• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PENGENDALIAN

Dalam dokumen KAJIAN PENYUSUNAN PEDOMAN EVALUASI RPJMN (Halaman 9-74)

Terdiri dari metode evaluasi, alur kerja, sumber data yang akan digunakan, waktu pelaksanaan evaluasi, dan pihak – pihak yang melakukan evaluasi serta penerima manfaatnya.

Bab IV Analisa Pelaksanaan Evaluasi Rencana Pembangunan Nasional

Berisi analisa pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pengendalian pembangunan untuk menjabarkan secara rinci langkah – langkah dalam melakukan pengukuran

4

kinerja, mekanisme pelaporan, pengendalian perencanaan pembangunan dan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan oleh beberapa Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi

Berisi tentang kesimpulan yang didapat dan rekomendasi yang dibutuhkan terkait dengan pernyusunan pedoman evaluasi pembangunan nasional.

5

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Pembahasan konsep evaluasi menjadi signifikan karena terdapat banyaknya pemahaman dan definisi terhadap kepentingan evaluasi. Di dalam bab ini akan dijelaskan mengenai konsep perencanaan pembangunan: konsep – konsep yang berkaitan dengan pemantauan, evaluasi dan pengendalian pembangunan, termasuk jenis dan tahapan pelaksanaan evaluasi yang banyak dilakukan oleh negara – negara lain.

Konsep Perencanaan Pembangunan Nasional

Proses perencanaan pembangunan merupakan bagian dari alur penyusunan rencana pembangunan yang terintegrasi, seperti banyak disebutkan dalam alur manajemen pembangunan (Planning – Budgeting – Implementation – Monitoring and Evaluation).

Perencanaan sendiri dapat disusun berdasarkan empat kriteria, diantaranya: (1) jangka waktu, (2) ruang lingkup, (3) tingkat keluwesan, dan (4) arus informasi (Kunarjo, 2002). Keempat kriteria tersebut membentuk dimensi kebutuhan perencanaan yang saling bersinergi satu dengan yang lainnya.

Proses perencanaan pembangunan nasional yang baik mampu mensinergikan tujuan, strategi, menguraikan pengaturan implementasi dan mengalokasikan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Proses perencanan melalui beberapa tahap yaitu :

 Mengidentifikasi visi, tujuan dan sasaran yang hendak dicapai;  Menyusun strategi yang dibutuhkan untuk mencapai visi dan tujuan;

 Menentukan dan mengalokasikan sumberdaya (finansial dan lainnya) yang diperlukan untuk mencapai visi dan tujuan;

 Menguraikan pengaturan implementasi, yang meliputi pengaturan dalam proses pemantauan dan mengevaluasi kemajuan dalam mencapai visi dan tujuan.

Proses perencanaan tidak dapat dilihat sebagai entitas yang terpisah dari pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi tanpa memperhatikan proses penyusunan rencana pembangunan belum tentu dapat dilaksanakan dengan baik. Perencanaan menjadi penting karena membantu pengambil kebijakan dalam merumuskan apa yang hendak dicapai oleh sebuah organisasi, program ataupun kegiatan, serta bagaimana cara mencapainya.

6

Untuk meningkatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan, perencanaan perlu memperhatikan empat hal utama1 :

1. Definisi perencanaan, program dan kegiatan;

Program dan kegiatan akan berhasil jika tujuan dan ruang lingkupnya didefinisikan dengan baik dan jelas. Hal tersebut dapat meminimalisir kendala dalam proses pelaksanaan.

2. Keterlibatan stakeholder;

Keterlibatan stakeholder yang tinggi dalam proses pelaksanaan menjadi bagian yang penitng dalam keberhasilan.

3. Komunikasi;

Komunikasi yang baik antar stakeholder dapat memperjelas ekspektasi, peran dan tanggung jawab dari masing-masing pihak juga terkait dengan informasi perkembangan dan kinerja. Kejelasan tersebut dapat membantu memastikan penggunaan sumberdaya yang optimum.

4. Pengawasan dan evaluasi;

Program dan kegiatan dengan pengawasan dan evaluasi yang kuat akan cenderung berada dalam koridor yang benar sesuai dengan perencanaan. Selain itu, permasalah yang dihadapai juga dapat terdeteksi lebih awal sehingga dapat mengurangi kemungkinan menghadapai perasalahan yang lebih besar dikemudian hari.

Di dalam sistem perencanaan dan penganggaran, pengaturan tentang perencanaan pembangunan nasional diatur melalui UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang diturunkan melalui PP No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional dan PP No. 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga. Kedua PP ini digunakan sebagai acuan bagi pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan nasional maupun pada level masing – masing Kementerian/Lembaga. Perencanaan dilakukan secara berjenjang mulai dari rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, hingga rencana pembangunan tahunan. Tujuan yang ingin dicapai melalui adanya sistem perencanaan pembangunan ini diantaranya adalah:

1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;

1 UNDP, 2009

7

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Konsep Pemantauan dan Evaluasi Pembangunan

Pemantauan digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari sebuah kebijakan/program/kegiatan untuk mengukur keberhasilan kebijakan/program/kegiatan. Pemantauan dan evaluasi mengukur dan menilai hasil/kemajuan dari pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan, yang dilaksanakan dengan cara dan waktu yang berbeda. Pemantauan umumnya dilakukan pada saat pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan, sedangkan evaluasi dapat dilakukan pada berbagai tahapan pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan (sebelum, pada saat dan setelah pelaksanaan).

Menurut OECD (2010) pemantauan adalah sebuah proses yang berlanjut dengan menggunakan metode pengumpulan data yang sistematis terkait indikator tertentu bagi kepentingan manajemen dan stakeholder yang berhubungan dengan intervensi yang sedang dilakukan, untuk melihat kemajuan dan pencapaian sasaran serta penggunaan dana yang dialokasikan. Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh National Planning

Commission (NPC) Nepal (2013), yang menyebutkan bahwa pemantauan adalah proses

untuk menilai kemajuan pembangunan secara berkelanjutan dan periodik pada berbagai tingkatan hirarki institusi, yang dimaksudkan agar input dan sumber daya yang diimplementasikan dikerjakan secara baik.

Selanjutnya OECD (2010) mendefinisikan evaluasi sebagai penilaian sistematis dan objektif atas sebuah kebijakan/program/kegiatan yang sedang berjalan atau yang sudah selesai, terkait dengan kebijakan, desain, implementasi dan hasilnya. Tujuan umum yang ingin dicapai adalah untuk menentukan relevansi dan pencapaian sasaran, efisiensi pengembangan, efektivitas, dampak dan keberlanjutan. Hasil evaluasi harus mampu menggambarkan informasi yang bermanfaat dan kredibel yang memungkinkan dilakukannya

lesson-learned terhadap proses pengambilan keputusan bagi pelaksana dan penerima

intervensi. Lebih lanjut, dalam organisasi publik khususnya, tidak saja perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi, namun juga pengendalian yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembangunan.

Seringkali terminologi pemantauan dan evaluasi digunakan dalam satu kesatuan sehingga menimbulkan kerancuan dalam penggunaannya. Pada kenyataannya, kedua

8

terminologi tersebut berbeda penggunaan dan maksud serta tujuannya, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1: Perbedaan Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan Evaluasi

Merupakan proses berkelanjutan yang dilakukan sepanjang pelaksanaan

kebijakan/program/kegiatan, dan dipahami sebagai fungsi internal pelaksana

kebijakan/program/kegiatan

Dapat dilakukan pada saat ex-ante,

ongoing, dan ex-post

Dilakukan pada tahap formatif dan operasional

Dilakukan pada berbagai tingkatan, yang dimulai saat tahap perencanaan hingga pelaksanaannya

Merupakan proses institusional untuk memperbaiki kesenjangan dan kelemahan yang terjadi sepanjang tahap formatif dan operasional

Dimaksudkan sebagai langkah perbaikan di awal pada tahap formatif dan

operasional, serta mengambil pembelajaran dari kekuatan dan

kelemahan untuk intervensi di masa yang akan datang

Secara langsung berhubungan dengan input, proses dan output

Lebih jauh, tidak hanya input, proses dan output, evaluasi penting untuk menilai outcome dan dampak yang dihasilkan Dilakukan oleh pelaksana

kebijakan/program/kegiatan

Dapat dilakukan oleh pelaksana kegiatan dan/atau institusi di luar sistem

Sumber: National Planning Commission, Nepal (2013)

Tujuan Evaluasi Pembangunan

Menurut French Council for Evaluation, Scientific and National Councils for Evaluation (1999) evaluasi dapat digunakan untuk bermacam tujuan. Dari hasil Kajian yang dilakukan SPEKP (2008) disimpulkan bahwa evaluasi memiliki empat tujuan jelas:

1. Tujuan ETIS

memberikan laporan pada pemimpin politis dan masyarakat tentang bagaimana sebuah kebijakan diterapkan dan hasil yang dicapai. Tujuan ini menggabungkan tujuan untuk pertanggungjawaban yang lebih baik, informasi dan penegakan demokrasi.

2. Tujuan MANAGERIAL

untuk mencapai pembagian keuangan dan sumber daya manusia yang lebih masuk akal diantara tindakan yang berbeda dan untuk meningkatkan manajemen layanan yang dipercayakan untuk menyelesaikannya.

9

membuka jalan terhadap pembuatan keputusan untuk pelanjutan, penghentian atau perubahan sebuah kebijakan

4. Tujuan PENDIDIKAN DAN MOTIVASI

menolong untuk mendidik dan memotivasi pelaksana umum dan rekan kerja mereka dengan membuat mereka mengerti proses dimana mereka terlibat dan mengenalkan mereka dengan tujuan mereka

Pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan yang baik, membutuhkan proses yang berkelanjutan sehingga manfaat dan dampak yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata dapat dirasakan secepat dan sebaik mungkin. Sehingga, perlu diperhatikan bagan berikut, yang menggambarkan proses berkesinambungan antara pemantauan dan evaluasi:

Gambar 1: Pemantauan dan Evaluasi sepanjang waktu pelaksanaan Kebijakan/Program/Kegiatan

Sumber: NPC Nepal (2013)

Evaluasi Kinerja Pembangunan

Kinerja merupakan tolok ukur keberhasilan. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kebijakan/program/kegiatan dalam mewujudkan sasaran,

10

tujuan, misi dan visi organisasi, dalam hal ini K/L dan Pemerintah Daerah2. Dalam suatu sistem input-ouput, kinerja tersebut berjenjang menurut komponen penyusunnya. Kerangka penyusunannya dimulai dari “apa yang ingin diubah” (impact) yang memerlukan indikator “apa yang akan dicapai” (outcome) guna mewujudkan perubahan yang diinginkan. Selanjutnya, untuk mencapai outcome diperlukan informasi tentang “apa yang dihasilkan” (output). Untuk menghasilkan output tersebut diperlukan “apa yang akan digunakan” (input). Sebagaimana bisa dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2: Struktur Kinerja Pembangunan

Dalam perspektif pembangunan nasional, sasaran (impact) K/L merupakan kinerja yang ingin dicapai K/L, outcome program merupakan kinerja program dan output kegiatan merupakan kinerja kegiatan. Oleh karena itu, dalam manajemen pembangunan, kinerja K/L dan Pemerintah Daerah perlu dievaluasi.

Evaluasi kinerja merupakan aktivitas dalam manajemen proses kebijakan yang dilakukan pada tahap pemantauan pelaksanaan, pengawasan, ataupun pertanggungjawaban3. Setiap tahapan berisikan kegiatan pengumpulan dan analisis mengenai data dan informasi serta pelaporan mengenai tingkat perkembangan capaian hasil

2Mahsun, 2006

11

kegiatan pelaksanaan, ketepatan sistem dan proses pelaksanaan, dan ketepatan kebijakan serta akuntabilitas kelembagaan secara keseluruhan.

Evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan didasarkan atas hasil dari pelaksanaan pemantauan. Dengan kata lain hasil dari pelaksanaan pemantauan dijadikan sebagai bahan untuk melakukan evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi dini mengenai perkembangan pelaksanaan kebijakan pada momentum atau dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat diketahui hal-hal yang perlu diperbaiki baik mengenai sistem dan proses pelaksanaan maupun kebijakannya itu sendiri, agar pelaksanaan kebijakan dapat berjalan baik dan tujuan kebijakan dapat dicapai lebih optimal.

Di samping memuat gambaran perkembangan pelaksanaan, laporan pemantauan juga memuat identifikasi kelemahan kebijakan dan penyimpangan terhadap sistem dan proses pelaksanaan kebijakan, serta saran koreksi terhadap penyimpangan pelaksanaan ataupun terhadap kebijakan itu sendiri. Evaluasi kinerja dalam rangka pengawasan harus dapat memberikan informasi objektif mengenai tingkat capaian pelaksanaan kebijakan pada momentum atau dalam jangka waktu tertentu, mengenai kekeliruan atau penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan, serta rekomendasi mengenai langkah tindak lanjut hasil temuan pengawasan. Pada tahap pertanggungjawaban, evaluasi kinerja harus dapat memberikan gambaran dan analisis objektif mengenai perkembangan pelaksanaan, perubahan atau penyesuaian yang telah dilakukan berikut alasannya, dan penilaian tingkat capaian kinerja dalam jangka waktu tertentu.Evaluasi kebijakan secara komprehensif dapat meliputi: 1) penilaian mengenai latar belakang dan alasan-alasan diambilnya suatu kebijakan, tujuan dan kinerja kebijakan; 2) berbagai instrumen kebijakan yang dikembangkan dan yang dilaksanakan; 3) respon kelompok sasaran dan stakeholders lainnya; 4) konsistensi aparat; 5) dampak yang timbul; 6) perubahan yang ditimbulkan dan perkiraan kemajuan yang dicapai jika kebijakan dilanjutkan atau diperluas. Evaluasi kebijakan komprehensif pada umumnya dilakukan untuk mengetahui ketepatan dan efektifitas kebijakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi atau dalam mencapai tujuan yang direncanakan, dengan maksud untuk mengkaji kemungkinan perubahan ataupun penyesuaian kebijakan (policy

changes and/or adjustments). Oleh sebab itu evaluasi kebijakan dapat pula menyentuh

pengujian mengenaivaliditas dan relevansi teori yang melandasi suatu kebijakan. Evaluasi kinerja kebijakan merupakan bagian dari evalusi kebijakan yang secara spesifik terfokus pada berbagai indikator kinerja bertalian dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan. Evaluasi kinerja kebijakan pada hakikatnya dilakukan untuk mengetahui ketepatan dan efektifitas baik kebijakan itu sendiri maupun sistem dan proses pelaksanannya, agar dapat

12

dilakukan langkah-langkah tindak lanjut untuk menghindari “biaya” yang lebih besar atau untuk mencapai “manfaat” yang lebih baik4.

Esensi evaluasi kinerja adalah perbandingan mengenai kinerja dan tingkat efektifitas baik kebijakan maupun sistem dan proses pelaksanaan yang berkembang dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi atau dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan maksud dan alasan tertentu, penilaian kinerja dapat menyentuh pengujian mengenai validitas dan relevansi kerangka teori yang melandasi sesuatu kebijakan. Adapun maksud dilakukannya evaluasi kinerja dapat dilihat dan dibedakan berdasar kontekstualitasnya (internal atau eksternal) dan tahapan pengelolaan pelaksanaan kebijakan (dalam rangka pemantauan, pengawasan, atau pertanggungjawaban). Evaluasi kinerja yang dilakukan dalam rangka pemantauan pada pokoknya adalah menyediakan informasi bagi para pengelola kebijakan dan pembuat kebijakan mengenai ketepatan dan efektifitas kebijakan dan sistem serta proses pelaksanaannya, agar dapat dilakukan tindak lanjut dini apabila secara aktual ternyata ada hal-hal yang perlu dikoreksi baik pada kebijakan atau pun pada sistem dan proses pelaksanaannya.

Evaluasi kinerja pada pengawasan eksternal, dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran objektif mengenai ketepatan dan ektifitas kebijakan ataupun sistem serta proses pelaksanaannya, kondisi biaya dan manfaat aktual dari kebijakan, perkembangan berbagai unsur dan indikator kinerja yang dicapai, yang diperlukan sebagai pertanggungjawaban suatu organisasi dalam melaksanakan tugas kelembagannya. Hal terakhir itu menunjukan maksud dilakukannya evaluasi kinerja, yang tentu dipengaruhi pula oleh posisi dan peran lembaga pengawasan eksternal yang melakukan evaluasi tersebut. Sehubungan dengan itu perlu diperhatikan hubungan atau keserasian antar evaluasi kinerja baik dalam rangka pemantauan, pengawasan, ataupun pertanggungjawaban.

Jika keseluruhannya berpangkal pada data dan informasi objektif dengan validitas teruji, maksud dan tujuan yang serupa, teori dan metode yang relevan, maka hasilnya akan relatif sama atau tidak banyak berbeda. Perbedaan laporan evaluasi kinerja hanya akan terletak pada adanya perbedaan dalam posisi, tugas, dan tanggung jawab kelembagaan masing-masing dalam hubungan pelaksanaan pengawasan internal dan eksternal. Namun perbedaan fokus tidak perlu menimbulkan perbedaan kesimpulan, apabila masing-masing melakukan penilaiannya berdasar data dan informasi objektif mengenai indikator yang sama, dan menggunakan teori dan metode relevan yang diakui validitasnya (Kajian SPEKP, 2014).

4 Mustopadidjaja, 2003

13

Metodologi Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan

Menurut World Bank (2004), setidaknya terdapat sembilan (9) pendekatan dan metode yang dapat digunakan untuk mengukur kemajuan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan. Pemilihan pendekatan dan metode yang akan digunakan dalam pemantauan dan evaluasi bergantung kepada berbagai faktor, seperti ketersediaan sumber daya (tenaga dan materi), serta waktu yang tersedia. Disamping itu, kebutuhan akan penggunaan metode tertentu akan dipengaruhi oleh keputusan pengambil kebijakan, dalam hal ini apabila institusi yang melakukan adalah institusi sektor publik. Kesembilan metode tersebut dapat digunakan baik secara complementary maupun sebagai substitusi antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan beberapa metode tersebut dapat diaplikasikan secara luas, namun di sisi lain, beberapa metode hanya dapat digunakan pada kasus tertentu.

Adapun ke sembilan metode dan pendekatan yang dimaksud adalah:

Performance Indicators (Pengukuran Kinerja)

Metode pengukuran kinerja digunakan untuk mengukur input, proses, output, outcome dan dampak atas kemajuan prgram dan kegiatan. Pengukuran kinerja perlu didukung dengan pengumpulan data, analisa data dan pelaporan yang baik, sehingga memungkinkan dilakukannya ukuran kemajuan untuk diambil langkah – langkah perbaikan untuk meningkatkan pelayanan publik. Metode ini sangat berguna dalam mengidentifikasi masalah yang dapat dilakukan melalui pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) yang memungkinkan dilakukannya langkah – langkah. Proses ini juga dapat mengindikasikan apakah evaluasi yang lebih dalam diperlukan atau tidak.

Keunggulan metode ini diantaranya sebagai alat yang efektif untuk mengukur kemajuan capaian sasaran serta mendukung perbandingan diantara unit organisasi yang diukur sepanjang waktu. Kelemahan metode ini diantaranya apabila indikator pengukuran yang digunakan tidak didefinisikan dengan baik, kecenderungan akan penggunaan indikator yang terlampau banyak dan indikator yang digunakan tidak memiliki sumber data yang baik. Biaya yang diperlukan akan bervariasi, tergantung dari jumlah indikator yang dikumpulkan, frekuensi dan kualitas informasi yang tersedia.

Logical Framework (Kerangka Kerja Logis)

Kerangka Logika (Logframe) membantu untuk memperjelas tujuan dan sasaran pembangunan yang dapat dilihat melalui pelaksanaan program dan kegiatan. Logframe membantu untuk identifikasi hubungan sebab akibat dalam program dan kegiatan yang tercermin dalam input, proses, output, outcome, dan dampak. Logframe membantu identifikasi indikator kinerja pada setiap tahapan pembangunan, termasuk resiko yang mungkin dihadapi

14

dalam mencapai tujuan pembangunan. Selama waktu pelaksanaan program dan kegiatan,

Logframe merupakan alat yang berguna untuk review kemajuan dan langkah – langkah perbaikan jika diperlukan.

Penggunaan Lograme berguna untuk meningkatkan kualitas desain program dan kegiatan, dengan mewajibkan penggunaan tujuan pembangunan yang jelas dan berjenjang, penggunaan indikator kinerja dan penilaian atas resiko. Logframe juga bermanfaat untuk menyederhanakan desain penyusunan program dan kegiatan dan membantu persiapan penyusunan rencana kerja yang lebih operasional. Keunggulan dari penggunaan metode ini diantaranya terkait dengan keterlibatan stakeholder dalam proses penyusunan program dan kegiatan dan memastikan proses pengambilan keputusan berdasarkan asumsi dan pertanyaan pembangunan yang mendasar. Selain itu, penggunaan Lograme dapat secara efektif membantu sebagai panduan dalam melakukan pemantauan dan evaluasi. Kelemahan dari penggunaan metode ini diantaranya berkaitan dengan rigiditas yang dapat menghambat inovasi.

Theory-Based Evaluation

Theory-Based Evaluation (TBE) memiliki kesamaan dengan Logframe, namun

memungkinkan banyak pemahaman yang lebih mendalam tentang cara kerja program dan kegiatan. TBE tidak membutuhkan asumsi hubungan sebab akibat sebagaimana Logframe. Sebagai contoh, kesuksesan program pemerintah untuk meningkatkan angka literasi dengan menambah jumlah guru akan sangat bergantung pada banyak faktor, diantaranya jumlah kelas yang tersedia, jumlah buku, dan lain sebagainya. Dengan memetakan faktor - faktor penentu yang menyebabkan kesuksesan program dan kegiatan, dapat diputuskan langkah atau indikator mana yang harus di pantau dan evaluasi. Hal ini berguna untuk faktor – faktor penyebab kesuksesan teridentifikasi. Dan di saat data menunjukkan bahwa indikator – indikator pembangunan belum tercapai, maka kemudian dapat disimpulkan bahwa indikator tersebut belum berhasil mencapai tujuan pembangunan.

TBE bermanfaat untuk memetakan desain program dan kegiatan yang kompleks yang akan membawa dampak peningkatan proses perencanaan. Keunggulan TBE diantaranya adalah mampu melihat umpan balik lebih dini tentang apa yang berjalan dengan baik dan yang tidak, memungkinkan dilakukannya langkah perbaikan lebih awal dan membantu untuk mengidentifikasi efek samping pelaksanaan program dan kegiatan yang tidak diharapkan. Namun demikian, kelemahan pendekatan TBE adalah dapat menjadi kompleks jika skala program dan kegiatan besar. Disamping itu, keputusan untuk menentukan faktor – faktor mana yang menjadi penyebab kesuksesan dapat memakan waktu.

15

Formal Survey

Survei formal dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang terstandardisasi dari sample yang dipilih secara hati – hati. Survei seringkali digunakan untuk mengumpulkan informasi yang dapat diperbandingkan dalam jumlah yang besar dalam target kelompok tertentu. Survei mampu menggambarkan basis data yang diperbandingkan dengan capaian yang ingin dicapai. Survei juga dapat membandingkan berbagai kelompok pada suatu waktu, perubahan atas kelompok yang sama dan perbandingan atas kondisi aktual dengan target – target atas program dan kegiatan.

Hasil survei yang baik dapat diaplikasikan kepada target kelompok yang lebih besar atau bahkan keseluruhan populasi. Namun, analisa data atas jumlah survei yang besar dapat menyebabkan bottleneck. Disamping itu, banyak jenis informasi yang tidak dapat tercatat melalui penggunaan survei.

Rapid Appraisal (Penilaian Cepat)

Metode penilaian cepat merupakan metode yang dilakukan untuk mendapatkan pandangan dan umpan balik terhadap penerima manfaat program dan kegiatan, dalam rangka memenuhi kebutuhan pengambilan keputusan. Metode ini biasanya tidak memiliki biaya yang mahal karena dilakukan secara cepat dan dalam jangka waktu yang singkat. Namun, karena bersifat cepat, hasil temuan yang didapat akan sulit untuk digeneralisasi dan lebih bersifat lokal. Kelemahan lainnya adalah masalah validitas data dan kredibilitas yang kurang.

Participatory Methods

Metode partisipatif merupakan metode keterlibatan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan bagi mereka yang memiliki kepentingan atas program dan kegiatan sehingga menimbulkan rasa kepemilikan atas hasil pemantauan dan evaluasi beserta rekomendasinya. Metode ini memungkinkan evaluator untuk mempelajari secara seksama kondisi lokal berikut perspektif yang dimiliki beserta prioritas untuk melakukan desain program dan kegiatan yang lebih responsif dan berkelanjutan. Dengan pendekatan ini, maka akan memberikan pengetahuan dan keterampilan untuk memberdayakan penerima program dan kegiatan.

Keunggulan metode ini adalah mampu melihat isu-isu yang relevan karena melibatkan stakeholder utama dalam penyusunan prosesnya. Disamping itu, menumbuhkan kemitraan dan rasa kepemilikan, serta meningkatkan kapasitas dan pembelajaran bagi masyarakat. Namun demikian, karena melibatkan masyarakat, akan muncul bias dalam mencapai tujuan serta memakan waktu yang lama. Masalah penyalahgunaan penyusunan desain juga merupakan masalah tersendiri, karena dapat diarahkan oleh stakeholder yang dominan.

16

Beberapa tools participatori yang sering digunakan diantaranya: analisis stakeholder,

participatory rural appraisal, beneficiaries assessment, dan participatory monitoring and

Dalam dokumen KAJIAN PENYUSUNAN PEDOMAN EVALUASI RPJMN (Halaman 9-74)

Dokumen terkait