Saham biasa merupakan sekuritas yang banyak diperdagangkan di pasar modal. Saham biasa adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan. Keuntungan yang dinikmati oleh pemegang saham berasal dari pembayaran dividen dan kenaikan harga saham. Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan. Kalau prospek perusahaan membaik harga saham tersebut akan
meningkat. Kalau perusahaan berkembang baik, maka nilai perusahaan mungkin meningkat. Sebagai akibatnya nilai investasi pada perusahaan tersebut mungkin juga menjadi meningkat. Dalam keadaan tersebut harga saham mungkin naik, menjadi lebih tinggi dari harga waktu pertama kali membeli (capital gains). Dengan demikian dipandang dari segi kepastian, maka penghasilan pemilik saham menjadi lebih tidak pasti. Hal ini disebabkan karena pembayaran dividen sendiri akan dipengaruhi oleh prospek perusahaan yang tidak pasti (Husnan, 2005:338).
Prospek perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara keseluruhan sehingga analisis penilaian saham yang dilakukan investor juga harus memperhitungakan beberapa variabel ekonomi makro yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dalam melakukan penilaian saham, investor bisa melakukan analisis fundamental secara top-down untuk menilai prospek perusahaan. Pertama kali perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang dikeluarkannya menguntungkan atau merugikan bagi investor (Tandelilin, 2010:338).
Menurut Irawati (2006:22), rasio keuangan adalah:
“Rasio keuangan merupakan suatu teknik analisis dalam bidang manajemen keuangan yang dimanfaatkan sebagai alat ukur kondisi-kondisi keuangan suatu perusahaan dalam periode tertentu ataupun hasil-hasil usaha dari suatu perusahaan pada suatu periode tertentu dengan jalan membandingkan dua buah variabel yang diambil dari laporan keuangan perusahaan, baik daftar neraca maupun laporan laba rugi”.
Menurut Harahap (2002:301) rasio keuangan terdiri dari Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Profitabilitas/Rentabilitas, Rasio Leverage, Rasio Aktivitas, Rasio Profitabilitas, Rasio Pertumbuhan (Growth), dan Rasio Penilaian Pasar (Market Based Ratio), Rasio Produktivitas.
Rasio likuiditas perusahaan menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas perusahaan juga
merupakan pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas adalah dengan menggunakan current ratio. Menurut Djajadikarta (2009:8) semakin tinggi rasio likuiditas akan mengurangi ketidakpastian yang tanggung oleh investor dalam penginvestasian modalnya kepada perusahaan.
Rasio return on investment ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Jogiyanto (2003:387) untuk dapat mejaga kelangsungan hidupnya, suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan menguntungkan/profitable. Tanpa adanya keuntungan akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar, seperti penjualan saham di pasar modal. Semakin besar tingkat laba atau profitabilitas yang diperoleh perusahaan akan berpengaruh terhadap minat investor untuk membeli saham perusahaan, hal ini akan mempengaruhi naik turunnya harga saham.
Debt to equity ratio yang menunjukan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang (Darsono,2005:54). Menurut Kurniati (2003:19) penggunaan leverage keuangan yang terlalu tinggi akan dapat menggangu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Akhirnya perusahaan dengan jumlah utang tinggi akan mengalami kondisi keuangan yang buruk dan terancam pailit. Akibatnya investor akan cenderung menghindari saham-saham perusahaan dengan nilai leverage yang tinggi yang pada akhirnya menurunkan harga saham yang berimbas pada penurunan return saham. Hal ini menunjukan leverage berpengaruh negatif terhadap terhadap return saham.
Price earning ratio menunjukan tingkat pengembalian per lembar saham yang akan diterima pemegang saham dari pembelian satu lembar saham. Price earning ratio dapat diartikan sebagai gambaran dari apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Price earning ratio juga
sebagai ukuran nilai relatif perusahaan karena price earning ratio menunjukan seberapa besar investor ingin membayar untuk memperoleh laba perusahaan tersebut (Sidabutar,2011:51).
Untuk melengkapi penelitian ini, penulis mengambil beberapa rujukan dari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik yang diangkat penulis, diantaranya :
1. Jonarto (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh Return on Investment (ROI) dan Earning Per Share (EPS) terhadap Return Saham. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan metode verifikatif. Kemudian menggunakan laporan keuangan perusahaan dari tahun 2007-2009 sebagai data yang ditelaah. Sedangkan pengaruh ROI dan EPS terhadap Return Saham adalah sebesar 19,7% sedangkan sisanya 80,3% dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar ROI dan EPS. Pengujian secara parsial, diperoleh nilai thitung untuk masing-masing variabel yaitu 1,343 dan 1,707, terlihat bahwa thitung untuk variabel independen ROI dan EPS lebih kecil dari ttabel 2,034 maka H0 diterima artinya variabel independen Return On Investment dan Earning Per Share secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap Return Saham. Pengujian secara simultan, diperoleh nilai fhitung yaitu 4,045 lebih besar dari nilai ftabel
yaitu 3,284, maka H0 ditolak yaitu variabel independen Return On Investment dan Earning Per Share terdapat pengaruh yang siginifikan terhadap Return Saham.
2. Fauzy (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui analisis kegunaan rasio keuangan dalam mempengaruhi return saham perusahaan tambang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian uji hubungan dengan pendekatan time series method. Metode statistik yang digunakan untuk pengolahan dan analisis data adalah analisis regresi berganda, uji F dan uji t. Objek penelitian ini adalah rasio keuangan untuk perusahaan tambang. Pada tingkat signifikansi 5%, hasil penelitian uji F dan uji T menunjukan
bahwa untuk periode satu tahun kedepan rasio keuangan (current ratio, quick ratio, debt ratio, time-interest-earned ratio, turn asset turnover ratio, inventory turnover ratio, profit margin on sales ratio, return on equity ratio, return on asset ratio, price earning ratio dan price-to-book-value ratio ) tidak mampu menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap return saham perusahaan tambang.
3. Ulupui (2007) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh rasio likuiditas, leverage, aktivitas dan profitabilitas terhadap return saham (studi pada perusahaan makanan dan minuman dengan kategori industri barang konsumsi di BEJ). Uji t variabel current ratio dan return on asset berpengaruh signifikan pada tingkat 5% terhadap return saham. Rasio asset turn over dan debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham satu tahun ke depan. Nilai F hitung sebesar 12,086 (p<0.000) jauh lebih besar dari nilai F-tabel. Hal ini dapat menyatakan bahwa variable independen (current ratio, debt to equity ratio, total asset turn over, dan return on asset) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap return saham satu tahun kedepan. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,446 menyatakan bahwa variable independen yang ada pada regresi ini mampu menjelaskan sebesar 44,6% pola pergerakan harga saham pada kelompok industri ini, sedangkan 55,4% kemungkinan dijelaskan oleh faktor lain yang belum masuk ke dalam model ini.
Dari analisis tersebut para investor dapat mengetahui kesehatan dan kinerja suatu perusahaan di masa sekarang dan yang akan datang, sehingga investor dapat menilai manakah yang baik dan yang tidak untuk kemudian membuat keputusan investasi pada perusahaan yang dianggap memiliki kinerja yang baik dan memberikan hasil (return) investasi yang yang layak. Banyak variabel yang dapat mempengaruhi harga saham suatu perusahaan, baik yang datang dari lingkungan eksternal ataupun yang datangnya dari lingkungan internal perusahaan itu sendiri. Menurut penelitian Gordon (Bolten 1976) melalui Deitiana (2011:58) variabel yang datang dari internal perusahaan seperti dividen,
pertumbuhan pendapatan, likuiditas, ukuran perusahaan dan debt ratio atau rasio keuangan lain bisa mempengaruhi harga saham.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Model Penelitian
Hubungan variabel secara parsial Hubungan variabel secara simultan