• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Sistem Kompensas

4.4. Model Pemberdayaan Petan

Pembangunan pabrik pengolahan gula merah tebu dapat memberikan pilihan bagi petani. Ada petani lebih suka mengolah tebunya di pabrik gula, dan ada juga yang lebih memilih untuk mengolah menjadi gula merah. Pengolahan gula merah lebih menguntungkan namun sedikit lebih repot bila dimasukkan ke pabrik gula. Rendemen yang dicapai pada pengolahan tebu menjadi gula pasir di Pabrik Gula Talakar (PTPN XIV) adalah 4-6 persen, dengan rata-rata kisaran 4,8 persen, sementara rendimen untuk gula merah adalah sekitar 6-12 persen dengan rata-rata 8 persen.

Sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah 65-35 persen. Bagian petani sebanyak 65 persen dan bagian untuk pengolahan adalah 35 persen. Harga gula kristal pada pabrik gula Rp 7.800/kg (pasaran umum 8500/kg) sedangkan harga gula merah tebu Rp 6.000/kg. Berikut perbandingan pendapatan petani tebu jika tebunya didistribusikan ke pabrik gula atau ke diolah menjadi gula merah.

Tabel 21. Perbandingan Pendapatan Pengolahan Gula Kristal dan Gula Merah

No. Uraian Gula Kristal Putih Gula Merah Tebu Kriteria (%) Unit (Kg) Kriteria (%) Unit (Kg) 1. Rendemen 6 60 10 100 5 50 8 80 4 40 6 60 3,5 35 5 50 2. Bagi Hasil petani 65 persen 6 39 10 65 5 32,5 8 52 4 26 6 39 3,5 22,75 5 32,5 3. Nilai Penerimaan (Rp/ton) 6 304.200 10 390.000 5 253.500 8 312.000 4 202.800 6 234.000 3,5 177.450 5 195.000 4. Biaya angkut (Rp/ton) 60.000 100.000 0-60.000

5. Waktu pembayaran 2-3 bulan 0-1 bulan 6. Kepastian rendimen Rendah Tinggi 7. Frekuensi Panen Sekaligus Bertahap 8. Birokrasi/manajemen Rumit Sederhana Sumber: Hasil wawancara dengan Pak Syam, Maret 2012.

Catatan: Dengan harga jual gula Kristal Rp 7800/kg dan gula merah Rp 6.000/kg

4.4.1 Pengembangan Kelembagaan Kelompok Petani

Pengembangan gula merah tebu dapat dikelola secara efisien apabila dikembangkan dengan suatu bentuk kelembagaan. Ada beberapa pola pengembangan yang dapat dilakukan baik dalam bentuk kelompok tani maupun kerja sama dalam pengolahan. Pengembangan kelembagaan petani tebu melalui kelompok sebagai suatu pola pemberdayaan terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu organisasi, sumber daya, dan manajemen.

1. Organisasi

Organisasi yang terlibat dalam pengembangan usaha gula merah tebu memiliki peranan masing-masing dalam menjalin kerja sama. Organisasi tersebut adalah:

a. Kelompok Tani Tebu (KTB), dikembangkan dengan berbasis pada kapasitas pabrik besar 50-60 hektar. Kelompok yang beranggotakan sekitar 10 petani per kelompok atau sekitar 20 ha yang berada satu hamparan, sehingga setiap pabrik dilayani oleh tiga KTB. Kelompok tani dapat berada pada tiga lokasi yang berbeda, namun semua harus dekat dengan lokasi pabrik.

b. Petani adalah pemilik saham, dan pabrik sebagai suatu suatu unit usaha yang dikelola oleh wadah koperasi.

c. Koperasi petani dilengkapi dengan struktur atau unsur dewan penasehat, pengurus, badan pemeriksa, manajer/karyawan, dan AD/ART.

d. Bank memberikan pembiayaan kepada pabrik dan kelompok tani melalui koperasi. Koperasi bertindak sebagai badan penjamin pengembalian dana pinjaman petani kepada bank.

e. Pengurus terdiri dari tiga orang yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Pengurus berasal dari masing-masing satu kelompok tani. Hal yang sama pada dewan pengawas yang terdiri dari tiga orang, satu ketua dan dua anggota. Anggota dewan pengurus berasal dari

masing-masing satu anggota kelompok tani sebagai perwakilan. Manajer bersumber dari luar yang direkrut melalui proses seleksi oleh pengurus dan dewan penasehat. Dewan penasehat bersumber dari PPL perkebunan, kepala desa, dan konsultan dari Universitas Muslim Indonesia, Makassar.

2. Sumberdaya

Sumber daya yang mendukung dalam pengembangan usaha gula merah tebu ini adalah:

a. Pabrik besar dengan kapasitas 20 ton tebu per hari dengan nilai investasi sekitar Rp 400 juta. Masa giling 210 hari atau setara 50-60 hektar dengan produksi 70-80 ton/hektar. Pabrik ini dimiliki oleh kelompok dengan sistem pemegang saham.

b. Lahan yang dimiliki petani anggota berkisar 2 hektar/petani sehingga setiap pabrik akan dimiliki oleh sekitar 30 petani tebu. Petani tebu akan dikelompokkan menjadi tiga KTB yang beranggotakan sekitar 10 petani per kelompok berdasarkan hamparan kebun tebu dan masa panen/tebun yang sama. Masa panen tebu dibagi pada tiga kategori, yaitu masak awal (April-Juni), masak tengah (Juni-Agustus), dan masak akhir (Agustus-Oktober).

c. Kebutuhan dana untuk pembangunan kebun adalah Rp 10.000.000/hektar, sementara untuk investasi pabrik Rp 400.000.000 sudah termasuk modal kerja sekitar Rp 20 juta. Dengan demikian kebutuhan dana untuk pembangunan satu unit pabrik pengolahan gula merah beserta 60 ha lahan tebu adalah Rp 1.000.000.000. Biaya investasi merupakan saham petani, sehingga setiap petani memiliki saham sekitar Rp 13,5 juta untuk setiap petani. Sedangkan biaya pembangunan kebun adalah Rp 10 juta/ha. Dengan demikian, dana yang dibutuhkan setiap petani untuk pembangunan kebun tebu dan saham di pabrik sebesar Rp 33,5 juta (Rp 20 juta untuk pembangunan kebun 2 hektar ditambah Rp 13,5 juta untuk investasi pabrik). Semua kebutuhan dana investasi ini diharapkan bersumber dari pembiayaan bank seperti BRI, BNI, dan bank lainnya yang ada di kabupaten.

Pinjaman untuk pembangunan kebun dapat diangsur sebanyak dua kali atau dua kali panen, sementara pinjaman untuk pabrik dibayar selama lima tahun, dengan masa tenggang pembayaran enam bulan setelah pinjaman digunakan untuk membangun pabrik.

d. Pembangunan kebun dengan dana Rp 10 juta/hektar pinjaman dari bank digunakan untuk pengolahan tanam, penanaman, bibit, pupuk, dan pemeliharan.

e. Pembangunan pabrik dengan dana Rp 400 juta digunakan untuk pabrik yang lengkap, tanah, bangunan dan modal kerja.

f. Pembangunan pabrik dilakukan setelah delapan bulan tebu sudah ditanam, sehingga pinjaman petani sudah harus diterima pada bulan April dan untuk pabrik pada bulan Desember pada tahun berjalan. 3. Manajemen

Sistem manajemen diperlukan agar organisasi dapat berjalan dengan baik dan tujuan organisasi dapat dicapai. Beberapa aturan yang termasuk dalam sistem manajemen dijabarkan sebagai berikut: a. Pengelolaan pabrik dilakukan dalam satu sistem manajemen yang

dipisahkan dengan manajemen kebun. Kebun dikelola sendiri oleh kelompok atau petani.

b. Pengelolaan pabrik dalam pengolahan tebu menjadi gula merah menggunakan sistem bagi hasil antar pabrik dan petani anggota secara individu dengan sistem 65-35 persen. Pola ini dilakukan oleh pabrik gula di Sulawesi Selatan.

c. Manajemen pabrik dilakukan oleh pengurus yang dibantu oleh manajer atau karyawan. Pembangunan kebun dilakukan oleh manajer bersama petani.

d. Setelah selesai menanam, pemupukan pertama dan kedua, kebun diserahkan ke masing-masing anggota petani. Pengelolaan dalam bentuk pemeliharaan hingga tebang-angkut dilakukan sendiri oleh masing-masing petani.

e. Penentuan jadwal tebang angkut ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antara dewan penasehat, badan pengawas,

manajer/pegawai pabrik, dan ketua kelompok tani. Pada kesempatan ini teknis pemeliharaan (pemupukan, penyiangan, dsb.) juga dibicarakan.

Dokumen terkait