• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Usahatani Jambu Biji (Psidium Guajava L.) (Studi Kasus : Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kelayakan Usahatani Jambu Biji (Psidium Guajava L.) (Studi Kasus : Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Karakteristik Petani Jambu Biji yang Baru Menghasilkan

(2)

Lampiran 2. Karakteristik Petani Jambu Biji yang Sudah Lama Menghasilkan

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

DAFTAR PUSTAKA

Agromedia. 2009. Buku Pintar Budidaya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Agromedia Pustaka. Jakarta

Anonimous, 2010. Macam-Macam Metode Sampling Tahap Pembuatan Laporan Penelitian. http://yudhislibra.wordpress.com . Diakses Pada Tanggal 4 Oktober 2015

Arifin, J. 2009. Solusi Total Bisnis UKM Berbasis Komputer dengan Microsoft Excel Plus Word. Elex Media Komputindo. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2010. Deli Serdang Dalam Angka. Medan Badan Pusat Statistik. 2011. Deli Serdang Dalam Angka. Medan Badan Pusat Statistik. 2012. Deli Serdang Dalam Angka. Medan Badan Pusat Statistik. 2013. Deli Serdang Dalam Angka. Medan Badan Pusat Statistik. 2013. Sumatera Utara Dalam Angka. Medan Badan Pusat Statistik. 2014. Deli Serdang Dalam Angka. Medan

Cahyono, B. 2010. Sukses Budidaya Jambu Biji di Perkarangan dan Perkebunan. Andi Publisher. Yogyakarta

Eva. 2007. Analisis Usahatani Bawang Prei Terhadap Kontribusinya Pendapatan Keluarga. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Fitriah. 2003. Analisis Usahatani Padi Sawah Pada Lahan Irigasi Dan Lahan

Tadah Sawah. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Andi Publisher. Yogyakarta Haryoto. 1995. Teknologi Tepat Guna Sirup Jambu Biji. Kanisius. Yogyakarta. Hasan, I. 2000. Analisis pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai

Merah (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor

(18)

Kabupaten Tapanuli Utara). Jurnal Komunikasi Penelitian Lembaga Penelitian USU, Medan

Kalangi, B. 2011. Matematika Ekonomi dan Bisnis. Salemba Empat. Jakarta Jakfar dan Kasmir. 2003. Studi Kelayakan Bisnis; Edisi Kedua. Prenada Media

Group. Jakarta

Listiawati, I. 2010. Analisis Kelayakan Usaha Jambu Biji Kasus Di Desa

Babakan Sadeng, Kecamatan leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Mamboai, H. 2003. Sistem Pengolahan Usahatani Komoditi Kopi (Coffea Sp) Di Kampong Ambaldiru Distrik Angkaisera Kabupaten Yapen Waropen

Martawijaya dan Nurjayadi. 2009. Bisnis Jamur Tiram Dirumah Sendiri. IPB press. Bogor

Parimin. 2005. Jambu Biji Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Bogor

Pracoyo, T.K., dan D.I Rubenfeld. 2008. Mikroekonomi. Jilid 1. Edisi Keenam. P.T Index. Jakarta

Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Usahatani. BPFE. Yogyakarta Ramayulis, R. 2013. Jus Super Ajaib. Penebar Swadaya. Jakarta

Rosyidi, S. 2002. Pengantar Teori Ekonomi. P.T Raja Grafindo Persada. Jakarta Santika, A. 1999. Sosiologi Pedesaan Jilid 1. Gadjah Mada University Pers.

Yogyakarta

Sajogyo, P. 1999. Sosiologi Pedesaan Jilid 1. Gadjah Mada University Pers. Yogyakarta

Soedarya. 2010. Agribisnis Guava (Jambu Batu). Pustaka Grafika. Bandung Soekartawi. 1995. AnalisisUsahatani. UI Press. Jakarta

(19)

Sudewo, B. 2012. Basmi Kanker dengan Herbal. Visimedia. Jakarta Suharmiati dan Handayani, L. 2010. Tanaman Obat dan Ramuan Untuk

Mengatasi Demam Berdarah Dengue. Agromedia. Jakarta

(20)

26

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini ditentukan secara metode purposive sampling atau secara sengaja, yaitu metode pengambilan sampel berdasarkan kriteria atau tujuan tertentu. Daerah penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa di daerah penelitian ini merupakan salah satu daerah penghasil jambu biji di Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 3. Luas Lahan, Produktivitas, dan Produksi Jambu Biji per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara 2014

No Kabupaten/Kota Luas Lahan (Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Ton)

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2013

(21)

daerah penelitian ini merupakan salah satu daerah penghasil jambu biji di Kabupaten Deli Serdang dan belum pernah ada penelitian sebelumnya di daerah tersebut berbeda dengan daerah sentra lainnya yang sudah pernah diteliti seperti Kecamatan Percut Sei Tuan, Pancur, dan Sunggal.

Tabel 4. Total Produksi Jambu Biji Per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang 2013

Sumber : Badan Pusat Statistika Deli Serdang 2012

3.2 Metode Pengambilan Sampel

(22)

Pengambilan sampel menggunakan metode stratified random sampling yaitu dengan menggolongkan populasi dalam golongan atau strata menurut criteria tertentu. Pembagian strata ini ditetapkan dengan terlebih dahulu membagi petani atas 2 strata berdasarkan umur tanaman yang baru menghasilkan dengan umur tanaman < 9 tahun dan yang sudah lama menghasilkan dengan umur tanaman > 9 tahun.

Menurut (Supriana, 2013) dari jumlah populasi yang akan diambil sampel sebanyak 60 orang petani dengan menggunkan metode accidental sampling atau menentukan sampel berdasarkan orang yang ditemui secara kebetulan, dimana sampel tanaman jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan masing-masing sebanyak 30 petani, karena dengan sampel tersebut sudah cukup untuk mengetahui tingkat perbandingan antara tanaman jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan. Jumlah sampel yang diambil dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut:

Tabel 5. Penentuan Pengambilan Sampel Penelitian

No Umur Tanaman (Tahun) Pengambilan Sampel

1. Baru Menghasilkan < 9 30

2. Lama Menghasilkan > 9 30

TOTAL 60

3.3 Metode Pengumpulan Data

(23)

disiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh instansi atau lembaga terkait seperti Badan Pusat Statistika Deli Serdang, Badan Pusat Statistika Provinsi Sumatera Utara, Kantor Kecamatan Kutalimbaru, dan instansi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk Hipotesis 1 dianalisis menggunakan metode regresi, dimana yang

dianalisis adalah bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Keterangan :

Y = Produksi a = Konstanta b = Koefisien

e = Variabel Kesalahan X1 = Bibit

X2 = Pupuk

X3 = Tenaga kerja

Uji Kesesuaian Model (Test of Goodness of Fit)

a. Koefisien Determinasi

(24)

sumbangan X terhadap variasi Y secara bersama-sama adalah 100%. Semakin dekat R2 dengan satu, maka makin cocok garis regresi untuk meramalkan Y.

b. Uji F

Uji F adalah uji secara menyeluruh (simultan) signifikansi pengaruh perubahan variabel independent terhadap variabel dependent. Artinya parameter X1, X2, X3,

X4, dan X5, secara bersamaan diuji apakah memiliki signifikansi atau tidak.

Kriteria pengujian :

Jika sig. F ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.

Jika sig. F > 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak.

Jika Ho diterima artinya faktor-faktor X1, X2, dan X3 secara serempak tidak

berpengaruh signifikan terhadap Y (produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan).

Jika H1 diterima artinya faktor-faktor X1, X2, dan X3 secara serempak berpengaruh

signifikan terhadap Y (produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan).

c. Uji t

Uji t adalah uji secara parsial pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara parsial berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel terikat.Taraf signifikansi (α) yang digunakan dalam ilmu sosial adalah 5%.

Kriteria pengujian :

Jika sig. t ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.

(25)

Jika Ho diterima artinya tidak ada pengaruh faktor-faktor secara parsial terhadap Y (produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan).

Jika H1 diterima artinya ada pengaruh faktor-faktor X1, X2, X3, X4, dan X5 secara

parsial terhadap Y (produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan).

Untuk hipotesis 2 dianalisis menggunakan metode analisis pendapatan. Secara

sistematis dapat ditulis sebagai berikut :

= TR –TC

Keterangan :

π = Pendapatan petani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya

TR = Q x P

Keterangan :

TR = Total penerimaan (Rp)

Q = Jumlah produksi yang dihasilkan (kg) P = Harga jual (Rp)

Tenaga kerja di daerah penelitian digunakan untuk mempersiapkan pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Tenaga kerja yang digunakan adalah TKDK (Tenaga Kerja Dalam Keluarga) dan TKLK (Tenaga Kerja Luar Keluarga). Penggunaan tenaga kerja luar keluarga paling banyak digunakan ketika masa pemeliharaan. Adapun perhitungan HKP tenaga kerja adalah sebagai berikut :

(26)

8

Dimana jumlah HKP untuk laki-laki adalah 1 dan perempuan 0,8. (Arifin, 2009)

Untuk hipotesis 3, dianalisis dengan menggunakan metode analisis R/C Ratio

dan B/C Ratio. R/C Ratio( Return Cost Ratio), atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut:

R/C menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Adapun kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu:

• Jika R/C > 1, maka usaha menguntungkan secara ekonomi sehingga layak dikembangkan dari segi modal.

• Jika R/C = 1, maka usaha impas

• Jika R/C < 1, maka usaha tidak menguntungkan (rugi) secara ekonomi sehingga tidak layak untuk dikembangkan dari segi modal

(Soekartawi,1995).

(27)

B/C = Total Pendapatan (Rp) Total Biaya (Rp)

Kriteria :

• Jika B/C > 1, maka usahatani menguntungkan.

• Jika B/C = 1, maka usahatani impas

• Jika B/C < 1, maka usahatani tidak menguntungkan (Cahyono, 2002). Pada dasarnya fungsi analisis R/C dan B/C adalah sama. Namun dalam hipotesisnya analisis B/C hanya menyimpulkan untung atau tidak nya suatu usaha dan besarnya manfaat, dengan demikian perlu dilakukan analisis R/C yaitu agar diketahui usaha tersebut layak atau tidak layak dikembangkan secara ekonomi, seperti penambahan modal usaha (Anonimous, 2011).

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

3.5.1 Definisi

1. Produksi adalah semua hasil tanaman jambu biji yang dibudidayakan petani jambu biji (Kg).

2. Input Produksi adalah faktor-faktor yang medukung produksi jambu biji. 3. Bibit adalah jumlah bibit yang digunakan oleh petani jambu biji dalam

satu periode musim tanam (batang).

4. Pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan oleh petani jambu biji dalam satu periode musim tanam (Kg).

5. Tenaga Kerja adalah orang yang mengelola usahatani pada sebidang tanah baik anggota keluarga maupun di luar anggota keluarga (HKP).

(28)

7. Penerimaan adalah jumlah produksi jambu biji dikalikan dengan harga jual jambu biji (Rp).

8. Biaya adalah seluruh pengeluran yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi usahatani jambu biji selama satu periode musim tanam (Rp). 9. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya produksi

(Rp).

10.Kelayakan usaha adalah analisis yang dilakukan untuk membandingkan antara penerimaan dan biaya untuk mengetahui suatu usaha itu layak atau tidak layak untuk dikembangkan secara ekonomis.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang. 2. Sampel Penelitian adalah petani yang mengusahakan jambu biji putih di

daerah penelitian.

(29)

35

4.1 Luas dan Letak Geografis

Penelitian dilakukan di Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayah Kecamatan Kutalimbaru adalah ± 174,92 Km2 yang terdiri dari 14 desa. Daerah ini pada umumnya dataran rendah dengan keadaan tanahnya sebagian berbukit-bukit yang dapat ditanami pertanian tanaman pangan dan perkebunan dan ada juga tanah cadas serta jurang yang terjal. Daerah kecamatan ini beriklim sedang yang terdiri dari musim hujan dan musim kemarau, kedua musim dipengaruhi oleh dua arah angin yaitu angin laut dan angin gunung. Angin laut membawa hujan sedangkan angin gunung membawa udara panas dan lembab. Curah hujan yang menonjol pada bulan September, Oktober, Nopember, dan Desember sedangkan musim kemarau pada bulan Maret, April, dan Mei.

Adapun batas-batas wilayah daerah penelitian adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sunggal dan Pancur Batu - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sibolangit

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pancur Batu - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Langkat

4.2 Tata Guna Tanah

Kecamatan Kutalimbaru memiliki luas sebesar ± 174,92 Km2 atau setara 1.7492 Ha, dengan pola penggunaan tanahnya dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut:

Tabel 6. Tata Guna Tanah Kecamatan Kutalimbaru Tahun 2014

No. Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Presentase

(30)

1. Sawah Irigasi 492 2,8

2. Tadah Hujan 708 4,5

3. Perkarangan 271 1,5

4. Tegal/Kebun 5.014 28,6

5. Perkebunan Negara/Rakyat 4.474 25,5

6. Ladang 864 4,8

7. Kolam 145 0,8

8. Lainnya 5.524 31,5

TOTAL 17.492 100

Sumber: Kecamatan Kutalimbaru Dalam Angka 2015

4.2 Keadaan Penduduk

4.2.1 Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Kecamatan Kutalimbaru adalah 39.741 jiwa yang tinggal dipemukiman yang tersebar di berbagai desa. Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kecamatan Kutalimbaru

2014

No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase

(%)

1. Laki-laki 19.777 49

2. Perempuan 19.964 51

Total 39.741 100

Sumber: Kecamatan Kutalimbaru Dalam Angka 2015

(31)

jumlah penduduk laki-laki 19.777 jiwa atau setara dengan 49 %, sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 19.964 jiwa yaitu setara dengan 51%. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk berjenis kelamin perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.

4.2.2 Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Distribusi jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Kutalimbaru dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Kutalimbaru 2014

No. Golongan Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase

(%)

1. 0-14 11.712 29,48

2. 15-54 23.117 58,16

3. 55+ 4.912 12,36

TOTAL 39.741 100

Sumber: Kecamatan Kutalimbaru Dalam Angka 2015

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Kutalimbaru adalah 39.741 jiwa, dimana usia produktif (kelompok umur 15-55 tahun) yaitu sebanyak 23.117 jiwa atau setara dengan 58,16%. Usia produktif merupakan usia dimana seseorang memiliki nilai ekonomi karena mampu bekerja sehingga menghasilkan sesuatu baik itu barang atau jasa.

4.3 Sarana dan Prasarana

(32)

sebagai alat untuk mencapai maksud dan tujuan, sedangkan prasarana merupakan barang atau benda yang tidak dapat bergerak yang dapat menunjang pelaksanaan pembangunan. Kecamatan Kutalimbaru dapat ditempuh dengan menggunakan roda empat atau roda dua. Adapun saran dan prasarana yang tersedia di Kecamata Kutalimbaru sebagai berikut:

Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Kutalimbaru 2014

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1. SD

- SD Negeri 27

- SD Swasta 4

2. SLTP

- SLTP Negeri 3

- SLTP Swasta 4

(33)

39

5.1 Faktor Input yang Mempengaruhi Produksi Antara Usahatani Jambu Biji yang Baru Menghasilkan dan yang Sudah Lama Menghasilkan

5.1.1 Faktor Input yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Jambu Biji yang Baru Menghasilkan

Petani jambu biji yang menjadi responden di Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten deli Serdang sebanyak 60 orang dimana 30 orang petani jambu biji yang baru menghasilkan dan 30 orang petani jambu biji yang sudah lama menghasilkan. Adapun input produksi yang digunakan para petani jambu biji yang baru menghasilkan adalah bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan peralatan. Input-input produksi ini digunakan sesuai kebutuhan umur tanaman jambu biji yang baru menghasilkan. Berikut adalah jumlah input yang digunakan jambu biji yang baru menghasilkan :

Tabel 17. Jumlah Input yang Digunakan Jambu Biji yang Baru

Menghasilkan

No Faktor Input Jumlah

1. Bibit 5.990

2. Pupuk 275.915

3. Pestisida 39,75

4. Tenaga Kerja 1.387,4

5. Peralatan 102

Sumber : Analisis Data Primer 2015

(34)

Dengan menggunakan persamaan linier, dibentuk fungsi persamaan produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan. Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan adalah bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan peralatan. Seluruh variabel tersebut secara serentak dimasukkan kedalam persamaan linier sebagai berikut:

Y= 421,410 + 0,010X1 + 0,004X2 + 314,521 X3 +27,533 X4 – 228,687X5

Tabel 18. Pengaruh Input Terhadap Produksi Dalam Usahatani Jambu Biji yang Baru Menghasilkan

Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan persamaan dalam menerangkan variable produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan maka dapat dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R2). Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien determinasi untuk persamaan ini adalah 0,723%. Artinya bahwa 72,3% produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan dalam usahataninya dipengaruhi oleh faktor bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan peralatan. Sedangkan 27,7% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam persamaan ini.

(35)

atau 0,05. Hal ini menunjukkan H0 ditolak dan H1 diterima, yaitu bibit, pupuk,

pestisida, tenaga kerja, dan peralatan secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan.

Dengan pengujian simultan di atas telah diketahui bahwa seluruh variabel bebas secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Namun perlu diketahui pula variabel bebas mana yang memiliki pengaruh lebih signifikan terhadap pendapatan petani jambu biji yang baru menghasilkan. Untuk melihat itu perlu dilakukan pengujian parsial (uji t).

a. Bibit (X1)

Pada tabel dapat dilihat bahwa variabel bibit memiliki nilai signifikansi t sebesar (0,993). Nilai yang diperoleh lebih besar dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu α 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima H1

ditolak, artinya variabel bibit (X1) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan (Y). b. Pupuk (X2)

Pada tabel dapat dilihat bahwa variabel pupuk memiliki nilai signifikansi t sebesar (0,624). Nilai yang diperoleh lebih besar dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu α 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima H1

ditolak, artinya variabel pupuk (X2) secara parsial tidak berpengaruh nyata

terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan (Y). c. Pestisida (X3)

(36)

variabel pestisida (X3) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi

usahatani jambu biji yang baru menghasilkan (Y). d. Tenaga Kerja (X4)

Pada tabel dapat dilihat bahwa variabel bibit memiliki nilai signifikansi t sebesar (0,002). Nilai yang diperoleh lebih kecil dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu α 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak H1 diterima, artinya

variabel tenaga kerja (X4) secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi

usahatani jambu biji yang baru menghasilkan (Y). e. Peralatan (X5)

Pada tabel dapat dilihat bahwa variabel bibit memiliki nilai signifikansi t sebesar (0,243). Nilai yang diperoleh lebih besar dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu α 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima H1

ditolak, artinya

variabel peralatan (X5) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi

usahatani jambu biji yang baru menghasilkan (Y).

5.3.2 Faktor Input Terhadap Produksi Dalam Usahatani jambu Biji yang Sudah Lama Menghasilkan

Petani jambu biji yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian sebanyak 30 orang. Adapun input produksi yang digunakan para petani jambu biji yang sudah lama menghasilkan adalah bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan peralatan. Input-input produksi ini digunakan sesuai kebutuhan umur tanaman jambu biji yang sudah lama menghasilkan.

Tabel 19. Jumlah Input yang Digunakan Jambu Biji yang Sudah lama Menghasilkan

(37)

1. Bibit 5.890

2. Pupuk 144.110

3. Pestisida 35,7

4. Tenaga Kerja 1.357,65

5. Peralatan 101

Sumber : Analisis Data Primer 2015

Berdasarkan pada tabel dapat dilihat bahwa bibit yang digunakan sebanyak 5.890 pohon, pupuk digunakan sebanyak 144.110 kg, pestisida digunakan 35,7 Liter, tenaga kerja digunakan sebanyak 1.357, 65 HKP, dan peralatan digunakan sebanyak 101 buah.

Dengan menggunakan persamaan linier, dibentuk fungsi persamaan produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan. Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap produksi petani jambu biji yang sudah lama menghasilkan adalah bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan peralatan. Seluruh variabel tersebut secara serentak dimasukkan kedalam persamaan linier sebagai berikut: Y= 946,590 + 0,718X1 + 0,005X2 + 127,877 X3 + 17,512 X4 – 136,043X5

Tabel 20. Pengaruh Input Terhadap Produksi Dalam Usahatani Jambu Biji yang Sudah Lama Menghasilkan

Variabel Koefiesien t Hitung Signifikansi

Konstanta 946,590 1,690 0,104

(38)

Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan persamaan dalam menerangkan variable produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan maka dapat dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R2). Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien determinasi untuk persamaan ini adalah 0,439%. Artinya bahwa 43,9% produksi petani jambu biji yang baru menghasilkan dalam usahataninya dipengaruhi oleh faktor bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan peralatan. Sedangkan 56,1% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam persamaan ini.

Hasil uji pengaruh variabel secara serempak dengan menggunakan uji F menunjukkan bahwa nilai signifikansi F adalah sebesar (0,012). Nilai yang diperoleh lebih kecil probablititas kesalahan yang ditolerir, yaitu sebesar α 5%

atau 0,05. Hal ini menunjukkan Ho ditolak dan H1 diterima, yaitu bibit, pupuk,

pestisida, tenaga kerja, dan peralatan secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani jambu biji yang sudah lama menghasilkan.

Dengan pengujian simultan di atas telah diketahui bahwa seluruh variabel bebas secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Namun perlu diketahui pula variabel bebas mana yang memiliki pengaruh lebih signifikan terhadap pendapatan petani jambu biji yang baru menghasilkan. Untuk melihat itu perlu dilakukan pengujian parsial (uji t).

a. Bibit (X1)

(39)

ditolak, artinya variabel bibit (X1) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan (Y). b. Pupuk (X2)

Pada tabel dapat dilihat bahwa variabel pupuk memiliki nilai signifikansi t sebesar (0,878). Nilai yang diperoleh lebih besar dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu α 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima H1

ditolak, artinya variabel pupuk (X2) secara parsial tidak berpengaruh nyata

terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan (Y). c. Pestisida (X3)

Pada tabel dapat dilihat bahwa variabel bibit memiliki nilai signifikansi t sebesar (0,283). Nilai yang diperoleh lebih besar dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu α 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima H1

ditolak, artinya variabel pestisida (X3) secara parsial tidak berpengaruh nyata

terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan (Y). d. Tenaga Kerja (X4)

Pada tabel dapat dilihat bahwa variabel bibit memiliki nilai signifikansi t sebesar (0,003). Nilai yang diperoleh lebih kecil dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu α 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak H1 diterima, artinya

variabel tenaga kerja (X4) secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi

usahatani jambu biji yang baru menghasilkan (Y). e. Peralatan (X5)

(40)

ditolerir, yaitu α 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima H1

ditolak, artinya

variabel peralatan (X5) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi

usahatani jambu biji yang baru menghasilkan (Y).

5.4 Perbedaan Pendapatan Usahatani Jambu Biji yang Baru Menghasilkan Dan yang Sudah Lama Menghasilkan

Setelah kita menghitung pengaruh input produksi (bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan peralatan) terhadap produksi selanjutnya kita menghitung biaya input yang sudah dikorbankan oleh petani dalam usahatani jambu bijinya. Biaya input produksi yang dikorbankan oleh petani dihitung dalam satuan Rupiah/Tahun. Biaya-biaya tersebut dikorbankan untuk menghasilkan produksi dan pendapatan yang maksimal pula.

Didalam pendapatan terdapat penerimaan dan biaya produksi. Sebelum mendapatkan pendapatan terlebih dahulu kita menghitung penerimaan. Didalam pnerimaan terdapat total produksi dan biaya produksi yang dikeluarkan. Dari hasil tersebut maka akan diuraikan penerimaan dan biaya produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan. Nilai atau biaya input usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 21. Biaya Input Usahatani Jambu Biji yang Baru Menghasilkan dan yang Sudah Lama Menghasilkan

Biaya Input

Tanaman Baru Tanaman

(41)

< 9 Tahun > 9 Tahun

No Keterangan Nilai(Rp/Tahun/Ha) Nilai(Rp/Tahun/Ha)

1. Bibit 12.865.000 15.840.000

2. Pupuk 143.080.000 154.260.000

3. Pestisida 13.688.000 11.284.000

4. Tenaga Kerja 46.465.000 42.265.000 5. Penyusutan Peralatan 2.089.700 2.106.632 6. Plastik 253.440.000 282.960.000

7. Kertas Koran 21.312.000 25.440.000

TOTAL 492.939.700 534.155.632

Sumber: Analisis Data Primer 2015

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa biaya input usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah menghasilkan memiliki perbedaan yaitu lebih besar biaya yang dikeluarkan oleh petani jambu biji yang sudah lama menghasilkan dalam menjalankan usahataninya daripada petani jambu biji yang baru menghasilkan. Jumlah biaya input produksi yang dikeluarkan oleh petani jambu biji yang baru menghasilkan yaitu sebesar Rp 492.939.700 Ha/tahun. Sedangkan biaya input produksi petani jambu biji yang sudah lama menghasilkan yaitu sebesar Rp 534.155.632Ha/tahun.

Perbedaan produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 22. Produksi Usahatani Jambu Biji yang Baru Menghasilkan dan yang Sudah Lama Menghasilkan

(42)

Tanaman Baru Tanaman

Lama

< 9 Tahun > 9 Tahun

No Keterangan Nilai(Rp/Tahun/Ha)

Nilai(Rp/Tahun/Ha)

1. Produksi (Kg/Ha) 41.100 48.000

2. Harga Jual (Rp) 3.000 3.000

3. Penerimaan (Rp) 1.480.200.000 1.724.800.000 Sumber: Analisis Data Primer 2015

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penerimaan dari penjualan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan adalah sebesar Rp 1.480.200.000 per Ha/tahun. Sedangkan jumlah penerimaan dari usahatani jambu biji yang sudah lama menghasilkan adalah sebesar Rp 1.724.800.000 per Ha/tahun.

Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi yang dikeluarkan dalam rupiah per tahun. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang diperoleh jumlah pendapatan jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 23. Perbedaan Pendapatan Usahatani Jambu Biji yang Baru Menghasilkan dan yang Sudah Lama Menghasilkan

Biaya Input

Tanaman Baru Tanaman

Lama

< 9 Tahun > 9 Tahun

No Keterangan Nilai(Rp/Tahun/Ha)

(43)

1. Total Penerimaan (Rp) 1.480.200.000 1.724.800.000 2. Total Biaya Produksi (Rp) 492.939.700 534.155.632 3. Total Pendapatan (Rp) 987.260.300 1.190.646.500 Sumber: Analisis Data Primer 2015

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah biaya produksi jambu biji yang baru menghasilkan sebesar Rp 492.939.700 Ha/tahun, sedangkan jumlah biaya produksi jambu biji yang sudah lama menghasilkan sebesar Rp 534.155.632 Ha/tahun. Setelah itu diperoleh jumlah penerimaan jambu biji yang baru menghasilkan sebesar Rp 1.480.200.000Ha/tahun. Sedangkan penerimaan jambu biji yang sudah lama menghasilkan sebesar Rp 1.724.800.000 Ha/tahun. Kemudian dari nilai selisih antara penerimaan dengan biaya produksi yang dikeluarkan maka diperoleh pendapatan yang diterima petani jambu biji yang baru menghasilkan sebesar Rp 987.264.500 Ha/tahun. Sedangkan petani jambu biji yang sudah lama menghasilkan memperoleh sebesar Rp 1.190.646.500 Ha/tahun. Artinya pendapatan petani jambu biji yang sudah lama menghasilkan lebih besar daripada petani jambu biji yang baru menghasilkan.

5.5 Perbedaan Kelayakan Antara Usahatani Jambu Biji yang Baru Menghasilkan dan yang Sudah Lama Menghasilkan

Setelah mendapatkan hasil biaya produksi yang dikorbankan oleh petani, penerimaan serta pendapatan yang diterima oleh petani maka selanjutnya kita akan menghitung kelayakan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan.

(44)

menggunakan analisis R/C. Makin besar nilai R/C ratio usahatani itu semakin besar penambahan modal atau usahatani tersebut layak untuk dikembangkan dalam jangka waktu panjang. Analisis lain yang dapat digunakan untuk menghitung kelayakan usahatani adalah analisis B/C, ini pada prinsipnya sama saja dengan analisis R/C hanya saja pada analisis B/C ratio ini data yang diperhitungkan adalah besarnya manfaat pada saat itu.

Pada tabel di bawah ini menujukkan nilai R/C dan B/C kelayakan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan.

Tabel 24. Nilai R/C Kelayakan Usahatani Jambu Biji yang Baru Menghasilkan dan yang Sudah Lama Menghasilkan

No Keterangan Tanaman Baru Tanaman

Lama

1. Total Penerimaan 1.480.200.000 1.724.800.000 2. Total Biaya Produksi 492.939.700 534.155.632

TOTAL 3,002 3,229

Sumber: Analisis Data Primer 2015

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa total nilai R/C usahatani jambu biji yang baru menghasilkan adalah sebesar 3,002 dan usahatani jambu biji yang sudah lama menghasilkan adalah sebesar 3,229. Artinya bahwa kedua usahatani tanaman jambu biji tersebut lebih besar dari 1 maka kedua usahatani tersebut menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan dalam jangka waktu panjang.

(45)

No Keterangan Tanaman Baru Tanaman

Lama

1. Total Pendapatan 987.264.500 1.190.646.500

2. Total Biaya Produksi 492.939.700 534.155.632

3. TOTAL 2,002 2,229

Sumber: Analisis Data Primer 2015

(46)

52

6.1 Kesimpulan

1. Faktor input produksi yang mempengaruhi produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan yaitu bibit, pupuk, dan tenaga kerja.

2. Pendapatan petani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan yaitu masing-masing sebesar Rp 987.264.500 Ha/tahun dan Rp 1.190.646.500 Ha/tahun. Pedapatan petani jambu biji yang sudah lama menghasilkan lebih besar dibandingkan pendapatan petani jambu biji yang baru menghasilkan.

3. Kelayakan antara usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan. Kedua usahatani jambu biji tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan.

6.2 Saran

6.2.1 Kepada Petani

Agar menjaga, merawat, memelihara, dan meningkatkan kualitas buah jambu biji baik sebelum dan sesudah pasca panen serta agar lebih memperhatikan pemasaran produksi jambu biji sehingga dapat meningkatkan pendapatan usahatani.

6.2.2 Kepada Pemerintah

(47)

sarana produksi bersubsidi murah agar dapat menekan biaya produksi sehingga dapat memberikan pendapatan yang lebih menguntungkan.

6.2.3 Kepada Peneliti Selanjutnya

(48)

8

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Jambu Biji

Menurut (Parimin, 2005) nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa Yunani, yaitu “psidium” yang berarti delima, sedangkan “guajava” berasal dari nama yang diberikan oleh orang Spanyol. Adapun taksonomi tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo :Myrtales

Famili : Myrtaceae Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava Linn.

(49)

Jambu biji banyak dikenal masyarakat dengan sebutan jambu klutuk, jambu batu, dan jambu krystal. Umumnya umur tanaman jambu biji sekitar 30-40 tahunan. Tanaman yang berasal dari biji relatif berumur lebih panjang dibandingkan dengan hasil cangkokan dan okulasi. Namun tanaman yang berasal dari okulasi memiliki postur lebih pendek dan bercabang lebih banyak sehingga memudahkan perawatan. Tanaman ini sudah mampu berbuah saat berumur sekitar 2-3 bulan meskipun ditanam dari biji (Parimin, 2005).

Tanaman jambu biji dapat berbuah dan berbunga sepanjang tahun. Bunganya termasuk bunga tunggal, terletak di ketiak daun, bertangkai, kelopak bunga berbentuk corong. Mahkota bunga berbentuk bulat telur dengan panjang 1,5 cm, benang sari berwarna putih, sedangkan putik bunga berbentuk bulat berwarna putih atau putih kekuningan. Berbuah buni, berbentuk bulat telur dan bijinya kecil-kecil dan keras. Daun dan batang jambu biji mengandung saponin, flavonida, dan tanin. Disamping itu minyaknya juga mengandung atsiri. Daun jambu biji berkhasiat sebagai obat mencret dan peluruh haid (Suharmiati dan Handayani, 2010).

(50)

Jambu biji dapat tumbuh optimal pada lahan yang subur dan gembur serta banyak mengandung unsur nitrogen dan bahan organic, atau pada tanah liat dan sedikit berpasir. Derajat keasaman tanah (pH) tanaman jambu biji tidak terlalu berbeda dengan tanaman lainnya, yaitu anatar 4,5-8,2 (Parimin, 2005).

Menurut Soedarya (2010) menyatakan dalam melakukan kegiatan budidaya jambu biji terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan oleh pembudidaya, yaitu:

1. Pengolahan media tanam, mencakup kegiatan: persiapan lahan, pembukaan lahan, pembentukan bedengan, pengapuran lahan, dan pemupukan.

2. Penanaman, mencakup kegiatan: penentuan pola tanaman, pembuatan lubang penanaman, dan penanaman bibit jambu biji.

(51)

Budidaya tanaman jambu biji dapat dilakukan di kebun dan pot. Penanaman di kebun dilakukan untuk usaha budidaya berskala besar, sedangkan dalam pot untuk tanaman perkarangan. Setiap kali budidaya pasti memiliki perlakuan yang berbeda. Agar tanaman dapat berproduksi dengan optimal, pekebun perlu memperhatikan faktor-faktor kualitas pertumbuhan tanaman. Jambu biji memerlukan air yang cukup selama fase pertumbuhan, baik pertumbuhan secara vegetatife maupun generatife. Biasanya pada musim hujan buah jambu berukuran besar sedangkan pada musim kemarau berukuran kecil (Parimin, 2005).

Keadaan lingkungan yaitu iklim dan tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang menghasilkan buah. Tanaman yang ditanam di lingkungan yang cocok akan tumbuh dengan baik, produksi buahnya banyak, dan buahnya berkualitas tinggi. Agar usahatani dapat memberikan keuntungan yang tinggi maka lokasi yang dipilih untuk membudidayakan jambu biji harus yang cocok dengan kehidupan yang dibutuhkan tanaman. Tidak semua lokasi (wilayah atau daerah) dapat menunjang pertumbuhan tanaman yang baik. Keadaan lingkungan (agroklimat), yaitu iklim dan tanah di setiap wilayah atau daerah berbeda sehingga penanaman jambu biji di setiap wilayah atau daerah akan menghasilkan jambu biji yang berbeda-beda pula (Cahyono, 2010).

(52)

Hampir semua bagian tanaman jambu biji bermanfaat bagi kehidupan. Kayu jambu biji yang halus dan sangat padat baik bila digunakan untuk ukiran atau patung bernilai tinggi. Disamping itu, kayunya yang halus, kuat, dan tahan lama ini banyak dimanfaatkan menjadi aneka macam gagang, diantaranya gagang cangkul, pisau, dan sabit. Selain itu arang dari kayu jambu biji sangat baik untuk pembakar karena apinya sangat panas dan asap yang ditimbulkan sedikit, serta daya tahan apinya sangat lama. Harga jual arangnya pun lebih mahal dibandingkan dengan kayu lain. Selain sebagai bahan pangan dan kerajinan, beberapa bagian dari tanaman jambu biji dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat resep pengobatan. Beberapa resep tanaman jambu biji telah terbukti mengobati diare, desentri, demam berdarah, gusi bengkak, sariawan, jantung, dan diabetes.

Buah jambu biji mengandung vitamin C yang tinggi di antara berbagai jenis buah dan kandungan vitamin C buah jambu biji merah lebih tinggi dibandingkan dengan jambu biji putih. Kandungan vitamin C jambu biji adalah 183,5 mg/100 g buah jambu biji dan kandungan vitamin C jambu biji meningkat seiring dengan matangnya buah. Dapat dijelaskan bahwa kandungan vitamin C jambu biji merah lebih tinggi tiga kali lipat dibandingkan yang ada pada jeruk manis dan belimbing serta dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan yang ada pada papaya (Ramayulis, 2013).

Kandungan gizi pada buah jambu biji dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. Kandungan Gizi yang Terkandung Pada Jambu Biji per 100 gram

No Komposisi Jumlah

1 Kalori 49,00 kal

2 Protein 0,90 g

3 Lemak 0,30 g

(53)

5 Kalsium 14,00 mg

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1979 (Haryoto, 1995)

Buah jambu biji dipanen setelah tua penuh sampai berwarna kekuningan (matang). Produksi buah jambu biji antara 3-25 ton/tahun tergantung umur tahunan. Produksi jambu biji di Indonesia tahun 2010, 2011, dan 2012 berturut-turut mencapai 204.551 ton, 211.836 ton, dan 206.509 ton. Buah jambu biji disajikan sebagai buah meja. Buahnya yang masih mengkal dibuat manisan dan yang setengah matang disetup (dibungkus), dibuat dodol. Buah yang sudah matang dapat dibuat jus.

Buah matang pohon aromanya sangat menonjol khas jambu biji. Buah jambu biji matang baik dibuat jeli. Kini, jenis jambu biji terutama yang berwarna merah, baik sekali untu pengobatan demam berdarah (dapat meningkatkan kadar trombosit). Sekarang, jambu biji sudah diolah sebagi minuman buah segar yang dijual di toko-toko dan supermarket ( Sunarjono, 2013).

(54)

baik, pemilihan lahan yang cocok, ketersediaan air, dan penguasaan teknik budidaya termasuk mengantisipasi kemungkinan serangan hama serta penyakit menjadi kunci penting keberhasilan usahatani jambu biji di Indonesia (Santika, 1999).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Ilmu Usahatani

Usahatani pada dasarnya merupakan usaha untuk meningkatkan produksi pertanian yang berkualitas dan berdaya saing. Oleh karena itu, pengembangan suatu komoditas pertanian harus mempertimbangkan permintaan pasar, berkonsentrasi pada produk unggulan yang berdaya saing tinggi maupun memenuhi fungsi sebagai komoditas ekonomi dan social, mampu memaksimalkan sumber daya alam terutama lahan berwawasan lingkungan serta mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor lain (Soekartawi, 1995).

Petani memiliki karakteristik yang beragam, karakteristik tersebut dapat berupa karakter demografis, karakter sosial serta karakter kondisi ekonomi petani itu sendiri. Karakter-karakter tersebut yang membedakan tipe perilaku petani pada situasi tertentu. Karakteristik yang diamati dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, luas lahan garapan, pengalaman usahatani dan jumlah tanggungan keluarga.

1. Umur

(55)

produktif, kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan kelompok umur 65 tahun keatas sebagai kelompok penduduk yang tidak lagi produktif.

Pada umumnya, makin muda petani maka semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui juga akan makin tinggi, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun biasanya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 1995).

2. Pendidikan

Faktor pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani dalam mengelola usahataninya. Pendidikan membuat seseorang berpikir ilmiah sehingga mampu untuk membuat keputusan dari berbagai alternative dalam mengelola usahataninya dan mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak mungkin untuk memperoleh pendapatan.

Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami dan menerapkan teknologi produktif sehingga produktivitasnya menjadi tinggi. Selain itu juga dengan pendidikan maka akan memberikan atau menambah kemampuan dari petani untuk dapat mengambil keputusan, mengatasi masalah-masalah yang terjadi (Mamboai, 2008).

3. Pengalaman Bertani

(56)

halnya dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman, dimana akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut.

Semakin banyak pengalaman yang diperoleh petani maka diharapkan produktivitas petani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakan usahataninya akan semakin baik dan sebaliknya jika petani tersebut belum atau kurang berpengalaman akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Hasan, 2000).

4. Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong petani untuk melakukan banyak aktivitas dalam mencari dan menambah pendapatan (Hasyim, 2006).

5. Luas Lahan

Luas lahan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan status petani, apakah tergolong sebagai petani miskin atau petani yang lebih tinggi taraf hidupnya. Tingkat luasan usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani, semakin luas areal tani maka semakin tinggi tingkat produksi dan pendapatan yang diterima (Sajogyo, 1999).

(57)

Keberhasilan usahatani dimulai dari awal yaitu penentuan tujuan dan harapan yang diinginkan karena segala kegiatan harus mengarah pada tujuan tersebut. Namun demikian sering kali petani karena kesibukannya tidak menganggap penting penentuan tujuan. Mereka menganggap mengelola usahatani adalah kewajiban dan pekerjaan sehari-hari yang dari dulu hingga saat ini hanya begitu-begitu saja, tidak berubah dan tanpa tujuan yang pasti. Dengan demikian untuk mengukur keberhasilan di kemudian hari akan mengalami kesulitan (Suratiyah, 2008).

2.2.2 Biaya

Menurut Prawirokusumo (1990), biaya adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk dalam suatu periode produksi. Nilai biaya dinyatakan dengan uang, yang termasuk di dalamnya adalah :

1. Saran produksi yang habis terpakai, seperti bibit, pupuk, pestisida, bahan bakar dan lain-lain.

2. Lahan seperti sewa lahan baik berupa uang, pajak, iuran pengairan, taksiran biaya penggunaan jika yang digunakan ialah tanah milik sendiri. 3. Biaya dari alat-alat produksi tahan lama, yaitu seperti bangunan, alat dan

perkakas yang berupa penyusutan.

4. Tenaga kerja dari petani itu sendiri dan anggota keluarganya, tenaga kerja tetap atau tenaga bergaji tetap.

5. Biaya-biaya lain.

(58)

biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi.. Jumlah biaya tetap adalah konstan. Selain biaya tersebut, hampir semua biaya masuk kedalam biaya tidak tetap karena tergantung dengan besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan. Yang termasuk kedalam biaya tidak tetap, misalnya biaya-biaya untuk bibit, persiapan, serta pengolahan lahan dan lain-lain (Hanafie, R. 2010).

2.2.3 Produksi

Bagi kebanyakan orang produksi diartikan sebagai kegiatan-kegiatan didalam pabrik-pabrik atau kegiatan di lapangan pertanian. Secara lebih luas, setiap proses yang menciptakan nilai atau memperbesar nilai suatu barang adalah produki, atau dengan mudah dikatakan bahwa produksi adalah setiap usaha yang menciptakan atau memperbesar daya guna barang. Produksi tidak dapat dilakukan tanpa menggunakan bahan-bahan yang memungkinkan dilakukannya produksi itu sendiri. Faktor-faktor produksi itu terdiri atas : a) tanah atau sumber daya alam; b) tenaga kerja atau sumber daya manusia; c) modal, dan; d) kecakapan tata laksana atau skill. Sekalipun tidak ada yang tidak penting dari keempat faktor produksi tersebut, namun yang keempat itulah yang terpenting, sebab fungsinya adalah mengorganisasikan ketiga faktor produksi yang lain (Rosyidi, 2002).

(59)

Menurut (Kalangi, 2011), produksi adalah proses penggabungan atau pengkombinasian faktor produksi (input) yang mengubahnya menjadi barang atau jasa (output = produk). Hubungan antara jumlah output yang dihasilkan dan kombinasi jumlah input yang digunakan disebut sebagai fungsi produksi atau fungsi produk total. Secara umum, fungsi produksi dapat ditulis dalam bentuk matematis menjadi,

Q = f(L, K, T, W)

Dimana :

Q = Jumlah barang dan jasa (output) L = Tenaga Kerja

K = Modal T = Tanah

W = Pengalaman/ Skill

2.2.4 Teori Pendapatan

Pendapatan (Pd) adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi, Pd = TR-TC. Penerimaan usahatani (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py) (Soekartawi, 1999).

Menurut Sukirno (1996), pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode, baik harian, mingguan, bulanan, ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain:

(60)

2. Pendapatan disposable, yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposable.

3. Pendapatan nasional, yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun.

Setelah produsen menghasilkan output dari setiap kegiatan produksi yang dilakukan maka output tersebut akan dijual kepada konsumen. Dengan demikian, produsen akan memperoleh pendapatan atau penerimaan dari setiap output yang dijual. Pendapatan yang diterima produsen sebagian untuk membayar biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Membahas masalah penerimaan atau revenue ada beberapa konsep penting yang perlu diperhatikan menurut Pracoyo dan Rubenfeld (2008):

1. Pendapatan total atau total revenue (TR) : pendapatan yang diterima oleh produsen dari setiap penjualan outputnya. Total revenue merupakan hasil kali antar harga dengan output. TR = P.Q

2. Pendapatan rata-rata atau average revenue (AR) : pendapatan produsen per unit ouput yang dijual. AR = TR/Q = P. Dengan demikian, AR merupakan harga jual output per unit.

3. Pendapatan marjinal atau marginal revenue (MR) : perubahan pendapatan yang disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit ouput. MR = ���

��

2.2.5 Analisis Kelayakan Usahatani

(61)

lain, kelayakan dapat artikan bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan nonfinansial sesuai dengan tujuan yang mereka inginkan.

Ukuran kelayakan masing-masing jenis usaha sangat berbeda, misalnya antara usaha jasa dan usaha nonjasa, seperti pendirian hotel dengan usaha pembukaan perkebunan kelapa sawit atau usaha peternakan dengan pendidikan. Akan tetapi, aspek-aspek yang digunakan untuk menyatakan layak atau tidak layaknya adalah sama sekalipun bidang usahanya berbeda (Jakfar dan Kasmir, 2003).

Salah satu cara untuk mengetahui kelayakan suatu usaha adalah dengan cara menganalisis perbandingan penerimaan dan biaya usaha tersebut, yaitu menggunakan analisis R/C dimana R/C dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. R/C adalah singkatan dari revenue-cost ratio, atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara penerima dan biaya. Makin besar nilai R/C ratio usahatani itu makin besar keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut (Soekartawi, 1995).

Analisis lain yang dapat digunakan untuk menghitung kelayakan usahatani adalah analisis B/C Ratio. Menurut Soekartawi (1995), analisis benefit-cost ratio (B/C) ini pada prinsipnya sama saja dengan analisis R/C (revenue-cost ratio), hanya saja pada analisis B/C ratio ini data yang diperhitungkan adalah besarnya manfaat.

2.3 Penelitian Terdahulu

(62)

per hektar adalah sebesar 25.897 kg dengan penerimaan sebesar Rp 64.747.238. Pendapatan yang diterima dalam usahatani jambu biji di Desa Cimanggis pada tahun 2009 per hektar masing-masing sebesar Rp 35.784.039.

Melki Prandoa Lingga dalam penelitiannya mengenai “Kelayakan dan Analisis Usahatani Jeruk Siam (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk) di Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo”, data di analisis menggunakan metode deskriptif, metode analisis usahatani, analisis regresi linier berganda, metode analisis U Mann Whitney, dan metode analisis kelayakan IRR (Internal Rate of Return), B/C (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Produksi jeruk siam di Kecamatan Tigapanah mulai tahun 2010-2013 mengalami penurunan yang signifikan. (2) Terdapat perbedaan karakteristik antara petani jeruk siam yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan yaitu pada umur petani dan pengalaman usahatani. (3) Terdapat perbedaan pengaruh input terhadap output antara usahatani jeruk siam yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan. (4) Terdapat perbedaan pendapatan antara petani usahatani jeruk siam yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan. (5) Usahatani jeruk siam yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan layak untuk diusahakan.

(63)

1,04% pertahunnya. (2) Terdapat faktor-faktor input yang memepengaruhi output anatara usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan diantaranya faktor biaya, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan peralatan. (3) Terdapat perbedaan pendapatan anatar petani jambu biji yang sudah menghasilkan dan yang baru lama menghasilkan dengan selisih sebesar Rp 14.891.490. (4) Usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan layak untuk diusahakan dengan analisis kelayakan IRR (Internal Rate of Return) usahatani jambu biji yang baru menghasilkan adalah 37,8% dan yang sudah lama menghasilkan adalah 38,2%. (5) Terdapat kesulitan-kesulitan yang dihadapi petani jambu biji anatar lain luas lahan yang terbatas dan pemasaran produk jambu biji.

Maruli Tumpal dalam penelitiannya “Analisis Finansial Usahatani Jambu Biji Di Desa Sembahe Baru Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang”, data dianlisis dngan menggunakan metode analisis pendapatan dan analisis financial (NPV, Net B/C, dan IRR). Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa (1) rata-rata biaya produksi usahatani jambu biji per hektar selama 1 bulan adalah Rp 16.347.118,29. (2) rata-rata pendapatan bersih petani jambu biji per petani adalah Rp19.112.884,551 dalam satu tahun. Rata-rata pendapatan bersih petani perhektar adalah Rp 36749.940,49 dalam satu tahun. Rata-rata pendapatan keluarga petani per hektar adalah Rp 80.826.440,49. (3) Usahatani jambu biji di daerah penelitian layak diusahakan secara financial karena NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR > 1.

2.4 Kerangka Pemikiran

(64)

utama yaitu untuk memperoleh hasil produksi yang berkualitas. Input produksi mencakup hal-hal yang diperlukan untuk usahataninya yaitu seperti bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan peralatan. Sehingga diperoleh output yang berupa produksi yang dihasilkan dalam usahatani tersebut. Dengan dicapainya produksi jambu biji yang maksimal maka akan mempengaruhi penerimaan usahatani tersebut. Penerimaan usahatani yaitu hasil perkalian antara produksi jambu biji dikali dengan harga jual jambu biji. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan total biaya produksi yang dikeluarkan (biaya bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja). Dari hasil pendapatan yang diperoleh oleh petani yang dihitung melalui analisis kelayakan usahatani maka akan diketahui layak atau tidak layaknya usahatani tersebut. Berikut adalah skema kerangka pemikiran

Gambar : Skema Kerangka Pemikiran

: menyatakan hubungan : menyatakan pengaruh

Pendapatan Penerimaan

Pendapatan

(65)

2.5Hipotesis

1. Faktor produksi input (bibit, pupuk, dan tenaga kerja,) berpengaruh terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan di daerah penelitian. 2. Tingkat pendapatan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan lebih rendah

dibandingkan jambu biji yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian. 3. Kelayakan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan lebih rendah

(66)

1

1.1Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan sektor pertanian dalam rangka kebutuhan pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis makanan. Secara umum, Indonesia sebagai salah satu Negara yang beriklim tropis mempunyai peluang yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian khususnya produk pangan, dimana didalamnya terdapat produk hortikultura yaitu buah-buahan dan sayur-sayuran (Martawijaya dan Nurjayadi, 2009).

(67)

peningkatan produksi di berbagai sentra dan kawasan serta peningkatan luas areal dan areal panen (Listiawati, 2010).

Menurut Badan Pusat Statistik usaha hortikultura mempunyai keunggulan karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, jenisnya sangat beragam, ketersedian sumberdaya (alam, buatan, dan manusia) dan teknologi pendukung, serta potensi pasar di dalam negeri maupun di luar negeri yang terus meningkat.

Produk hortikultura dalam hal ini meliputi sayur-sayuran dan buah-buahan dalam perannya, komoditi buah-buahan sangat memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas dan mutu gizi setiap individu dalam kebutuhan makan sehari-harinya. Komoditas buah-buahan terus meningkat seiring dengan perkembangan zaman dan jumlah penduduk. Karena itulah masalah penyediaan buah-buahan menjadi perhatian penting untuk pemenuhan gizi masyarakat. Oleh sebab itu salah satu upayanya adalah dengan perluasan areal penanaman dan peningkatan budidaya buah-buahan untuk pemenuhan kebutuhan gizi dan meningkatkan produksi buah-buahan nasional. Salah satu komoditi buah-buahan yang terdapat di Indonesia yang menjadi komoditi unggulan adalah jambu biji. Ada banyak jenis jambu yang dibudidayakan oleh petani di Indonesia, seperti jambu biji putih, jambu air, dan jambu biji merah. Masing-masing jenis jambu memiliki nilai jual dan teknik pembudidayaan yang berbeda. Salah satu yang paling sering kita jumpai di tingkat petani maupun di pasar yang paling tinggi tingkat permintaannya adalah jambu biji putih.

(68)

Indonesia. Seperti buah tropis lainnya, jambu biji dikonsumsi dalam bentuk segar (sebagai buah meja), dan dijadikan bahan baku pangan olahan seperti sirup, sari buah, selai, dan jeli (Sunarjono, 2013).

Selain itu jambu biji memiliki kegunaan dan manfaat yang banyak mulai dari buah, daun, dan batang pohonnya. Buah jambu biji memiliki manfaat bagi kesehatan yaitu dapat mengobati sembelit, melindungi selaput membran mukosa usus, menurunkan hipertensi, mencegah kanker dan sariawan, mengatasi gusi bengkak dan berdarah, menurunkan kolesterol, menjaga kesehatan jantung, menurunkan berat badan, mengobati diabetes, merawat kulit, mengobati infertilitas kaum pria, dan membantu mengatasi demam berdarah. Daun jambu biji berguna untuk mengobati diare, batuk dan flu, serta dapat mengatasi masalah bau badan. Sedangkan batang pohon jambu biji berguna untuk kerajinan seperti gagang pisau, cangkul dan parang serta dapat digunakan untuk membuat patung dan hiasan dinding lainnya (Sudewo, 2012).

Walaupun jambu biji sudah dikenal lama oleh masyarakat di Indonesia tetapi budidaya tanaman ini masih sangat terbatas hanya daerah tertentu saja. Tanaman ini banyak ditemui sebagai tanaman pagar pekarangan, tanaman hias, dan tidak bersifat komersial serta pemeliharaanya juga kurang diperhatikan. Meskipun demikian, luas areal tanaman jambu biji pada tahun 1992 sudah mendekati 60 ribu hektar yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, kecuali Timor-Timur (Haryoto, 1995).

(69)

tangga, supermarket, hotel, restoran, serta industri hasil olahan. Bila ditinjau dari besarnya jumlah penduduk Indonesia, jelas potensi pasar masih cukup besar bagi produk jambu biji. Peningkatan pendapatan masyarakat membuat permintaan terhadap konsumsi buah-buahan seperti jambu biji meningkat. Laju permintaan buah-buahan setiap tahunnya mencapai 5%. Hal ini menunjukkan bahwa prospek usahatani buah-buahan seperti jambu biji cukup terbuka lebar (Parimin, 2005). Meskipun budidaya jambu biji di Indonesia masih terbatas pada tanaman pagar pekarangan dan tanaman hias, namun Indonesia juga memiliki sentra penanaman jambu biji yang tersebar luas di Pulau Jawa meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sementara itu produksi lain di luar pulau Jawa antara lain di Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun-tahun terakhir ini, jambu biji telah berkembang dan kemudian muncul jambu bangkok yang dibudidayakan di Depok, Bekasi, Kabupaten Kerawang, dan Jawa Barat (Agromedia, 2009).

Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara jambu biji merupakan salah satu buah unggulan. Konsumsi buah-buahan tentu berkaitan erat dengan produksi buah-buahan. Berikut di sajikan perkembangan produksi jambu biji di Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 1. Produksi Buah-Buahan Menurut Jenis Tanaman Tahun 2009-2013

(Ton) di Provinsi Sumatera Utara

(70)

Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa setiap tahunnya produksi jambu biji mengalami fluktuasi di Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2009 sampai dengan 2010 produksi jambu biji mengalami peningkatan. Namun pada tiga tahun terakhir yaitu 2011 sampai dengan 2013 produksi jambu biji mengalami penurunan. Hingga pada tahun 2013 produksi jambu biji mengalami penurunan yang cukup banyak dari tahun sebelumnya hingga mencapai 15.071ton.

Di Sumatera Utara banyak sekali daerah yang sangat berpotensi untuk mengembangkan usahatani jambu biji misalnya di Kabupaten Deli Serdang. Sumber daya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Deli Serdang sangatlah berlimpah misalnya dari sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Berbagai komoditi terkenal dan menjadi unggulan sebagai penunjang pembangunan pertanian juga tumbuh dan dikembangkan di daerah ini misalnya pisang barangan, jambu biji, durian, dan jeruk. Berikut jumlah produksi jambu biji di Kabupaten Deli Serdang.

Tabel 2. Jumlah Produksi Jambu Biji di Kabupaten Deli Serdang

(2009-2013)

No Tahun Luas Panen Jumlah Produksi Persentase

(Ha) (Ton) (%)

1. 2009 469 17.630 -

2. 2010 503 28.542 23,63

3. 2011 378.409 56.346 32,75

4. 2012 328.745 95.195 25,63

5. 2013 296.228 48.788 -32,23

Sumber : Badan Pusat Statistik Deli Serdang

(71)

tahun terakhir mengalami penurunan. Penurunan produksi jambu biji yang dialami sebesar 32,23%. Hal ini diakibatkan oleh turunnya luas lahan jambu biji di Kabupaten Deli Serdang.

Produksi yang tinggi akan meningkatkan pendapatan petani, dan sebaliknya jika produksi rendah maka tingkat pendapatannya juga akan rendah. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai yang mempengaruhi cara mereka berusahatani, dimulai dari penanaman hingga panen. Selain itu perlu juga dipertimbangkan mengenai input-input yang digunakan petani dalam mengusahakan tanaman. Karena input-input ini merupakan biaya yang nantinya akan mempengaruhi pendapatan petani.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang analisis kelayakan usahatani jambu biji.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka yang menjadi identifikasi

masalah untuk diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh input produksi terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitan ?

2. Bagimana perbandingan pendapatan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian ? 3. Bagaimana perbandingan kelayakan usahatani jambu biji yang baru

menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian ?

1.3Tujuan Penelitian

(72)

1. Untuk membandingkan dan menganalisis pengaruh input produksi terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahtani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian.

1.4Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bahan informasi bagi petani usahatani jambu biji dalam mengelola dan mengembangkan usahataninya.

2. Bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan untuk perkembangan usahatani jambu biji.

3. Bahan informasi bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan untuk menjadi seorang peneliti.

(73)

i

Cut Yunita Sari (110304012) Dengan judul skripsi “Analisis Kelayakan

Usahatani Jambu Biji”. Studi kasus: Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli

Serdang, yang dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Ibu Dr. Ir. Tavi

Supriana, MS.

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perkembangan produksi usahatani jambu biji selama 5 tahun terakhir, untuk mengetahui karakteristik petani jambu biji di daerah penelitian, untuk membandingkan dan menganalisis pengaruh input terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan.

Metode penelitian pengambilan sampel yang digunakan adalah metode accidental sampling dengan besar sampel yaitu 60 sampel. Data yang digunakan data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, metode regresi, metode pendapatan, dan metode kelayakan R/C dan B/C.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Jumlah produksi jambu biji di Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang mengalami penurunan pada tahun terakhir. (2) Terdapat perbedaan pengaruh input terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan yaitu biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja, dan biaya peralatan. (3) Terdapat perbedaan pendapatan petani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan. (4) Usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan menguntungkan dan layak untuk diusahakan.

(74)

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JAMBU BIJI

(Psidium guajava L.)

(Studi Kasus : Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli

Serdang)

SKRIPSI

CUT YUNITA SARI

110304012

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(75)

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JAMBU BIJI

(Psidium guajava L.)

(Studi Kasus : Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli

Serdang)

SKRIPSI

CUT YUNITA SARI

110304012

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Dr.Ir. Salmiah, MS) (Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)

NIP : 195702171986032001 NIP : 196411021989032001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(76)

i

Cut Yunita Sari (110304012) Dengan judul skripsi “Analisis Kelayakan

Usahatani Jambu Biji”. Studi kasus: Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli

Serdang, yang dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Ibu Dr. Ir. Tavi

Supriana, MS.

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perkembangan produksi usahatani jambu biji selama 5 tahun terakhir, untuk mengetahui karakteristik petani jambu biji di daerah penelitian, untuk membandingkan dan menganalisis pengaruh input terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan.

Metode penelitian pengambilan sampel yang digunakan adalah metode accidental sampling dengan besar sampel yaitu 60 sampel. Data yang digunakan data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, metode regresi, metode pendapatan, dan metode kelayakan R/C dan B/C.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Jumlah produksi jambu biji di Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang mengalami penurunan pada tahun terakhir. (2) Terdapat perbedaan pengaruh input terhadap produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan yaitu biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja, dan biaya peralatan. (3) Terdapat perbedaan pendapatan petani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan. (4) Usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan menguntungkan dan layak untuk diusahakan.

Gambar

Tabel 3. Luas Lahan,  Produktivitas, dan Produksi Jambu Biji per
Tabel 4. Total Produksi Jambu Biji Per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang 2013
Tabel 5. Penentuan Pengambilan Sampel Penelitian
Tabel 7. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kecamatan Kutalimbaru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Satu ( GRUP A) Nama Senter Chec k in Check Out

Penyiapan bahan diklat merupakan kegiatan rutin di dalam tugas jabatan widayaiswara, bahkan ditingkatkan dalam persiapan penyelenggaraan Diklat Prajabatan pola baru untuk

Sang Putu Adhi Sudewa L UNUD dr.. Imran Porkas Lubis L

Pembaharuan program Diklat merupakan inti dari penguatan peran Badan Diklat Pegawai Kabupaten Bengkalis, termasuk dalam penyiapan program dalam pembinaan

[r]

usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat

Pada hari ini, Kamis Tanggal Dua Puluh Dua Bulan Juni Tahun Dua Ribu Tujuh Belas (22-6-2017), bertempat di Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat Jalan

PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROVINSI JAWA BARAT