• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Kristen Maranatha Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat stres kerja yang dialami Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat stres kerja pada Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang yang ditunjukkan secara fisik, psikologis, dan atau perilaku.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai tingkat stres kerja kerja.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi kepada PT. ‘X’ Kota Tangerang mengenai tingkat stres kerja karyawan divisi RFM dan gambaran gejala yang ditunjukkan karyawan serta penyebab dari stres kerja tersebut. Perusahaan dapat melakukan langkah-langkah guna meminimalisir stresor dan mengatasi gejala stres yang muncul pada karyawan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Perusahaan ‘X’ merupakan perusahaan telekomunikasi swasta terbesar ketiga di Indonesia. Berbagai layanan jasa telekomunikasi diberikan oleh

13

Universitas Kristen Maranatha perusahaan, termasuk layanan suara, pesan singkat, internet, blackberry dan sejumlah aplikasi dan fitur telekomunikasi lainnya. Teknologi tersebut masih terus berkembang setiap saatnya. Visi misi perusahaan ‘X’ adalah menjadi penyedia jasa teknologi informasi dan komunikasi terpilih di seluruh Indonesia, baik bagi pelanggan individu maupun kalangan bisnis dan pemerataan teknologi komunikasi seluler ke seluruh pelosok nusantara, demi peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik di segala bidang. Untuk mencapai visi misi tersebut perusahaan berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas dan cangkupan wilayah selulernya di masa yang akan datang, agar kebutuhan komunikasi para pelanggan dapat senantiasa berjalan kapanpun, dan di manapun.

Sebagai upaya mewujudkan visi dan misinya tersebut, perusahaan memiliki divisi RFM yang bertugas untuk melakukan monitoring alarm. Divisi RFM berperan dalam menjaga stabilitas jaringan sehingga kualitas jaringan yang diterima pelanggan tetap terjaga. Monitoring alarm merupakan pekerjaan yang harus terus menerus dilakukan. Karyawan divisi RFM harus bekerja delapan jam setiap harinya dengan sistem kerja shift. Tugas pekerjaan dilakukan dengan posisi duduk mencermati komputer secara terus menerus. Karyawan divisi RFM dituntut untuk bekerja dengan cepat agar pelanggan tidak mengalami gangguan aktifitas telekomunikasi akibat kerusakan jaringan yang terlalu lama.

14

Universitas Kristen Maranatha Tuntutan pekerjaan karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang yang harus dilakukan setiap harinya adalah menyelesaikan enam tugas utamanya sesuai batas waktu yang telah ditentukan. Tugas pertama adalah melakukan preventive maintanance yaitu karyawan harus memantau seluruh BTS aktif yang ada pada regionnya dan menganalisis sejauhmana performa BTS tersebut. Kedua,

corrective maintanance yaitu memantau alarm yang muncul dari setiap BTS akibat adanya kesalahan teknis atau gangguan lain seperti mati lampu, site yang jatuh, atau terbakarnya sebuah komponen teknis. Hal tersebut akan muncul pada sistem dalam komputer yang kemudian harus karyawan analisis dan eksekusikan. Ketiga, reporting yaitu melaporkan hasil analisis dari corrective maintanance

pada field operator sebagai teknisi lapangan yang akan melakukan perbaikan langsung pada BTS yang dilaporkan.

Tuntutan tugas yang keempat adalah update database yaitu mengumpulkan semua informasi yang telah dikerjakan (pada tiga tugas sebelumnya) dan memasukannya pada daftar database pusat. Kelima,

administration yaitu memasukan data mengenai semua kegiatan yang telah dikerjakan (tugas satu sampai empat ) kedalam lembar kerja pribadi, sebagai laporan harian mengenai tugas pekerjaan yang telah dikerjakan. Hal ini juga bisa menjadi tolak ukur performa kerja setiap karyawan dan sejauhmana karyawan tersebut memenuhi target kecepatan kerja yang diharapkan perusahaan. Keenam,

15

Universitas Kristen Maranatha

controlling and analyze yaitu karyawan harus memantau hasil kerja field operator

yang menangani hasil corrective maintanance yang telah karyawan laporkan. Jika setelah dianalisis dan dilaporkan pada field operator tetapi masih belum ada perbaikan, maka karyawan harus menganlisis ulang masalah yang terjadi untuk bisa dieksekusikan kemudian.

Karyawan Divisi RFM harus melaksanakan keenam tugas pekerjaan mereka setiap harinya. Keenam tugas tersebut dilaksanakan dalam sistem kerja

shift. Shift pertama mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00. Shift kedua mulai pukul 15.00 sampai dengan 23.00. Sedangkan shift ketiga mulai dari pukul 23.00 sampai dengan 07.00. Karyawan Divisi RFM dituntut secara fisik dan psikis agar dapat prima setiap saat guna melaksanakan tugas pekerjaannya tersebut. Karyawan Divisi RFM yang menghayati tuntutan fisik dan psikis dari pekerjaannya sebagai tuntutan yang terlalu tinggi bagi dirinya, memiliki kemungkinan untuk dapat mengalami stres kerja.

Menurut Luthans (2006), stres kerja didefinisikan sebagai respon adaptif terhadap situasi eksternal yang yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Stres kerja dapat disebabkan oleh empat macam faktor yaitu Stresor ekstraorganisasi, Stresor organisasi, Stresor Individu, dan Stresor Kelompok. Stresor ekstraorganisasi mencakup hal seperti perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, kondisi

16

Universitas Kristen Maranatha ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat tinggal atau masyarakat (Luthans, 2006). Relokasi dapat menjadi penyebab munculnya stres kerja pada Karyawan Divisi RFM. Karyawan yang dipindahkan dari daerah (Bandung, Surabaya dan Lampung) ke Kota Tangerang harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal baru juga penyesuaian diri dengan tempat kerja yang baru.

Stresor organisasi mencakup kebijakan dan strategi administratif, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kondisi kerja. Stresor organisasi adalah stresor yang berhubungan dengan organisasi itu sendiri yang berpengaruh terhadap munculnya stres kerja pada Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang (Luthans, 2006). Seperti sistem kerja shift yang diterapkan perusahaan terhadap Karyawan Divisi RFM. Pengaturan rotasi shift sepenuhnya menjadi hak dari supervisor tanpa ada keikutsertaan karyawan dalam penyusunan jadwalnya. Karyawan yang mendapatkan jadwal kerja shift malam lebih banyak, harus merubah pola tidur yang biasa ia jalani. Kondisi tersebut tidak dapat dihindari karena merupakan konsekuensi dari pekerjaannya. Karyawan perlu terjaga di malam hari dengan tingkat konsentrasi yang tinggi karena harus tetap memantau

alarm yang muncul. Ketika karyawan menghayati sistem rotasi shift kerja sebagai stresor yang kuat, makan akan mempengaruhi tingkat stres kerjanya yang dilihat dari frekwensi penghayatan masalah fisik, psikologis dan atau perilaku karyawan.

17

Universitas Kristen Maranatha Misalnya akibat sistem kerja shift tersebut karyawan menjadi sering merasakan gangguan pencernaan seperti sakit maag sebagai gejala fisik. Saat bekerja, tanpa ada penyebab yang jelas, karyawan merasakan perih di lambungnya. Hal tersebut menjadi mengganggu konsentrasi karyawan saat memantau alarm. Karyawan yang merasakan sakit maag menjadi fokus pada rasa sakit yang ia alami, sehingga ia melalaikan tugasnya dalam melakukan monitoring.

Stressor kelompok dikategorikan menjadi dua area, yaitu kurangnya kohesivitas kelompok dan kurangnya dukungan sosial (Luthans, 2006: 445). Kurangnya kohesitivitas kelompok artinya adalah kurangnya waktu kebersamaan yang dimiliki oleh para Karyawan Divisi RFM. Desain pekerjaan yang mengharuskan karyawan untuk bertanggung jawab pada tugasnya masing-masing dengan target waktu tertentu, membuat setiap karyawan sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Tingkat konsentrasi tinggi yang dibutuhkan dalam memantau alarm

juga membuat suasana kerja yang serius dan tenang tanpa banyak keterlibatan komunikasi antar karyawan. Kebersamaan yang terjalin antar karyawan divisi RFM hanya bersifat seadanya saja, terbatas pada relasi formal yang terkait dengan pekerjaan. Situasi rendahnya tingkat kebersamaan antar karyawan divisi RFM dapat menjadi salah satu penyebab stres kerja. Karyawan yang menghayati kelompok sebagai stresor yang kuat dapat menunjukkan masalah sebagai gejala stres kerjanya seperti muncul perasaan bosan berada di tempat kerja pada

18

Universitas Kristen Maranatha karyawan divisi RFM. Karyawan jenuh dengan rutinitas pekerjaan yang tidak disertai dengan interaksi hangat dengan rekan kerja.

Stresor kelompok lainnya adalah kurangnya dukungan sosial. Karyawan sangat dipengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang kohesif. Dengan berbagi masalah dan kebahagiaan bersama-sama, mereka jauh lebih baik. Jika jenis dukungan ini berkurang pada individu, maka situasi akan membuat stres kerja (Luthans, 2006: 445). Kurangnya waktu yang dimiliki Karyawan Divisi RFM dengan keluarganya karena harus berada berjauhan dan sulit mendapatkan waktu libur kerja seperti waktu libur kerja normal di hari sabtu dan minggu dapat memberi peluang untuk mengalami stres kerja saat bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM. Karyawan yang menghayati kurangnya dukungan sosial sebagai stresor yang kuat dapat menunjukkan masalah-masalah fisik, psikologis dan atau perilaku sebagai gejala stresnya. Misalnya karyawan menjadi lamban dan suka menunda-nunda pekerjaan akibat mereka tidak dapat berkonsentrasi saat bekerja.

Sedangkan stressor individu terdiri dari disposisi individu (karakteristik tipe A, kontrol personal, ketidakberdayaan yang dipelajari, dan daya tahan psikologis) (Luthans, 2006). Disposisi individu (personal disposition) artinya sifat individual yang khas pada masing-masing individu, tidak bersifat umum (Alport dalam Supratiknya, 1993). Setiap karyawan akan menghayati situasi pekerjaan secara berbeda-beda dipengaruhi oleh disposisi individu masing-masing.

19

Universitas Kristen Maranatha Ketika menjalankan tugas harian dengan target waktu, karyawan dengan kepribadian Tipe A terus menerus merasa dalam tekanan. Mereka bekerja dengan cepat dan berusaha menyelesaikan alarm sebanyak mungkin. Hal ini karena bagi mereka, ukuran kesuksesan dilihat dari kuantitas pekerjaan yang mampu mereka selesaikan. Profil kepribadian yang serba cepat, kompetitif, dan agresif dalam bekerja inilah yang mempengaruhi tingkat stres kerja karyawan divisi RFM. Ketika karyawan tidak dapat mencapai target yang mereka tetapkan sendiri karena menetapkan standar produktivitas yang terlalu tinggi, karyawan mengalami frekwensi masalah-masalah gejala stres yang tinggi.

Hal lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres kerja karyawan divisi RFM adalah daya tahan psikologis. Karyawan yang memiliki daya tahan psikologis tinggi akan menghayati site down condition sebagai suatu tantangan pekerjaan yang harus ia selesaikan. Karyawan menanggapi situasi tersebut dengan aktif mencari jalan keluar dan pemecahan masalah. Ia memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah dan ia mampu mengendalikan dirinya dan orang lain secara terarah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sementara karyawan dengan daya tahan psikologis rendah akan yang menghayati site down condition sebagai rintangan yang tidak mampu ia hadapi. Karyawan menunjukkan sikap menyerah pada keadaan dan tidak memiliki keyakinan diri untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Ketidakmampuannya untuk bertahan dan

20

Universitas Kristen Maranatha menyelesaikan masalah dapat berpotensi meningkatkan stres kerja yang karyawan rasakan.

Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat

stressor (sumber stres kerja). Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya. Karyawan Divisi RFM yang tidak mengalami masalah fisik, psikologis dan atau perilaku walaupun mendapatkan tekanan dari sumber-sumber stres kerja merupakan karyawan yang sehat mentalnya. Sementara karyawan mengalami masalah akibat stres kerja dapat dikatakan sebagai karyawan yang kurang sehat secara mental. Kesehatan mental yang kurang baik membuat fungsi kepribadian, emosional, intelektual, dan fisik karyawan tidak dapat berfungsi secara optimal.

Situasi pekerjaan karyawan divisi RFM dihayati secara berbeda-beda oleh setiap karyawan. Terdapat karyawan yang menghayati pekerjaan sebagai tantangan, hal ini membuat mereka meningkatkan kegiatan, perubahan, dan secara keseluruhan performa kerja meningkat (Luthans, 2006: 455). Sementara terdapat karyawan lain yang menghayati pekerjaan sebagai sesuatu yang menekan, sebagai beban yang terlalu berat untuk mereka. Karyawan dengan penghayatan tersebut menunjukkan gejala-gejala masalah fisik, psikologis, maupun perilaku.

21

Universitas Kristen Maranatha Tingkat stres kerja yang dialami karyawan Divisi RFM dapat dilihat dari gejala-gejala yang muncul pada diri karyawan tersebut. Salah gejala dari stres kerja adalah munculnya masalah fisik yang dialami karyawan Divisi RFM. Diantaranya adalah masalah pada sistem kekebalan tubuh. Seperti Karyawan Divisi RFM yang menjadi lebih mudah terserang penyakit. Masalah pada sistem cardiovascular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Masalah pada musculoskeletal (sakit kepala dan migren), seperti Karyawan Divisi RFM yang mengalami sakit kepala yang sering dan relatif mentap saat ia harus terus menerus menatap layar komputer sebagai konsekuensi pekerjaannya di Divisi RFM. Dan masalah pada pencernaan seperti diare dan sembelit.

Gejala lain yang muncul adalah masalah psikologis seperti Karyawan Divisi RFM yang menjadi mudah marah saat ditanya ketika sedang bekerja. Kemudian juga munculnya kecemasan pada diri karyawan Divisi RFM saat muncul alarm yang harus dieksekusi. Selain itu juga munculnya perasaan jenuh/bosan saat karyawan Divisi RFM menjalani rutinitas pekerjaaannya. Serta masalah psikologis lain seperti depresi, ketegangan, tekanan, sulit berkonsentrasi, kejenuhan/ kebosanan, sulit mengambil keputusan, dan tindakan agresi oleh

karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang. Sedangkan masalah tingkah laku

22

Universitas Kristen Maranatha merokok dan penggunaan zat-zat adiktif, kelambatan dalam bekerja, absenteeism, dan turnover.

Konsekuensi dari semua hal diatas adalah tingkat stres kerja kerja pada Karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang dapat dikatakan tinggi atau rendah. Tingkat stres kerja dikatakan tinggi apabila Karyawan Divisi RFM dalam menanggapi situasi pekerjaan sebagai Karyawan Divisi RFM, individu menghayati adanya masalah-masalah akibat stres kerja secara fisik, psikologis, dan atau perilaku. Misalnya, Karyawan divisi RFM yang mengalami stres kerja dengan tingkat yang tinggi akan lebih mudah mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, dan sakit kepala. Masalah psikologis misalnya merasa selalu cemas, tegang, jenuh, dan mudah marah. Masalah perilaku misalnya menjadi perokok, minum minuman beralkohol, keluar dari pekerjaan, dan tidur tidak nyenyak. Sedangkan tingkat stres kerja dapat dikatakan rendah bila individu dalam menanggapi situasi pekerjaan jarang atau bahkan tidak merasakan masalah-masalah yang diakibatkan oleh stres kerja. Misalnya, Karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang sangat sedikit sekali merasakan gangguan baik fisik, psikologis, maupun perilaku.

Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana tingkat stres kerja kerja pada Karyawan divisi RFM PT.‘X’ Kota Tangerang yang dapat digambarkan dalam bagan berikut :

23

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka pikir

Tingkat stres kerja kerja

Tinggi

Rendah

Gejala Stres kerja: - Masalah fisik - Masalah psikologis - Masalah perilaku Karyawan divisi RFM PT.‘X’ Kota Tangerang Stresor - Stresor ekstraorganisasi - Stresor organisasi - Stresor kelompok - Stresor Individu

24

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

1. Situasi kerja Karyawan Divisi RFM yang monoton dan repetitif dan harus dijalani dalam periode waktu yang lama berpotensi untuk menimbulkan stres kerja.

2. Sistem kerja shift bergantian yang membutuhkan adaptasi secara fisik pada karyawan divisi RFM berpotensi untuk menimbulkan stres kerja.

3. Kurangnya waktu dengan keluarga sebagai stresor ekstraorganisasi memiliki kecenderungan keterkaitan dengan tingkat stres kerja yang dialami karyawan divisi RFM.

4. Tingkat stres kerja karyawan divisi RFM memiliki kecenderunagn keterkaitan dengan stresor dari dalam organisasi, kelompok dan individu. 5. Karyawan Divisi RFM yang menjalani tugas dalam periode waktu lama

menunjukkan frekwensi masalah akibat gejala stres yang sering seperti mengeluhkan sakit kepala, sakit punggung, kesulitan berkonsentrasi, serta gangguan pola makan dan tidur.

74

Universitas Kristen Maranatha BAB V

Dokumen terkait