• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda. Data Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi overweight dan obesitas penduduk pria Indonesia sebesar 8,5% dan 7,8%. Prevalensi overweight dan obesitas pada pria di kelompok usia 25 hingga 50 tahun relatif lebih tinggi daripada pria di kelompok usia remaja maupun lansia. Obesitas berkaitan erat dengan kejadian penyakit degeneratif. Peningkatan prevalensi obesitas akan meningkatkan angka kematian yang disebabkan hipertensi dan diabetes (Henry 2011). Data riset kesehatan dasar Indonesia pada tahun 2007 menunjukkan 3 dari 10 penduduk Indonesia yang berusia di atas 10 tahun menderita hipertensi. Kejadian overweight dan obesitas serta penyakit degeneratif erat kaitannya dengan gaya hidup, seperti rendahnya tingkat aktivitas fisik, rendahnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi makanan cepat saji serta kebiasaan merokok.

Indonesia telah mengembangkan PUGS sebagai pedoman makan untuk menggiring masyarakat Indonesia agar mengkonsumsi makanan yang beragam, bergizi dan berimbang. Namun instrumen yang praktis untuk menilai keseluruhan kualitas konsumsi pangan berdasarkan pedoman makan di Indonesia belum ada. Pengembangan indeks gizi seimbang untuk pria dewasa di Indonesia penting agar kualitas konsumsi makanan secara keseluruhan pada kelompok ini dapat diketahui.

Nilai IGS pada dasarnya mencerminkan kualitas pola makan subjek, oleh karena itu nilai IGS pada subjek dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah karakteristik subjek tersebut yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, maupun jenis pekerjaan. Pengetahuan gizi dan kecakapan kesehatan yang baik akan menunjang subjek sehingga dapat melakukan pemilihan makanan yang lebih sehat, dengan demikian juga akan meningkatkan nilai IGS. Kebiasaan makan yang buruk, seperti membatasi makan secara berlebihan dan melewatkan sarapan juga akan menurunkan nilai IGS.

Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian pengembangan Indeks Gizi Seimbang

Keterangan:

: Variabel yang tidak diamati : Variabel yang diamati

Masalah Gizi Ganda Karakteristik Individu:

Usia

Pendidikan

Pendapatan

Pengetahuan gizi dan keterampilan kesehatan

Kebiasaan makan/ Pola makan

Pengembangan pedoman makan

PUGS

Tumpeng gizi seimbang

Alat ukur mutu gizi konsumsi pangan:

MGP

PPH

IGS (belum ada)

Indeks gizi seimbang

Gaya Hidup

Nilai indeks gizi seimbang (kualitas konsumsi pangan)

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang mengembangkan suatu indeks. Indeks gizi seimbang dikembangkan melalui penelusuran pustaka. Pengujian validitas dari indeks yang dikembangkan menggunakan data konsumsi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010.

Riskesdas 2010 dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Indonesia. Pengumpulan data dilakukan oleh tim pengumpul data Riskesdas sejak bulan Mei-Agustus 2010. Pengolahan, analisis dan interpretasi data dilakukan pada bulan Juni-November 2013 di Bogor, Jawa Barat.

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek

Subjek Riskesdas 2010 berasal dari 441 kabupaten/kota yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Populasi dalam Riskesdas 2010 adalah seluruh rumah tangga biasa yang mewakili 33 provinsi. Subjek rumah tangga dalam Riskesdas 2010 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk tahun 2010. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan two stage sampling.

Riskesdas mengambil sejumlah blok sensus dari setiap kabupaten/kota yang termasuk ke dalam kerangka subjek kabupaten/kota. Pemilihan blok sensus tersebut dilakukan sepenuhnya oleh BPS dengan memperhatikan status ekonomi dan rasio perkotaan/perdesaan. Blok sensus tersebut proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Blok sensus yang dipilih untuk kesehatan masyarakat adalah sebesar 2800 blok sensus dengan 70000 rumah tangga

Riskesdas 2010 berhasil mengunjungi 2798 blok sensus dari 441 kabupaten/kota jumlah rumah tangga dari blok sensus tersebut sebanyak 69300 rumah tangga dengan jumlah rumah tangga sebanyak 251388 anggota. Jumlah subjek dalam rentang usia dewasa (19-55 tahun) adalah 132934 orang, sebanyak 64448 di antaranya berjenis kelamin pria.

Proses cleaning dilakukan terhadap subjek yang tidak memiliki data antropometri dan data asupan pangan. Cleaning juga dilakukan pada subjek yang memiliki IMT < 13 dan IMT > 40, asupan pangan < 0,3 atau > 3 kali energi basal, serta pada subjek dengan tingkat kecukupan zat gizi makro maupun mikro lebih dari 400%. Total subjek dalam penelitian ini adalah 61129 pria dewasa. Tahapan proses cleaning disajikan pada Gambar 4.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Gambar 4. Tahap-tahap cleaning subjek penelitian

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder. Pengumpulan data telah dilakukan oleh Kementrian Kesehatan melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 dengan kuesioner terlampir. Data diperoleh dalam bentuk electronic file dalam bentuk entry data Riskesdas 2010. Pengumpulan data karakterstik subjek dan karakteristik sosial ekonomi dilakukan dengan wawancara. Data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan diperoleh dengan pengukuran langsung oleh enumerator Riskesdas. Data konsumsi pangan diperoleh dengan metode Recall 24 jam. Tabel 6 menyajikan jenis data yang digunakan serta cara pengumpulannya.

Jumlah anggota rumah tangga dalam kelompok usia dewasa (19-55 tahun)

132934 orang

Jumlah calon subjek 64448 pria dewasa

Kriteria proses cleaning:

 Tidak ada data antropometri (BB & TB): 197 orang

 Tidak ada data konsumsi: 84 orang

 Subjek dengan kondisi konsumsi yang tidak biasa: 939 orang

 Subjek dengan IMT < 13 atau IMT > 40: 74 orang

 Subjek dengan asupan pangan < 0,3 atau > 3 kali kebutuhan energi basal: 2013 orang

 Subjek dengan tingkat kecukupan gizi > 400%: 12 orang

Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data

Peubah Keterangan Cara pengumpulan data

Karakteristik subjek 1. Usia 2. Jenis kelamin Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok IV No 7 Wawancara

Karakteristik sosial ekonomi

1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Daerah 4. Status kawin Blok IV No 8 Blok IV No 9 Blok I No 5 Blok IV Wawancara Antropometri 1. Berat badan 2. Tinggi badan Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok X No 1a,1b Blok X No 2a, 2b Pengukuran langsung

- Diukur dengan timbangan berat badan digital (kapasitas 150 kg dan ketelitian 50 g)

- Diukur dengan alat ukur tinggi badan multi fungsi (kapasitas ukur 2 m dan ketelitian 0.1) Asupan pangan 1. Jumlah pangan 2. Jenis pangan Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok IX Blok IX

Food recall 1x24 jam

Pengolahan dan Analisis Data

Pengembangan indeks gizi seimbang

Pengembangan IGS di Indonesia mengacu pada pengembangan HEI di Amerika dan Thailand yaitu dengan penelusuran pustaka dan disesuaikan dengan panduan makan yang ada di Indonesia yaitu tumpeng gizi seimbang serta PUGS. Gambar 5 menampilkan langkah-langkah pengembangan suatu indeks, tahapan pengembangan tersebut merupakan modifikasi dari langkah pengembangan alat ukur keragaman pangan yang dilakukan oleh Hardinysah (1996). Pengembangan indeks gizi seimbang melalui penelusuran pustaka untuk melihat indeks atau alat ukur lain yang sudah pernah dikembangkan sebelumnya. Pada prinsipnya pengembangan IGS adalah dengan menentukan komponen penilaian dan cara pemberian nilainya. Setelah komponen penilaian dan cara pemberian nilai ditentukan, maka dilakukan serangkaian uji validitas untuk menentukan indeks mana yang paling valid. Jika indeks yang dikembangkan tidak valid, maka proses pengembangan indeks dimulai lagi dari awal penelusuran pustaka.

Komponen penilaian pada indeks gizi seimbang secara umum terbagi dua, yaitu: konsumsi kelompok pangan dan aspek pangan yang harus dibatasi konsumsinya terkati dengan penyakit tidak menular (PTM). Kelompok pangan dalam indeks gizi seimbang adalah: kelompok pangan sumber karbohidrat, sayuran, buah-buahan, pangan hewani, dan lauk nabati. Aspek pangan yang harus dibatasi konsumsinya terkait PTM adalah: gula tambahan, lemak total, lemak jenuh dan sodium. Cara pemberian nilai untuk setiap kompnen juga terbagi dua, yaitu: 1) penilaian tiga tingkat (IGS3); dan 2) penilaian empat tingkat (IGS4).

Gambar 5. Langkah-langkah pengembangan IGS

Perbedaan dari setiap alternatif indeks gizi seimbang terletak pada kombinasi komponen penilaian dan cara pemberian nilainya. Setiap cara penilaian memiliki lima alternatif indeks gizi seimbang, IGS3 dan IGS4 masing-masing memiliki lima alternatif indeks gizi seimbang. Oleh karena itu terdapat sepuluh alternatif indeks gizi seimbang yang dikembangkan dalam penelitian ini.

Setiap alternatif indeks gizi seimbang dinamakan sesuai dengan cara pemberian nilai, jumlah seluruh komponen yang dinilai dan jumlah aspek pangan terkait PTM yang disertakan. Contohnya penamaan IGS3-105, artinya alternatif indeks gizi seimbang ini dinilai dengan 3 tingkat, terdiri atas 10 komponen penilaian dan 5 di antaranya adalah zat terkait PTM. Tabel 7 menyajikan keterangan mengenai alternatif indeks gizi seimbang yang dikembangkan.

Menentukan konsep dan tujuan Indeks Gizi Seimbang

Review instrumen pengukuran kualitas konsumsi pangan yang sudah ada

A. Identifikasi kriteria pengukuran B. Identifikasi konsep pengelompokan makanan C. Identifikasi konsep pemberian skor/nilai Formulasi pengelompokan makanan Formulasi sistem pemberian skor/nilai

Menganalisis validitas kriteria pengukuran

Indeks Gizi Seimbang

Pengembangan Indeks Gizi Seimbang

Tabel 7. Alternatif indeks gizi seimbang

No. Nama

Indeks Keterangan

Skor Komponen 1. IGS3-50 Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian tiga

tingkat (3), terdiri atas lima komponen penilaian (5) dan tidak aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan(0)

0 - 20

2. IGS3-60 Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri atas enam komponen penilaian (6) dan tidak ada aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (0)

0 – 16,7

3. IGS3-61 Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri atas enam komponen penilaian (6) dengan satu aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (1)

0 – 16,7

4. IGS3-83 Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri atas delapan komponen penilaian (8) dengan tiga aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (3)

0 – 12,5

5. IGS3-105 Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri atas sepuluh komponen penilaian (10) dengan lima aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (5)

0 - 10

6. IGS4-50 Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian empat tingkat (4), terdiri atas lima komponen penilaian (5) dan tidak ada aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (0)

0 – 20

7. IGS4-60 Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian empat tingkat (4), terdiri atas enam komponen penilaian (6) dan tidak ada aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (0)

0 – 16,7

8. IGS4-61 Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian empat tingkat (4), terdiri atas enam komponen penilaian (6) dengan satu aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (1)

0 – 16,7

9. IGS4-83 Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian empat tingkat (4), terdiri atas delapan komponen penilaian (8) dengan tiga aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (3)

0 – 12,5

10 IGS4-105 Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian empat tingkat (4), terdiri atas sepuluh komponen penilaian (10) dengan lima aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (5)

0 - 10

Indeks gizi seimbang memiliki nilai total 0 hingga 100. Nilai untuk setiap komponen pada masing-masing alternatif indeks gizi seimbang disesuaikan dengan jumlah komponen penilaian. Sebagai contoh indeks dengan 10 komponen peniliaian artinya setiap komponen memiliki skor dengan rentang 0 hingga 10, kemudian indeks dengan 8 komponen penilaian maka setiap komponennya memiliki skor dengan rentang 0-12,5. Tabel 8 menyajikan komponen dan kriteria penilaian untuk sistem penilaian tiga tingkat.

Tabel 8. Komponen dan kriteria penilaian IGS tiga tingkat

No Komponen Skor

0 5 10

1 Pangan karbohidrat < 4 porsi 4-8 porsi ≥ 8 porsi

2 Sayuran < 1 porsi 1-3 porsi ≥ 3 porsi

3 Buah < ½ porsi ½ - 2 porsi ≥ 2 porsi

4 Pangan Hewani (total) a.Lauk hewani b.Susu < 1¼ porsi < 1 porsi < ¼ porsi 1¼ - 4 porsi 1-3 porsi ¼ - 1 porsi ≥ 4 porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi

5 Lauk Nabati < 1 porsi 1-3 porsi ≥ 3 porsi

6 Asupan lemak total >30%-e

atau <10%-e

20-30%-e 10-20%-e

7 Asupan lemak jenuh >10%-e

atau < 2%-e

6-10%-e 2-6%-e

8 Konsumsi gula tambahan > 20%-e 5-20%-e ≤5%-e

9 Asupan kolesterol (mg) > 300 atau <100 200-300 100-200 10 Asupan sodium (mg) >2000 atau < 500 1000-2000 500-1500 Keterangan:

1 porsi KH setara 100 g nasi 1 porsi PH (selain susu) setara 50 g daging 1 porsi sayur setara 100 g sayur 1 porsi susu:200 ml susu cair/30 g tepung susu 1 porsi buah setara 100 g buah 1 porsi PN setara 50 g tempe

10%-e artinya sama dengan 10% dari kebutuhan energi total.

Indeks gizi seimbang dengan sistem penilaian 3 tingkat, artinya indeks ini dinilai dengan 3 tingkatan, yaitu: skor minimal, skor tengah dan skor maksimal. Contohnya pada indeks dengan 10 komponen, setiap komponennya memiliki rentang skor 0-10, maka skor minimal adalah 0, skor tengah adalah 5 dan skor maksimal adalah 10 untuk setiap komponen. Contoh penilaian 4 tingkat pada indeks dengan 10 komponen, yaitu: 1) skor minimal adalah 0; 2) skor tingkat dua adalah 4; 3) skor tingkat tiga adalah 7; dan 4) skor maksimal adalah 10. Tabel 9 menyajikan komponen dan kriteria penilaian untuk indeks dengan sistem penilaian 4 tingkat.

Anjuran standar porsi makan sehari untuk kelompok pangan sumber karbohidrat (8 porsi), lauk hewani (3 porsi), lauk nabati (3 porsi) dan susu (1 porsi) disesuaikan dengan anjuran PUGS untuk memenuhi kebutuhan gizi kelompok pria dewasa. Standar porsi untuk sayur (3 porsi) dan buah (2 porsi) sesuai dengan anjuran untuk memenuhi kebutuhan gizi orang dewasa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2013). Orang dewasa dalam sehari dianjurkan mengonsumsi lemak tidak lebih dari 30% total energi sehari, dan maksimal sepertiga di antaranya (10%) berupa lemak jenuh. Anjuran konsumsi kolesterol bagi orang dewasa adalah tidak lebih dari 300 mg sehari (AHA 2013), sedangkan anjuran konsumsi sodium tidak lebih 2000 mg sehari (WHO 2012).

Tabel 9. Komponen dan kriteria penilaian IGS empat tingkat

No Komponen Skor

0 4 7 10

1 Pangan karbohidrat < 1 porsi 1- 4 porsi 4 - 8 porsi ≥ 8 porsi

2 Sayuran < ½ porsi ½ -1½ porsi 1½ -3 porsi ≥ 3 porsi

3 Buah < ½ porsi ½ - 1 porsi 1 – 2 porsi ≥ 2 porsi

4 Pangan Hewani (total) a. Lauk hewani b.Susu < ¾ porsi < ½ porsi < ¼ porsi ¾ - 2 porsi ½ -1 porsi ¼ - ½ porsi 2 – 4 porsi 1½ -3 porsi ½ - 1 porsi ≥ 4 porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi

5 Lauk Nabati < ½ porsi ½ -1½ porsi 1½- 3 porsi ≥ 3 porsi

6 Asupan lemak total >50%-e

atau <5%-e

30-50%-e atau5-10%-e

20-30%-e 10-20%-e

7 Asupan lemak jenuh >15%-e

atau < 2%-e

10-15%-e 6-10%-e 2-6%-e

8 Konsumsi gula tambahan > 25%-e 15-25%-e 5-15%-e ≤5%-e

9 Asupan kolesterol (mg) > 400 300-400 atau <100 200-300 100-200 10 Asupan sodium (mg) >2500 atau < 500 2000-2500 1500-2000 500-1500 Keterangan:

1 porsi KH setara 100 g nasi 1 porsi PH (selain susu) setara 50 g daging

1 porsi sayur setara 100 g sayur 1 porsi susu:200 ml susu cair atau 30 g tepung susu

1 porsi buah setara 100 g buah 1 porsi PN setara 50 g tempe

10%-e artinya sama dengan 10% dari kebutuhan energi total.

Penelitian ini melakukan uji korelasi Pearson antara berbagai alternatif indeks gizi seimbang dengan skor mutu gizi pangan (MGP) serta dengan perhitungan nilai Sensitivitas dan Spesifitas (Se+Sp) IGS terhadap MGP. Pemilihan indeks gizi seimbang akan dilakukan dengan mempertimbangkan nilai koefisien korelasi, nilai Se+Sp, kelengkapan serta kepraktisan indeks dalam menilai mutu gizi konsumsi pangan pria dewasa Indonesia.

Karakteristik sosial ekonomi dan status gizi

Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti adalah wilayah tempat tinggal subjek, pendidikan tertinggi, pekerjaan, status ekonomi dan status kawin subjek. Wilayah tempat tinggal subjek dibedakan atas wilayah perkotaan dan perdesaan. Pendidikan tertinggi subjek dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) tidak sekolah atau tidak tamat SD/ MI atau tamat SD/MI; 2) tamat SMP/MTS; dan 3) tamat SMA/MA atau tamat perguruan tinggi. Pekerjaan subjek dibedakan menjadi 6 kelompok, yaitu: 1) tidak kerja atau sekolah; 2) pegawai negeri (sipil dan militer); 3) wiraswasta atau layan jasa/profesi atau dagang; 4) petani atau nelayan; 5) buruh; dan 6) lainnya. Status ekonomi subjek telah dikategorikan menjadi 5 quintil. Status kawin subjek dibedakan menjadi 1) kawin dan 2) tidak kawin.

Data karakterstik sosial ekonomi diolah dan disajikan secara deskriptif. Sebaran subjek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi disajikan menurut setiap kelompok usia dan juga secara keseluruhan.

Status gizi subjek dinilai dengan menggunakan indeks massa tubuh. Subjek dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan nilai IMT, yaitu: 1) kurus

jika IMT < 18,5; 2) normal jika IMT 18,5 – 24,9; dan 3) gemuk jika IMT > 25,00. Sebaran subjek berdasarkan status gizi diolah dan disajikan secara deskriptif.

Kebutuhan energi dan zat gizi makro

Kebutuhan energi subjek dihitung dengan menggunakan oxford equation, dari Institiute of Medicine/IOM (Mahan & Escoot-stump 2008). Kebutuhan energi dihitung berdasarkan usia, faktor aktivitas, berat badan dan tinggi serta faktor aktivitas fisik. Perhitungan kebutuhan energi subjek dengan status gizi normal menggunakan berat badan aktual, sedangkan subjek dengan status gizi gemuk perhitungan kebutuhan energinya menggunakan berat badan estimasi. Total Energy Expenditure (TEE) atau Estimated Energy Requirement (EER) kemudian dikoreksi dengan Thermic Effect of Food (TEF). TEF atau efek termal pangan adalah pengeluran energi oleh tubuh yang berhubungan dengan konsumsi pangan, nilai TEF dihitung sebesar 10% dari EER.

Aktivitas fisik dibedakan menjadi 4 kategori berdasarkan jenis pekerjaan subjek, yaitu: 1) sangat ringan (tidak bekerja); 2) ringan (wiraswasta/layan jasa/dagang dan lainnya); 3) aktif (sekolah); dan 4) sangat aktif (petani.nelayan, dan buruh). Secara rinci rumus perhitungan kebutuhan energi subjek disajikan pada tabel 10.

Tabel 10. Perhitungan kebutuhan energi pria dewasa

Rumus perhitungan kebutuhan energi Kebutuhan energi

(Kal)

EER Laki-laki 19 tahun keatas dengan status gizi normal

EER = TEE EER = 662 – (9.53 x U) + PA x (15.91 x BBa + 539,6 x TB) Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan) PA = 1.11 (ringan) PA = 1.25 (aktif) PA = 1.48 (sangat aktif) EER + 10%TEE

EER laki-laki 19 tahun keatas dengan status gizi overweight dan obese

EER = TEE

EER = 1086 – (10.1xU) + PA x (13.7xBBe + 416xTB)

Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan) PA = 1.12 (ringan) PA = 1.29 (aktif) PA = 1.59 (sangat aktif) EER + 10% TEE Keterangan:

U = usia (tahun), BBa = berat badan aktual (Kg), TB = tinggi badan (m)BBe = berat badan estimasi BMI = 25 Kg/m2(Kg)

EER = estimasi kebutuhan energi (Kal) TEE = total pengeluaran energi (Kal) PA = koefisien aktivitas fisik

Sumber: Mahan & Escoot-stump (2008)

Kebutuhan protein subjek dihitung dengan menggunakan formula estimasi angka kecukupan protein (AKP) yang terdapat di dalam Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) 2012. Kebutuhan protein dihitung berdasarkan kelompok usia, berat badan subjek dan dikalikan dengan faktor koreksi mutu protein sebesar 1,3

(WNPG 2012). Berikut ini adalah formula untuk menghitung kebutuhan protein subjek:

Keterangan:

AKP : Angka kecukupan protein ( g/kgBB/hari)

Faktor koreksi mutu protein : 1,3

Tabel 11. Perhitungan kebutuhan protein pria dewasa

Kelompok usia Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

19-29 tahun 0.85 g/kg BB/hr x 1.3 0.85 g/kg BB/hr x 1.3

30-49 tahun 0.85 g/kg BB/hr x 1.3 0.85 g/kg BB/hr x 1.3

50-64 tahun 0.85 g/kg BB/hr x 1.3 0.85 g/kg BB/hr x 1.3

Sumber : WNPG (2012)

Kebutuhan lemak subjek dalam sehari sesuai dengan WNPG 2012, kelompok pria dewasa membutuhkan lemak sebanyak 25% hingga 30% dari total energi sehari. Selain kebutuhan dan asupan lemak total, penelitian ini juga memperhitungkan asupan lemak jenuh dan kolesterol. Sesuai dengan anjuran WNPG 2012, asupan lemak jenuh untuk orang dewasa tidak lebih dari 10% total kebutuhan energi sehari. Asupan kolesterol bagi orang dewasa tidak lebih dari 300 mg sehari.

Kebutuhan karbohidrat dihitung setelah kebutuhan energi, protein dan lemak subjek dalam sehari diketahui. Selisih anatara kebutuhan energi dengan kebutuhan protein dan lemak merupakan kebutuhan karbohidrat. Berikut ini adalah formula untuk menghitung kebutuhan karbohidrat subjek dalam sehari:

Kebutuhan serat sesuai dengan anjuran WNPG 2012 untuk kelompok usia dewasa adalah sebanyak 14 g serat pangan untuk setiap 1000 kkal kecukupan energi. Asupan energi yang berasal dari gula tambahan dibatasi hingga 10% dari total energi sehari.

Kebutuhan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya.

Kebutuhan vitamin dan mineral subjek dalam sehari dihitung berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) 2012. Selain vitamin dan mineral, kebutuhan air juga diperhitungkan dengan menggunakan AKG. AKG pria dewasa disajikan pada Tabel 12.

Kebutuhan protein = AKP x faktor koreksi mutu protein

Tabel 12. Angka kecukupan gizi mikro pria dewasa

Kelompok usia Vit A

(ug) Vit B1 (mg) Vit B2 (mg) Vit C (mg) Ca (mg) P (mg) Fe (mg) Zn (mg) K (mg) Air (ml) Pria (tahun) 19-29 tahun 600 1,4 1,6 90 1100 700 13 13 4700 2500 30-49 tahun 600 1,2 1,6 90 1000 700 13 13 4700 2600 50-64 tahun 600 1,2 1,4 90 1000 700 13 13 4700 2600 Sumber: WNPG 2012

Asupan zat gizi dan tingkat kecukupan zat gizi

Kandungan energi dan zat gizi dalam pangan yang dikonsumsi subjek, dihitung berdasarkan jenis dan jumlah pangan dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan :

KGij = Kandungan zat gizi i dari pangan j yang dikonsumsi Bj = Berat pangan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j (per 100 g berat pangan) BDDj = % bahan makanan j yang dapat dimakan

(Sumber: Gibson 2005)

Tingkat kecukupan (TK) energi dan zat gizi merupakan persentase perbandingan antara asupan energi dan zat gizi yang diperoleh dari makanan dengan kebutuhan energi dan zat gizi subjek. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung dengan menggunakan formula berikut ini:

TK (%) = Konsumsi zat gizi x 100% Kebutuhan zat gizi

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro (protein, lemak dan karbohidrat) kemudia digolongkan menjadi 4 kategori berdasarkan Depkes (1996), yaitu: 1) defisit tingkat berat (TK < 70% kebutuhan); 2) defisit tingkat sedang ( 70% < TK < 79% ); 3) defisit tingkat ringan ( 80% < TK < 89% ); 4) normal ( 90% < TK < 119% ); dan 5) kelebihan ( TK ≥ 120%).

Perhitungan indeks gizi seimbang

Skor indeks gizi seimbang dihitung berdasarkan komponen penilaian yang ada. Setiap alternatif indeks gizi seimbang memiliki jumlah komponen penilaian yang berbeda, sehingga skor maksimal untuk setiap komponen juga berbeda. Namun seluruh alternatif indeks gizi seimbang memiliki skor total yang sama, yaitu berkisar antara 0 hingga 100.

Penilaian terhadap konsumsi kelompok pangan dilakukan dengan mengelompokan pangan menjadi pangan sumber karbohidrat, sayuran, buah, pangan hewani (selain susu), pangan hewani total (termasuk susu), lauk nabati (kacang-kacangan) dan susu. Pengelompokan pangan hewani total, lauk hewani dan susu disesuaikan dengan alternatif indeks gizi seimbang yang digunakan.

Berat pangan pada setiap kelompok pangan kemudian dikonversi ke dalam bentuk porsi. Satu porsi pangan karbohidrat sama dengan 100 g nasi, satu porsi pangan hewani (selain susu) sama dengan 50 g daging, satu porsi susu sama dengan 200 ml susu cair atau 30 g susu bubuk dan satu porsi pangan nabati (kacang-kacangan) sama dengan 50 g tempe (PUGS 1995). Satu porsi sayuran dan buah-buahan sama dengan 100 g sayur maupun 100 g buah (Nurhayati 2013). Konsumsi pangan subjek dalam satuan porsi dibandingkan dengan standar, nilai maksimum diberikan kepada konsumsi yang sesuai dengan standar pedoman. Konsumsi pangan yang kurang dari standar akan dinilai secara proporsional. Demikian pula untuk penilaian terhadap asupan zat terakait PTM, apabila memenuhi standar diberi nilai maksimal dan jika melebihi batas standar akan diberi nilai 0. Skor setiap komponen dijumlahkan untuk memperoleh skor total.

Perhitungan mutu gizi konsumsi pangan (MGP)

Mutu gizi konsumsi pangan dihitung berdasarkan rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Formula yang digunakan untuk menghitung mutu gizi pangan adalah sebagai berikut (Hardinsyah 2001):

MGP % = Σ TKGi

n Keterangan :

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi ke-i (konsumsi zat gizi ke-i/kecukupan zat gizi ke-i x 100)

n = Jumlah zat gizi yang dipertimbangan dalam penilaian MGP (Energi dan 15 zat gizi lain yang meliputi protein, karbohidrat, lemak, air, serat, natrium, kalsium, besi, fosfor, kalium, seng, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C)

Nilai tingkat kecukupan zat gizi maksimal adalah 100 (truncated at 100)

Dokumen terkait