• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri untuk memenuhi kebutuhannya. Pengembangan usaha pengolahan gula merah tebu di Kabupaten Takalar diharapkan dapat memenuhi kebutuhan permintaan gula di Indonesia yang saat ini terus mengalami peningkatan. Kondisi saat ini menggambarkan bahwa kapasitas produksi yang tidak dapat mencukupi kebutuhan gula sehingga dilakukan impor gula.

Pengembangan komoditas tebu memberikan pilihan bagi petani untuk menjual hasil panennya ke pabrik gula atau mengolahnya sendiri menjadi gula merah. Dengan teknologi pemerasan dan pemasakan dengan tungku hemat energi, petani dapat mengolah sendiri tebu menjadi gula merah. Pengembangan usaha ini dihadapkan pada pilihan petani, namun yang menentukan adalah pendapatan bersih yang akan diperoleh petani. Kondisi usaha gula merah tebu di Kabupaten Takalar saat ini merupakan suatu usaha baru dengan permintaan produk yang tinggi, terdapat kebun tebu yang hanya diperuntukkan sebagai bahan baku pabrik gula dan terdapat lahan luas yang potensial untuk ditanami tebu sebagai bahan baku pembuatan gula merah serta terdapat teknologi yang sederhana.

UD Julu Atia yang dimiliki Pak Syamsuddin Dg.Ronrong adalah usaha pengolahan gula merah tebu dengan pabrik yang berlokasi di Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar. Pada awal pendiriannya, kapasitas produksi hariannya adalah 2 ton tebu per hari. Gula merah yang dihasilkan dipasarkan ke pasar lokal dengan permintaan tiga kali lipat dibandingkan kapasitas produksi harian. Berdasarkan pengalaman tersebut, pemilik berkehendak untuk membangun pabrik baru dengan kapasitas 15 ton tebu perhari untuk memenuhi permintaan lokal dan akan dikembangkan ke pasar antarpulau dan ekspor.

Untuk mengembangkan suatu bisnis perlu dilakukan berbagai perencanaan yang matang terlebih dahulu. Agar rencana pengembangan usaha pengolahan gula merah tebu UD Julu Atia, perlu dilakukan analisis studi kelayakan pengembangan usaha. Studi kelayakan pengembangan usaha akan menganalisis kelayakan pengembangan usahanya yang ditinjau dari aspek finansial maupun non finansial. Dari hasil analisis ini akan diberikan rekomendasi apakah rencana pengembangan usaha tersebut layak untuk dijalankan atau tidak. Jika layak maka rencana pengembangan akan diimplementasikan, tetapi jika tidak layak rencana pengembangan akan dievaluasi baik itu dari aspek finansial maupun non finansialnya.

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian  Evaluasi

Layak Tidak Layak

Implementasi

Aspek finansial:

- Kriteria investasi (NPV, IRR, Gross B/C. Net B/C, PBP, PR)

- Analisis sensitivitas  

Aspek non finansial: - Aspek pasar - Aspek teknis

- Aspek manajemen hukum - Aspek ekonomi dan sosial - Aspek lingkungan

Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu

Identifikasi kondisi yang ada: - Kekurangan suplai gula

- Gula merah sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan konsumsi gula

- Terdapat potensi lahan

- Permintaan pasar lokal dan antar pulau belum dapat dipenuhi

- Potensi ekspor

Kondisi Existing: Pabrik Kapasitas Kecil (2 ton tebu per hari)

Pengembangan Usaha dengan

Pembangunan Pabrik Kapasitas Besar (15 ton tebu per hari)

Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha

Gambar 5. Diagram Alir (Flow Chart) Penelitian Data/informasi aktual: • Biaya produksi • Biaya investasi • Harga jual • Modal Usaha • Biaya lain- lain • Profil usaha   Proses: • Identifikasi Aspek Non finansial • Analsis Kelayakan Aspek Finansial • Analisis Sensitivitas   Outcome Rekomendasi langkah-langkah strategik bagi pengusaha tebu untuk rencana pengembangan usaha yang layak untuk di dijalankan   Lingkungan: • Kebijakan Pemerintah • Iklim Feedback Impact •Peningkatan produksi gula

merah tebu berbasis petani

•Peningkatan investasi pada industri gula merah tebu

•Mengurangi impor gula

•Mencukupi permintaan gula masyarakat Hasil yang diharapkan: • Kelayakan aspek non finansial • Kelayakan aspek finansial • Tingkat sensitivitas bisnis Parameter Kontrol: • NPV > 0 • Gross B/C > 1 • Net B/C > 1 • IRR ≥discount rate • PR >1 • PBP < periode maksimum Kondisi Saat Ini:

•Permintaan gula meningkat •Terdapat lahan potensial •Harga gula cenderung meningkat •Terdapat teknologi pengolahan

•Gula merah sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan gula Wawancara Observasi Studi Literatur

Faktor-faktor berpengaruh yang tidak dapat dikendalikan:

• Kondisi Ekonomi

• Kebijakan Pemerintah

• Iklim

• Permintaan

Faktor-faktor berpengaruh yang dapat dikendalikan:

• Harga

• Produk

• Manajemen

• Teknik Produksi

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada UD Julu Atia yang terletak di Desa Patene, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari- Maret 2012. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa UD Julu Atia adalah perusahaan yang pertama mengusahakan pengolahan gula merah dari tebu di Sulawesi Selatan dengan didukung ketersediaan bahan baku, skala produksi, teknologi produksi yang sudah dikuasai oleh pemilik dan pemasaran yang cukup besar.

3.3. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumbernya. Data primer yang dibutuhkan diperoleh secara langsung dari pengusaha gula merah tebu melalui kegiatan wawancara dan observasi secara langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder bersumber dari studi pustaka, seperti buku, literatur, jurnal dan, internet.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data kualitatif digunakan untuk menganalisis aspek pasar, aspek manajemen dan hukum, aspek ekonomi dan sosial, aspek teknis, dan aspek lingkungan. Sedangkan pengolahan data

kuantitatif dilakukan pada aspek finansial dengan menghitung, Net Present

Value (NPV), Gross B/C Ratio, Net B/C Ratio, Internal Rate of Return

(IRR), Profitability Ratio (PR), dan Payback Period (PBP), dan analisis

sensitivitas dengan bantuan aplikasi komputer Microsoft Excel 2007. Hasil

dari pengolahan data ini diinterpretasikan secara deskriptif untuk menggambarkan kelayakan usaha dari bisnis tersebut.

3.4.1 Analisis Kriteria Investasi 1. Net Present Value (NPV)

Menurut Nurmalina dkk (2010), kelayakan suatu bisnis dinilai dari total manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan. Bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari nol ( NPV > 0) yang berarti bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. NPV atau

nilai kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value

manfaat dengan total present value biaya atau jumlah present value

dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Rumus NPV dapat dinyatakan sebagai berikut:

NPV = ∑ ... (1) Keterangan :

Bt = manfaat pada tahun t

Ct = biaya pada tahun t

t = tahun kegiatan bisnis (t= 0,1,2,3,…, n)

i = diskon rate (%)

2. Gross BenefitCost Ratio (Gross B/C)

Menurut Nurmalina dkk (2010), Gross B/C ratio merupakan

kriteria kelayakan lain yang biasanya digunakan dalam analisis bisnis.

Perhitungan Gross B/C menggunakan nilai kotor baik dari manfaat

maupun biaya. Kriteria ini akan menggambarkan pengaruh dari adanya tambahan biaya terhadap tambahan manfaat yang diterima. Suatu

bisnis dikatakan layak apabila nilai Gross B/C lebih dari 1 (Gross B/C

> 1). Secara matematis rumus dari Gross B/C adalah sebagai berikut:

Gross B/C = ∑

∑ ... (2) Keterangan:

Bt = manfaat pada tahun t

Ct = biaya pada tahun t

n = umur bisnis

3. Net Benefit – Cost ratio (Net B/C)

Menurut Ibrahim (2003), Net B/C adalah rasio antara nilai net

benefit yang diskontokan positif dan dengan nilai net benefit yang

didiskontokan negatif. Suatu bisnis dikatakan layak jika Net B/C lebih

besar dari satu (Net B/C>1). Rumus dari Net B/C adalah sebagai

berikut:

Net B/C = ∑

∑ ... (3) Keterangan:

Bt = manfaat pada tahun t

Ct = biaya pada tahun t

t = tahun

i = diskon rate (%)

4. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Nurmalina dkk (2010) IRR adalah tingkat discount rate

yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NVP=0). Sebuah bisnis

dikatakan layak apabila IRR lebih besar dari opportunity cost of

capital. Berikut rumusan untuk IRR :

IRR = + ( ... (4)

Keterangan:

i1 = Diskon rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = Diskon rate yang menghasilkan NPV negatif

NPV1 = NPV positif

NPV2 = NPV negatif.

5. Profitability Ratio (PR)

Menurut Ibrahim (2003), profitability ratio adalah perbandingan

antara manfaat dengan biaya operasi dan pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah investasi dimana nilainya sudah didiskontokan

Rumus:

∑ ∑

Keterangan:

Bi = Total benefit

Omi = Total Biaya Operasi dan Pemeliharaan

Ii = Total Investasi

6. Payback Periode

Menurut Nurmalina dkk (2010), metode ini mengukur kecepatan

pengembalian investasi. Semakin cepat Payback Period yang dimiliki

oleh suatu bisnis maka semakin baik bisnis tersebut untuk dijalankan.

Berikut adalah rumusan dari Payback Periode:

PBP = I

K B x 1 tahun ... (6)

3.4.2 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kepekaan suatu bisnis terhadap perubahan beberapa variabel komponen. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing dapat terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase yang diprediksi. Dengan demikian analisis sensitivitas dapat membantu manajemen sehubungan dengan keputusan yang akan diambil berdasarkan evaluasi akhir hasil perhitungan studi kelayakan pengembangan yang dilakukan, yaitu untuk menentukan apakah rencana pengembangan disetujui atau ditolak (Nurmalina dkk, 2010). Variabel yang menjadi komponen sensitivitas dalam penelitian ini adalah harga bahan bakar minyak, jumlah produksi, rendemen tebu yang digunakan sebagai bahan baku dan penurunan harga jual gula merah tebu.

4.1. Gambaran Umum Usaha

UD Julu Atia adalah usaha pengolahan gula merah tebu yang terletak di Desa Patene, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Takalar merupakan salah satu lokasi Pabrik Gula PTPN XIV dengan areal perkebunan tebu dan tebu rakyat berada di Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Jeneponto. Dua pabrik gula (PG) lainnya milik PTPN XIV yaitu PG Arasoe dan PG Camming berada di Kabupaten Bone. Luas areal tanaman tebu yang diusahakan oleh PTPN XIV adalah 11.372 hektar dan diusahakan oleh rakyat 2.646 hektar. Kabupaten Takalar sebagai lokasi Pabrik Gula Takalar berada di antara Kabupaten Gowa dan Kabupaten Jeneponto pada poros jalan Kota Makassar ( ibu kota provinsi Sulawesi Selatan) dengan Kabupaten Jeneponto.

UD Julu Atia yang dimiliki oleh Pak Syam ini dirintis pendiriannya di Kabupaten Takalar pada tahun 2010 dan mulai beroperasi pada tahun 2011. Usaha ini diawali dari ajakan Ibu Dr. Ir. A. Majda A. Zain, MS, Rektor Universitas Islam Makassar (UIM) dan sekaligus sebagai istri Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Ir. Agus Arifin Nu’mang, MS.) dengan membawa pengusaha gula merah tebu ke Puncak Lawang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, untuk melihat pengolahan gula merah tebu secara tradisional yang sudah dikembangkan sebelum kemerdekaan. Setelah dari Sumatera Barat, kunjungan dilanjutkan lagi ke Kecamatan Slumbung, Kabupaten Kediri sebagai salah satu sentra produksi gula merah tebu di Provinsi Jawa Timur. Pada kesempatan tersebut Pak Syam bertemu dengan salah satu eksportir gula merah tebu, H. Rubai, yang sudah mengekspor gula merah ke Jepang sejak tahun 1995 tetapi sudah mengusahakan gula merah tebu sejak tahun 1976. Melihat keberhasilan dari H. Rubai, Pak Syam kemudian bertekad untuk mengolah gula merah tebu di Takalar. Obsesi ini beralasan mengingat bahwa Pak

Syam sudah mengusahakan budi daya tebu sejak 2000, dan memahami betul prospek budi daya tebu dan pengolahan gula merah tebu.

Visi yang diusung oleh Pak Syam untuk mendirikan UD Julu Atia ini adalah “Sebagai pemasok dan eksportir gula merah tebu terbesar di Sulawesi Selatan”. Visi tersebut ditetapkan bukan tanpa dasar, Pak Syam termasuk kelompok tani dan petani maju. Beliau pernah mendatangkan bibit jenis varietas baru senilai Rp 93 juta yang didatangkan dari Pasuruan, Jawa Timur, dan saat ini banyak digunakan oleh petani tebu di Sulawesi Selatan. Dari bibit tersebut Pak Syam pernah mencapai panen sebanyak 500 ton tebu dari 3 hektar lahan. Pak Syam juga memiliki tanaman tebu yang sudah mencapai ratoon 7 dengan produksi 70 ton/hektar. Kemudahan dan produksi yang tinggi dari budi daya tebu membuat pak Syam sangat yakin bahwa usaha pengolahan gula merah tebu memiliki prospek yang menjanjikan.

Misi Pak Syam sebagai pemilik UD Julu Atia ini adalah: a. Menghasilkan gula merah tebu yang memenuhi standar ekspor. b. Membangun jaringan produksi dengan petani tebu.

c. Menjadikan Sulawesi Selatan sebagai salah satu lumbung gula merah tebu di Indonesia.

Misi yang dirumuskan diwujudkan dengan memperbaiki kualitas tebu yang dapat dilakukan melalui kegiatan budi daya dan teknik pengolahan yang tepat. Namun kualitas tebu lebih banyak ditentukan oleh teknis pengolahan yang dapat dikendalikan, sementara teknis budi daya tebu tidak terlalu megalami pengaruh dari perubahan alam atau iklim.

Budi daya tebu di Kabupaten Takalar dan beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan bukan hal yang baru, sehingga untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan mudah dengan membangun jaringan kerja sama dengan petani tebu baik dalam betuk kerja sama dalam pengolahan gula merah tebu maupun dalam pemasaran produk. Potensi luas areal lahan kering dan sawah yang tidak berpengairan yang cukup luas, budaya masyarakat bertanam tebu, dan karakter masyarakat

Sulawesi Selatan yang cepat berkembang, memungkinkan Sulawesi Selatan berpotensi menjadi lumbung gula di Indonesia.

4.2. Awal Pengembangan Usaha

Sebelum memulai rencana bisnis pengembangan (business plan)

usaha pengolahan gula merah tebu, terlebih dahulu dilakukan analisis usaha yang pertama dikembangkan sebagai suatu proses pembelajaran dan sarana pengembangan jaringan bisnis. Pabrik dibangun di samping rumah tempat tinggal Pak Syam dengan kapasitas produksi rata-rata 2 ton tebu per hari. Pada awal usahanya, Pak Syam hanya bertindak sebagai pengolah tebu. Tebu berasal dari petani tebu dan penjualannya juga diserahkan kepada petani sehingga Pak Syam hanya menerima upah pengolahan (upah giling). Dengan mempekerjakan empat orang tenaga kerja. Usaha pengolahan gula merah tebu dapat memberikan pendapatan bersih sekitar Rp 27,93 juta per tahun dengan nilai investasi sekitar Rp 22 juta (tidak termasuk bangunan) untuk periode investasi selama sepuluh tahun.

Tabel 4. Biaya Operasional Pertahun UD Julu Atia Kapasitas 2 Ton No Uraian (Rp) Nilai (Rp) Penyusutan

(Rp) Biaya/tahun (Rp) 1 Mesin peras 8.000.000 800.000 800.000 2 Motor penggerak 8.000.000 800.000 800.000 3 Tungku 6.000.000 600.000 600.000 5 Perlengkapan 1.000.000 1.000.000 6 Pemeliharaan 1.000.000 1.000.000 7 Tenaga Kerja 25.200.000 8 Bahan Bakar 2.430.000 9 Oli 720.000 Total 32.550.000

Tabel 5. Pendapatan Pertahun UD Julu Atia Kapasitas 2 Ton

No. Uraian Nilai (Rp)

1 Pendapatan Rp 60.480.000

2 Biaya Operasional Rp 32.550.000 Pendapatan Bersih Rp 27.930.000

Dengan menggunakan sistem bagi hasil 65-35, yaitu 65 persen untuk pemilik tebu 35 persen untuk pabrik pengolahan sebagai jasa penggilingan, dimana tebu diantar hingga pabrik pengolahan sehingga biaya tebang dan biaya angkut ditanggung oleh pemilik tebu (petani). Harga jual gula merah tebu yang berlaku adalah Rp 6.000/kg. Pabrik kecil ini dapat dioperasikan selama tujuh bulan (210 hari) masa giling atau setara dengan areal tebu seluas 6-7 hektar bila digunakan dua shift

pekerjaan.

4.3. Aspek –Aspek Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan pengembangan usaha gula merah tebu ini dikaji menurut aspek aspek-aspek yang terdapat dalam analisis kelayakan usaha. Aspek kelayakan usaha tersebut adalah aspek finansial, aspek pasar, aspek manajemen dan hukum, aspek ekonomi dan sosial, aspek teknis dan aspek lingkungan.

4.3.1 Aspek Pasar

Dalam aspek pasar, yang dikaji adalah potensi pasar dari produk yang akan dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari potensi pasar dan kebijakan terhadap bauran pemasaran yang dilakukan.

1. Potensi Pasar

Pasar yang menjadi sasaran UD Julu Atia milik Pak Syam ini adalah pasar lokal, antar pulau dan akan dikembangkan ke pasar ekspor. Setelah menjalankan usaha gula merah dengan mesin skala kecil, kapasitas 2 ton tebu per hari, pasar yang dilayani selama ini adalah pasar lokal. Berdasarkan pengalaman selama setahun, permintaan lokal sangat tinggi dengan kisaran tiga kali lipat dari kapasitas produksi. Produk gula merah

yang dihasilkan langsung terjual pada hari produksi dengan harga Rp 8.000/kg, sementara prediksinya hanya Rp 5.000-7.000/kg.

Permintaan lain yang belum dapat dipenuhi adalah permintaan dari Jayapura sebanyak 20 ton per bulan dan Kalimantan Timur 15 ton per bulan. Surabaya sudah meminta 3.000 ton untuk satu tahun. Pengalaman ini menggambarkan prospek pasar gula merah sangat tinggi. Harga gula merah dari palm berkisar antara Rp 10.000-15.000/kg. Dengan membandingkan harga gula merah tebu dan gula merah dari palm dimana perbedaannya cukup besar, dapat dikatakan bahwa gula merah tebu memiliki prospek pasar yang besar dan menjanjikan. Selain itu, proses pembuatan gula merah tebu sangat mudah dibandingkan dengan proses pembuatan gula palem.

Pengembangan pemasaran produk ke pasar ekspor didasarkan pada permintaan ekpor gula merah tebu. Misalnya Koperasi Serba Usaha Jatirogo, Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta, mendapat order ekspor gula merah hingga 500 ton per bulan yang hanya dapat dipenuhi sebesar 30 hingga 50 ton per bulan Permintaan ekspor yang belum dapat terpenuhi adalah permintaan dari Kanada, Amerika, Belgia, Australia, dan Eropa (www.metrotvnews.com, 2011). Kelompok Tani Sariwangi di Banyumas juga hanya dapat memenuhi permintaan gula merah tebu dari Jepang sebesar 10 persen. Dari permintaan sebesar 500 ton perbulan, hanya 50 ton permintaan yang dapat dipenuhi (Sanjaya, 2011).

Berdasarkan potensi pasar gula merah tebu baik dari pasar lokal, antar pulau, maupun pasar ekspor, Pak Syam sangat yakin bahwa produk yang akan diproduksi akan terserap oleh pasar, baik untuk memenuhi permintaan pasar lokal, antar pulau dan pasar ekspor.

2. Bauran Pemasaran

Pengembangan pemasaran gula merah tebu dapat dilakukan dengan menggunakan kumpulan dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu badan usaha untuk mencapai tujuan pemasaran yaitu variabel product (produk), price (harga), place

dilaksanakan oleh Pak Syam selama ini seperti produk gula padat dua kategori warna, pasar lokal dan antar pulau, dan promosi. Strategi harga belum dilakukan karena produksi masih sedikit.

a. Product (Produk)

Produk berupa gula merah tebu yang dipasarkan harus memiliki bentuk dan kualitas produk yang baik untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan terhadap konsumen. Produk tersebut berkaitan dengan bentuk, warna dan kualitas. Varietas tebu yang cocok untuk dijadikan bahan baku gula merah adalah varietas PS864, PSJT, BL, dan CenningKualitas gula merah sangat

dipengaruhi oleh bahan baku, kegiatan pascapanen, dan kegiatan pengolahan. Tebu sangat dipengaruhi oleh iklim, umur tanam, dan varietas. Umur sangat berkaitan dengan rendemen gula, sehingga pengetahuan petani mengenai teknik bertanam sangat penting.

Kualitas gula merah berkaitan dengan perilaku penyimpanan, warna, dan kebersihan. Semakin lama daya simpan gula merah semakin tinggi kualitasnya. Warna gula merah sangat relatif, berkaitan dengan preferensi konsumen. Untuk konsumen di Sulawesi Selatan, warna merah kekuning-kekuningan lebih disenangi, sebaliknya warna hitam merah lebih disenangi di Papua dan Kalimantan Timur.

Gula merah tebu dapat diproduksi dengan tiga bentuk produk, yaitu bentuk padat/batu, serbuk, dan cair. Bentuk produk yang dihasilkan UD Julu Atia berbentuk balok dan padat dengan berat sekitar 0,5 kg. Jenis produk padat dibuat dalam dua jenis yaitu warna kehitam-hitaman dan warna merah kekuning-kekuningan. Warna merah kekuning-kuningan diproduksi untuk pasar lokal, sedangkan warna merah gelap atau kehitaman untuk pasar Jayapura dan Kalimantan Timur. Sementara untuk pasar pulau Jawa, belum ditentukan jenisnya.

Bentuk produk lain yang sudah dapat diproduksi adalah gula serbuk atau dikenal sebagai gula semut (bentuknya seperti semut yang

berkumpul/bergerombol), namun belum dipasarkan karena kapasitas produksi atau skala produksi yang dilakukan selama ini masih yang kecil. Produk gula semut akan diproduksi pada tahun giling 2012, walaupun masih dalam jumlah kecil untuk mendeteksi permintaan pasar, baik harga maupun kualitas. Gula cair belum ada perencanaan, walaupun permintaan sudah ada, yaitu oleh industri kecap, namun metode pembuataannya masih sedang dipelajari oleh Pak Syam. b. Place (Tempat)

Place (tempat) berkaitan dengan keputusan penentuan lokasi penjualan dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan barang kepada konsumen. Pemilihan tempat penjualan gula merah tebu adalah penjualan di pasar-pasar lokal, antar pulau dan pada pengembangannya akan diekspor. Pasar yang sudah dilayani selama setahun didominasi pasar lokal, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Jeneponto, dan Kota Makassar. Pak Syam sendiri sudah membuka kontrak kerja sama dengan salah satu pedagang besar gula merah di Surabaya dengan kontrak 3000 ton. Pasar ini akan dipenuhi melalui kerjsama dengan produsen gula merah tebu di Sulawesi Selatan yang juga dibina oleh Pak Syam bersama Univeristas Islam Makassar.

c. Price (Harga)

Berdasarkan pengalaman selama setahun, permintaan lokal sangat tinggi dengan kisaran tiga kali lipat dari kapasitas produksi. Produk gula merah yang dihasilkan langsung terjual setelah gula merah dihasilkan dengan harga Rp 8.000/kg, sementara prediksi Rp 5.000-7.000/kg. Sedangkan harga gula merah dari jenis palm (aren, lontar, dan kelapa) adalah Rp 10.000-15.000/kg. Perbandingan harga ini menunjukkan bahwa gula merah tebu memiliki posisi pasar yang sangat kompetitif. Harga diperkirakan akan semakin kompetitif yaitu sekitar Rp 5.000-Rp 6.000/kg apabila industri gula merah tebu terus berkembang. Harga ini juga layak dijadikan sebagai bahan baku gula

kristal. Gula merah tebu dijadikan bahan baku pada beberapa pabrik gula di Jawa Timur. Hal ini juga pernah terjadi pengrajin gula merah tradisional di Kabupaten Wajo yang dijual ke Pabrik Gula Bone (PTPN XIV) pada tahun 1980an

d. Promotion (Promosi)

Selama tahun 2011, gula merah tebu Pak Syam sudah dipasarkan setiap ada pameran produk hasil pertanian yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Takalar dan Provinsi Sulawesi Selatan. Gula merah tebu dijual dengan harga Rp 14.000- 15.000/kg atau Rp 7.000-8.000/batang, dimana setiap satu kilogram

Dokumen terkait