2016, dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya bergerak pada sektor pertanian dan perikanan. Secara umum karakteristik bentam alam kabupaten luwu terdiri atas kawasan pesisir/pantai dan daratan hingga daerah pegunungan yang berbukit hingga

39

40

terjal, dimana berbatasan langsung dengan perairan Teluk Bone dengan panjang garis pantai sekitar 116, 161 Km (RTRW Kabupaten Luwu).

Secara administratif, Kabupaten Luwu memiliki batas sebagai berikut:

a) Sebelah utara :Kabupaten Luwu Utara dan Kota Palopo b) Sebelah timur :Teluk Bone

c) Sebelah selatan :Kota Palopo dan Kabupaten Wajo

d) Sebelah barat :Kabupaten Tanah Toraja, Kabupaten Toraja Utara, kabupaten Enrekang dan Kabupaten Sidrap

Secara administratif wilayah tersebut terdiri dari 21 Kecamatan yang terbagi dalam 192 Desa/Kelurahan dimana Ibukota Kabupaten adalah Belopa (terdiri dari Kecamatan Belopa dan Kecamatan Belopa Utara). Kecamatan Lantimojong merupakan Kecamatan yang terluas jika dibandingkan dengan Kecamatan lainnya di Kabupaten Luwu dengan luas 467,75 Km2 atau 15,59%. Sedangkan wilayah Kecamatan dengan luas yang paling kecil adalah Kecamatan Lamasi dengan luas 42,2 Km2 atau 1,41%. Perbandingan luas wilayah dan banyaknya Kecamatan di Kabupaten Luwu, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

41

Tabel 1

Luas Kecamatan Dan Jumlah Desa/Kelurahan Tiap Kecamatan Kabupaten Luwu Tahun 2017

No Kecamatan Luas (km2) Persentase

luas (%)

Jumlah Desa

1 Larompong 225,25 7,51 10

2 Larompong Selatan 131,00 4,37 9

3 Suli 81,75 2,75 11

4 Suli Barat 153,50 5,12 5

5 Belopa 59,26 1,98 9

6 Kamanre 52,44 1,75 6

7 Belopa Utara 34,73 1,16 7

8 Bajo 68,52 2,28 9

9 Bajo Barat 66,30 2,21 7

10 Bassesang Tempe 301,00 10,03 23

11 Lantimojong 467,75 15,59 10

12 Bassesang Tempe Utara 122,88 - -

13 Bupon 182,67 6,09 9

14 Ponrang 107,09 3,57 9

15 Ponrang Selatan 99,98 3.33 9

16 Bua 204,01 6,80 13

17 Walenrang 94,60 3,15 8

18 Walenrang Timur 63,65 2,12 8

19 Lamasi 42,20 1,41 9

20 Walenrang Utara 259,77 8,66 9

21 Walenrang Barat 247,13 8,24 5

22 Lamasi Timur 57,65 1,92 7

42

Jumlah 3.000,25 100 192

Sumber : BPS Kabupaten Luwu 2017

Sedangkan dari aspek fisik dasar wilayah kabupaten Luwu meliputi kondisi topografi atau kemiringan lereng, aspek klimatologi atau kondisi iklim dan curah hujan, dan aspek penggunaan lahan.

2. Aspek atopografis

Sebagian besar wilayah Kabupaten Luwu memiliki tingkat kemiringan di atas 40% dengan luas wilayah sekitar 197.690,77 Ha atau 65.89% dari luas wilah Kabupaten Luwu, sedangkan wilayah dengan kemiringan 0 – 8% dengan luas 42.094,88 Ha atau 14,03% kemiringan 8 – 15% memiliki luas 29.696,28 Ha atau 9,90% kemiringan 15 – 25% memiliki luas 8.245,50 Ha atau 2,75% dan 25 – 40%

memiliki luas 22.297,60 Ha atau 7,43% secara umum, Kabupaten Luwu berada pada ketinggian sekitar 0 – 2000 Mdpl.

3. Aspek klimatologi (iklim dan cuaca)

Secara umum, keadaan cuaca di kabupaten Luwu dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Kabupaten Luwu memiliki iklim tipe B1, dengan suhu rata-rata 29o – 31oC yang merupakan tipe umum didaerah tropis.

Sedangkan jika ditinjau dari intensitas hujan, maka curah hujan paling tinggi terjadi pada bulan Juli dengan nilai 756 mm di Belopa dan intensitas terendah terjadi pada pada bulan Oktober di Kecamatan Bua dengan intensitas 6 mm, sementara itu,

43

intensitas hujan tinggi yang merata tiap bulannya di Kecamatan Bassesang Tempe dengan rata-rata 499 mm.

4. Aspek penggunaan lahan

Pola pemanfaatan lahan dan pontensi lahan dalam suatu wilayah akan sangat mempengaruhi pola kegiatan masyarakat. Terkhusus di Kabupaten Luwu yang memiliki pola pemanfaatan lahan yang beraneka ragam karena terdiri daratan dan lautan. Secara umum, pola penggunaan lahan di Kabupaten Luwu terdiri dari hutan, permukiman tegalan atau kebun, perkebunan, sawah, semak, tambak dan ladang.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2

Pola Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Luwu Tahun 2016 No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Hutan 111.953,5 38,03

2 Permukiman 4792,9 1,63

3 Tegalan/kebun 46.675,9 15,86

4 Perkebunan 75.810,6 25,75

5 Sawah 4.692,5 1,59

6 Semak 21.458,8 7,29

7 Tambak 22.944,2 7,79

8 Ladang 6.057,6 2,06

Sumber: BPSKab. Luwu Tahun 2017

44

5. Demografi

Perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Luwu selama lima tahun terakhir mengalami peninggkatan, dimana berdasarkan data dari badan pusat statistik (BPS) Kabupaten luwu diketahui bahwa rata-rata pertambahan penduduk dalam lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2012-2016 sebanyak 2.933,6 jiwa per-tahun. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2012—2016 mengalami peninkatan sebesar 1,04 persen, dengan jumlahpenduduk pada tahun sebelumnya sebesar 350.218 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3

Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Luwu Tahun 2012-2016

No Tahun Jumlah

Penduduk(Jiwa)

Pertambahan (Jiwa)

1 2012 338.609 -

2 2013 343.793 5,184

3 2014 347.096 3,303

4 2015 350.218 3,122

5 2016 353.277 3,059

Sumber:Kabupaten Luwu dalam angka 2017

Secara umum, jumlah penduduk terbesar pada tahun 2016 terdapat di Kecamatan Bua sebanyak 34.873 jiwa sedangkan jumlah penduduk yang terendah terdapat di Kecamatan Lantimojong sebesar 5.576 jiwa, selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

45

Tabel 4

Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Luwu Dirinci Perkecamatan Tahun 2013-2016

No Kecamatan Tahun

2013 2014 2015 2016

1 Larompong 19 522 19 948 20 144 20 335

2 Larompong Selatan 16 502 15 927 16 004 16 078

3 Suli 19 148 18 737 18 838 18 936

4 Suli Barat 8 771 8 944 9 027 9 108

5 Belopa 15 346 16 606 16 864 17 121

6 Kamanre 11 627 11 586 11 668 11 748

7 Belopa Utara 15 051 16 189 16 428 16 666

8 Bajo 14 715 15 321 15 496 15 6688

9 Bajo Barat 9 637 10 171 10 301 10 429

10 Bassesang Tempe 6 456 6 902 6 996 7 090

11 Lantimojong 5 625 5 520 5 549 5 576

12 Bassesang Utara 8 074 8 233 8 307 8 378

13 Bupon 14 918 14 256 14 342 14 425

14 Ponrang 26 985 26 756 26 931 27 100

15 Ponrang Selatan 24 538 24 222 24 368 24 510

16 Bua 32 011 33 969 34 424 34 873

17 Walenrang 18 041 18 641 18 842 19 039

18 Walenrang Timur 15 807 115 100 15 263 15 422

19 Lamasi 21 051 20 553 20 667 20 777

20 Walenrang Utara 18 356 18 014 18 114 18 211

21 Walenrang Barat 9 143 9 299 9 377 9 455

22 Lamasi Timur 12 569 12 200 12 268 12 332

46

Jumlah 343 793 347 096 350 218 353 277

Sumber:BPS Kabupaten Luwu Tahun 2017 6. Persebaran dan Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk terus bertambah setiap tahunya tersebar tidak merata di berbagai Kecamatan di Kabupaten Luwu. Tahun 2016 jumlah kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bua yaitu sebesar 9,32 persen dan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Lantimojong sekitar 1,64 persen penduduk. Sementara jika dilihat dari kepadatan penduduk per Km2, Kecamatan Lamasi merupakan daerah terpadat yaitu 487,42 perkilo meter persegi (Km2) dengan luas wilayah hanya 1,4 persen dari luas wilayah Kabupaten Luwu, sedangkan yang paling rendah kepadatanya terdapat di Kecamatan Lantimojong yaitu hanya 11,78 penduduk per kilometer persegi (Km2) dengan luas wilayah 15,6 persen dari luas wilayah Kabupaten Luwu. Untuk lebih jelasnya sebagaimana pada tabel di bawah ini:

Tabel 5

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Luwu Pada Tahun 2017

No Kecamatan Luas Km2 Jumlah

Penduduk

Kepadatan Penduduk

1 Larompong 225,25 20 335 90

2 Larompong Selatan 131,00 16 074 123

3 Suli 81,75 18 936 232

4 Suli Barat 153,50 9 108 59

5 Belopa 59,26 17 121 289

47

6 Kamanre 52,44 11 748 224

7 Belopa Utara 34,73 16 666 480

8 Bajo 68,52 15 668 229

9 Bajo Barat 66,30 10 429 157

10 Bassesang Tempe 301,00 7 090 40

11 Lantimojong 467,75 5 576 12

12 Bassesang Utara 122,88 8 378 68

13 Bupon 182,67 14 425 79

14 Ponrang 107,09 27 100 253

15 Ponrang Selatan 99,98 24 510 245

16 Bua 204,01 34 873 171

17 Walenrang 94,60 19 039 201

18 Walenrang Timur 63,65 15 422 242

19 Lamasi 42,20 20 777 492

20 Walenrang Utara 259,77 18 211 70

21 Walenrang Barat 247,13 9 455 38

22 Lamasi Timur 57,65 12 332 214

Jumlah 3.000,25 353 277 118

Sumber:BPS Kabupaten Luwu Tahun 2017

48

B. Hasil Pembahasan

Pada bagian ini akan membahas hasil penelitian didapatkan dari lokasi mengenai rumusan masalah yang ada pada bab sebelumnya tentang implementasi perda No 8 Tahun 2016 yang di bagi menjadi beberapa point.

1. Implementasi Peraturan Daerah No 8 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Luwu.

a. Peran BPBD Dalam Mengimplementasikan Perda No 8 Tahun 2016 Menurut pakar ilmu kebijakan publik Edward III tahapan yang paling penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.50

Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh William N. Dunn mengenai tahapan implementasi kebijakan, jika dikaitkan dengan proses pelaksanaan peraturan daerah Kabupaten Luwu dapat dijelaskan bahwa, Peraturan Daerah No 8 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan penanggulanga bencana yang ditetapkan di Kabupaten Luwu pada tahun 2016 memag telah dilaksanakan secara resmi sejak tahun 2016, dan hingga saat ini telah terimplementasi dengan baik namun belum maksimal.

50Winarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media pressindo

49

Adapun implementasi peraturan daerah No 8 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana ini dilaksanakan oleh lembaga pemerintah atau BPBD yang telah dibentuk lembaga khusus untuk melaksanakan proses penaggulangan bencana di Kabupaten Luwu yang sesuai dengan teori birokrasi yang digunakan dalam penelitian ini.

Dengan melihat bencana yang sering terjadi maka pemerintah kabupaten luwu mengeluarkan peraturan Bupati No 28 Tahun 2010 tentang pembetukan organisai dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah kabupaten luwu. Untuk melaksanakan pembentukan organisasi tersebut sesuai dengan pasal 25 Undang-Undang No 24 Tahun 2007 dan Pasal 2 Peraturan Mentri Dalam Negeri No 46 Tahun 2008 yang berisi tentang pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten luwu.51

Adapun susunan Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Luwu sebagai berikut:

1) Kepala Badan;

2) Unsur Pengarah;

3) Unsur Pelaksana, terdiri atas;

a). Kepala Pelaksana

1). Sekretariat Unsur Pelaksana

2). Sub bagian Umum dan Kepegawaian 3). Sub Bagian Keuangan

51Arsip BPBD Kabupaten Luwu

50

4). Sub Bagian Program

b). Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, terdiri atas;

1). Seksi Pencegahan 2). Seksi Kesiapsiagaan

c). Bidang Kedaruratan, Logistik dan Pemadan Kebakaran, terdiri atas;

1). Seksi Kedaruratan dan Logistik; dan 2). Seksi Pemadam Kebakaran

d). Bidang Rehabilitasi dan Rekostruksi, terdiri atas 1). Seksi Rehabilitasi; dan

2). Seksi Rekonstruksi.

Bencana alam merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa luar biasa yang disebabkan oleh alam (gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor) sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda dan dampak psikologis.

Pada umumnya bencana alam terjadi karena adanya perubahan pada alam, baik secara perlahan maupun secara ekstrim. Namun beberapa peristiwa bencana alam terjadi karena faktor tangan manusia, misalnya penebangan pohon di hutan yang menyebabkan terjadinya tanah longsor. Terlebih khususnya mengarah kepada beberapa daerah atau Kecamatan yang rawan terjadinya banjir di Kabupaten Luwu, seperti:

51

1. Kecamatan Ponrang 2. Kecamatan Belopa 3. Kecamatan Lamasi 4. Kecamatan Bajo Barat 5. Kecamatan Larompong 6. Kecamatan Suli Barat 7. Kecamatan Suli

8. Kecamatan Lamasi Timur 9. Kecamatan Ponrang Selatan 10. Kecamatan Larompong Selatan 11. Kecamatan Bupon

12. Kecamatan Buah

Dari beberapa Kecamatan diatas yang rawan terjadinya banjir, maka tiga diantaranya Kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Ponrang, Ponrang Selatan dan Kecamatan Bajo Barat yang menjadi sample penelitian pada tiga tahun terakhir sebelumnya. Sedangkan yang rawan terjadinya tanah longsor di Kabupaten Luwu seperti Kecamatan:

1. Kecamatan Bupon 2. Kecamatan Larompong 3. Kecamatan Bajo Barat 4. Kecamatan Lantimojong

52

5. Kecamatan Suli Barat

Diantara lima Kecamatan sering terjadi bencana Tanah Longsor, hanya ada satu kecamatan yang menjadi sampel yaitu Kecamatan Bajo Barat yang merupakan wilayah paling sering terjadi bencana tanah longsor pada saat musim penghujan tiba.

Sebagaimana UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, salah satu fungsi badan penanggulangan bencana pada pasal 13 jelas disebutkan meliputi, huruf a ‖perumusan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien”

dan huruf b ”pengordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.” Kemudian pada pasal 16 ―untuk melaksanakan fungsi sebagaimana di maksud dalam pasal 13 huruf b, unsur pelaksana penanggulangan bencana mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi: Pra bencana, Saat tanggap darurat dan pasca bencana.Sesuai dengan Perda No 8 Tahun 2016 menjelaskan adanya penanggulangan bencana yang dilakukan oleh pemerintah setempat dan mempunyai peran dalam pengimplementasikan Perda tersebut.

Keberadaan BPBD diharapkan dapat memberikan solusi buat masyarakat yang membutuhkannya terkhusus di Kabupaten Luwu. Seperti yang dijelaskan dalam tugas dan fungsi BPBD, memiliki tiga fungsi pokok dalam proses penanggulangan bencana sebagai mana dijelaskan dalam peraturan daerah No 8 Tahun 2016 Bagian ketiga Pasal 10, unsur pelaksana mempunyai tugas pokok melaksanakan penanggulangan bencana secara terintegrasi meliputu: 1) prabencana. 2) saat tanggap

53

darurat. 3) pasca bencana. Dan itu sudah dilaksanakan dengan baik seperti pengakuan

darurat. 3) pasca bencana. Dan itu sudah dilaksanakan dengan baik seperti pengakuan

Dokumen terkait