• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 33-38)

Pemerintah Daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari segi internal, yaitu peningkatan kinerja yang optimal dan segi eksternal yaitu adanya tuntutan masyarakat yang menghendaki agar pemerintah daerah mampu menciptakan tujuan masyarakat daerah yang sejahtera sebagai suatu implikasi dari penerapan otonomi daerah yang mengedepankan akuntabilitas kinerja dan

peningkatan pelayanan publik (Abdul Halim, 2007).

Pemerintah dalam sebuah negara demokrasi mewakili kepentingan rakyat, uang yang dimiliki pemerintah adalah uang rakyat, dan anggaran yang menunjukkan rencana pemerintah untuk membelanjakan uang rakyat tersebut (Indra Bastian, 2010).

Menurut Deddi Nordiawan (2007), kegunaan anggaran adalah sebagai alat penilaian kinerja, artinya anggaran merupakan suatu ukuran yang bisa menjadi patokan apakah suatu bagian atau unit kerja telah memenuhi target, baik berupa terlaksananya aktifitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dialokasikan ke unit organisasi pemerintah daerah berupa SKPD (Mahmudi, 2011). APBD merupakan amanat rakyat kepada Pemerintah Daerah untuk mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam satu tahun fiskal tertentu yang dinyatakan dalam satuan mata uang.

Perwujudan amanat rakyat di sisi pemerintah daerah ini dinyatakan dalam bentuk rencana kerja yang akan dilaksanakan pemerintah daerah dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian, penyusunan

anggaran daerah harus berorientasi pada kepentingan masyarakat/ publik (Indra Bastian, 2006)

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan reformasi anggaran daerah dan reformasi dalam pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Reformasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan pola penganggaran berbasis kinerja dan laporan pertanggungjawaban yang juga bersifat kinerja.

Melalui sistem penganggaran berbasis kinerja ini, penetapan besarnya alokasi anggaran daerah lebih mempertimbangkan nilai uang dan nilai uang yang mengikutifungsi sesuai dengan kebutuhan nyata setiap unit kerja. Hal ini karena APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari program kebijakan serta usaha pembangunan yang dituangkan dalam bentuk aktifitas yang dimiliki oleh unit kerja terkecil sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang telah dibebankan dalam setiap tahun.

Setiap pemerintah daerah akan diketahui kinerjanya dengan menggunakan anggaran berbasis kinerja. Kinerja ini akan tercermin pada laporan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan prestasi kerja SKPD. Ketentuan penerapan anggaran berbasis kinerja telah dinyatakan dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan ini disebutkan tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Adanya RKA-SKPD ini berarti telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas,

dimana anggaran berbasis kinerja menuntut adanya output optimal atau pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap pengeluran harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien, dan efektif didalam pelaksanaannya dan mencapainya suatu hasil (outcome).

Instansi dituntut untuk membuat standar kinerja pada setiap anggaran kegiatan sehingga jelas tindakan apa yang akan dilakukan, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berupa hasil yang diperoleh (fokus pada hasil). Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi. Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun (Indra Bastian, 2006).

Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, pengertian anggaran berbasis kinerja adalah suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja atau prestasi kerja yang ingin dicapai. Penerapan dengan pendekatan kinerja didalam kegiatan rencana kinerjanya, instansi pemerintah harus mematuhi unsur-unsur anggaran kinerja yang bisa dipahami dengan baik oleh semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja.

Secara umum unsur-unsur yang harus dipahami menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK, 2008) diantaranya: pengukuran kinerja, penghargaan dan hukuman, kontrak kinerja, kontrol eksternal dan internal, serta pertanggungjawaban manajemen agar bisa dilaksanakan sesuai tujuan pelaksanaan kinerjanya.

Definisi di atas memberikan pengertian bahwa pengendalian internal adalah proses yang dapat dipengaruhi manajemen dan karyawan dalam menyediakan secara layak suatu kepastian mengenai prestasi yang diperoleh secara objektif dalam penerapannya tentang bagian laporan keuangan yang dapat dipercaya, diterapkannya efisiensi dan efektifitas dalam kegiatan operasi perusahaan dan diterapkannya peraturan dan hukum yang berlaku agar ditaati oleh semua pihak.

Masih ditemukannya penyimpangan dan kebocoran di dalam laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), menunjukkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah belum memenuhi karakteristik nilai informasi yang disyaratkan.

Representasi kewajaran dituangkan dalam bentuk opini itu sendiri dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP); kecukupan pengungkapan; kepatuhan terhadap peraturan perundang - undangan dan efektivitas pengendalian intern ( BPK, 2009).

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Disclaimer diantaranya disebabkan oleh kelemahan sistem pengendalian internal. Permasalahan penting yang masih ditemukan BPK dalam pemeriksaan LKPD mengenai pengendalian intern antara lain adalah:

1. Pengendalian atas pengelolaan pendapatan daerah belum memadai, di antaranya penatausahaan piutang pajak dan retribusi daerah tidak tertib, penggunaan langsung atas pendapatan daerah, adanya kekurangan penetapan dan penerimaan pajak dan retribusi daerah, penyetoran

retribusi daerah tidak dilakukan secara tepat waktu, dan piutang pajak yang telah kadaluarsa serta tunggakan pajak yang berpotensi tidak tertagih

2. Sistem pengendalian intern yang lemah atas pengelolaan hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan yang pada umumnya belum didukung dengan laporan pertanggungjawaban dari para penerima hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan.

Dalam penyusunan keuangan daerah yang baik, selain SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang kompeten, SKPD juga harus memiliki sistem pengendalian intern yang baik. Lemahnya sistem pengendalian intern dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan daerah yang dihasilkan. Dan salah satu tolok ukur apakah sudah tercapainya tujuan SPIP terhadap keandalan laporan keuangan adalah ditaatinya peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dicerminkan melalui opini BPK yang menjadi ukuran lain mengenai kualitas laporan keuangan pemerintah.

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Anggaran Berbasis

Kinerja

Efektivitas Sistem Pengendalian Internal

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 33-38)

Dokumen terkait