• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petani dalam melakukan usahataninya memiliki beberapa faktor input yang mempengaruhi produksinya. Dalam prinsipnya usahatani mempunyai tujuan

utama yaitu untuk memperoleh hasil produksi yang berkualitas. Input produksi mencakup hal-hal yang diperlukan untuk usahataninya yaitu seperti bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan peralatan. Sehingga diperoleh output yang berupa produksi yang dihasilkan dalam usahatani tersebut. Dengan dicapainya produksi jambu biji yang maksimal maka akan mempengaruhi penerimaan usahatani tersebut. Penerimaan usahatani yaitu hasil perkalian antara produksi jambu biji dikali dengan harga jual jambu biji. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan total biaya produksi yang dikeluarkan (biaya bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja). Dari hasil pendapatan yang diperoleh oleh petani yang dihitung melalui analisis kelayakan usahatani maka akan diketahui layak atau tidak layaknya usahatani tersebut. Berikut adalah skema kerangka pemikiran

Gambar : Skema Kerangka Pemikiran

: menyatakan hubungan : menyatakan pengaruh

Pendapatan Penerimaan

Pendapatan

Layak Tidak Layak Layak Tidak Layak Harga Harga

Biaya bibit

Biaya pupuk

Biaya tenaga kerja

Faktor Input Produksi Bibit Pupuk Tenaga Kerja Faktor Input Produksi •Bibit •Pupuk •Tenaga Kerja Produksi Usahatani Jambu

Biji yang Baru menghasilkan

Produksi Usahatani Jambu Biji yang

Sudah Lama menghasilkan

Penerimaan

Biaya bibit

Biaya pupuk

2.5Hipotesis

1. Faktor produksi input (bibit, pupuk, dan tenaga kerja,) berpengaruh terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan di daerah penelitian. 2. Tingkat pendapatan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan lebih rendah

dibandingkan jambu biji yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian. 3. Kelayakan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan lebih rendah

1

1.1Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan sektor pertanian dalam rangka kebutuhan pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis makanan. Secara umum, Indonesia sebagai salah satu Negara yang beriklim tropis mempunyai peluang yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian khususnya produk pangan, dimana didalamnya terdapat produk hortikultura yaitu buah-buahan dan sayur-sayuran (Martawijaya dan Nurjayadi, 2009).

Pertanian (dalam arti sempit) sebagai salah satu sektor primer agribisnis dan perekonomian nasional, yang saat ini menjadi sektor yang terus dikembangkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh nilai investasi terhadap sektor pertanian yang paling tinggi di bandingkan subsektor primer lainnya dalam lingkup agribisnis hulu. Pertanian itu sendiri memiliki cakupan beberapa subsektor, yaitu hortikultura, tanaman pangan, dan estetika. Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peranan yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Kontibusi hortikultura pada PDB nasional cenderung meningkat. Pada tahun 2007, PDB subsektor hortikultura adalah sebesar Rp 76,79 trilliun, sedangkan tahun 2008 mencapai Rp 80,29 trillun. Dengan demikian, terjadi peningkatan sebesar 4,55 persen. Peningkatan PDB ini tercapai karena adanya

peningkatan produksi di berbagai sentra dan kawasan serta peningkatan luas areal dan areal panen (Listiawati, 2010).

Menurut Badan Pusat Statistik usaha hortikultura mempunyai keunggulan karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, jenisnya sangat beragam, ketersedian sumberdaya (alam, buatan, dan manusia) dan teknologi pendukung, serta potensi pasar di dalam negeri maupun di luar negeri yang terus meningkat.

Produk hortikultura dalam hal ini meliputi sayur-sayuran dan buah-buahan dalam perannya, komoditi buah-buahan sangat memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas dan mutu gizi setiap individu dalam kebutuhan makan sehari-harinya. Komoditas buah-buahan terus meningkat seiring dengan perkembangan zaman dan jumlah penduduk. Karena itulah masalah penyediaan buah-buahan menjadi perhatian penting untuk pemenuhan gizi masyarakat. Oleh sebab itu salah satu upayanya adalah dengan perluasan areal penanaman dan peningkatan budidaya buah-buahan untuk pemenuhan kebutuhan gizi dan meningkatkan produksi buah-buahan nasional. Salah satu komoditi buah-buahan yang terdapat di Indonesia yang menjadi komoditi unggulan adalah jambu biji. Ada banyak jenis jambu yang dibudidayakan oleh petani di Indonesia, seperti jambu biji putih, jambu air, dan jambu biji merah. Masing-masing jenis jambu memiliki nilai jual dan teknik pembudidayaan yang berbeda. Salah satu yang paling sering kita jumpai di tingkat petani maupun di pasar yang paling tinggi tingkat permintaannya adalah jambu biji putih.

Jambu biji merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk komoditas internasional. Lebih dari 150 negara telah membudidayakan jambu biji, diantaranya Jepang, India, Taiwan, Malaysia, Brasil, Australia, Filipina, dan

Indonesia. Seperti buah tropis lainnya, jambu biji dikonsumsi dalam bentuk segar (sebagai buah meja), dan dijadikan bahan baku pangan olahan seperti sirup, sari buah, selai, dan jeli (Sunarjono, 2013).

Selain itu jambu biji memiliki kegunaan dan manfaat yang banyak mulai dari buah, daun, dan batang pohonnya. Buah jambu biji memiliki manfaat bagi kesehatan yaitu dapat mengobati sembelit, melindungi selaput membran mukosa usus, menurunkan hipertensi, mencegah kanker dan sariawan, mengatasi gusi bengkak dan berdarah, menurunkan kolesterol, menjaga kesehatan jantung, menurunkan berat badan, mengobati diabetes, merawat kulit, mengobati infertilitas kaum pria, dan membantu mengatasi demam berdarah. Daun jambu biji berguna untuk mengobati diare, batuk dan flu, serta dapat mengatasi masalah bau badan. Sedangkan batang pohon jambu biji berguna untuk kerajinan seperti gagang pisau, cangkul dan parang serta dapat digunakan untuk membuat patung dan hiasan dinding lainnya (Sudewo, 2012).

Walaupun jambu biji sudah dikenal lama oleh masyarakat di Indonesia tetapi budidaya tanaman ini masih sangat terbatas hanya daerah tertentu saja. Tanaman ini banyak ditemui sebagai tanaman pagar pekarangan, tanaman hias, dan tidak bersifat komersial serta pemeliharaanya juga kurang diperhatikan. Meskipun demikian, luas areal tanaman jambu biji pada tahun 1992 sudah mendekati 60 ribu hektar yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, kecuali Timor-Timur (Haryoto, 1995).

Peluang pangsa pasar jambu biji sangatlah luas misalnya peluang pasar domestik jambu biji lebih dititikberatkan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi rumah

tangga, supermarket, hotel, restoran, serta industri hasil olahan. Bila ditinjau dari besarnya jumlah penduduk Indonesia, jelas potensi pasar masih cukup besar bagi produk jambu biji. Peningkatan pendapatan masyarakat membuat permintaan terhadap konsumsi buah-buahan seperti jambu biji meningkat. Laju permintaan buah-buahan setiap tahunnya mencapai 5%. Hal ini menunjukkan bahwa prospek usahatani buah-buahan seperti jambu biji cukup terbuka lebar (Parimin, 2005). Meskipun budidaya jambu biji di Indonesia masih terbatas pada tanaman pagar pekarangan dan tanaman hias, namun Indonesia juga memiliki sentra penanaman jambu biji yang tersebar luas di Pulau Jawa meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sementara itu produksi lain di luar pulau Jawa antara lain di Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun-tahun terakhir ini, jambu biji telah berkembang dan kemudian muncul jambu bangkok yang dibudidayakan di Depok, Bekasi, Kabupaten Kerawang, dan Jawa Barat (Agromedia, 2009).

Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara jambu biji merupakan salah satu buah unggulan. Konsumsi buah-buahan tentu berkaitan erat dengan produksi buah-buahan. Berikut di sajikan perkembangan produksi jambu biji di Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 1. Produksi Buah-Buahan Menurut Jenis Tanaman Tahun 2009-2013

(Ton) di Provinsi Sumatera Utara

No Jenis Tanaman 2009 2010 2011 2012 2013 Type of Plant 1. Alpukat 7.481 7.644 8.083 7.954 8.574 2. Mangga 21.971 28.131 31.742 35.470 34.548 3. Jambu Biji 24.682 35.261 20.716 19.861 15.071 4. Duku/Langsat 15.526 13.258 20.807 32.713 7.994 5. Sawo 13.833 6.710 7.543 9.397 9.291

Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa setiap tahunnya produksi jambu biji mengalami fluktuasi di Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2009 sampai dengan 2010 produksi jambu biji mengalami peningkatan. Namun pada tiga tahun terakhir yaitu 2011 sampai dengan 2013 produksi jambu biji mengalami penurunan. Hingga pada tahun 2013 produksi jambu biji mengalami penurunan yang cukup banyak dari tahun sebelumnya hingga mencapai 15.071ton.

Di Sumatera Utara banyak sekali daerah yang sangat berpotensi untuk mengembangkan usahatani jambu biji misalnya di Kabupaten Deli Serdang. Sumber daya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Deli Serdang sangatlah berlimpah misalnya dari sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Berbagai komoditi terkenal dan menjadi unggulan sebagai penunjang pembangunan pertanian juga tumbuh dan dikembangkan di daerah ini misalnya pisang barangan, jambu biji, durian, dan jeruk. Berikut jumlah produksi jambu biji di Kabupaten Deli Serdang.

Tabel 2. Jumlah Produksi Jambu Biji di Kabupaten Deli Serdang (2009-2013)

No Tahun Luas Panen Jumlah Produksi Persentase

(Ha) (Ton) (%) 1. 2009 469 17.630 - 2. 2010 503 28.542 23,63 3. 2011 378.409 56.346 32,75 4. 2012 328.745 95.195 25,63 5. 2013 296.228 48.788 -32,23

Sumber : Badan Pusat Statistik Deli Serdang

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa perkembangan jumlah produksi jambu biji di Kabupaten Deli Serdang mengalami peningkatan setiap tahunnya tetapi di

tahun terakhir mengalami penurunan. Penurunan produksi jambu biji yang dialami sebesar 32,23%. Hal ini diakibatkan oleh turunnya luas lahan jambu biji di Kabupaten Deli Serdang.

Produksi yang tinggi akan meningkatkan pendapatan petani, dan sebaliknya jika produksi rendah maka tingkat pendapatannya juga akan rendah. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai yang mempengaruhi cara mereka berusahatani, dimulai dari penanaman hingga panen. Selain itu perlu juga dipertimbangkan mengenai input-input yang digunakan petani dalam mengusahakan tanaman. Karena input-input ini merupakan biaya yang nantinya akan mempengaruhi pendapatan petani.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang analisis kelayakan usahatani jambu biji.

Dokumen terkait