• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kerangka Teori

1. Teori Korporasi Berkelanjutan

Korporasi berkelanjutan dapat dilihat sebagai paradigma manajemen korporasi baru dan berkembang. Paradigma bahwa korporasi berkelanjutan menjadi sebuah alternatif untuk pertumbuhan tradisional dan model laba maksimalisasi. Sementara itu Korporasi Berkelanjutan mengakui bahwa pertumbuhan dan profitabilitas korporasi yang penting juga memerlukan korporasi untuk mengejar tujuan sosial, khususnya berkaitan dengan pembangunan bekelanjutan,

perlindungan lingkungan, keadilan sosial dan pembangunan ekonomi (Untung, 2014: 32-33).

Sebuah literatur menunjukan bahwa konsep korporasi berkelanjutan meminjam elemen dari empat konsep (Wilson, 2003) yaitu pembangunan berkelanjutan, tanggung jawab sosial korporasi, teori stakeholder, dan teori akuntabilitas korporasi (Untung, 2014: 33). 2. Teori Legitimasi

Teori Legitimasi menjelaskan adanya keinginan masyarakat terhadap keberadaan perusahaan. Masyarakat memiliki kekuatan untuk mengalahkan segala bentuk kekuasaan perusahaan. Oleh sebab itu legitimasi masyarakat terhadap keberadaan perusahaan menjadi sesuatu yang penting untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan (Firmansyah, 2013: 20).

Legitimacy Theory menyebutkan bahwa legitimasi memandang bahwa perusahaan dan komunitas sekitarnya memiliki relasi sosial yang berkaitan erat karena keduanya terikat dalam suatu kontrak sosial. Perusahaan memiliki kewajiban kepada masyarakat untuk memberi suatu yang bermanfaat kepada masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan cara memenuhi dan mematuhi aturan dan norma yang berlaku di masyarakat. (Lako, 2011: 5).

3. Teori Stakeholder

Teori ini pertama kali dipopulerkan oleh R. Edward Freeman yang mendefinisikan pemangku kepentingan sebagai kelompok atau

individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi. Semakin kuat hubungan korporasi semakin mudah dan sebaliknya. Hubungan itu berdasarkan kepercayaan, rasa hormat dan kerjasama.

Teori ini pada awalnya berkonsep manajemen strategis dan tujuannya untuk membantu memperkuat hubungan dengan kelompok eksternal untuk mengembangkan keunggulan kompetitif. Namun ada pengakuan umum tujuan utamanya adalah stabilitas ekonomi, perlindungan lingkungan dan keadilan sosial (Untung, 2014: 42).

Dalam teori ini juga dijelaskan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka tuntutan stakeholder atas manfaat keberadaan perusahaan tersebut cenderung lebih besar (Yuliawati, 2015: 3).

4. Teori Agency

Tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau diterjemahkan sebagai memaksimumkan nilai perusahaan melalui harga saham. Dalam kenyataannya banyak manajer perusahaan memiliki tujuan lain yang mungkin bertentangan dengan tujuan utama perusahaan (Yudiana, 2013, 20).

Hendriksen (2001) dalam Harto dan Widayuni (2014) menjelaskan bahwa dalam teori agensi memuat hubungan keagenan atau kontrak kerja yang melibatkan antara dua pihak. Kontrak kerja terjalin antara pihak prinsipal dengan pihak agen. Pihak agen menutup kontrak untuk melakukan tugas-tugas tertentu bagi principal, kemudian prinsipal

menutup kontrak untuk memberikan imbalan pada pihak agen (Cahyati, 2014: 76). Pihak agensi yang dimaksud adalah manajemen perusahaan, sedangkan pihak prinsipal yaitu para pemegang saham. Jadi, teori ini membicarakan masalah hubungan antara manajemen perusahaan dengan para pemegang saham. Hubungan antara keduanya sering bermasalah karena perbedaan kepentingan, sehingga menimbulkan konflik.

5. Bank Umum Syariah

Menurut undang-undang pasal 2 PBI No.6/24/PBI/2004, berdasarkan prinsip syariah, menjelaskan definisi bahwa bank umum syariah merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran (Yudiana, 2014: 2).

Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Muthaher, 2012: 13-14).

Berdasarkan fungsinya Bank Syariah mempunyai fungsi sebagai berikut (Yudiana, 2014: 3-5):

a. Sebagai Manajemen Investasi yaitu membantu masyarakat dengan cara menyalurkan dananya dalam berbagai macam alternatif investasi yang halal, yang pada pelaksanaanya produk bank yang dipakai adalah kontrak mudharabah dan kontrak perwakilan.

b. Intermediary agent yaitu bank syariah harus bertindak sebagai perantara antara pihak yang berkelebihan dana dan ingin menginvestasikan dananya dengan pihak yang memerlukan dana. Kontrak yang digunakan untuk menjalankan fungsi ini yaitu kontrak murabahah, musyarakah, ba’i as salam, ba’i istishna, dan ijarah.

c. Jasa Keuangan yaitu bank syariah dapat menawarkan beberapa jasa keuangan dan mendapatkan upah dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan.

d. Jasa Sosial yaitu perbankan syariah dapat meakukan jasa sosial melalui dana qard pinjaman kebaikan, zakat atau dana sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.

6. Corporate Social Responsibility (CSR)

CSR merupakan komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas (Untung, 2014: 3).

CSR adalah salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Pemangku kepentingan yang dimaksut yaitu orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan, kebijakan, maupun operasi perusahaan (Solihin, 2009:4). Dalam CSR, perusahaan tidak diharapkan pada tanggung jawab yang hanya berpijak pada single

bottom line, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines, selain aspek financial juga sosial dan lingkungan (Rama, 2014: 96).

CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitiberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan (Bassam, dkk., 2006: 272).

Prinsip-prinsip CSR yang diatur dalam Good Corporate Governance (GCG) secara umum terdiri dari (Untung, 2014: 8-9) : a. Prinsip Akuntabilitas (accountability)

Prinsip ini mewajibkan direksi perusahaan bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan terhadap direksi. Tanggung jawab tersebut harus diemban untuk kepentingan perusahaan dan dipertanggung jawabkan kepada pemegang saham perusahaan.

b. Prinsip Keterbukaan (Transparancy)

Prinsip ini menginginkan adanya laporan yang akurat dan tepat perihal keuangan, pengelolaan dan perubahan-perubahan pengurus, saham, dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh direksi ataupun dewan komisaris.

c. Kewajaran (fairness)

Prinsip kewajaran memberikan perlindungan terhadap kepentingan minoritas, khususnya para pemegang saham minoritas untuk mendapat perlakuan yang adil.

d. Tanggung Jawab (Responsibility)

Prinsip ini menegaskan kepada pengurus perseroan untuk mematuhi peraturan oleh pengelola perusahaan ataupun stakeholder yang berkesinambungan dengan perusahaan.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, prinsip yang berhubungan kuat dengan pelaksanaan CSR adalah prinsip responsibility, karena prinsip tersebut mengedepankan kepentingan stakeholder.

7. Islamic Sosial Responsibility (ISR)

Islamic Sosial Responsibility (ISR) adalah pelaporan sosial yang meliputi bukan hanya harapan dewan pengurus atas pandangan masyarakat dalam ekonomi tetapi memenuhi prespektif spiritual untuk pengguna laporan muslim (Kariza, 2015: 2).

Indeks ISR memuat kompilasi item–item standar CSR yang ditetapkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) yang kemudian dikembangkan oleh para peneliti mengenai item–item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas Islam (Fitria dan Hartanti, 2010). Tema-tema pengungkapan dalam indeks ISR berupa tema investasi dan keuangan,

tema produk dan jasa, tema tenaga kerja, tema sosial, tema lingkungan dan tema tata kelola perusahaan (Wulandari, 2015: 7).

Berikut ini tema-tema ISR yang digunakan dalam penelitian ini yang mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan dan dikembangkan oleh penelitian sebelumnya (Istiani, 2015: 25) dan mengembangkannnya pada tema-tema tertentu menurut peneliti-peneliti yang sebelumnya. Tema-tema ISR dalam peneliti-penelitian Istiani (2015) yaitu :

a. Keuangan dan Investasi

Pengungkapan pada tema ini adalah praktik operasional yang mengandung riba, gharar, aktivitas pengelolaan zakat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan investasi yang dilakukan oleh bank syariah.

b. Produk dan Pelayanan

Pengungkapan pada tema ini adalah status kehalalan produk yang digunakan dan pelayanan atas keluhan konsumen.

c. Tenaga Kerja

Pengungkapan pada tema ini adalah etika amanah dan keadilan. Etika tersebut dilakukan dengan memberikan perlakuan yang adil kepada semua karyawan. Untuk mengetahuinya bisa dilihat dari informasi gaji, karakteristik pekerjaan, hari kerja dan hari libur, jaminan kesehatan dan kesejahteraan, pendidikan dan pelatihan,

kesempatan yang sama dalam lingkungan kerja, dan apresiasi terhadap karyawan yang berprestasi.

d. Masyarakat

Pengungkapan pada tema ini adalah pentingnya saling berbagi dan saling meringankan masyarakat. Tindakan yang bisa dilakukan bank syariah adalah dengan sedekah, wakaf, qard, sukarelawan dari kalangan karyawan, pemberian beasiswa pendidikan, pengembangan generasi muda, peningkatan kulitas hidup untuk masyarakat miskin, kepedulian, kegiatan sosial, dan dukungan atas kegiatan kesehatan, liburan, olahraga, budaya, pendidikan serta agama.

e. Lingkungan

Pengungkapan pada tema ini adalah penggunaan sumber daya dan program yang dilakukan untuk melindungi lingkungan.

f. Tata Kelola Perusahaan

Pengungkapan pada tema ini adalah status kepatuhan syariah, rincian nama dan profil direksi, Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Komisaris, laporan kinerja komisaris, DPS, Direksi, kebijakan remunerasi komisaris, sruktur kepemilikan saham, kebijakan anti korupsi, dan anti terorisme.

8. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba (Syamsudin, 2011: 59). Semakin tinggi profitabilitas suatu

perusahaan berarti semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba, sehingga mempengaruhi tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan.

Profitabilitas merupakan suatu rasio yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana bank memperoleh suatu profit atau keuntungan. Analisa profitabilitas ini akan menggambarkan kinerja yang sifatnya fundamental terhadap suatu perusahaan atau bank yang ditinjau dari tingkat efesiensi dan efektivitas operasi perusahaan dalam memperoleh laba. Rasio profitabilitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan (Kasmir, 2012: 196). Rasio profitabilitas adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, modal saham tertentu (Mamduh, 2008: 42). Profitability ratio merupakan rasio yang mengukur keuntungan dari segi penjualan (return on sales), keuntungan dari aktiva (return on asset) dan keuntungan dari investasi (return on investment) (James, 2008: 47).

9. Leverage

Leverage adalah perbandingan antara total hutang dengan total asset yang dinyatakan dengan presentase (Yudiana, 2013: 80).

Menurut Watt dan Zimmerman (1990) leverage adalah alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat resiko hutang

perusahaan kepada kreditur untuk membiayai aset perusahaan (Dewi, 2013: 3).

Tingkat leverage digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam meyelesaikan kewajibanya kepada pihak lain. Perusahaan dengan tingkat leverage tinggi akan mengurangi tanggung jawab sosialnya (Cahyati, 2014: 78).

Apriwenni mengatakan bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas dari pada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah (Dewi, 2013: 7). Perusahaan dengan leverage yang tinggi perlu memberikan pengungkapan yang lebih luas karena sebelumnya para investor maupun kreditor harus mengetahui seberapa besar kemampuan dalam membayar hutang (Lestari, 2015: 10).

10.Ukuran Perusahaan

Menurut Yuliani (2012) Ukuran perusahaan adalah suatu skala besar kecilnya perusahaan yang dapat diklasifikasikan berdasarkan total aset, jumlah tenaga kerja, nilai saham ataupun dari segi lainnya (Astuti,2014: 5).

Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang mengukur besar kecilnya perusahaan. Sesuai teori stakeholder, semakin besar ukuran perusahaan maka tuntutan stakeholder atas manfaat keberadaan perusahaan tersebut cenderung lebih besar (Yuliawati, 2015: 3).

Ukuran perusahaan adalah skala yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan (Yuliawati, 2015: 5).

11.Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris adalah wakil pemegang saham dalam perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas. Dewan komisaris ini berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) (Sukmawati, 2013: 3).

Semakin banyak dewan komisaris semakin banyak kontribusi dan saran kepada pihak manajemen untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaannya (Gestari, 2014: 6).

12.Frekuensi Rapat Dewan Komisaris.

Frekuensi Rapat Dewan Komisaris yang diadakan dalam rapat-rapat rutin dalam mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh dewan direksi dan implementasinya. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris menjadikan pengawasan efektif sehingga kinerja perusahaan semkin baik. Jika perusahaan semakin baik maka pengungkapan tanggung jawab sosial semakin luas (Gestari, 2014: 7).

Dokumen terkait