• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Tingkat Stres Kerja Pada Karyawan Divisi Regional Fault Monitoring PT. 'X' Kota Tangerang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Tingkat Stres Kerja Pada Karyawan Divisi Regional Fault Monitoring PT. 'X' Kota Tangerang."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

iii

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Studi Deskriptif mengenai Tingkat Stres Kerja

pada Karyawan Divisi Regional Fault Monitoring PT.”X” Kota Tangerang.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat stres

kerja yang dialami Karyawan Divisi Regional Fault Monitoring PT.”X” Kota

Tangerang yang ditunjukkan secara fisik, psikologis dan perilaku. Responden pada penelitian merupakan populasi penilitian yang berjumlah 35 orang.

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survey analisis data dan teknik penyusunan norma kelompok. Alat ukur yang digunakan merupakan kuesioner berisi 30 item yang disusun oleh peneliti berdasarkan hasil modifikasi dari teori Luthans (2006) mengenai stres kerja. Stres didefinisikan sebagai respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi (Luthans, 2006).Validitas stres kerja berkisar dari 0,315 sampai 0,617. Koefisien reliabilitas berdasarkan uji alpha cronbach sebesar 0,840, dengan tingkat reliabilitas tinggi.

Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa terdapat 71,4% karyawan divisi RFM memiliki tingkat stres kerja tinggi dan 28,6% karyawan divisi RFM memiliki tingkat stres kerja yang rendah. Tingkat stres kerja tinggi yang dialami oleh karyawan divisi RFM menggejala dalam masalah-masalah fisik, psikologis, dan atau perilaku karyawan ketika bekerja. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor organisasi berupa ketidakmampuan menyuarakan keluhan memiliki kecenderungan keterkaitan tinggi terhadap tingkat stres kerja karyawan. Sedangkan faktor organisasi berupa terlalu banyak orang dalam ruangan tidak memiliki kecenderungan keterkaitan terhadap tingkat stres kerja karyawan.

Saran untuk peneliti lain adalah melakukan penelitian lanjutan mengenai kontribusi faktor-faktor penyebab stres kerja terhadap tingkat stres kerja

karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang. Bagi perusahaan disarankan untuk

mengadakan sharing session secara berkala yang dihadiri karyawan dan supervisor, mengadakan program acara kebersamaan karyawan divisi RFM seperti kegiatan olah raga bersama dan memfasilitasi konseling dan pelatihan manajemen stress bagi karyawan dengan tingkat stres kerja tinggi. Bagi supervisor disarankan untuk menyusun jadwal kerja dengan mengatur hari libur mingguan karyawan dapat dalam dua hari berturut-turut, sehingga karyawan dapat memaksimalkan hari libur untuk keluarga

(2)

iv

Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

The study is titled Descriptive Study of Levels Employees Job Stress on Regional Fault Monitoring Division PT. "X" Tangerang City. The study was conducted to obtain an idea of the level of job stress experienced by employees Regional Fault Monitoring Division PT. "X" Tangerang City indicated on physical, psychological and behavioral problems. Respondents in the study research population totaling 35 people.

The study was designed as descriptive research with quantitative survey methods of data analysis and techniques of group norms. Measuring instrument used was a questionnaire containing 30 items prepared by the researcher based on a modified version of the theory Luthans (2006) on job stress. Stress is defined as an adaptive response to external circumstances that result in deviations of physical, psychological, and or the behavior of the members of the organization (Luthans, 2006). Validity of job stress ranged from 0.315 to 0.617. Alpha reliability coefficient based on test cronbach of 0.840, with a high level of reliability.

Based on the results of data processing is known that there is a 71.4% RFM division employees have high levels of job stress and 28.6% RFM division employees have low levels of work stress. High levels of work stress experienced by employees RFM division implicated in matters of physical, psychological, or behavioral and employees while working. Based on the survey results revealed that organizational factors such as the inability to voice complaints have a high association tendency towards employee stress levels. While organizational factors such as too many people in the room did not have a tendency to link the level of employee job stress.

(3)

vi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman Lembar Judul

Lembar Pengesahan

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Bagan ... xi

Daftar Tabel ... xii

Daftar Lampiran... xiii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian... 12

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 12

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 12

1.5 Kerangka Pemikiran ... 12

(4)

vii

Universitas Kristen Maranatha BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres ... 25

2.1.1 Definisi Stres ... 25

2.1.2 Penyebab Stres (Stressors) ... 26

2.1.2.1 Stresor Ekstraorganisasi ... 26

2.1.2.2 Stresor Organisasi ... 27

2.1.2.3 Stresor Kelompok ... 29

2.1.2.4 Stresor Individu: Disposisi Individu ... 30

2.1.3 Masalah yang Muncul Akibat Stres ... 31

2.1.3.1 Masalah Fisik (Kesehatan) ... 32

2.1.3.2 Masalah Psikologis ... 32

2.1.3.3 Masalah Tingkah Laku ... 33

2.1.4 Strategi Mengatasi Stres ... 33

2.1.4.1 Strategi Individu untuk Mengatasi Stres ... 34

2.1.4.2 Strategi Organisasi untuk Mengatasi Stres ... 37

2.2 Kesehatan Mental ... 38

2.2.1 Definisi Kesehatan Mental ... 38

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 41

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 42

3.3.1 Variabel Penelitian ... 42

(5)

viii

Universitas Kristen Maranatha

3.3 Alat Ukur Penelitian ... 43

3.3.1 Kuesioner derajat stres ... 44

3.3.2 Sistem Penilaian ... 45

3.3.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 46

3.3.3.1 Data Pribadi... 46

3.3.3.2 Data Penunjang ... 46

3.3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 46

3.3.4.1 Validitas Alat Ukur ... 46

3.4.4.2 Realibilitas Alat Ukur ... 47

3.5. Populasi Sasaran dan Karakteristik Populasi ... 48

3.5.1 Populasi Sasaran ... 48

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 48

3.6 Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV : PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 50

4.1.1 Gambaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

4.1.2 Gambaran Responden berdasarkan Usia ... 51

4.1.3 Gambaran Responden berdasarkan Masa Kerja ... 52

4.1.4 Gambaran Responden berdasarkan Domisili Keluarga .. 52

4.2 Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Gambaran Tingkat Stres Kerja Sample Penelitian ... 54

(6)

ix

Universitas Kristen Maranatha

4.2.2.1 Tabulasi Silang Tingkat Stres Kerja dan Fisik.... 55

4.2.2.2 Tabulasi Silang Tingkat Stres Kerja dan Psikis .. 56

4.2.2.3 Tabulasi Silang Tingkat Stres Kerja dan Perilaku 57

4.3 Pembahasan ... 58

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 74

5.2 Saran ... 75

5.2.1 Saran Teoritis ... 75

5.2.2 Saran Praktis ... 76

Daftar Pustaka ... 77

(7)

x

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(8)

xi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Tingkat Stres Kerja ... 44

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Alat Ukur Tingkat Stres Kerja ... 45

Tabel 3.3 Rentang Skor Kategori Tingkat Stres Kerja ... 46

Tabel 4.1 Frekuensi Jenis Kelamin Responden ... 50

Tabel 4.2 Frekuensi Usia Responden ... 51

Tabel 4.3 Frekuensi Masa Kerja Responden ... 52

Tabel 4.4 Frekuensi Kota Domisili Keluarga Responden ... 52

Tabel 4.5 Gambaran Tingkat Stres Kerja ... 54

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Tingkat Stres Kerja dengan Masalah Fisik ... 55

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Tingkat Stres Kerja dengan Masalah Psikologis.... 61

(9)

xii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I : KUESIONER PENGAMBILAN DATA Data Pribadi

Kuesioner Tingkat Stres Kerja Kuesioner Data Penunjang

LAMPIRAN II : VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR Lampiran 2.1 Validitas Alat Ukur

Lampiran 2.2 Reliabilitas Alat Ukur

LAMPIRAN III : HASIL PENGOLAHAN DATA Lampiran 3.1 Hasil Pengolahan Data Tingkat Stres Kerja

Lampiran 3.1.1 Penyebaran Masalah Fisik Lampiran 3.1.2 Penyebaran Masalah Psikologis Lampiran 3.1.3 Penyebaran Masalah Perilaku

Lampiran 3.2 Hasil Pengolahan Data Pengaruh Stresor pada Tingkat Stres Kerja

Lampiran 3.2.1 Tingkat Stres Kerja dengan Stresor Ekstraorganisasi Lampiran 3.2.1.1 Penyebaran Stresor Ekstraorganisasi

Lampiran 3.2.1.2 Penyebaran Gejala Stres akibat Stresor Ekstraorganisasi Kemacetan Lalu Lintas

(10)

xiii

Universitas Kristen Maranatha Lampiran 3.2.2 Tingkat Stres Kerja dengan Stresor Organisasi

Lampiran 3.2.2.1 Penyebaran Stresor Organisasi

Lampiran 3.2.2.2 Penyebaran Gejala Stres akibat Stresor Organisasi Ketidakmampuan Menyuarakan Keluhan

Lampiran 3.2.2.3 Penyebaran Gejala Stres akibat Stresor Organisasi Kurangnya Feedback dari Supervisor

Lampiran 3.2.1 Tingkat Stres Kerja dengan Stresor Kelompok Lampiran 3.2.1.1 Penyebaran Stresor Kelompok

Lampiran 3.2.1.2 Penyebaran Gejala Stres akibat Stresor Kelompok Kurangnya Dukungan dari Rekan Kerja

Lampiran 3.2.1.3 Penyebaran Gejala Stres akibat Stresor Organisasi Kurangnya Acara Kebersamaan

Lampiran 3.2.4 Tingkat Stres Kerja dan Stresor Individu

Lampiran 3.2.4.1 Tingkat Stres Kerja dengan Karakteristik Kepribadian Lampiran 3.2.4.2 Tingkat Stres Kerja dengan Kontrol Personal

Lampiran 3.2.4.3 Tingkat Stres Kerja dengan Learned Helplessness

Lampiran 3.2.4.4 Tingkat Stres Kerja dengan Daya Tahan Pikologis Lampiran 3.2.5 Tingkat Stres Kerja dan Data Demografis

Lampiran 3.2.4.1 Tingkat Stres Kerja dengan Jenis Kelamin Lampiran 3.2.4.2 Tingkat Stres Kerja dengan Usia

(11)

xiv

Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN IV : INFORMED CONSENT

(12)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan industri bisnis telekomunikasi di Indonesia saat ini berkembang dengan sangat pesat, ditandai dengan jumlah pelaku usaha layanan telekomunikasi yang terus meningkat. Ketua Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia (ATSI), Sarwoto Atmosutarno, mengatakan bahwa hingga Juni 2010 jumlah pengguna seluler di Indonesia menyentuh angka 180 juta yang dilayani 10 operator telekomunikasi. Berdasarkan data ATSI tahun 2010, total nilai investasi di bisnis telekomunikasi sudah mencapai angka US$ 4 miliar. Persaingan dalam industri bisnis telekomunikasi menuntut perusahaan telekomunikasi untuk terus membuat strategi agar tetap dapat bertahan dalam industri ini. Terdapat lima parameter kebutuhan pokok pengguna seluler di Indonesia yang dapat dijadikan acuan penyusunan strategi bisnis telekomunikasi. Diantaranya adalah pengadaan jaringan hingga pelosok, menghadirkan jaringan berkualitas didukung teknologi terkini, inovasi produk dan layanan, pelayanan pelanggan berstandar mutu internasional ISO, dan tarif yang semakin terjangkau (Kompas. 14 Juli 2010.

Jumlah Pelanggan Indonesia 180 juta, hlm.3).

(13)

2

Universitas Kristen Maranatha operator tersebut. BTS adalah singkatan dari Base Transceiver Station, yaitu pemancar sinyal suatu operator. Jika seseorang melakukan aktivitas komunikasi suara maupun data, sinyalnya akan diterima oleh BTS terdekat dan pesannya akan diteruskan kemudian. Penambahan BTS berdampak positif terhadap peningkatan luas coverage, tapi disisi lain penambahan BTS menuntut frekuensi aktifitas yang tinggi. Penggunaan frekuensi yang terlalu banyak tanpa diikuti oleh pengaturan yang baik akan memicu timbulnya interferensi/gangguan yang secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas sinyal. Hal ini secara langsung berdampak terhadap kualitas sinyal yang dirasakan pelanggan.

PT. ‘X’ merupakan perusahaan telekomunikasi swasta terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah pelanggan sebanyak 37,6 juta pelanggan pada akhir kuartal ketiga (Minggu keempat bulan November) tahun 2011. Berbagai layanan jasa telekomunikasi diberikan oleh perusahaan, termasuk layanan suara, pesan singkat, internet, blackberry dan sejumlah aplikasi dan fitur telekomunikasi lainnya. Banyaknya jumlah pelanggan dan beragamnya produk layanan yang tersedia membuat traffic layanan telepon, sms, maupun data menjadi sangat padat. Kepadatan traffic dapat mempengaruhi kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggan, seperti menurun atau bahkan menghilangnya signal telepon pada area tertentu yang menyebabkan pelanggan menjadi sulit untuk melakukan aktifitas telekomunikasi. Sebagai upaya pengaturan network pada BTS yang ada,

(14)

3

Universitas Kristen Maranatha perangkat-perangkat pendukung komunikasi yang berteknologi tinggi dan jaringan luas yang stabil. Serta kualitas sumber daya manusia (karyawan) yang kompeten dalam bidang pengaturan network. (www.pt’x’.co.id, diakses tanggal 11 Agustus 2011).

Pada PT.‘X’ terdapat divisi yang khusus menangani pengawasan perangkat telekomunikasi yaitu Divisi Regional Fault Monitoring (RFM). Karyawan divisi RFM memegang peranan vital dalam keberlangsungan perusahaan di industri bisnis telekomunikasi ini. Karena berdasarkan hasil survey dari Erricson (2009) yang merupakan salah satu perusahaan perangkat telekomunikasi, Indonesia merupakan negara tertinggi di Asia Tenggara dimana pelanggannya sering melakukan pergantian simcard. Tingkat pergantian simcard

pelanggan Indonesia mencapai 26%. Sementara negara-negara lain seperti Singapura (17%), Filiphina (14%), dan Malaysia (9%). Terdapat 12% pelanggan Indonesia yang mengganti simcard tersebut merupakan pelanggan dari PT.”X”.

Salah satu alasan pelanggan melakukan pergantian simcard adalah karena rendahnya kualitas jaringan yang diberikan perusahaan. Manager Region PT.”X”

juga mengatakan bahwa terdapat 7900 keluhan mengenai kualitas jaringan yang tidak memuaskan di akhir Oktober 2011 (www.sindonews.com., diakses pada tanggal 8 April 2012).

(15)

4

Universitas Kristen Maranatha pelanggan yang merupakan salah satu dari lima parameter kebutuhan pokok pelanggan seluler di Indonesia. Karyawan Divisi RFM perlu memiliki dasar ilmu pengetahuan mengenai teknik telekomunikasi, menguasai penggunaan komputer terutama Microsoft Office, mampu memenuhi target waktu penyelesaian tugas dan bersedia bekerja secara shift. Kondisi kesehatan yang prima juga menjadi salah

satu syarat karyawan Divisi RFM (Agenda Kerja ‘PT.X’. 2011. Job Requirement

Regional Fault Monitoring).

Seluruhnya Karyawan Divisi RFM berjumlah 35 orang karyawan yang terbagi kedalam empat region yaitu west, jabodetabek, central, dan east. Masing-masing region terdiri dari 8-9 orang yang harus bergantian bekerja dalam sistem shift selama delapan jam. Setiap shift terdiri dari empat orang karyawan untuk masing-masing region dan satu orang supervisor untuk seluruh region. Shift

pertama mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00. Shift kedua mulai pukul 15.00 sampai dengan 23.00. Sedangkan shift ketiga mulai dari pukul 23.00 sampai dengan 07.00. Karyawan mendapatkan jadwal shift kerja secara bergiliran dengan pengaturan dari supervisor.

Divisi RFM yang beroperasi selama 24 jam setiap hari memiliki enam tugas utama yang menjadi tanggung jawab Karyawan Divisi RFM. Tugas pertama adalah melakukan preventive maintanance yaitu karyawan harus memantau dan menganalisis performa BTS aktif. Kedua, corrective maintanance yaitu memantau alarm yang muncul dari setiap BTS akibat adanya kesalahan teknis. Ketiga,

(16)

5

Universitas Kristen Maranatha telah dikerjakan (pada tiga tugas sebelumnya) pada daftar database pusat. Kelima,

administration yaitu memasukan data mengenai semua kegiatan yang telah dikerjakan (tugas satu sampai empat) ke dalam lembar kerja pribadi. Keenam,

controlling and analyze, yaitu karyawan harus memantau hasil kerja field operator yang menangani hasil corrective maintanance yang telah karyawan laporkan. Setiap alarm memiliki batas waktu penyelesaian tertentu. (Agenda

Kerja ‘PT.X’. 2011. Standard Operating Procedure Commerce Department;

Regional Fault Monitoring).

Tugas pekerjaan yang banyak dan sistem kerja shift yang harus dijalani Karyawan Divisi RFM menuntut karyawan agar senantiasa dalam kondisi fisik yang sehat, agar mampu mengerjakan tugas-tugas pekerjaannya secara maksimal. Selain itu juga karyawan dituntut untuk berada dalam kondisi psikologis yang prima, dimana ia harus mampu berkonsentrasi penuh selama delapan jam menjalankan tugasnya. Karyawan yang menghayati tuntutan tersebut terlalu tinggi memiliki peluang untuk mengalami stres kerja dalam bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM.

(17)

6

Universitas Kristen Maranatha masalah pada pencernaan (seperti diare dan sembelit). Sedangkan masalah psikologis yang muncul ketika seseorang mengalami stres kerja antara lain adalah mudah marah, kecemasan, depresi, ketegangan, tekanan, sulit berkonsentrasi, kejenuhan/ kebosanan, sulit mengambil keputusan, dan tindakan agresi. Masalah tingkah laku yang ditunjukan seperti gangguan makan, gangguan tidur, meningkatnya perilaku merokok dan penggunaan zat-zat adiktif, kelambatan dalam bekerja, absenteeism, dan turnover. Sedangkan bagi perusahaan, akibat stres kerja yang tampak adalah kekacauan, hambatan dan gangguan aktivitas kerja serta penurunan produktivitas perusahaan dan kerugian bagi perusahaan (Luthans, 2006).

(18)

7

Universitas Kristen Maranatha menjadi tertekan karena takut melakukan kesalahan. Akibatnya, karyawan menjadi terlalu lama saat hendak menentukan langkah eksekusi terhadap suatu

alarm. Hal ini membuat pekerjaan yang mereka lakukan menjadi lebih lamban. Seringnya gejala psikologis seperti perasaan khawatir yang muncul pada diri karyawan tersebut dapat menyebabkan gangguan signal yang dirasakan pelanggan pun menjadi lebih lama.

Gejala stres yang karyawan tunjukkan melalui masalah fisik, psikologis, dan atau perilakunya saat bekerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Luthans terdapat empat penyebab stres kerja, yaitu stresor ekstraorganisasi, stresor organisasi, stresor kelompok, dan stresor individual. Stresor ekstraorganisasi mencakup hal seperti perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, kondisi ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat tinggal atau masyarakat. Stresor organisasi mencakup kebijakan dan strategi administratif, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kondisi kerja. Stresor kelompok dikategorikan menjadi dua area, yaitu kurangnya kohesivitas kelompok dan kurangnya dukungan sosial. Sedangkan stresor individu terdiri dari disposisi individu (karakteristik tipe A, kontrol personal, ketidakberdayaan yang dipelajari, dan daya tahan psikologis) dan konflik intraindividu yang berakar dari frustrasi, tujuan dan peranan (Luthans, 2006:).

Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat

(19)

8

Universitas Kristen Maranatha ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya. Kemampuan karyawan Divisi RFM untuk mengatasi sumber-sumber stres kerja yang dapat menimbulkan masalah fisik, psikis, dan perilaku menentukan kesehatan mental dari karyawan itu sendiri. Karyawan yang sehat secara mental, mampu mengembangkan fungsi pribadinya secara optimal dan menjadi lebih sejahtera (Notosoedirjo dan Latipun, 2005).

Berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor, diketahui bahwa kondisi kerja Divisi RFM dianggap sebagai tuntutan pekerjaan yang tinggi oleh beberapa karyawan. Karyawan Divisi RFM bekerja dengan kondisi 80% aktifitas duduk dan menatap layar monitor secara terus menerus serta harus terus berkonsentrasi untuk munculnya memantau alarm setiap saatnya dan selalu siaga untuk menindaklanjutinya. Selain itu semenjak bulan Agustus 2011 perusahaan melakukan perubahan kebijakan atas dasar pertimbangan efisiensi biaya dan efektifitas kerja Divisi RFM. Seluruh karyawan di masing-masing region

disentralisasikan ke pusat yang berkantor di Kota Tangerang. Perpindahan tempat kerja ini juga menyebabkan penurunan kecepatan kerja karyawan, terlihat dari penurunan target waktu penyelesaian alarm yang dilakukan karyawan. Selain juga muncul keluhan dari karyawan yang telah berkeluarga bahwa mereka kehilangan semangat kerja karena mereka harus berada jauh dari keluarga. Menurut

supervisor setiap karyawan akan berbeda-beda menanggapi tuntutan pekerjaan

dan kondisi kerja Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang tersebut. Karyawan yang

(20)

9

Universitas Kristen Maranatha mengatasi alarm yang muncul. Sementara karyawan yang merasa tuntutan pekerjaan di Divisi RFM terlalu tinggi atau di luar batas kemampuannya, memunculkan reaksi berupa keluhan-keluhan fisik, psikologis, dan perilaku.

(21)

10

Universitas Kristen Maranatha Sementara terdapat dua orang karyawan lainnya yang menyatakan bahwa ia mengalami masalah sakit punggung yang sering dan disertai dengan masalah psikologis yaitu karyawan sering merasa cemas selama bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM. Alarm yang akan mereka hadapi, berbeda-beda setiap waktunya, dan setiap alarm memiliki langkah penyelesaian yang berbeda satu sama lain. Tingkat kesulitan penyelesaian alarm tersebut juga berbeda-beda, dari yang mudah hingga yang sulit. Saat memantau alarm karyawan yang mengalami masalah psikologis ini merasa khawatir akan apa yang harus dilakukannya, ia takut melakukan kesalahan dalam penanganan alarm yang hendak ia hadapi. Perasaan cemas juga terkadang terbawa sampai ke rumah setelah ia pulang bekerja. Karyawan masih memikirkan apakah yang telah ia lakukan merupakan tindakan yang tepat sesuai prosedur, atau ia justru memikirkan pekerjaan memantau alarm yang akan dilakukan keesokan harinya. Kecemasan yang dirasakan karyawan tersebut dapat menghambat dalam kecepatan kerjanya mengatasi alarm. Karyawan yang cemas menjadi ragu-ragu dan takut mengambil keputusan, sehingga ia menjadi lamban saat harus melakukan eksekusi alarm.

(22)

11

Universitas Kristen Maranatha sedang bekerja, ia tidak merasakan lapar, meskipun sebelumnya ia belum makan. Hal ini sangat sering ia rasakan, hingga berdampak pada ketidakteraturan pola makan setiap harinya.

Dari seluruh karyawan yang di survey awal, terdapat dua orang Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang yang tidak mengungkapkan masalah fisik, psikologis, maupun perilaku. Selama bekerja sebagai karyawan divisi RFM, karyawan jarang merasakan adanya masalah-masalah yang merupakan gejala stres kerja. Mereka dapat menjalankan tugasnya setiap hari tanpa ada masalah berarti dari segi fisik, psikis maupun perilaku. Hal ini menunjukkan dalam situasi pekerjaan yang sama karyawan dapat meghayatinya secara berbeda-beda. Karyawan yang jarang mengalami masalah sebagai gejala stres dapat menghadapi tuntutan pekerjaannya sebagai suatu tantangan.

Berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang telah diutarakan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Studi Deskriptif mengenai tingkat stres kerja pada karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui stres kerja yang dialami oleh Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang.

(23)

12

Universitas Kristen Maranatha Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat stres kerja yang dialami Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat stres kerja pada Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang yang ditunjukkan secara fisik, psikologis, dan atau perilaku.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai tingkat stres kerja kerja.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi kepada PT. ‘X’ Kota Tangerang mengenai tingkat

stres kerja karyawan divisi RFM dan gambaran gejala yang ditunjukkan karyawan serta penyebab dari stres kerja tersebut. Perusahaan dapat melakukan langkah-langkah guna meminimalisir stresor dan mengatasi gejala stres yang muncul pada karyawan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Perusahaan ‘X’ merupakan perusahaan telekomunikasi swasta terbesar

(24)

13

Universitas Kristen Maranatha perusahaan, termasuk layanan suara, pesan singkat, internet, blackberry dan sejumlah aplikasi dan fitur telekomunikasi lainnya. Teknologi tersebut masih terus berkembang setiap saatnya. Visi misi perusahaan ‘X’ adalah menjadi penyedia jasa teknologi informasi dan komunikasi terpilih di seluruh Indonesia, baik bagi pelanggan individu maupun kalangan bisnis dan pemerataan teknologi komunikasi seluler ke seluruh pelosok nusantara, demi peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik di segala bidang. Untuk mencapai visi misi tersebut perusahaan berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas dan cangkupan wilayah selulernya di masa yang akan datang, agar kebutuhan komunikasi para pelanggan dapat senantiasa berjalan kapanpun, dan di manapun.

(25)

14

Universitas Kristen Maranatha Tuntutan pekerjaan karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang yang

harus dilakukan setiap harinya adalah menyelesaikan enam tugas utamanya sesuai batas waktu yang telah ditentukan. Tugas pertama adalah melakukan preventive maintanance yaitu karyawan harus memantau seluruh BTS aktif yang ada pada regionnya dan menganalisis sejauhmana performa BTS tersebut. Kedua,

corrective maintanance yaitu memantau alarm yang muncul dari setiap BTS akibat adanya kesalahan teknis atau gangguan lain seperti mati lampu, site yang jatuh, atau terbakarnya sebuah komponen teknis. Hal tersebut akan muncul pada sistem dalam komputer yang kemudian harus karyawan analisis dan eksekusikan. Ketiga, reporting yaitu melaporkan hasil analisis dari corrective maintanance

pada field operator sebagai teknisi lapangan yang akan melakukan perbaikan langsung pada BTS yang dilaporkan.

Tuntutan tugas yang keempat adalah update database yaitu mengumpulkan semua informasi yang telah dikerjakan (pada tiga tugas sebelumnya) dan memasukannya pada daftar database pusat. Kelima,

(26)

15

Universitas Kristen Maranatha

controlling and analyze yaitu karyawan harus memantau hasil kerja field operator

yang menangani hasil corrective maintanance yang telah karyawan laporkan. Jika setelah dianalisis dan dilaporkan pada field operator tetapi masih belum ada perbaikan, maka karyawan harus menganlisis ulang masalah yang terjadi untuk bisa dieksekusikan kemudian.

Karyawan Divisi RFM harus melaksanakan keenam tugas pekerjaan mereka setiap harinya. Keenam tugas tersebut dilaksanakan dalam sistem kerja

shift. Shift pertama mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00. Shift kedua mulai pukul 15.00 sampai dengan 23.00. Sedangkan shift ketiga mulai dari pukul 23.00 sampai dengan 07.00. Karyawan Divisi RFM dituntut secara fisik dan psikis agar dapat prima setiap saat guna melaksanakan tugas pekerjaannya tersebut. Karyawan Divisi RFM yang menghayati tuntutan fisik dan psikis dari pekerjaannya sebagai tuntutan yang terlalu tinggi bagi dirinya, memiliki kemungkinan untuk dapat mengalami stres kerja.

(27)

16

Universitas Kristen Maranatha ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat tinggal atau masyarakat (Luthans, 2006). Relokasi dapat menjadi penyebab munculnya stres kerja pada Karyawan Divisi RFM. Karyawan yang dipindahkan dari daerah (Bandung, Surabaya dan Lampung) ke Kota Tangerang harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal baru juga penyesuaian diri dengan tempat kerja yang baru.

Stresor organisasi mencakup kebijakan dan strategi administratif, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kondisi kerja. Stresor organisasi adalah stresor yang berhubungan dengan organisasi itu sendiri yang berpengaruh terhadap munculnya stres kerja pada Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang (Luthans, 2006). Seperti sistem kerja shift yang diterapkan perusahaan terhadap Karyawan Divisi RFM. Pengaturan rotasi shift sepenuhnya menjadi hak dari supervisor tanpa ada keikutsertaan karyawan dalam penyusunan jadwalnya. Karyawan yang mendapatkan jadwal kerja shift malam lebih banyak, harus merubah pola tidur yang biasa ia jalani. Kondisi tersebut tidak dapat dihindari karena merupakan konsekuensi dari pekerjaannya. Karyawan perlu terjaga di malam hari dengan tingkat konsentrasi yang tinggi karena harus tetap memantau

(28)

17

Universitas Kristen Maranatha Misalnya akibat sistem kerja shift tersebut karyawan menjadi sering merasakan gangguan pencernaan seperti sakit maag sebagai gejala fisik. Saat bekerja, tanpa ada penyebab yang jelas, karyawan merasakan perih di lambungnya. Hal tersebut menjadi mengganggu konsentrasi karyawan saat memantau alarm. Karyawan yang merasakan sakit maag menjadi fokus pada rasa sakit yang ia alami, sehingga ia melalaikan tugasnya dalam melakukan monitoring.

Stressor kelompok dikategorikan menjadi dua area, yaitu kurangnya kohesivitas kelompok dan kurangnya dukungan sosial (Luthans, 2006: 445). Kurangnya kohesitivitas kelompok artinya adalah kurangnya waktu kebersamaan yang dimiliki oleh para Karyawan Divisi RFM. Desain pekerjaan yang mengharuskan karyawan untuk bertanggung jawab pada tugasnya masing-masing dengan target waktu tertentu, membuat setiap karyawan sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Tingkat konsentrasi tinggi yang dibutuhkan dalam memantau alarm

(29)

18

Universitas Kristen Maranatha karyawan divisi RFM. Karyawan jenuh dengan rutinitas pekerjaan yang tidak disertai dengan interaksi hangat dengan rekan kerja.

Stresor kelompok lainnya adalah kurangnya dukungan sosial. Karyawan sangat dipengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang kohesif. Dengan berbagi masalah dan kebahagiaan bersama-sama, mereka jauh lebih baik. Jika jenis dukungan ini berkurang pada individu, maka situasi akan membuat stres kerja (Luthans, 2006: 445). Kurangnya waktu yang dimiliki Karyawan Divisi RFM dengan keluarganya karena harus berada berjauhan dan sulit mendapatkan waktu libur kerja seperti waktu libur kerja normal di hari sabtu dan minggu dapat memberi peluang untuk mengalami stres kerja saat bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM. Karyawan yang menghayati kurangnya dukungan sosial sebagai stresor yang kuat dapat menunjukkan masalah-masalah fisik, psikologis dan atau perilaku sebagai gejala stresnya. Misalnya karyawan menjadi lamban dan suka menunda-nunda pekerjaan akibat mereka tidak dapat berkonsentrasi saat bekerja.

(30)

19

Universitas Kristen Maranatha Ketika menjalankan tugas harian dengan target waktu, karyawan dengan kepribadian Tipe A terus menerus merasa dalam tekanan. Mereka bekerja dengan cepat dan berusaha menyelesaikan alarm sebanyak mungkin. Hal ini karena bagi mereka, ukuran kesuksesan dilihat dari kuantitas pekerjaan yang mampu mereka selesaikan. Profil kepribadian yang serba cepat, kompetitif, dan agresif dalam bekerja inilah yang mempengaruhi tingkat stres kerja karyawan divisi RFM. Ketika karyawan tidak dapat mencapai target yang mereka tetapkan sendiri karena menetapkan standar produktivitas yang terlalu tinggi, karyawan mengalami frekwensi masalah-masalah gejala stres yang tinggi.

(31)

20

Universitas Kristen Maranatha menyelesaikan masalah dapat berpotensi meningkatkan stres kerja yang karyawan rasakan.

Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat

stressor (sumber stres kerja). Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya. Karyawan Divisi RFM yang tidak mengalami masalah fisik, psikologis dan atau perilaku walaupun mendapatkan tekanan dari sumber-sumber stres kerja merupakan karyawan yang sehat mentalnya. Sementara karyawan mengalami masalah akibat stres kerja dapat dikatakan sebagai karyawan yang kurang sehat secara mental. Kesehatan mental yang kurang baik membuat fungsi kepribadian, emosional, intelektual, dan fisik karyawan tidak dapat berfungsi secara optimal.

(32)

21

Universitas Kristen Maranatha Tingkat stres kerja yang dialami karyawan Divisi RFM dapat dilihat dari gejala-gejala yang muncul pada diri karyawan tersebut. Salah gejala dari stres kerja adalah munculnya masalah fisik yang dialami karyawan Divisi RFM. Diantaranya adalah masalah pada sistem kekebalan tubuh. Seperti Karyawan Divisi RFM yang menjadi lebih mudah terserang penyakit. Masalah pada sistem cardiovascular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Masalah pada musculoskeletal (sakit kepala dan migren), seperti Karyawan Divisi RFM yang mengalami sakit kepala yang sering dan relatif mentap saat ia harus terus menerus menatap layar komputer sebagai konsekuensi pekerjaannya di Divisi RFM. Dan masalah pada pencernaan seperti diare dan sembelit.

Gejala lain yang muncul adalah masalah psikologis seperti Karyawan Divisi RFM yang menjadi mudah marah saat ditanya ketika sedang bekerja. Kemudian juga munculnya kecemasan pada diri karyawan Divisi RFM saat muncul alarm yang harus dieksekusi. Selain itu juga munculnya perasaan jenuh/bosan saat karyawan Divisi RFM menjalani rutinitas pekerjaaannya. Serta masalah psikologis lain seperti depresi, ketegangan, tekanan, sulit berkonsentrasi, kejenuhan/ kebosanan, sulit mengambil keputusan, dan tindakan agresi oleh

karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang. Sedangkan masalah tingkah laku

(33)

22

Universitas Kristen Maranatha merokok dan penggunaan zat-zat adiktif, kelambatan dalam bekerja, absenteeism, dan turnover.

Konsekuensi dari semua hal diatas adalah tingkat stres kerja kerja pada Karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang dapat dikatakan tinggi atau rendah.

Tingkat stres kerja dikatakan tinggi apabila Karyawan Divisi RFM dalam menanggapi situasi pekerjaan sebagai Karyawan Divisi RFM, individu menghayati adanya masalah-masalah akibat stres kerja secara fisik, psikologis, dan atau perilaku. Misalnya, Karyawan divisi RFM yang mengalami stres kerja dengan tingkat yang tinggi akan lebih mudah mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, dan sakit kepala. Masalah psikologis misalnya merasa selalu cemas, tegang, jenuh, dan mudah marah. Masalah perilaku misalnya menjadi perokok, minum minuman beralkohol, keluar dari pekerjaan, dan tidur tidak nyenyak. Sedangkan tingkat stres kerja dapat dikatakan rendah bila individu dalam menanggapi situasi pekerjaan jarang atau bahkan tidak merasakan masalah-masalah yang diakibatkan oleh stres kerja. Misalnya, Karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang sangat sedikit sekali merasakan gangguan baik fisik,

psikologis, maupun perilaku.

(34)

23

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka pikir

Tingkat stres kerja kerja

Tinggi

Rendah

Gejala Stres kerja: - Masalah fisik - Masalah psikologis - Masalah perilaku Karyawan divisi

RFM PT.‘X’ Kota Tangerang

Stresor

(35)

24

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

1. Situasi kerja Karyawan Divisi RFM yang monoton dan repetitif dan harus dijalani dalam periode waktu yang lama berpotensi untuk menimbulkan stres kerja.

2. Sistem kerja shift bergantian yang membutuhkan adaptasi secara fisik pada karyawan divisi RFM berpotensi untuk menimbulkan stres kerja.

3. Kurangnya waktu dengan keluarga sebagai stresor ekstraorganisasi memiliki kecenderungan keterkaitan dengan tingkat stres kerja yang dialami karyawan divisi RFM.

4. Tingkat stres kerja karyawan divisi RFM memiliki kecenderunagn keterkaitan dengan stresor dari dalam organisasi, kelompok dan individu. 5. Karyawan Divisi RFM yang menjalani tugas dalam periode waktu lama

(36)

74

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengolahan dan pembahasan data pada bab VI, dapat ditarik kesimpulan mengenai tingkat stres kerja pada karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang sebagai berikut :

1. Karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang memiliki tingkat stres kerja yang berbeda-beda. Terdapat 71.4% karyawan divisi RFM memiliki tingkat stres kerja tinggi dan 28.6% karaywan divisi RFM memiliki tingkat stres kerja yang rendah.

2. Sebagian besar karyawan dengan tingkat stres kerja tinggi akan menunjukkan gejala-gejala stres kerja dengan frekwensi tinggi. Terdapat 56% karyawan yang menggejala pada masalah fisik, 92% menggejala pada masalah psikologis dan 64% menggejala pada masalah perilaku.

3. Sebagian besar karyawan dengan tingkat stres kerja rendah menunjukkan gejala-gejala stres kerja dengan frekwensi rendah. Terdapat 90% karyawan yang menunjukan frekwensi rendah pada pada masalah fisik dan 100% karyawan menunjukkan frekwensi rendah pada masalah psikologis dan perilaku.

(37)

75

Universitas Kristen Maranatha sumber stres yang memiliki kecenderungan keterkaitan tinggi dengan gejala fisik, psikologis dan perilaku karyawan divisi RFM dalam mengahadapi pekerjaannya. Sehingga memunculkan frekwensi penghayatan yang tinggi pada gejala fisik berupa sakit kepala, gejala psikologis berupa keluhan mengenai pekerjaan, dan gejala perilaku berupa kebutuhan untuk merokok saat bekerja.

5. Faktor organisasi berupa terlalu banyak orang dalam ruangan tidak menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan gejala fisik, psikologis, dan perilaku karyawan divisi RFM dalam menghadapi pekerjaannya. Sehingga menunjukkan frekwensi penghayatan yang rendah pada gejala-gejala stres kerja.

6. Perbedaan predisposisi individu yaitu kontrol personal, ketidakberdayaan yang dipelajari, dan daya tahan psikologis mempengaruhi tingkat stres kerja karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang. Karyawan yang mempunyai komitmen terhadap pekerjaan, menerima tantangan, dan memiliki perasaan dalam kontrol memiliki tingkat stres kerja yang rendah.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

(38)

76

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pihak perusahaan disarankan untuk mengadakan sharing session

secara berkala yang dihadiri karyawan dan supervisor agar karyawan mampu menyampaikan keluhan dan kesulitan di pekerjaan dalam rangka menurunkan stresor pada karyawan.

2. Bagi pihak perusahaan disarankan untuk mengadakan program acara kebersamaan karyawan divisi RFM seperti kegiatan olah raga bersama (klub futsal/badminton), sehingga tercipta kohesivitas kelompok yang solid antar karyawan divisi RFM dalam rangka menurunkan stresor pada karyawan.

3. Bagi pihak perusahaan disarankan untuk menyelenggarakan serta memfasilitasi konseling dan pelatihan manajemen stres bagi karyawan yang memiliki tingkat stres kerja tinggi dan memiliki masalah pribadi. 4. Bagi supervisor disarankan untuk menyusun jadwal kerja dengan

(39)

77

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta

Kountur, Ronny, D.M.S., Ph. D., Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis; Penyunting: Yusrianto -- cet.3 – Jakarta: Penerbit PPM, 2005.

Luthans, Fred. 2005. Organizational Behavior 10th edition. New York: Mc.Graw Hill Book Company

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi (terjemahan Vivin Andika et. al).

Yogyakarta: Penerbit Andi

Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Notosoedirjo, Moeljono & Latipun. 2005. Kesehatan Mental. Surabaya: Unversitas Muhammadyah Malang Press.

Robbins, SP. 2003. Perilaku Organisasi. Edisi Indonesia. Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia.

(40)

78

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Ali Nina, Liche Seniati, 2006. Pengaruh masa kerja, trait kepribadian, kepuasan kerja, dan iklim psikologis terhadap komitmen dosen pada universitas indonesia. Disertasi. Depok: Program Pascasarjana Universitas

Indonesia.

Ayuningtyas, Putri, 2006. Studi Deskriptif Mengenai Tingkat Stres kerja Pada Manajer Menengah Atas Dalam Menjalankan Persiapan Pensium di

Kantor Pusat PT ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha

Novena, Angela Kewas. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Tingkat Stres kerja

Pada Karyawan Garmen Bagian Produksi PT ‘X’ Di Bandung. Skripsi.

Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Arthur G. Bedeian, Allayne B. Pizzolatto, Rebecca G. Long and Rodger W. Griffeth. Journal of Career Development, 1990, Volume 17, Number 3, Pages 153-166.

Diakses 24 April 2012

http://www.stres kerjas.org/job.htm?AIS=53941edaa54745a02e57b62eca0b3844 Diakses 25 November 2011

http://helpguide.org/mental/stres kerjas_signs.htm Diakses 19 November 2011

http://www.pt’x’.co.id/

Diakses 11 Agustus 2011 http://www.askitel.or.id/

Diakses 11 Agustus 2011

http://www.sindonews.com/read/2012/03/30/452/602412/xl-tingkatkan-kekuatan jaringan-3-500-bts

Referensi

Dokumen terkait

Sejak menggunakan gadget, anak menjadi susah diajak berkomunikasi, tidak peduli, sering badmood, tidak mendengarkan nasehat orang tua, tidak terbiasa mengutarakan pendapat dan

PENGARUH LATIHAN RELAKSASI DISERTAI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN1. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dengan website profil kesehatan yang disajikan secara online, lewat koneksi ke internet, maka diharapkan dapat dinikmati oleh setiap masyarakat dan juga dapat menjadi pembanding

ISDN juga dapat didefini- sikan sebagai pengembangan dari jaringan telepon IDN (Integrated Digital Network) yang menye- diakan hubungan digital dari ujung satu pelanggan ke ujung

Untuk membuka atau mengaktikan file database yang telah Anda buat sebelum- nya pada data kerja, dapat dilakukan dengan langkah berikut :a. Klik menu File, Open, hingga muncul

Hasil penelitian ini adalah ROA berpengaruh positif terhadap tax avoidance, leverage berpengaruh positif terhadap Effective Tax Rate (ETR) sebagai proksi tax

Sludge biogas merupakan pupuk organik yang dapat memperbaiki kandungan hara di lahan kering, dimana dapat memperbaiki dan menaikan keseuburan tanah tersebut sehingga

Aplikasi ini di buat karena dengan semakin meningkatnya jumlah pendaftar calon peserta kursus, sistem pendaftaran manual dapat memperlama proses pendaftaran dan laporan yang di