• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

14 2.1 Akuntansi Sektor Publik

2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik

Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik. Dalam beberapa hal, organisasi sektor publik memiliki kesamaan dengan sector swasta. Keduanya menggunakan sumber daya yang sama dalam mencapai tujuannya dan memiliki kemiripan dalam proses pengendalian. Akan tetapi, untuk tugas tertentu keberadaan sektor publik tidak dapat digantikan oleh sektor swasta, misalnya fungsi birokrasi pemerintahan.

Menurut Indra Bastian (2010 : 6) mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik sebagai berikut :

“Akuntansi Sektor Publik adalah mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta”.

Sedangkan menurut Mardiasmo (2007 : 14) mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik sebagai berikut :

“Akuntansi Sektor Publik merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik”.

(2)

Sedangkan menurut Abdul Halim (2004:18) mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik sebagai berikut :

“Akuntansi Sektor Publik adalah sebuah kegiatan jasa dalam rangka penyediaan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dari entitas pemerintah guna pengambilan keputusan ekonomi yang nalar dari pihak-pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif arah tindakan”. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Sektor Publik merupakan mekanisme teknik, alat informasi akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik.

2.1.2 Tujuan Akuntansi Sektor Publik

American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) yang dikutif yang dikutip oleh Indra Bastian (2010 : 77) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah untuk :

1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat, efisien dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi.

2. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manjer untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumber daya yang menjadi wewenangnya dan memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan penggunaan dana publik.

Akuntansi Sektor Publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyediaan informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Dimana, bagi pemerintah,

(3)

informasi akuntansi digunakan dalam proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan stratejik, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja.

2.2 Anggaran Sektor Publik

2.2.1 Pengertian Anggaran Sektor Publik

Menurut Government Accounting Standards Board (GASB) yang dikutip oleh Indra Bastian (2010 : 79), definisi anggaran adalah :

“Rencana operasi keuangan yang mencakup estimasi yang diusulkan dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode tertentu”.

Anggaran menjadi penghubung antara sumber daya keuangan dengan perilaku manusia dalam rangka pencapaian tujuan keuangan sehingga tujuan utama anggaran kemudian adalah untuk mengalokasikan dan menggunakan sumber daya yang terbatas dalam mencapai tujuan baik di dalam organisasi sektor swasta maupun publik.

Anggaran sektor publik yang mempunyai fungsi yang berbeda dengan anggaran sektor swasta, karena anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Anggaran sektor publik lebih banyak batasan dari pada anggaran sektor swasta.

(4)

2.2.2 Fungsi Anggaran Sektor Publik

Menurut Mardiasmo (2007 : 63) Anggaran Sektor Publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu :

1. Alat Perencanaan 2. Alat Pengendalian 3. Alat Kebijakan Fiskal 4. Alat Politik

5. Alat Koordinasi dan Komunikasi 6. Alat Penilaian Kinerja

7. Alat Motivasi

8. Alat menciptakan Ruang Publik

Fungsi anggaran sektor publik diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Alat Perencanaan, merupakan alat perencanaan manajemen untuk

mencapai tujuan organisasi, apa yang akan dilakukan, berapa biayanya dan berapa hasilnya.

2. Alat Pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program.

3. Alat Kebijakan Fiskal, melalui anggaran dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah dapat digunakan untuk menstabilkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

4. Alat Politik, anggaran sebagai bentuk kesepakatan antara eksekutif dan legislatif atas penggunaan dana publik.

5. Alat Koordinasi dan Komunikasi, yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan.

(5)

6. Alat Penilaian Kinerja, kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target dan efisiensi pelaksanaan anggaran.

7. Alat Motivasi bagi pemerintah untuk bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi.

8. Alat menciptakan Ruang Publik, kelompok masyarakat bisa terlibat dalam proses penganggaran publik.

2.2.3 Jenis-Jenis Anggaran

Menurut Nafarin (2008:38), anggaran dapat dikelompokkan dari beberapa sudut pandang, antara lain:

1. Menurut dasar penyusunan

Menurut dasar penyusunan, anggaran terdiri dari anggaran variabel dan anggaran tetap.

2. Menurut cara penyusunan

Menurut cara penyusunan, anggaran terdiri dari anggaran periodik dan anggaran kontinu

3. Jangka waktu dan menurut bidangnya.

Menurut jangka waktu, anggaran terdiri dari anggaran jangka pendek dan anggaran jangka panjang. Sedangkan menurut bidangnya, anggaran terdiri dari anggaran

(6)

2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD ) 2.3.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Seperti halnya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pengurusan keuangan daerah juga diatur dengan membaginya menjadi pengurusan umum dan pengurusan khusus.

Dengan demikian pada Pemerintah Daerah terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam “pengurusan umum”nya dan kekayaan milik daerah yang dipisahkan pada “pengurusan khusus”nya Penyusunan APBD bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud dalam Undang-Undang 1945 akan tetapi dimaksudkan pula sebagai rencana kerja yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Berdasarkan pasal 64 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah APBD di definisikan sebagai berikut : “Rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, di mana di suatu pihak menggambarkan perkiraan setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud”.

Dalam melaksanakan pengurusan keuangan Negara ini Pemerintah menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (17):

“Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan daerah tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah”.

(7)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban keuangan Daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (2):

“Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana Keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD”.

APBD adalah suatu Anggaran Daerah. Kedua definisi APBD di atas menunjukan bahwa suatu Anggaran Daerah, termasuk APBD, memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.

2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan

3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. Periode Anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.

Rancangan APBD terbagi dalam tiga pos yaitu pos satu adalah Pendapatan dan pos dua adalah Belanja Daerah dan pos tiga Pembiayaan. Pendapatan Daerah diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan yang berasal dar i pemberian pemerintah/instansi yang lebih tinggi yang sekarang dikenal dengan nama Dana Perimbangan, dan Dana Pinjaman Daerah. Pengeluaran dana atau Belanja dalam APBD ini secara garis besar dikelompokan ke dalam empat

(8)

kelompok yaitu : Belanja Aparatur, Belanja Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak Tersangka, salah satu pengeluaran dalam APBD yang di anggarkan yaitu Anggaran Belanja Publik.

Anggaran Belanja Publik disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat No.903/2735/SJ perihal “Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun anggaran 2001, penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma dan prinsip anggaran sebagai berikut :

1. Transportasi dan Akuntabilitas Anggaran

Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan paling utama untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, dan bertanggungjawab.

Mengingat anggaran daerah merupakan salah satu sarana evaluasi pencapaian kinerja dan tanggungjawab pemerintah mensejahterakan masyarakat, maka APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan/proyek yang dianggarkan.

2. Disiplin Anggaran

Anggaran yang disusun harus dilakukan berlandaskan atas asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Keadilan Anggaran

Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat untuk itu perintah wajib mengalokasikan penggunaan secara adil agar dapat dinikmati oleh

(9)

seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan.

4. Efisiensi dan efektivtias Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilakn peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan / proyek yang diprogamkan.

5. Format Anggaran

Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format Anggaran Defisit (Defisit Budget Format). Selisih antara Pendapatan dan Belanja mengakibatkan terjadinya surplus dan defisit anggaran, apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan. Sedangkan bila terjadi defisit, dapat ditutupi melalui sumber pembiayaan pinjaman dan atau penerbitan obligasi daerah sesuai pembiayaan pinjaman perundang-undangan yang berlaku.

(10)

2.3.2 Karakteristik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Karakteristik APBD di era reformasi menurut Abdul Halim (2004 : 16) antara lain adalah :

a. APBD disusun oleh DPRD bersama-sama Kepala Daerah (Pasal 30 Undang-undang Nomor 5/1975).

b. Pendekatan yang dipakai dalam penyusunan anggaran adalah pendekatan line-item atau pendekatan tradisional. Dalam pendekatan ini anggaran disusun berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling tradisional (tertua) di antara berbagai pendekatan penyusunan anggaran. Pendekatan yang lebih maju misalnya adalah :

1. Program Budgeting

Anggaran disusun berdasarkan pekerjaan atau tugas yang akan dijalankan. Pendekatan ini mengutamakan efektivitas.

2. Performance Budgeting

Penekanan pendekatan ini ada pada pengukuran hasil pekerjaan (kinerja) sehingga output (keluaran)dapat dibandingkan dengan pengeluaran dana yang telah dilakukan. Pendekatan ini memperhatikan efisiansi.

3. Planning, Programming, dan Budgeting System (PPBS)

Pendekatan ini merupakan variasi dari performance budgeting. PPBS menggabungkan 3 unsur, yaitu perencanaan hasil, pemrograman

(11)

kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan, dan penganggaran (alokasi dana) untuk mencapai hasil yang diinginkan.

4. Zero Base Budgeting

Pendekatan penganggaran dasar nol juga merupakan variasi dari performance budgeting yang menitikberatkan kepada efisiensi anggaran. Oleh karenanya, menurut pendekatan ini, penyusunan anggaran dengan didasarkan pada anggaran tahun lalu mengandung resiko tersusunnya anggaran yang tidak efisien. Karena tidak dapat menggunakan anggaran tahun lalu sebagai dasar penyusunan anggaran tahun berjalan, maka pendekatan ini menuntut perencanaan yang baik. Hal ini dapat dicapai melalui pengkoordinasian bagian perencanaan dan penganggaran dalam satu wadah organisasi.

c. Siklus APBD terdiri atas perncanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan, dan penyusunan dan penetapan perhitungan APBD. Penyusunan dan penetapan perhitungan APBD merupakan pertanggungjawaban APBD. Pertanggungjawaban itu dilakukan dengan menyampaikan perhitungan APBD kepada Menteri Dalam Negeri untuk Pemerintah Daerah Tingkat I dan kepada Gubernur untuk Pemerintah Daerah Tingkat II. Jadi, pertanggungjawaban bersifat vertikal.

d. Dalam tahap pengawasan dan pemeriksaan dan tahap penyusunan dan penetapan perhitungan APBD, pengendalian dan pemeriksaan / audit terhadap APBD bersifat keuangan. Hal ini tampak pada pengawasan APBD berdasarkan objek yang meliputi pengawasan pendapatan daerah

(12)

dan pengawasan pengeluaran daerah. Pengawasan tersebut tidak memperhitungkan pertanggungjawaban dari aspek lain, misalnya dari aspek kinerja.

e. Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan terhadap tiga unsur utama, yaitu unsur ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku, unsur kehematan dan efisiensi, dan hasil program (untuk proyek-proyek daerah).

f. Sistem akuntansi keuangan daerah menggunakan stelsel cameral (tata buku anggaran). Menurut stelsel (sistem pembukuan ) ini, penyusunan anggaran dan pembukuan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Dasar pemilihan stelsel kameral dan bukannya stelsel komersial (tata buku kembar/berpasangan) adalah tujuan pembukuan. Karena tujuan pembukuan keuangan daerah di era pra reformasi adalah pembukuan pendapatan, maka stelsel yang cocok digunakan adalah stelsel komersial. Pada stelsel kameral, diperolehnya pendapatan adalah pada saat penerimaan, sedangkan pembiayaan terjadi pada saat dilakukan pembayaran. Oleh karena itu stelsel kameral ini disebut juga tata buku kas

2.3.3 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

Proses penyusunan APBD menurut Laporan Kemajuan Kegiatan Implementasi Otonomi Daerah Tahun 2000 yang disusun oleh Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah pada Bab III tentang penyusunan dan penetapan APBD pasal 21 dijelaskan proses penyusunan APBD sebagai berikut :

(13)

(1) Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun arah dan kebijakan umum APBD.

(2) Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah Daerah menyusun strategi dan prioritas APBD. (3) Berdasarkan strategi dan prioritas APBD sebagaiman dimaksud dalam

ayat (2) dan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan Keuangan Daerah, Pemerintah Daerah menyiapkan rancangan APBD.

Sedangkan Proses Penetapan APBD menurut Laporan Kemajuan Kegiatan Implementasi Otonomi Daerah Tahun 2000pada Bab III pasal 22, dijelaskan sebagai berikut :

(1) Kepala Daerah menyampaikan rancangan APBD kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan

(2) Apabila rancangan APBD tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah berkewajiban menyempurnakan rancangan APBD tersebut.

(3) Penyempurnaan rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus disampaikan kembali kepada DPRD.

(4) Apabila rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak disetujui DPRD, pemerintah Daerah menggunakan APBD tahun sebelumnya sebagai dasar pengurusan Keuangan Daerah.

(14)

2.4 Anggaran Berbasis Kinerja

Menurut Sony Yuwono,dkk. (2005 : 34) mendefinisikan Anggaran Kinerja sebagai berikut :

“Anggaran Kinerja adalah sistem anggaran yang lebih menekankan pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal”. Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Dengan anggaran kinerja akan terlihat juga hubungan yang jelas antara input, output dan outcome yang akan mendukung terciptanya sistem pemerintahan yang baik. Untuk dapat mengukur anggaran berbasis kinerja, pemerintah daerah terlebih dahulu harus memiliki Renstra.

Menurut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) mendefinisikan rencana stratejik sebagai berikut :

“Perencanaan stratejik merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu tahun sampai dengan lima tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala”. Jadi Renstra merupakan kegiatan dalam mencari tahu dimana organisasi berada pada saat ini, arahan kemana organisasi harus menuju, dan bagaimana cara (strategi) untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itu, Renstra merupakan analisis dan pengambilan keputusan strategi untuk masa depan organisasi untuk menempatkan dirinya pada masa yang akan datang. Pada prinsipnya, terdapat beberapa langkah yang lazim dalam melakukan perencanaan stratejik yaitu,

(15)

merumuskan visi dan misi, memutuskan tujuan dan sasaran, dan merumuskan stratejik-stratejik untuk mencapai tujuan dan sasaran.

Menurut Sony Yuwono,dkk. (2005 : 37) menjelaskan bahwa untuk dapat melaksanakan anggaran kinerja dengan baik di lembaga pemerintah daerah diperlukan syarat utama, yaitu:

1. Keterlibatan DPRD dalam perencanaan anggaran DPRD sebagai wakil masyarakat peran yang sangat penting dalam ikut menyusun perencanaan anggaran.

2. Adanya desentralisasi wewenang hingga ke level unit kerja sebagai pusat pertanggungjawaban.

Menurut Darise (2008:146), penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggararan yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dari hasil tersebut.

Menurut Mardiasmo, (2009:69), Dalam menyusun Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) perlu diperhatikan prinsip-prinsip penganggaran, aktivitas utama dalam penyusunan ABK, peranan legislatif, siklus perencanaan anggaran daerah, struktur APBD, dan penggunaan ASB. Siklus anggaran meliputi empat tahap yang diungkapkan menurut Mardiasmo (2009:70) yang terdiri atas:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Yang didasari oleh visi, misi, dan tujuan organisasi. Terkait dengan hal tersebut, perlu diperhatikan bahwa sebelum

(16)

menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya dilakukan penaksiran pendapatan terlebih dahulu.

2. Tahap Ratifikasi

Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit. Pimpinan eksekutif dituntut memiliki integritas serta kesiapan mental yang tinggi. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan dan bantahan dari pihak legislatif.

3. Tahap Implementasi

Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggungjawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan bahkan diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. 4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi

Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi tidak akan menemui banyak masalah.

(17)

2.5 Penilaian Kinerja

Menurut Indra Bastian (2010:329) mendefinisikan Kinerja sebagai berikut: “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi”.

Sedangkan menurut Mardiasmo (2007:122) menjelaskan bahwa Penilaian Kinerja memiliki tujuan atau manfaat bagi manajemen untuk :

a) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen ;

b) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang tela ditetapkan ; c) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan

membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja ;

d) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati ; e) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka

memperbaiki kinerja organisasi ;

f) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi

(18)

2.6 Sistem Pengendalian Internal Pemerintah

Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing.

Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut.

Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai sistem pengendalian intern pemerintah secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah.

Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan,

(19)

dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak.

Berdasarkan pemikiran tersebut, dikembangkan unsur Sistem Pengendalian Intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern. Pengembangan unsur Sistem Pengendalian Intern perlu mempertimbangkan aspek biaya-manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara komprehensif.

2.6.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Dijelaskan oleh Mahmudi (2010: 20) bahwa sistem akuntansi berkaitan erat dengan sistem pengendalian internal organisasi. Sistem akuntansi yang baik adalah sistem akuntansi yang di dalamnya mengandung sistem pengendalian yang memadai.

Pengertian sistem pengendalian intern adalah proses yang integral dari tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh manajemen (eksekutif) dan jajarannya untuk memberikan jaminan atau keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi dalam melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang- undangan.

Sedangkan menurut IAI (2001: 319.2) mendefinisikan Pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang

(20)

pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) Keandalan laporan keuangan, (b) Efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) Kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

2.6.1.1 Tujuan Pengendalian Internal

Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Tujuan penyelenggaraan tersebut adalah untuk menentukan apakah pengendalian telah berjalan seperti yang dirancang dan apakah orang yang melaksanakan memiliki kewenangan serta kualifikasi yang diperlukan untuk melaksanakan pengendalian secara efektif, sedangkan tujuan dibangunnya sistem pengendalian intern menurut Mahmudi (2010:20) adalah :

1. Untuk melindungi aset (termasuk data) negara 2. Untuk memelihara catatan secara rinci dan akurat

(21)

3. Untuk menghasilkan informasi keuangan yang akurat, relevan, dan andal

4. Untuk menjamin bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku (Standar Akuntansi Pemerintah/SAP) 5. Untuk efisiensi dan efektifitas operasi

6. Untuk menjamin ditaatinya kebijakan manajemen dan peraturan perundangan yang berlaku.

2.6.1.2 Unsur-Unsur Pengendalian Internal

Pengendalian intern mencakup 5 (lima) komponen dasar kebijakan dan prosedur yang dirancang serta digunakan oleh manajemen untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan pengendalian dapat dipenuhi. Menurut IAI (2001:319.8-10), komponen pengendalian intern terdiri dari :

1. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern yang lain, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian mencakup faktor-faktor berikut ini:

a. Integritas dan nilai etika merupakan produk dari standar etika dan perilaku entitas, bagaimana hal ini dikomunikasikan, dan ditegakkan dalam praktik. Standar tersebut mencakup tindakan manajemen untuk menghilangkan atau mengurangi dorongan dan godaan yang mungkin menyebabkan personel melakukan tindakan tidak jujur, melanggar hukum, atau melanggar etika.

b. Standar tersebut juga mencakup komunikasi nilai-nilai dan standar prilaku entitas kepada personel melalui pernyataan kebijakan dan kode etik serta dengan contoh nyata.

(22)

c. Komitmen terhadap kompetensi Komitmen terhadap kompetensi mencakup pertimbangan manajemen atas tinggkat kompetensi untuk pekerjaan tertentu dan bagaimana tingkat tersebut diteremahkan ke dalam persyaratan keterampilan dan pengetahuan.

d. Partisipasi dewan komisaris dan komite audit Atribut yang berkaitan dengan dewan komisaris atau komite audit ini mencakup independensi dewan komisaris atau komite audit dari manajemen, pengalaman dan tingginya pengetahuan anggotanya, luasnya keterlibatan dan kegiatan pengawasan, memadainya tindakan, tingkat sulitnya pertanyaan-pertanyan yang diajukan oleh dewan atau komite tersebut kepada manajemen, dan interaksi dewan atau komite tersebut dengan auditor intern dan ekstern

e. Filosofi dan gaya operasi manajemen Falsafah dan gaya operasi manajemen menjangkau tentang karakteristik yang meliputi antara lain; pendekatan manajemen dalam mengambil dan mamantau risiko usaha; sikap dan tindakan manajemen terhadap pelaporan keuangan dan upaya manajemen untuk mencapai anggaran, laba serta tujuan bidang keuangan dan sasaran operasi lainnya

f. Struktur organisasi Struktur organisasi suatu entitas memberikan kerangka kerja menyeluruh bagi perencanaan, pengarahan, dan pengendalian operasi. Selain itu, struktur organisasi harus menetapkan wewenang dan tanggung jawab dalam entitas dengan cara yang semestinya.

(23)

g. Pembagian wewenang dan tanggung jawab Metode ini mempengaruhi pemahaman tehadap hubungan pelaporan dan tanggung jawab yang ditetapkan dalam entitas.

h. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia Praktik dan kebijakan karyawan berkaitan dengan pemekerjaan, orientasi, pelatihan, evaluasi, bimbingan, promosi, dan pemberian kompensasi, dan tindakan perbaikan.

2. Penaksiran Risiko

Penaksiran risiko entitas untuk tujuan pelaporan keuangan merupakan pengidentifikasian, analisis, dan pengelolaan risiko yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Risiko dapt timbul atau berubah karena keadaan seperti berikut ini:

a. Perubahan dalam ingkungan operasi. Perubahan dalam lingkungan peraturan dan operasi dapat mengakibatkan perubahan dalam tekanan persaingan dan risiko yang berbeda dapat mengakibatkan perubahan dalam tekanan persaingan dan risiko yang berbeda secara signifikan. b. Personel baru. Personel baru mungkin memiliki okus yang berbeda

atas atau pemahaman terhadap pengendalian intern.

c. Sistem informasi baru atau yang diperbaiki. Perubahan signifikan dancepat dalam sistem informasi dapat mengubah risiko berkaitan dengan pengendalian intern

(24)

d. Pertumbuhan yang pesat. Perluasan operasi yang signifikan dan cepat dapat memberikan tekanan terhadap pengendalian dan meningkatkan risiko kegagalan dalam pengendalian.

e. Teknologi baru. Pemasangan teknologi baru kedalam operasi atau sistem informasi dapat mengubah risiko yang berhubungan dengan pengendalian intern.

f. Lini produk, produk, atau aktivitas baru. Dengan masuk ke bidang bisnis atau transaksi yang di dalamnya entitas belum memiliki pengalaman dapat mendatangkan risiko baru yang berkaitan dengan pengendalian intern.

g. Restrukturisasi korporat. Restrukturisasi dapat disertai dengan pengurangan staf dan perubahan dalam supervise dan pemisahan tugas yang dapat mengubah risiko yang berkaitan dengan pengendalian intern.

h. Operasi luar negeri. Perluasan atau pemerolehan operasi luar negeri membawa risiko baru atau seringkali risiko yang unik yang dapat berdampak terhadap pengendalian intern, seperti risiko tambahan atau risiko yang berubah dari transaksi mata uang asing.

i. Penerbitan standar akuntansi baru. Pemakaian prinsip akuntansi baru, atau perubahan prinsip akuntansi dapat berdampak terhadap risiko dalam penyusutan laporan keuangan.

(25)

3. Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk menghadapi risiko dalam pencapaian tujuan entitas. Umumnya, aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan berikut ini:

a. Review kinerja. Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja periode sebelumnya; menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama lian, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan; dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas, seperti review oleh manajer kredit, konsumen sebuah bank atas laporan cabang, wilayah, tipe pinjaman, tentang persetujuan dan pengumpulan pinjaman.

b. Pengolahan informasi. Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan aktivitas pengendalian informasi (application control). Pengendalian umum biaanya mencakup pengendalian atas operasi pusat data, pemerolehan dan pemeliharaan perangkat lunak sistem, keamanan akses, pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi. Pengendalian intern ini berlaku untuk mainframe, mini komputer, dan lingkungan pemakaian akhir (end-user). Pengendalian aplikasi berlaku untuk penggolahan aplikasi secara individual. Pengendalian ini membantu

(26)

menetapkan bahwa transaksi, adalah sah, diotorisasi semestinya, dan diolah secara lengkap dan akurat.

c. Pengendalian fisik. Aktivitas ini mencangkup keamanan fisik aktiva, termasuk penjagaan memadai seperti fasilitas yang terlindungi, dari akses terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untk akses ke program komputer dan data files; dan perhitungan secara periodik dan perbandingan dengan 10 jumlah yang tercantum pada catatan pengendali. Luasnya pengendalian fisik yang ditujukan untuk mencegah pencurian terhadap aktiva adalah relevan keandalan penyusutan laporan keuangan, dan oleh karena itu relevan dengan audit, adalah tergantung dari keadaan seperti jika aktiva rentan terhadap perlakuan tidak semestinya.

d. Pemisahan tugas. Pembebanan tanggung jawab ke orang yang berbeda untuk memberikan otorisasi transaksi, pencatatan transaksi, menyelenggarakan penyimpanan aktiva ditujukan untuk mengurangi kesempatan bagi seseorang dalam posisi baik untuk berbuat kecurangan dan sekaligus menyembunyikan kekeliruan dan ketidak beresan dalam menjalankan tugasnya dalam keadaan normal.

4. Informasi dan komunikasi

Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang mencakup sistem akuntansi, terdiri dari metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (termasuk peristiwa dan keadaan) dan untuk menyelenggarakan

(27)

akuntabilitas terhadap aktiva, utang, ekuitas yang bersangkutan. Sistem informasi mencakup metode dan catatan yang digunakan untuk:

a. Mengidentifikasi dan mencatat semua transaksi yang sah.

b. Menjelaskan pada saat yang tepat transaksi secara cukup rinci untuk memungkinkan penggolongan semestinya transaksi untuk pelaporan keuangan. c. Mengukur nilai transaksi dengan cara sedemikian rupa sehingga memungkinkan pencatatan nilai moneter semestinya dalam laporan keuangan.

c. Menentukan periode waktu terjadinya transaksi untuk memungkinkan pencatatan transaksi dalam periode akuntansi semestinya.

d. Menyajikan transaksi semestinya dan pengungkapan yang berkaitan dalam laporan keuangan.

5. Pemantauan

Pemantauan adalah proses penetapan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan tindakan perbaikan yang dilakukan. Dalam banyak entitas, auditor intern atau personel yang melaksanakan fungsi semacam itu, membantu untuk melakukan pemantauan atas aktivitas entitas melalui evaluasi secara terpisah.

2.6.1.3 Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Pengendalian Internal

Menurut Jalu Aribowo (2009) peran dan tanggung jawab orang-orang dalam organisasi terhadap SPIP adalah:

(28)

a. Manajemen

Dalam hal ini adalah Menteri/Pimpinan, lembaga, Gubernur, dan bupati/walikota serta jajaran manajemen di lingkungannya. Para pimpinan inilah yang paling bertanggungjawab menyelenggarakan SPIP dilingkungan kerjanya. Disamping itu pimpinan memegang peranan penting dalam penerapan SPIP yang memerlukan keteladanan dari pimpinan yang mempengaruhi integritas, etika dan faktor lainnya dari lingkungan pengendalian yang positif.

b. Seluruh pegawai SPIP dengan berbagai tingkatan, menjadi tanggungjawab semua pegawai dalam suatu instansi dan seharusnya ada dalam uraian pekerjaan setiap pegawai. Setiap pegawai menghasilkan informasi yang digunakan dalam sistem pengendalian intern atau melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk mempengaruhi pengendalian.

Setiap pegawai juga harus bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan masalah dalam pelaksanaan kegiatan instansi, ketidakpatuhan terhadap aturan prilaku, serta pelanggaran kebijakan atau tindakan-tindakan yang illegal lainnya.

c. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memiliki peran yang penting untuk mengevaluasi efektivitas penerapan SPIP, dan memberikan kontribusi terhadap efektivitas SPIP yang sedang berlangsung. Karena posisi organisasi APIP independen dari manajemen serta otoritas yang disandangnya, APIP sering berperan dalam fungsi pemantauan.

(29)

d. Auditor Eksternal dan Pihak Luar Instansi

Sejumlah pihak luar sering memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan instansi. Auditor eksternal membawa pandangan yang objektif dan independen, mengkontribusikan langsung melalui pernyataan audit atas laporan keuangan dan tidak langsung menyediakan informasi penting untuk manajemen dalam menjalankan tanggung jawabnya termasuk sistem pengendalian intern. Pihak lain yang juga memberikan pengaruh kepada instansi adalah legislator, regulator dan stakeholders lainnya yaitu pihak-pihak yang berkepentingan atau terkait dengan instansi. Namun pihak luar tidak bertanggung jawab atau tidak menjadi bagian dalam sistem pengendalian intern.

2.6.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal

Menurut Hiro Tugiman (2006:9) menyatakan bahwa permasalahan pengendalian yang merupakan keterbatasan, antara lain:

1. Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas.

2. Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai bukan sebagai atau sasaran untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Pengendalian ditetapkan terlalu berlebihan (over controlling) tanpa memperhatikan sisi manfaat dan biayanya

4. Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya inisiatif dan kreatifitas setiap orang.

(30)

5. Pengendalian tidak memperhitungkan aspek perilaku (behavioral ) padahal faktor manusia merupakan kunci utama untuk berhasilnya suatu pengendalian.

2.6.1.5 Efektivitas Pengendalian Internal

Efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian internal dikatakan efektif bila memahami tingkat sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai, laporan keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum, dan regulasi yang berlaku dipatuhi.

Menurut Mardiasmo (2010: 134) pengertian efektivitas adalah sebagai berikut:

“Efektivitas adalah ukuran berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mncapai tujuan yang telah ditetapkan.”

Pengendalian Internal adalah Kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktifitasnya dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabannya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.” Mardiasmo (2010:134)

(31)

Berdasarkan pengertian di atas jika dikaitkan dengan penerapan pengendalian internal dapat dikatakan bahwa tercapainya tujuan suatu organisasi ditetapkan oleh pihak manajemen melalui penerapan sistem pengendalian internal.

Tujuan sistem pengendalian internal pemerintah sendiri memiliki tujuan untuk mencapai kegiatan pemerintahan yang efektif dan efisien, perlindungan aset negara, keteladanan laporan keuangan, dan kepatuhan pada perundang-undangan dan peraturan serta kebijakan yang berlaku

2.7 Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.1

Penelitian sebelumnya

No Penulis Judul Hasil penelitian Perbedaan

1 Komang Sri Endrayani, I Made Pradana Adiputra, Nyoman Ari Surya Darmawan (2014) Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus pada Dinas Kehutanan UPT KPH Bali Tengah Kota Singaraja) penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Variabel dependen pada penelitian ini yaitu Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Sedangkan yang penulis lakukan adalah Sistem Pengendalian Internal Pemerintah 2 Sumantri,2013 Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Badan Layanan Umum Berdasarkan Kualitas SDM Secara statistik tidak terjadi pengaruh kualitas sumber daya manusia dan penerapan anggaran berbasis kinerja, tetapi secara teknis berpengaruh. Variabel dependen pada penelitian ini yaitu kualitas sumber daya manusia. Sedangkan yang penulis lakukan adalah Sistem Pengendalian Internal

(32)

Pemerintah 3 Bakrie Wahid, (2015) Pengaruh Efektivitas Pengendalian Anggaran Terhadap Pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Boalemo Hasil penelitian menunjukkan bahwa Efektifitas Pengendalian Anggaran (X) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja (Y) Anggaran Berbasis Kinerja dijadikan sebagai variabel dependen, pengendalian anggaran sebagai variabel independen. Sedangkan yang penulis lakukan adalah Sistem Pengendalian Internal Pemerintah variabel dependen Anggaran Berbasis Kinerja 4 Venni Avionita, 2013 Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah Hasil pengujian menunjukkan bahwa implementasi anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah. Variabel dependen pada penelitian ini yaitu kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah. Sedangkan yang penulis lakukan adalah Sistem Pengendalian Internal Pemerintah 5 Haspiarti (2012) Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Pada Pemerintah Kota Parepare) Penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Variabel dependen: Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Variabel independen: Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja

(33)

2.8 Kerangka Pemikiran

Pemerintah Daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari segi internal, yaitu peningkatan kinerja yang optimal dan segi eksternal yaitu adanya tuntutan masyarakat yang menghendaki agar pemerintah daerah mampu menciptakan tujuan masyarakat daerah yang sejahtera sebagai suatu implikasi dari penerapan otonomi daerah yang mengedepankan akuntabilitas kinerja dan

peningkatan pelayanan publik (Abdul Halim, 2007).

Pemerintah dalam sebuah negara demokrasi mewakili kepentingan rakyat, uang yang dimiliki pemerintah adalah uang rakyat, dan anggaran yang menunjukkan rencana pemerintah untuk membelanjakan uang rakyat tersebut (Indra Bastian, 2010).

Menurut Deddi Nordiawan (2007), kegunaan anggaran adalah sebagai alat penilaian kinerja, artinya anggaran merupakan suatu ukuran yang bisa menjadi patokan apakah suatu bagian atau unit kerja telah memenuhi target, baik berupa terlaksananya aktifitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dialokasikan ke unit organisasi pemerintah daerah berupa SKPD (Mahmudi, 2011). APBD merupakan amanat rakyat kepada Pemerintah Daerah untuk mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam satu tahun fiskal tertentu yang dinyatakan dalam satuan mata uang.

Perwujudan amanat rakyat di sisi pemerintah daerah ini dinyatakan dalam bentuk rencana kerja yang akan dilaksanakan pemerintah daerah dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian, penyusunan

(34)

anggaran daerah harus berorientasi pada kepentingan masyarakat/ publik (Indra Bastian, 2006)

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan reformasi anggaran daerah dan reformasi dalam pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Reformasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan pola penganggaran berbasis kinerja dan laporan pertanggungjawaban yang juga bersifat kinerja.

Melalui sistem penganggaran berbasis kinerja ini, penetapan besarnya alokasi anggaran daerah lebih mempertimbangkan nilai uang dan nilai uang yang mengikutifungsi sesuai dengan kebutuhan nyata setiap unit kerja. Hal ini karena APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari program kebijakan serta usaha pembangunan yang dituangkan dalam bentuk aktifitas yang dimiliki oleh unit kerja terkecil sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang telah dibebankan dalam setiap tahun.

Setiap pemerintah daerah akan diketahui kinerjanya dengan menggunakan anggaran berbasis kinerja. Kinerja ini akan tercermin pada laporan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan prestasi kerja SKPD. Ketentuan penerapan anggaran berbasis kinerja telah dinyatakan dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan ini disebutkan tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Adanya RKA-SKPD ini berarti telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas,

(35)

dimana anggaran berbasis kinerja menuntut adanya output optimal atau pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap pengeluran harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien, dan efektif didalam pelaksanaannya dan mencapainya suatu hasil (outcome).

Instansi dituntut untuk membuat standar kinerja pada setiap anggaran kegiatan sehingga jelas tindakan apa yang akan dilakukan, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berupa hasil yang diperoleh (fokus pada hasil). Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi. Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun (Indra Bastian, 2006).

Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, pengertian anggaran berbasis kinerja adalah suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja atau prestasi kerja yang ingin dicapai. Penerapan dengan pendekatan kinerja didalam kegiatan rencana kinerjanya, instansi pemerintah harus mematuhi unsur-unsur anggaran kinerja yang bisa dipahami dengan baik oleh semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja.

Secara umum unsur-unsur yang harus dipahami menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK, 2008) diantaranya: pengukuran kinerja, penghargaan dan hukuman, kontrak kinerja, kontrol eksternal dan internal, serta pertanggungjawaban manajemen agar bisa dilaksanakan sesuai tujuan pelaksanaan kinerjanya.

(36)

Definisi di atas memberikan pengertian bahwa pengendalian internal adalah proses yang dapat dipengaruhi manajemen dan karyawan dalam menyediakan secara layak suatu kepastian mengenai prestasi yang diperoleh secara objektif dalam penerapannya tentang bagian laporan keuangan yang dapat dipercaya, diterapkannya efisiensi dan efektifitas dalam kegiatan operasi perusahaan dan diterapkannya peraturan dan hukum yang berlaku agar ditaati oleh semua pihak.

Masih ditemukannya penyimpangan dan kebocoran di dalam laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), menunjukkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah belum memenuhi karakteristik nilai informasi yang disyaratkan.

Representasi kewajaran dituangkan dalam bentuk opini itu sendiri dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP); kecukupan pengungkapan; kepatuhan terhadap peraturan perundang - undangan dan efektivitas pengendalian intern ( BPK, 2009).

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Disclaimer diantaranya disebabkan oleh kelemahan sistem pengendalian internal. Permasalahan penting yang masih ditemukan BPK dalam pemeriksaan LKPD mengenai pengendalian intern antara lain adalah:

1. Pengendalian atas pengelolaan pendapatan daerah belum memadai, di antaranya penatausahaan piutang pajak dan retribusi daerah tidak tertib, penggunaan langsung atas pendapatan daerah, adanya kekurangan penetapan dan penerimaan pajak dan retribusi daerah, penyetoran

(37)

retribusi daerah tidak dilakukan secara tepat waktu, dan piutang pajak yang telah kadaluarsa serta tunggakan pajak yang berpotensi tidak tertagih

2. Sistem pengendalian intern yang lemah atas pengelolaan hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan yang pada umumnya belum didukung dengan laporan pertanggungjawaban dari para penerima hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan.

Dalam penyusunan keuangan daerah yang baik, selain SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang kompeten, SKPD juga harus memiliki sistem pengendalian intern yang baik. Lemahnya sistem pengendalian intern dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan daerah yang dihasilkan. Dan salah satu tolok ukur apakah sudah tercapainya tujuan SPIP terhadap keandalan laporan keuangan adalah ditaatinya peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dicerminkan melalui opini BPK yang menjadi ukuran lain mengenai kualitas laporan keuangan pemerintah.

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Anggaran Berbasis

Kinerja

Efektivitas Sistem Pengendalian Internal

(38)

2.9 Hipotesis Penelitian

Hipotesis berdasarkan kajian teori maka hipotesis yang ingin dibuktikan dari penelitian ini adalah:

H0 : Tidak ada Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah.

Ha : Ada Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Anggaran Berbasis

Referensi

Dokumen terkait

Lembar kerja siswa (LKS). LKS dapat berupa kertas kosong atau berbentuk formulir untuk ditulisi, digambari atau diisi oleh anak sesuai dengan petunjuk pada LKS. Sebagian guru ada

“Enggak lagian saya juga nggak anu ya biasa pokoknya nanti kalo ada misalkan kita ada kepentingan apa gitu nanti anu minta tetangga” (S140614. Akhir-akhir ini subyek

Program kesehatan dan keselamatan kerja yang peneliti lakukan di perusahaan PT XYZ meliputi: pelatihan keselamatan terhadap karyawan dalam melakukan pekerjaan di

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2006 Tentang Perizinan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing dan Orang Asing

Oleh karenanya dibutuhkan perencanaan yang kolaboratif dari seluruh unsure rumah sakit untuk menyusun kebutuhan ketenagaan secara makro agar rumah sakit dapat memberikan

Kita akan memulai dengan mencoba menjelaskan bagian dasar dari program Hello.java yang telah diperkenalkan pada bab sebelumnya.Kita juga akan mendiskusikan beberapa pedoman

Dari hasil pengamatan apabila petambak ingin mengganti atau menambahkan air maka saat yang tepat adalah sekitar pukul 21.00 WIB atau pasang kedua untuk nilai tertinggi

(elaborasi). o) Guru merefleksi hasil pekerjaan siswa (konfirmasi). p) Siswa bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahami dan. memberikan penguatan kepada siswa (konfirmasi)