• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan berpikir penelitian ini dimulai dari pemikiran bahwa perkembangan sapi perah di Indonesia stagnan. Permasalahan pada usaha ternak sapi perah berasal dari jumlah kepemilikan sapi perah dan produksi susu yang relatif rendah. Permasalah tersebut sudah ada dari dulu sehingga pengaruh eksternal relatif lebih seragam. Permasalah disisi lain adalah pada modal manusia sebagai pengelola usaha ternak. Kualitas modal manusia pada peternak sapi perah relatif rendah. Kualitas modal manusia tercermin dari kapasitas manusia dalam menjalankan usahanya. Kapasitas tersebut merupakan kemampuan peternak dalam melaksanakan suatu tindakan untuk mencapai tujuannya. Peternak merupakan wirausaha karena memiliki ciri-ciri wirausaha didalam dirinya. Dengan mengetahui bagaimana kapasitas wirausaha maka akan membantu efisiensi dan efektivitas dalam membuat kebijakan atau program bagi pembangunan manusia secara khusus bagi perkembangan wirausaha di Bogor, Jawa Barat. Kapasitas wirausaha merupakan unsur penting dalam mencapai keberhasilan usaha karena menyangkut kemampuan diri dari peternak tersebut dalam mengelola usaha ternaknya.

Subagio (2008) dalam penelitiannya melihat kapasitas petani dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan fisik, lingkungan sosial ekonomi budaya, ketersediaan inovasi, karakteristik pribadi petani dan akses pada informasi. Berbeda dengan Leitao dan Franco (2008) dan Riasih (2004) yang menyatakan bahwa kapasitas wirausaha dipengaruhi oleh dua faktor yang berbeda namun

21 saling terkait yaitu modal manusia dan modal organisasi. Leitao dan Franco (2008) dalam penelitiannya melihat kapasitas wirausaha dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik individual yang terdiri atas antusiasme di tempat kerja, kecenderungan untuk kegiatan berinovasi dan gaya pengambilan keputusan berupa intuisi sedangkan modal organisasi terdiri atas perilaku wirausaha, budaya organisasi dan praktik manajerial. Riasih (2004) dalam penelitiannya melihat kapasitas individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengetahuan, keterampilan, persepsi dan sikap, karakteristik anggota, latar belakang usaha dan kepemimpinan sedangkan kapasitas kelompok terdiri atas kerjasama, kepercayaan dan norma. Indikator kapasitas petani menurut Subagio (2008) terdiri dari mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan menjaga keberlanjutan sumberdaya usahatani. Berbeda dengan Peterson (2007) yang menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kapasitas wirausaha adalah mengendalikan risiko dan menciptakan sumberdaya.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kapasitas wirausaha sapi perah dalam menjalankan usahanya dan menganalisis pengaruh dari kapasitas wirausaha sapi perah terhadap keberhasilan usaha ternaknya. Dalam penelitian ini menggunakan model konseptual dari Subagio (2008), Leitao dan Franco (2008) dan Riasih (2004) serta mengadopsi beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas wirausaha (KW) yaitu motivasi berusaha (MB), ketersediaan inovasi (KI), aksesbilitas informasi (AI), dan gaya pengambilan keputusan (GP). Indikator kapasitas wirausaha (KW) dalam penelitian ini menggunakan model konseptual dari Subagio (2008) dan Peterson (2007) yaitu mengidentifikasi potensi (KW1), memanfaatkan peluang (KW2), mencari risiko (KW3), mengatasi masalah (KW4) dan menjaga keberlanjutan usaha (KW5). Dalam penelitian ini mengadopsi indikator keberhasilan usaha (KU) dari Syarif dan Bagus (2011), Pamela (2013) yaitu terdiri dari jumlah sapi laktasi (KU1), keuntungan usaha (KU2) dan produktivitas sapi perah (KU3). Kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

22

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional penelitian Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor motivasi berusaha, ketersediaan inovasi, aksesbilitas informasi, dan gaya pengambilan keputusan berpengaruh nyata terhadap kapasitas wirausaha sapi perah.

Perkembangan sapi perah stagnan di Indonesia.

Kualitas modal manusia pada peternak sapi perah relatif rendah.

Kualitas modal manusia rendah mencerminkan kapasitas wirausaha sapi perah relatif rendah.

Peningkatan kapasitas memberikan sebuah harapan tercapainya keberhasilan usaha.

Kapasitas wirausaha sapi perah

Mengidentifikasi potensi

Memanfaatkan peluang

Mengendalikan risiko

Mengatasi masalah

Menjaga keberlanjutan usaha

Faktor - faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha

Keberhasilan usaha

Jumlah kepemilikan sapi laktasi

Keuntungan usaha

Produktivitas sapi perah Motivasi Berusaha

Keinginan mencari tahu

Dorongan melakukan sesuatu yang baru

Dorongan untuk bekerjasama

Kepuasan terhadap usaha

Kesediaan meningkatkan keterampilan Keinginan meningkatkan pendapatan Ketersediaan Inovasi Aksesbilitas Informasi Gaya Pengambilan Keputusan Keuntungan relatif Kompatibilitas Simplisitas Triabilitas Observabilitas Sumber infomasi Macam informasi Kesesuaian informasi Frekuensi penelusuran informasi Kredibilitas pemberi informasi Rasional Intuisi Pengalaman Fakta Wewenang

23 2. Kapasitas wirausaha berpengaruh nyata terhadap keberhasilan usaha ternak

sapi perah.

4 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor pada Kelurahan Kebon Pedes, Kelurahan Harjasari dan Kelurahan Muarasari, provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa peternakan sapi perah di Kota Bogor merupakan peternakan penghasil susu terbesar dan memiliki jumlah ternak sapi perah terbanyak dibandingkan kota-kota di Jawa Barat serta peternakan sapi perah tersebut masih bertahan sampai saat ini. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni 2015.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada responden dengan bantuan kuesioner. Data ini terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. Data primer kualitatif meliputi identitas peternak sapi perah sedangkan data primer kuantitatif meliputi data faktor-faktor kapasitas wirausaha, kapasitas wirausaha dan keberhasilan usaha ternak yang dikuantitatifkan dengan teknik scoring. Sementara data sekunder diperoleh dari penelusuran pustaka seperti buku, artikel dan jurnal ilmiah yang relevan dengan topik penelitian ini serta instansi terkait. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis data dan sumber data

Data Sumber

Jumlah wirausaha di Indonesia KUMKM RI Jumlah produksi dan konsumsi susu di

Indonesia

Ditjenpkh Jumlah populasi sapi perah dan produksi

susu di Jawa Barat

Deptan Jumlah populasi sapi perah dan produksi

susu setiap kota di Jawa Barat

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

Faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha, kapasitas wirausaha dan keberhasilan usaha ternak sapi perah

Peternak sapi perah di Kota Bogor

24

Metode Penentuan Responden

Metode penentuan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yaitu peternak sapi perah pada peternakan sapi perah yang berada di Kota Bogor yakni di Kelurahan Kebon Pedes, Kelurahan Harjasari dan Kelurahan Muarasari. Responden dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah yang aktif berproduksi, dengan minimal kepemilikan sapi laktasi satu ekor. Total jumlah responden pada penelitian ini sebesar 49 responden yang terdiri dari 32 peternak di Kelurahan Kebon Pedes, delapan peternak di Kelurahan Harjasari dan sembilan peternak di Kelurahan Muarasari.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi ke peternakan sapi perah di Kota Bogor yakni pada Kelurahan Kebon Pedes, Harjasari dan Muarasari serta wawancara kepada peternak dan studi kepustakaan terhadap pustaka-pustaka yang terkait baik melalui media cetak maupun media elektronik (internet). Penelitian ini menggunakan bantuan kuesioner untuk memperoleh data secara utuh yang dapat menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan. Selain itu, kuesioner digunakan untuk mendapatkan data dari peternak terkait dengan kapasitas wirausaha yang dimiliki. Setiap pengisian kuesioner, peneliti melakukan pendampingan untuk mengantisipasi kesalahpahaman serta kesulitan dalam mengartikan pertanyaan kuesioner serta mencari informasi lain yang lebih mendalam yang belum tercakup dalam kuesioner.

Kevalidan dan kesahihan data yang diperoleh dari kuesioner diberikan kepada responden diuji menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.

1. Uji Validitas

Validitas dalam penelitian ini merupakan suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur. Hasan (2002) menyatakan bahwa validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen memiliki validitas yang tinggi, apabila butir-butir yang membentuk instrumen tersebut tidak menyimpang dari fungsi instrumen tersebut. Uji validitas dilakukan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Kuesioner memiliki pertanyaan yang saling berhubungan, apabila pertanyaan yang ada tidak berhubungan, maka pertanyaan tersebut tidak valid dan akan dihilangkan atau diganti dengan konsep pertanyaan lain. Rumus untuk menghitung korelasi adalah sebagai berikut:

r

xy

=

−( )( )

25 Keterangan: r = koefisien korelasi

n = banyaknya kasus x = variabel bebas y = variabel terikat

Pengujian validitas dilakukan berdasarkan jawaban kuesioner responden. Hasil pengujian suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari r-tabel (alpa 0.05). Indikator yang valid akan digunakan dalam pengolahan analisis selanjutnya sedangkan indikator yang tidak valid dikeluarkan atau dibuang dan tidak digunakan kembali dalam pengolahan analisis selanjutnya.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks alat ukur yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Sugiyono 2010). Suatu alat pengukuran dikatakan reliabel, jika alat tersebut memiliki hasil pengukuran yang konsisten apabila diulangi dua kali atau lebih pada pengukuran pada gejala yang sama. Teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas dengan menggunakkan Cronbach. Rumus untuk menghitung alpa (α) Cronbach untuk keseluruhan variabel adalah sebagai berikut:

α

cronbach

=

�+1

(1−

2

2

)

Keterangan: αcronbach = angka reliabilitas α Cronbach

k = banyaknya item pertanyaan

2 = jumlah varians item pertanyaan

2 = varians total

Reliabilitas alat ukur dinyatakan reliabel jika nila alpa (α) Cronbach lebih besar dari 0.60. Pengujian validitas dan reliabilitas dibantu oleh SPSS (Statistical Package for The Social Sciences) versi 16 untuk melihat apakah kuesioner tersebut valid dan reliabel untuk digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada keseluruhan responden yang berjumlah 49 orang. Hal tersebut karena lokasi penelitian yang berbeda-beda sehingga tidak memiliki tingkat kesamaan kondisi. Hasil uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner dinyatakan valid dan reliabel. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Metode Pengolahan Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan identitas responden, faktor-faktor kapasitas wirausaha, kapasitas wirausaha sapi perah serta keberhasilan usaha. Analisis kuantitatif diperoleh dari kuesioner dan diolah menggunakan software computer Microsoft Excel, dan SmartPLS versi 2.

Data yang diperoleh melalui penelitian terlebih dahulu melewati proses

26

jawaban pertanyaan dalam bentuk ordinal untuk memperoleh data kuantitatif yang dibuat secara konsisten pada masing-masing pertanyaan. Sedangkan coding

merupakan proses penyederhanaan jawaban responden dengan memberikan kode atau simbol tertentu agar lebih mudah dalam menganalisisnya.

Pengukuran pada masing-masing parameter dilakukan dengan memberikan skor skala likert yakni (a) sangat rendah/sangat tidak setuju diberi nilai skor 1, (b) rendah/ tidak setuju diberi nilai skor 2, (c) tinggi/ setuju diberi skor 3 dan (d) sangat tinggi/ sangat setuju diberi nilai skor 4. Hal tersebut untuk menghindari jawaban ragu-ragu dari responden yakni cukup sehingga jawabannya menjadi lebih tegas.

Analisis Deskriptif

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif. Analisis deskriptif ialah mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono 2010). Analisis deskriptif kualitatif bertujuan membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang dikaji sedangkan analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menjelaskan gambaran umum karakteristik responden, kapasitas wirausaha dan keberhasilan usaha dari setiap responden.

Analisis PLS (Partial Least Square)

Pendekatan teknik pemodelan statistik generasi pertama multivarian seperti

principal component analysis, factor analysis, discriminant analysis atau multiple regression merupakan alat statistik yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi atau mengkonfirmasi hipotesis teoritis berdasarkan analisis data empirik. Metode-metode tersebut mempunyai keterbatasan yang sama yang bisa membatasi penerapannya pada beberapa situasi penelitian, yaitu struktur model yang sederhana, mengasumsikan bahwa semua variabel bisa diobservasi secara langsung (observable) dan menduga bahwa semua variabel diukur tanpa adanya eror (Haenlein dan Kaplan 2004).

Permasalahan yang kompleks dan melibatkan banyak variabel sehingga mempelajari hubungan kausal dengan mengisolasi hanya satu atau dua variabel akan terlihat tidak sesuai dengan realita meskipun dalam suatu pemodelan selalu ada pengabaian terhadap beberapa aspek rill. Suatu variabel dikatakan observable

jika dan hanya jika ukuran variabel tersebut bisa diperoleh dari mean sampel dalam dunia rill. Setiap variabel yang tidak berhubungan langsung dengan sesuatu yang terukur harus dipandang sebagai tak terukur atau unobservable.

Keterbatasan-keterbatasan tersebut diatasi dengan mengembangkan teknik pemodelan statistik generasi kedua yaitu Structural Equation Models (SEM). SEM berbasis covariance memutuhkan persyaratan yang ketat yang kadang sulit terpenuhi yaitu antara lain normalitas data, jumlah minimum cases, bebas multikolinieritas dan indikator bersifat reflektif. Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka akan timbul masalah dalam model seperti model yang tidak dapat diterima (inadmissible solution) dan kondisi dimana nilai variabel laten tidak bisa didapatkan (factor indeterminancy). Oleh sebab itu, pengembangan SEM dengan

27 pendekatan berbasis varian atau komponen sebagai teknik alternatif yaitu Partial Least Square (PLS).

PLS hanya digunakan jika data yang dimiliki tidak dapat diselesaikan dengan Covariance-based SEM, dan cocok untuk causal-predictive analysis. Oleh karena pendekan PLS adalah distribution free maka tidak mengasumsikan uji normalitas. Pendekatan PLS lebih cocok digunakan untuk tujuan memprediksi dan mengembangkan teori dengan asumsi teori lemah dan tidak memenuhi kaidah dalam SEM yang berbasis kovarian. Dengan pendekatan PLS diasumsikan bahwa semua ukuran varian adalah varian yang berguna untuk dijelaskan. Oleh karena pendekatan untuk mengestimasi variabel laten dianggap sebagai kombinasi linear dari indikator sehingga PLS mampu menghindari dua masalah serius yang biasanya muncul dalam SEM yaitu solusi yang tidak dapat diterima (inadmissible solution) dan faktor yang tidak dapat ditentukan (factor indeterminancy).

Perbandingan SEM dengan PLS dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan SEM dan PLS berdasarkan kriteria

Kriteria SEM PLS

Landasan teori Kuat Kuat maupun Lemah

(Fleksibel), bahkan eksploratif

Ukuran sampel Sampel besar (100-200)

Sampel kecil (30-50) Tujuan Penelitian Berorientasi pendugaan

parameter

Berorientasi prediksi Asumsi Distribusi - Normal atau

- Tidak diperlukan; pendekatan resampling dengan Bootstrapping. Tidak diperlukan; pendekatan resampling dengan Bootstrapping.

Sumber: Mustafa dan Wijaya (2012), Ghozali (2008)

PLS digunakan sebagai tehnik statistik untuk menganalisis data penelitian ini. Penelitian ini mempunyai dua tujuan yaitu tujuan pertama menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha dan tujuan kedua menganalisis pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha sapi perah. Indikator reflektif digunakan dalam penelitian ini yakni untuk melihat indikator yang dianggap merefleksikan konstruk. Arah sebab akibat ialah dari variabel laten ke indikator.

Ghozali (2008) mengatakan bahwa model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari tiga set hubungan yaitu (1) inner model (inner relation, structural model dan substantive theory) yang menspesifikasikan hubungan antara variabel laten, (2) outer model (measurement model) yang menspesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikator atau variabel manifesnya dan (3)

weight relation dalam mana kasus dari variabel laten dapat diestimasi. Selanjutnya evaluasi model dalam PLS pada penelitian terdiri atas model pengukuran (outer model) dan model struktural (inner model) yakni sebagai berikut:

28

1. Model Pengukuran (Outer Model)

Evaluasi model pengukuran digunakan untuk menguji validitas konvergen dan diskriminan. Uji validitas konvergen indikator refleksif dapat dilihat dari nilai loading factor (λ) untuk setiap indikator konstruk. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0.70 dengan konstruk yang ingin diukur namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0.5 sampai 0.6 dianggap cukup (Chin 1998 dalam

Ghozali 2008). Setelah itu akan dilihat uji signifikansi dimana t-statistik harus lebih besar dari 1.96 (alpa 0.05). Begitu juga nilai AVE ≥ 0.5 menunjukkan validitas konvergen yang baik.

Uji validitas diskriminan dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Uji reliabilitas konstruk diukur dengan kriteria Composite Reliability (CR) dari blok indikator yang mengukur konstruk. Konstruk dinyatakan reliabel jika nilai CR ≥ 0.6.

2. Model Struktural (Inner Model)

Model struktural dievaluasi dengan melihat signifikansi hubungan antara konstrak. Hal ini dapat dilihat dari koefisien jalur (path coefficient) yang menggambarkan kekuatan hubungan antara konstrak. Tanda dalam koefisien jalur harus sesuai dengan teori yang dihipotesiskan, untuk menilai signifikansi koefisien jalur dapat dilihat dari nilai t-statistik yang diperoleh dari proses

bootstrapping (resampling method). Langkah selanjutnya adalah dengan mengevaluasi R-square untuk setiap variabel laten endogen. Interpretasi nilai R-square sama halnya dengan R-square dalam regresi linier yaitu besarnya variability variabel endogen yang mampu dijelaskan oleh variabel eksogen. Disamping melihat

nilai R-square, model PLS juga dievaluasi dengan melihat Goodness of Fit (GoF).

Nilai GoF digunakan untuk menvalidasi model secara keseluruhan. Kriteria penilaian PLS disajikan pada Tabel 3.

Tabel 5 Kriteria penilaian evaluasi model struktural

Kriteria Penjelasan

Estimasi koefisien jalur Nilai estimasi untuk hubungan jalur dalam model struktural harus signifikan. Nilai signifikansi ini dapat diperoleh dengan prosedur bootstrapping. (>1,96 pakai alpa 5%)

R-square untuk variabel laten endogen

Hasil R-square sebesar 0.19, 0.33 dan 0.67 untuk variabel laten endogen dalam model struktural nengindikasikan bahwa model “lemah”, “moderat”, dan “substansial” (Chin 1998 dalam Ghozali 2008).

Goodness of Fit (GoF) Nilai GoF sebesar 0.10, 0.25, dan 0.36 dapat diinterpretasikan kesesuaian model tergolong “kecil”, “moderat” dan “besar” (Tenenhaus et al. 2004 dalam Kurniawan dan Sofyan 2011)

Sumber: Ghozali (2008), Yamin dan Kurniawan (2011)

Formula Goodness of Fit (GoF) adalah

29 Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab tujuan dari penelitian. Variabel-variabel ini terdiri dari variabel laten dan variabel indikator. Pengukuran variabel didasarkan pada konsep yang telah terbukti secara empiris serta melakukan eksplorasi kepada variabel laten dan beberapa variabel indikator. Semua variabel diukur dengan skala ordinal dengan skala likert. Identifikasi variabel laten dan indikator disajikan pada Tabel 4, definisi operasional penelitian serta model penelitian pada Gambar 4 diuraikan di bawahnya.

Tabel 6 Identifikasi variabel laten dan variabel indikator dalam penelitian

No Variabel Laten Variabel Indikator Sumber Acuan 1. Motivasi

Berusaha (MB)

 Keinginan mencari tahu (MB1)

 Dorongan melakukan sesuatu yang baru (MB2)

 Dorongan untuk bekerjasama (MB3)

 Kepuasan terhadap usaha (MB4)  Kesediaan meningkatkan keterampilan (MB5)  Keinginan meningkatkan pendapatan (MB6) Stefanovic, Ljubodrag dan Sloboda (2011), Krishna (2003) 2. Ketersediaan Inovasi (KI)

 Keuntungan relatif (KI1)

 Kompatibilitas (KI2)  Simplisitas (KI3)  Triabilitas (KI4)  Observabilitas (KI5) Subagio (2008), Wahyuni (2002) 3. Aksesbilitas Informasi (AI)

 Sumber infomasi (AI1)

 Macam Informasi (AI2)

 Kesesuaian informasi yang diterima (AI3)

 Frekuensi penelusuran informasi (AI4)  Kredibilitas informasi (AI5) Subagio (2008) 4. Gaya Pengambilan Keputusan (GP)  Rasional (GP1)  Intuisi (GP2)  Pengalaman (GP3)  Fakta (GP4)  Wewenang (GP5)

Leitao dan Franco (2008)

30 Lanjutan Tabel 4 5. Kapasitas Wirausaha (KW)  Mengidentifikasi Potensi (KW1)  Memanfaatkan Peluang (KW2)  Mengendalikan Risiko (KW3)  Mengatasi Masalah (KW4)  Menjaga Keberlanjutan Usaha (KW5) Peterson (2007), Subagio (2008) 6. Keberhasilan Usaha (KU)

 Jumlah Sapi Laktasi (KU1)

 Keuntungan usaha (KU2)

 Produktivitas sapi laktasi (KU3)

Pamela (2013), Riyanti (2003),

Subagio (2008), Syarif dan Bagus (2011)

Definisi operasional masing-masing variabel yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Motivasi berusaha (MB) adalah dorongan yang timbul dalam diri peternak untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi berusaha dalam penelitian ini terdiri dari enam variabel indikator yang menjelaskan yaitu:

a. Keinginan mencari tahu (MB1) adalah tingkat motivasi peternak dalam mencari tahu terkait informasi yang ada dalam usaha ternak.

b. Dorongan melakukan sesuatu yang baru (MB2) adalah tingkat motivasi peternak untuk terdorong melakukan sesuatu yang baru dalam usaha ternak.

c. Dorongan untuk bekerjasama (MB3) adalah tingkat motivasi peternak untuk terdorong bekerjasama dengan peternak lain atau orang lain.

d. Kepuasan terhadap usaha ternak (MB4) adalah tingkat kepuasan peternak terhadap usaha yang sedang dijalankannya.

e. Kesediaan meningkatkan keterampilan (MB5) adalah tingkat motivasi peternak untuk meningkatkan kemampuan/keterampilan dalam berusaha ternak.

f. Keinginan untuk meningkatkan pendapatan (MB6) adalah tingkat motivasi peternak untuk meningkatkan pendapatan usaha.

2. Ketersediaan inovasi (KI) adalah keberadaan suatu obyek (ide, gagasan maupun tehnik) yang dianggap baru dan yang dinilai lebih bermanfaat dalam keberadaan usaha peternak. Ketersediaan inovasi dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel indikator yang menjelaskan yaitu:

a. Keuntungan relatif (KI1) adalah tingkatan di mana suatu ide baru lebih baik daripada ide-ide yang telah ada sebelumnya dan secara ekonomis menguntungkan.

b. Kompatibilitas (KI2) adalah tingkat kesesuaian inovasi dengan kebutuhan penerima, adat istiadat, kondisi lingkungan dan kebiasaan yang telah ada. c. Simplisitas (KI3) adalah tingkat kesederhanaan (kemudahan) dalam

memahami dan melaksanakan inovasi.

31 e. Observabilitas adalah tingkat kemudahan inovasi dapat diamati atau dilihat

oleh orang lain.

3. Aksesbilitas informasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh peternak untuk meraih pengetahuan (pesan) terkait dengan usaha peternakan yang dilakukan. Aksesbilitas informasi dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel indikator yang menjelaskan yaitu:

a. Sumber informasi adalah tingkat ketersediaan pemberi informasi di sekitar usaha peternakan.

b. Macam informasi adalah tingkat ketepatan/keterwakilan jumlah informasi yang peternak peroleh.

c. Kesesuaian informasi yang diterima adalah tingkat kesesuaian informasi terhadap kebutuhan peternak.

d. Frekuensi penelusuran informasi adalah tingkat keseringan dalam mencari informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh peternak. e. Kredibilitas pemberi informasi adalah tingkat kepercayaan peternak atas

informasi yang diberikan pemberi informasi.

4. Gaya pengambilan keputusan adalah cara peternak dalam mengambil pilihan atas tindakan yang dilakukan dalam menjalankan usaha ternaknya. Gaya pengambilan keputusan dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel indikator yang menjelaskan yaitu:

a. Rasional adalah gaya pengambilan keputusan yang bersifat objektif, logis, transparan dan konsisten untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

b. Intuisi adalah gaya pengambilan keputusan berdasarkan perasaan subjektif peternak.

c. Pengalaman adalah gaya pengambilan keputusan yang didasarkan oleh pengalaman peternak.

d. Fakta adalah gaya pengambilan keputusan yang didasarkan pada kenyataan objektif yang terjadi.

e. Wewenang adalah gaya pengambilan keputusan yang didasarkan pada orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya.

5. Kapasitas wirausaha adalah kekuatan atau daya-daya yang melekat pada pribadi peternak sebagai pengelola sumberdaya peternakan untuk dapat menetapkan tujuan usaha ternak secara tepat dan mencapai tujuan yang telah

Dokumen terkait