• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah Di Bogor, Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah Di Bogor, Jawa Barat."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KAPASITAS WIRAUSAHA TERHADAP

KEBERHASILAN USAHA TERNAK SAPI PERAH

DI BOGOR, JAWA BARAT

GABRIELLA STEPHANIE GULTOM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah di Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Gabriella Stephanie Gultom

(4)

RINGKASAN

GABRIELLA STEPHANIE GULTOM. Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah di Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh SUHARNO dan BURHANUDDIN.

Kapasitas wirausaha adalah faktor penting dalam pembangunan modal manusia. Kapasitas wirausaha menunjukkan kualitas modal manusia. Kualitas modal manusia pada peternak sapi perah di Bogor relatif rendah. Peternak perlu meningkatkan kualitasnya dengan meningkatkan kapasitas wirausaha. Kapasitas wirausaha yang tinggi akan menjamin tercapainya tujuan usaha peternak yaitu kesuksesan usaha ternak sapi perah. Riset kapasitas wirausaha merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang penting bagi pembangunan modal manusia di Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha dan menganalisis pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha ternak sapi perah di Bogor. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner. Total responden adalah 49 peternak sapi perah di Kota Bogor, yang diambil melalui metode survei. Data dianalisis menggunakan Partial Least Square (PLS).

Hasil analisis yang diperoleh meliputi faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kapasitas wirausaha sapi perah di Bogor adalah ketersediaan inovasi, aksesbilitas informasi dan gaya pengambilan keputusan. Faktor gaya pengambilan keputusan memiliki pengaruh paling besar terhadap peningkatan kapasitas wirausaha sapi perah di Bogor. Di sisi lain, terdapat faktor yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kapasitas wirausaha sapi perah di Bogor yakni motivasi berusaha. Kapasitas wirausaha memiliki pengaruh signifikan terhadap keberhasilan usaha ternak sapi perah di Bogor. Peningkatan kinerja pada indikator simplisitas inovasi, kesesuaian informasi yang diterima peternak dan gaya pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman akan meningkatkan kapasitas wirausaha secara langsung dan meningkatkan keberhasilan usaha ternak sapi perah secara tidak langsung melalui kapasitas wirausaha sebagai variabel mediator. Implikasi dari hasil penelitian ini di masa depan yang harus dipertimbangkan agar dapat mendorong keberhasilan usaha ternak sapi perah adalah merancang program pelatihan atau seminar atau kelompok diskusi terarah tentang pengolahan produk susu yang sederhana, menyediakan media untuk saling bertukar informasi serta memperkuat gaya pengambilan keputusan yang berasal dari pengalaman wirausaha.

(5)

SUMMARY

GABRIELLA STEPHANIE GULTOM. The Influence of Entrepreneur‟s Capacity Toward The Success of Dairy Cattle Business in Bogor, West Java. Supervised by SUHARNO and BURHANUDDIN.

Entrepreneur‟s capacity is an important factor in the entrepreneurship development effort. Entrepreneur‟s capacity indicates the quality of human capital. The quality of the human capital in dairy cattle in Bogor was relatively low. Cattlemans need to improve quality by increasing the entrepreneur‟s capacity. A high entrepreneur‟s capacity will ensure the achievement of the goal of the business success. Entrepreneur‟s capacity research is an effort that can be done to know the things that are important to human capital development in Indonesia. Given the vital role, it is important to study this aspect for entrepreneur‟s capacity.

The objectives of this research are to analyze determinants of entrepreneur‟s capacity and to analyse the influence of entrepreneurial capacity towards the success of dairy cattle business in Bogor. Data was collected by a set of questioner. Survey was conducted in Bogor and there were 49 cattlemans interviewed. Partial Least Square (PLS) was used for modelling.

Based on the result, the factors that influence significantly to entrepreneur‟s capacity in Bogor are the availability of innovation, the accessibility of information and the method of decision making. The method of decision making factors have the most influence on the improvement of the entreprener‟s capacity of dairy cattle in Bogor. On the other hand, there is a factor that didn‟t influence the entrepreneur‟s capacity of dairy cattle in Bogor is motivation trying. Entrepreneur‟s capacity has a significant influence on the success of the dairy cattle business in Bogor. Improved performance on indicators of simplicity of innovation, the suitability of the information received and the decision-making based on experience will enhance the entrepreneur‟s capacity directly and enhance the success of dairy cattle indirectly through entrepreneur‟s capacity as mediator variables. Those implies that in the future; to design training program or seminar or focus group discussion (FGD) about the processing of dairy products are simple, provide media to exchange information and strengthen the method of decision making derived from entrepreneur experience should be consider in order to encourage the success of dairy cattle business.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

PENGARUH KAPASITAS WIRAUSAHA TERHADAP

KEBERHASILAN USAHA TERNAK SAPI PERAH

DI BOGOR, JAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 hingga Juni 2015 ini ialah kapasitas wirausaha, dengan judul penelitian Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah di Bogor, Jawa Barat.

Ucapan terima kasih dan penghargaan tertinggi penulis haturkan kepada Bapak Dr Ir Suharno, MAdev selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan dukungan tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr Ir Anna Farianti, MS selaku dosen evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal dan Dr Ir Basita Ginting, MA selaku dosen evaluator pada pelaksanaan seminar hasil. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS dan Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc atas kesediaan menjadi penguji pada ujian tesis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu peternak di Kelurahan Kebon Pedes, Harjasari dan Muarasari yang berkenan menjadi responden pada penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Biro Perencana Kerjasama Luar Negeri, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mengakomodasi biaya pendidikan selama program sinergi S1-S2.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua tercinta Bapak Bantu Gultom dan Ibu Valentina Sitorus atas segala doa dan kasih sayangnya yang tiada henti sehingga membantu penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih kepada abang tersayang Raymond Gultom dan kedua adik-adik tersayang Chaterine Gultom dan Dony Gultom atas dorongan semangatnya selama ini. Ungkapan terima kasih juga tidak lupa disampaikan kepada Daniel Ramos Marpaung yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala doa dan dukungan kepada rekan-rekan

Fast Track Angkatan 2 dan MSA 4 selama pembuatan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Wirausaha 5

Kapasitas Wirausaha 6

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kapasitas Wirausaha 7

Keberhasilan Usaha 13

Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha 14

3 KERANGKA PEMIKIRAN 15

Kerangka Pemikiran Teoritis 15

Kerangka Pemikiran Operasional 20

Hipotesis Penelitian 22

4 METODE PENELITIAN 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Jenis dan Sumber Data 23

Metode Penentuan Responden 24

Metode Pengumpulan Data 24

Metode Pengolahan Data 25

Variabel Penelitian 29

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 33

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 33

Gambaran Umum Pengelolaan Usaha Ternak Sapi Perah di Bogor 34 Profil Individu Wirausaha Sapi Perah di Kota Bogor 37 Sebaran Penilaian Responden Terhadap Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kapasitas Wirausaha, Kapasitas Wirausaha dan Keberhasilan Usaha 39 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kapasitas Wirausaha 50 Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Ternak Sapi

Perah 58

6 SIMPULAN DAN SARAN 60

Simpulan 60

(12)

DAFTAR PUSTAKA 61

LAMPIRAN 67

RIWAYAT HIDUP 71

DAFTAR TABEL

1 Produksi dan konsumsi susu di Indonesia tahun 2010 sampai 2012 2 2 Populasi sapi perah dan produksi susu setiap kota di provinsi Jawa

Barat tahun 2011 sampai 2012 2

3 Jenis data dan sumber data 23

4 Perbandingan SEM dan PLS berdasarkan kriteria 27

5 Kriteria penilaian evaluasi model struktural 28

6 Identifikasi variabel laten dan indikator dalam penelitian 29 7 Sebaran jumlah dan persentase wirausaha sapi perah di Kota Bogor

berdasarkan karakteristik 37

8 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator dari variabel laten

motivasi berusaha 39

9 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator dari variabel laten

ketersediaan inovasi 41

10 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator dari variabel laten

aksesbilitas informasi 41

11 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator dari variabel laten

gaya pengambilan keputusan 43

12 Sebaran penilaian responen pada variabel indikator mengidentifikasi

potensi 44

13 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator memanfaatkan

peluang 45

14 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator mengendalikan

risiko 46

15 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator mengatasi masalah 47 16 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator menjaga

keberlanjutan usaha 48

17 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator dari keberhasilan

usaha 49

18 Hasil estimasi pada analisis PLS 53

19 Nilai koefisien konstruk dan t-statistik pada faktor-faktor yang

memengaruhi kapasitas wirausaha 56

20 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel motivasi

berusaha 57

21 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel ketersediaan

inovasi 58

22 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel aksesbilitas informasi

23 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel gaya

(13)

24 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel kapasitas

wirausaha 59

25 Loading factor dan t-statistik pengaruh variabel kapasitas wirausaha

terhadap keberhasilan usaha 59

26 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel keberhasilan

usaha 60

DAFTAR GAMBAR

1 Faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas petani 8 2 Pendekatan berbasis hasil untuk mengukur kapasitas negara 18

3 Kerangka pemikiran operasional penelitian 22

4 Model penelitian pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan

usaha 32

5 Peta lokasi penelitian peternakan di Kota Bogor 34 6 Model pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha 51 7 T-statistik model pengaruh kapasitas wirausaha dan keberhasilan usaha 52 8 T-statistik model pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan

usaha ternak sapi perah 54

9 Model pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan ekonomi yang cepat pada suatu negara tidak lepas dari peranan modal manusia. Negara yang miskin modal alam namun kaya akan modal manusia yang berkualitas, mampu menciptakan kemajuan ekonomi yang pesat. Investasi terhadap modal manusia menghasilkan hasil yang positif terhadap pembagunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara (Abbas 2010, Schultz 1961).

Wirausaha merupakan salah satu modal manusia yang penting dimiliki oleh suatu negara. Peran wirausaha bagi negara berpengaruh nyata sebagai pendorong dan penggerak yang cepat dalam pembangunan ekonomi. Indonesia masih memiliki jumlah wirausaha yang sedikit. Padahal suatu negara dapat digolongkan menjadi negara yang sejahtera apabila telah memiliki jumlah wirausaha minimal 2% dari total jumlah penduduk. Jumlah wirausaha di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1.65% dari total jumlah penduduk sehingga perkembangan wirausaha menjadi hal penting bagi Indonesia (KUKM RI 2014).

Perkembangan wirausaha harus diikuti dengan pembangunan manusia. Perkembangan tersebut didasarkan bahwa adanya peralihan makna pelaku usaha di Indonesia dari menduplikasi (memperbanyak sebanyak-banyaknya) produk untuk kemudian dijual, menjadi seorang wirausaha yang mampu melihat peluang, memiliki kreativitas, berinovasi dan berani mengambil risiko melalui pembangunan manusia baik secara formal, semiformal bahkan nonformal. Paradigma pembangunan tersebut didasarkan oleh kemauan kuat yang dimiliki oleh seorang wirausaha untuk melaksanakan pembangunan demi meningkatkan kesejahteraannya. Pembangunan manusia merupakan kapasitas berkelanjutan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (Riasih 2004).

Salah satu sektor dalam sektor pertanian yang berpotensi sebagai penggerak ekonomi nasional adalah sektor peternakan. Potensi tersebut berasal dari besarnya sumberdaya peternakan baik dari kuantitas maupun diversitas, adanya keterkaitan yang kuat antara industri di bidang peternakan dengan industri-industri lainnya serta berbasis sumberdaya lokal. Peningkatan potensi tersebut masih dapat dipicu lagi melalui pengembangan agribisnis peternakan secara khusus pada wirausaha peternakan (Daryanto 2007).

Sapi perah merupakan salah satu komoditas pada sektor peternakan yang memiliki peluang untuk dikembangkan. Sapi perah menghasilkan air susu sebagai produk utamanya. Air susu sapi perah merupakan minuman alami yang kaya nutrisi dan dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun terutama pada masa pertumbuhan (Ako 2013). Permintaan akan susu terus mengalami peningkatan karena masyarakat semakin memiliki kesadaran akan kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Konsumsi susu masyarakat Indonesia meningkat sebesar 113 juta liter susu dari tahun 2013 menjadi 2.3 miliar liter pada tahun 20141. Konsumsi susu

1

(16)

2

nasional lebih tinggi dibandingkan produksi susu nasional sehingga kekurangan tersebut dipenuhi dengan cara mengimpor susu dari luar ke dalam negeri. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi dan konsumsi susu di Indonesia tahun 2010 sampai 2012

Tahun Produksi (ton) Konsumsi (ton)

2010 909 500 3 173 050

2011 974 700 3 494 810

2012 959 700 2 738 510

Sumber: Ditjenpkh (2014)

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang cocok sebagai pengembangan agribisnis sapi perah. Jumlah populasi sapi perah di Jawa Barat pada tahun 2013 terbesar ketiga yaitu sebesar 143 382 ekor. Urutan kedua terbesar adalah provinsi Jawa Tengah yaitu 155 324 ekor dan urutan pertama ialah provinsi Jawa Timur sebesar 323 814 ekor (Deptan 2014). Jika dilihat berdasarkan produksi susu pada tahun 2013, maka Jawa Barat menempati urutan kedua setelah Jawa Timur dan urutan ketiga adalah provinsi Jawa Tengah. Produksi susu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah pada tahun 2013 masing-masing adalah 293 107 ton, 560 398 ton, dan 107 982 ton (Deptan 2014).

Kota Bogor adalah salah satu wilayah di Jawa Barat yang sebagian dari masyarakatnya mengusahakan sapi perah sebagai penghasilan utama keluarga. Kota Bogor merupakan penghasil susu terbesar dan memiliki jumlah ternak terbanyak di antara kota-kota di Jawa Barat pada tahun 2011 sampai 2012. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Populasi sapi perah dan produksi susu setiap kota di provinsi Jawa Barat tahun 2011 sampai 2012

No Kota Jumlah Sapi Perah (ekor) Produksi Susu (liter)

2011 2012 2011 2012

1 Bogor 833 857 1 763 394 1 814 200

2 Cimahi 776 853 1 642 730 1 805 733

3 Depok 671 785 1 420 453 1 661 782

4 Bandung 570 614 1 206 644 1 299 789

5 Sukabumi 279 290 590 621 613 907

6 Tasikmalaya 95 105 648 549 221 690

7 Bekasi 28 32 59 274 67 741

8 Cirebon 0 6 0 12 702

9 Banjar 28 1 59 274 2 117

Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2014)

Peternakan sapi perah di Kota Bogor terletak di Kelurahan Kebon Pedes, Kelurahan Harjasari dan Kelurahan Muarasari. Peternakan tersebut menjadi icon

(17)

3 Wirausaha sapi perah dibutuhkan bukan hanya dari segi kuantitas saja namun juga dari segi kualitas modal manusia. Kualitas modal manusia tercermin dari kapasitas manusia dalam menjalankan usahanya. Kapasitas wirausaha akan memberikan kemampuan kepada wirausaha untuk mencapai tujuan usaha secara tepat dan dengan cara yang tepat.

Kapasitas wirausaha berpengaruh terhadap keberhasilan usaha yang dijalankan oleh wirausaha. Keberhasilan usaha merupakan tingkat pencapaian hasil usaha yang diperoleh seorang wirausaha. Kapasitas wirausaha yang tinggi akan menjamin tercapainya keberhasilan usaha. Oleh sebab itu, kapasitas wirausaha pada peternak sapi perah di Kota Bogor menjadi menarik untuk diteliti serta pengaruhnya terhadap keberhasilan usaha ternak yang dijalankannya.

Perumusan Masalah

Perkembangan sapi perah di Indonesia cenderung stagnan. Hal tersebut karena terdapat permasalahan pada usaha ternak sapi perah yang perlu untuk diselesaikan. Permasalahan pada usaha ternak sapi perah terdiri atas jumlah kepemilikan sapi perah dan produksi susu peternak yang relatif rendah. Jumlah kepemilikan sapi perah peternak tergolong rendah (skala usaha yang kecil). Rata-rata kepemilikan sapi perah di Indonesia kurang dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah sehingga sering disebut sebagai peternakan rakyat (Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri).

Produksi susu yang rendah berasal dari produktivitas sapi perah peternak yang tergolong rendah. Produktivitas yang diraih peternak umumnya kurang dari atau sama dengan 10 liter/ekor/hari (Yusdja 2005; Atmakusuma 2012; Harmini et al. 2012; Gultom 2014), sekalipun menggunakan bibit sapi unggul, yang sebenarnya mampu berproduksi 15-20 liter/ekor/hari (Yusdja 2005). Lebih lanjut Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia (2009) menyatakan bahwa produktivitas ternak sapi perah Nasional sangat rendah yaitu 8-12 liter/ekor/hari dibandingkan luar negeri yang mencapai 20 liter/ekor/hari sehingga berakibat terhadap rendahnya keuntungan yang dihasilkan peternak sapi perah di Indonesia dalam melaksanakan usaha ternaknya (Fuah et al. 2011).

Permasalahan di atas telah ada dari dulu hingga sekarang sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah kepemilikan sapi perah dan produksi peternak relatif seragam. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh eksternal relatif lebih statis. Pengetahuan tentang bibit sapi dan pakan sapi perah secara standar diketahui peternak. Oleh sebab itu akan dikaji permasalahan dari sisi lain yaitu internal peternak sebagai modal manusia dalam mengelola usaha ternaknya. Kualitas modal manusia sebagai pengelola usaha ternak relatif rendah. Hal tersebut menyebabkan keberhasilan usaha ternak cenderung rendah.

(18)

4

dimiliki seorang wirausaha dalam mengidentifikasi setiap potensi yang ada, memanfaatkan potensi menjadi peluang usaha, mengatasi masalah yang terjadi serta menjaga keberlanjutan usahanya (Subagio 2008). Kapasitas wirausaha akan terlihat ketika wirausaha memiliki kemampuan untuk menciptakan pasar baru sehingga wirausaha mampu mengubah ketidakpastian menjadi risiko (Baumol 2002).

Peternak sebagai modal manusia penting untuk mendapat perhatian. Wirausaha adalah seseorang yang berani mengambil risiko, memiliki sifat kreatif dan inovatif. Semakin berkualitas modal manusia maka kapasitas wirausaha yang dimilikinya akan meningkat sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha ternaknya. Pengembangan kapasitas tersebut merupakan elemen penting untuk mencapai pembangunan manusia sehingga memiliki kualitas yang lebih baik. Keberhasilan usaha ternak ditunjukkan dari jumlah kepemilikan sapi perah dan produktivitas sapi perah yang tinggi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap keuntungan usaha ternak. Keberhasilan usaha merupakan target utama setiap pelaku usaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Kapasitas wirausaha merupakan unsur penting dalam mencapai keberhasilan usaha karena menyangkut kemampuan diri dari peternak tersebut dalam mengelola usaha ternaknya.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka pertanyaan penelitian research questions) ini adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kapasitas wirausaha sapi perah di Bogor, Jawa Barat?

2. Bagaimana pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha ternak sapi perah di Bogor, Jawa Barat?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha sapi perah di Bogor, Jawa Barat.

2. Menganalisis pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha ternak sapi perah di Bogor, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Daerah Kota Bogor sebagai bahan masukan, informasi dan pertimbangan dalam membuat kebijakan serta program bagi pembangunan manusia secara khusus untuk perkembangan wirausaha sapi perah di Kota Bogor.

(19)

5 3. Bagi kalangan akademisi dan peneliti, sebagai bahan informasi dan referensi

dalam bidang wirausaha secara khusus pada sektor peternakan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor kapasitas wirausaha yang terdiri atas motivasi berusaha, ketersediaan inovasi, aksesbilitas informasi, dan gaya pengambilan keputusan. Keberhasilan usaha pada penelitian ini diukur bukan dari pertumbuhan jumlah kepemilikan sapi perah, keuntungan usaha dan produktivitas sapi perah. Namun, penetapan skala ordinal tertentu sesuai dengan keadaan di lapang pada saat penelitian yang menjadi keterbatasan pada penelitian ini. Begitu juga dengan lokasi penelitian, dibatasi pada peternakan sapi perah di Kota Bogor saja yaitu di Kelurahan Kebon Pedes, Kelurahan Harjasari dan Kelurahan Muarasari. Hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan kondisi di wilayah lain.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Wirausaha

Perekonomian suatu negara menjadi semakin lebih baik dengan hadirnya para wirausaha. Wirausaha mampu mewujudkan peningkatan kesejahteraan diri, masyarakat dan lingkungannya melalui tindakan nyata yang dilakukannya (Lupiyaoadi 2007). Barringer dan Bluedorn (1999) menggambarkan wirausaha sebagai individu yang bisa mengeksplorasi lingkungan, menemukan peluang, dan mengeksploitasi mereka setelah melakukan evaluasi yang tepat. Hal tersebut senada dengan pernyataan Baldacchino (2009) yang menyatakan bahwa wirausaha memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang.

Indonesia membutuhkan lahirnya dan terciptanya para wirausaha. Perekonomian di Indonesia akan berkembang dengan terciptanya usaha-usaha baru, keberanian mengambil risiko dan ketidakpastiaan yang merupakan identitas wirausaha (Suharyadi et al. 2007). Senada dengan De Jong dan Wennekers (2008) bahwa wirausaha ialah seseorang yang mengambilan risiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan peluang-peluang untuk menciptakan usaha baru dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang menjadi besar dan mandiri dalam menghadapi tantangan persaingan.

(20)

6

menumbuhkan iklim yang kondusif untuk kreativitas dan inovasi, memberikan dukungan terhadap kreativitas dan inovasi dan menawarkan produk dan layanan inovatif melalui metode produksi dan pengiriman yang inovatif.

Pohl (2011) menyatakan bahwa seorang wirausaha dapat mencapai keberhasilan usaha dengan belajar dari kesalahan awal dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi usahanya. Pengalaman mengajarkan wirausaha untuk belajar dari kegagalan karena menetapkan metode tertentu di masa lalu. Dengan demikian, tujuan wirausaha dapat tercapai di masa yang akan datang.

Kapasitas Wirausaha

Beberapa penelitian menggambarkan kapasitas sebagai kemampuan umum untuk melaksanakan sesuatu. Kemampuan umum tersebut digunakan oleh individu, masyarakat atau organisasi untuk tujuan melakukan tindakan tertentu atau kinerja usaha tertentu. Goodman et al. (1998) menggambarkan kapasitas sebagai kemampuan untuk melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan.

Kapasitas wirausaha harus dimiliki oleh petani (Marliati et al. 2010). Kapasitas petani menghasilkan produktivitas yang berkelanjutan. Keberlanjutan usaha memperlihatkan bahwa kapasitas petani tergolong tinggi karena mampu mengatasi setiap persoalan pada usahanya dan menjaga keuntungan usaha yang diperolehnya. Kapasitas petani rendah disebabkan oleh rendahnya tingkat kinerja penyuluh pertanian, faktor karakteristik petani yaitu rendahnya tingkat pendidikan formal dan nonformal petani, kurangnya fasilitas agribisnis oleh pemerintah dan kurangnya dukungan nilai-nilai sosial budaya.

Subagio (2008) melihat tinggi rendahnya kapasitas dalam diri petani pada empat indikator yang merefleksikannya yaitu kapasitas petani dalam mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan menjaga keberlanjutan. Petani yang memiliki kapasitas yang tinggi dalam mengidentifikasi potensi akan mengetahui perubahan kebutuhan pasar, mengetahui sumber-sumber informasi dan inovasi yang tepat, mengetahui informasi yang dibutuhkan terkait dengan usaha, dapat menilai dan memilih pengalaman dan mengetahui faktor pendukung dan penghambat keberhasilan usaha.

(21)

7 kewirausahaan, membentuk kognisi dan tindakan untuk aktif mengejar penciptaan peluang kewirausahaan.

Kapasitas petani yang tinggi dalam mengatasi permasalahan akan terlihat dalam menggunakan informasi dan inovasi yang sesuai dengan masalah yang dipecahkan, menggunakan pengalaman kegagalan sebagai modal pencapaian tujuan, selalu membuat alternatif tindakan yang lebih menguntungkan dan melakukan rencana tindakan antisipatif. Kapasitas petani yang tinggi dalam menjaga keberlanjutan sumberdaya usahatani terlihat dalam menggunakan sumberdaya sesuai dengan kebutuhan dan selalu mencari sumber-sumber alternatif bagi sumberdaya usahatani yang tidak dapat diperbarui (Subagio 2008). Berbeda dengan Peterson (2007) yang menyatakan bahwa kapasitas wirausaha terlihat dalam mengendalikan risiko dan menciptakan sumberdaya. Wirausaha dapat mengendalikan risiko dan menggunakan peluang bisnis baru untuk menghasilkan kekayaan yang lebih besar (Pajarinen et al. 2006). Puspitasari (2013) menyatakan bahwa wirausaha mampu memperhitungkan risiko secara cermat dan menyiapkan antisipasi penyelesaiannya.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kapasitas Wirausaha

Penelitian tentang kapasitas wirausaha umumnya dikaitkan secara langsung dengan modal manusia. Modal manusia memiliki kemampuan khusus untuk melihat peluang, memiliki kreativitas dan keinovatifan, menciptakan pasar baru, berani mengambil risiko, mengatasi setiap permasalahan serta mencapai keberhasilan usaha. Kapasitas wirausaha terbentuk dari modal manusia dengan dua komponen yang saling melengkapi yaitu kemampuan awal (baik diakuisisi atau bawaan) dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan formal atau pelatihan (Blundell et al. 1999).

Chung dan Gibbons (1997) mengatakan bahwa terdapat dua faktor yang berpengaruh secara bersama-sama dalam menetukan kapasitas wirausaha yaitu faktor modal manusia dan budaya organisasi. Hal tersebut senada dengan penelitian Leitao dan Franco (2008) dan Riasih (2004) yang menyatakan bahwa kapasitas wirausaha dipengaruhi oleh dua faktor yang berbeda namun saling terkait yaitu modal manusia dan modal organisasi. Leitao dan Franco (2008) menyatakan bahwa modal manusia tersebut adalah karakteristik individu sebagai seorang wirausaha sedangkan modal organisasi terdiri atas perilaku wirausaha, budaya organisasi dan praktek manajerial. Faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha terdiri dari antusiasme di tempat kerja, kecenderungan untuk kegiatan inovasi dan gaya pengambilan keputusan berupa intuisi dari wirausaha. Begitu juga Riasih (2004) membagi kapasitas wirausaha menjadi dua yaitu kapasitas individu dan organisasi (kelompok). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kapasitas individu adalah pengetahuan, keterampilan, persepsi dan sikap, karakteristik anggota, latar belakang usaha dan kepemimpinan sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kapasitas kelompok terdiri atas kerjasama, kepercayaan dan norma.

(22)

8

dengan pernyataan Istijanto (2008) yang mendifinisikan modal manusia sebagai kekayaan lembaga/institusi yang menjadi faktor penentu keberhasilan aktivitas lembaga atau masyarakat. Modal manusia memiliki pikiran, perasaan, dan perilaku tertentu yang melandasi motivasi, sikap, loyalitas, pemahaman peran, komitmen dan kepuasannya dalam bekerja. Kualitas modal manusia dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang dimiliki dan kualitas kepribadian yang tinggi yang berasal dari proses belajar selama hidupnya (Mulyandari et al. 2010).

Kapasitas wirausaha yang dipengaruhi oleh modal organisasi mempunyai dua aspek penting yaitu suprastruktur dan sosio-struktur (Chung dan Gibbons 1997). Suprastruktur merupakan ideologi yang diwakili melalui keyakinan, nilai-nilai dan asumsi dominan inti organisasi. Sedangkan sosio-struktur merupakan modal sosial yang konstitusinya meliputi pembelajaran, pertukaran informasi, norma dan sanksi. Sementara Subagio (2008) menyatakan bahwa kapasitas wirausaha dalam diri petani dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan fisik, lingkungan sosial ekonomi budaya, ketersediaan inovasi, karakteristik pribadi petani dan akses pada informasi. Hubungan antar variabel tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1 Faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas petani

Sumber: Subagio (2008)

Hasil penelitian Subagio (2008) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kapasitas petani sayuran adalah lingkungan fisik dan karakteristik pribadi petani sedangkan faktor yang mempengaruhi kapasitas petani padi adalah lingkungan fisik, karakteristik pribadi petani dan aksesbilitas informasi. Terdapat perbedaan kapasitas antara petani sayuran dan petani padi. Kapasitas petani sayuran relatif lebih tinggi dibandingkan petani padi. Faktor penyebab kapasitas petani rendah karena kekurangsesuaian antara inovasi yang tersedia dengan kebutuhan riil petani, tingkat pedidikan yang rendah, lingkungan fisik kurang mendukung, keterbatasan petani dalam penguasaan aset ekonomi, keterikatan dengan tradisi dan rendahnya dukungan tokoh masyarakat. Berbeda halnya dengan Goodman et al. (1998) yang menyatakan bahwa penyebab kapasitas di dalam diri rendah karena tidak adanya keterampilan untuk memproduksi dan melaksanakan rencana kualitas. Pada penelitian ini akan menganalisis

faktor-Lingkungan fisik

Lingkungan sos-ek-bud

Ketersediaan inovasi

Kapasitas Petani Karakteristik

pribadi petani

(23)

9 faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha yang terdiri atas motivasi berusaha, ketersediaan inovasi, aksesbilitas informasi dan gaya pengambilan keputusan. Motivasi Berusaha

Pada penelitian ini, motivasi wirausaha merupakan salah satu faktor yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap kapasitas wirausaha. Motivasi merupakan dorongan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu (Mar‟at dan Lieke 2006). Konsep motivasi adalah untuk menggambarkan hubungan antara harapan dengan tujuan (Zainun 1979). Motivasi mengacu pada alasan yang mendasari perilaku yang ditandai dengan kesediaan dan kemauan (Lai 2011).

Motivasi berusaha merupakan suatu dorongan dalam diri individu untuk melakukan tindakan atau aktivitas usaha. Motivasi berusaha setiap individu berbeda satu dengan yang lain. Motivasi seseorang digambarkan pada hierarki kebutuhan yang sering dikenal dengan hierarki kebutuhan Maslow dimana tindakan manusia pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Hasibuan (2001) menyatakan bahwa motivasi Maslow selanjutnya menegaskan bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang, artinya jika kebutuhan yang pertama terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow (Maslow’s Need Hierarchy Theory) adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan Fisik dan Biologis (Physiology Needs) adalah kebutuhan yang paling utama yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup seperti makan, minum, tempat tinggal dan bebas dari penyakit. Selama kebutuhan ini belum terpenuhi maka manusia tidak akan tenang dan dia akan berusaha untuk memenuhinya.

2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan (Safety and security Needs) adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman jiwa dan harta, baik di lingkungan tempat tinggal mapun tempat kerja. Kebutuhan ini merupakan tangga kedua dalam susunan kebutuhan.

3. Kebutuhan Sosial (Affiliation or acceptance Needs) adalah kebutuhan akan perasaan untuk diterima oleh orang lain di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja, kebutuhan akan dihormati, kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal, kebutuhan akan ikut serta.

4. Kebutuhan akan Penghargaan atau Prestise (Esteem or status Needs) adalah kebutuhan akan penghargaan diri atau penghargaan prestise dari orang lain. 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs) adalah realisasi lengkap

potensi seorang secara penuh. Pemenuhan kebutuhan ini didasarkan atas kesadaran dan keinginan diri sendiri.

(24)

10

Ketersediaan Inovasi

Inovasi merupakan perubahan metode dan teknologi yang bersifat positif dan berguna, dari cara lama yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu (Sukardi dan Evi 2007). Ada dua tipe dasar dari inovasi yaitu inovasi cara (proses) dan inovasi produk. Inovasi cara (proses) adalah perubahan yang memengaruhi cara memproduksi suatu output sedangkan inovasi produk merupakan perubahan yang memengaruhi hasil output yang berupa barang dan jasa. Inovasi dapat menciptakan biaya rendah dan perbedaan serta meningkatkan keuntungan.

Inovasi merupakan pengembangan diri individu dari keahlian yang dimilikinya. Individu melakukan pekerjaan dengan mengembangkan pengetahuan teknik yang dimiliki, melakukan cara-cara terbaru dan apabila memungkinkan selalu menggunakan peralatan yang lebih baru yang dapat memperoleh hasil yang baik (Sya‟roni dan Sudirham 2012).

Schumpeter (1934) memperkenalkan istilah inovasi sebagai kreasi dan implementasi kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut merujuk terhadap produk, jasa, proses kerja, pasar, kebijakan dan sistem baru. Wirausaha yang berinovasi dapat menambahkan nilai dari produk, pelayanan, proses kerja, pemasaran, sistem pengiriman dan kebijakan, tidak hanya bagi perusahaan tapi juga stakeholder dan masyarakat (De Jong dan Den Hartog 2003).

Frederick dan Kuratko (2006) mengemukakan bahwa seorang wirausaha berfokus pada keuntungan inovasi dan pertumbuhan usaha. Sementara di sisi lain, tujuan dan fokus pemilik usaha kecil adalah sebagian besar pada pengelolaan pertumbuhan, penjualan dan keuntungan yang stabil. Pemilik usaha kecil lebih suka memanfaatkan keseimbangan peluang yang ada dan mengoptimalkan pasokan serta permintaan di pasar yang didirikan sedangkan wirausaha bertujuan untuk memanfaatkan peluang usaha yang inovatif dan menciptakan pasar baru di dalam dan di luar negeri.

Inovatif berarti kemampuan wirausaha untuk menciptakan gagasan, produk atau proses yang baru (Puspitasari 2013). Inovasi meliputi menganalisis peluang, memuaskan pelanggan, sederhana dan terarah (Hadiyati 2011). Kreatifitas dan inovasi berpengaruh secara simultan terhadap kewirausahaan dimana inovasi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kewirausahaan.

Inovasi merupakan tindakan memperkenalkan sesuatu yang baru. Byrd dan Paul (2002) menyatakan bahwa tindakan memperkenalkan diindikasikan dengan mengambil resiko dan sesuatu yang baru diindikasikan dengan kreativitas. Sehingga dua dimensi yang mendasari perilaku inovatif adalah kreativitas dan pengambilan resiko. Hal senada dikatakan oleh De Jong dan Den Hartog (2003) bahwa semua inovasi diawali dari ide yang kreatif. Kemudian ide-ide kreatif tersebut diimplementasikan menjadi sebuah inovasi.

(25)

11 Subagio (2008) dalam penelitiannya membagi inovasi menjadi dua macam yaitu bersifat teknis dan sosial ekonomi. Inovasi bersifat teknis digunakan untuk meningkatkan produksi usaha pertanian seperti teknik penyiapan lahan, benih/bibit, pengelolaan tanaman hingga penanganan pasca panen sedangkan inovasi yang bersifat sosial ekonomi diarahkan sebagai faktor penunjang untuk kelancaran peningkatan produksi usaha pertanian. Dominasi penerapan inovasi yang bersifat teknis mulai berkurang ketika sumber faktor produksi, terutama sumberdaya lahan yang tidak dapat diperbaharui mulai menunjukkan penurunan produktivitasnya. Sementara inovasi sosial ekonomi adalah suatu inovasi yang ditekankan kepada sumberdaya manusia dan masyarakat maupun pembentuk kebijakan sebagai penggerak dan pelaku pertanian termasuk petani/peternak. Kesesuaian dan ketetapan atau bahkan keseimbangan antara inovasi yang bersifat teknis dengan inovasi yang bersifat sosial ekonomi harus tercapai supaya keberhasilan usaha pertanian dapat tercapai. Penerimaan ataupun penolakan atas keberadaan suatu inovasi merupakan pilihan keputusan yang dibuat oleh individu. Rogers dan Shoemaker (1987) mendefinisikan inovasi sebagai ide-ide baru, praktek-praktek baru atau objek-objek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru bagi individu atau masyarakat. Inovasi tersebut harus mempunyai lima sifat dasar yaitu memberikan keuntungan, sesuai dengan kondisi sasaran, tidak rumit, dapat dicoba oleh pengguna dan dapat diamati baik oleh pengguna maupun orang lain. Dasar keputusan pilihan inovasi merupakan suatu proses mental, sejak seseorang itu mengetahui ada inovasi hingga penerapannya. Pilihan keputusan terhadap inovasi merupakan suatu tipe pengambilan keputusan yang khas karena tidak dapat ditemukan dalam situasi pembuatan keputusan lainnya.

Wahyuni (2002) dalam penelitiannya menggunakan lima indikator dalam mengukur ketersediaan inovasi adalah sebagai berikut

1. Keuntungan relatif (relative advantages) adalah merupakan tingkatan di mana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya dan secara ekonomis menguntungkan.

2. Kesesuaian (compatibility) adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan adopter (penerima). Oleh karena itu, inovasi yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol tidak akan diadopsi secepat ide yang kompatibel.

3. Kesederhanaan (simplisitas) adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif mudah untuk dimengerti dan digunakan. Kesulitan untuk dimengerti dan digunakan merupakan hambatan bagi proses kecepatan adopsi inovasi. 4. Kemungkinan untuk dicoba (triability) adalah suatu tingkat di mana suatu

inovasi dapat dicoba dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba dalam skala yang lebih kecil biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu.

(26)

12

Aksesbilitas Informasi

Informasi memegang peran penting dalam kegiatan modal manusia termasuk bagi wirausaha. Akses terhadap informasi dibutuhkan oleh wirausaha dalam menjalankan usahanya. Akses petani terhadap informasi adalah kemampuan petani dalam berinteraksi dengan berbagai informasi baik melalui kontak personal maupun media (Subagio 2008). Informasi memiliki peran untuk membuka dan memperluas wawasan berpikir petani terhadap segala aktivitas usahatani yang dihadapi. Petani akan menyesuaikan, memperbaiki atau bahkan mengubah segala aktivitas usahatani yang dijalankan melalui informasi yang ada. Semakin banyak informasi yang diperoleh maka semakin dinamis petani dalam menjalankan usahanya yang disesuaikan dengan sejumlah informasi tersebut.

Wirausaha yang memiliki akses terhadap sumber informasi cenderung memperoleh informasi yang lebih banyak (Subagio 2008). Informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui pokok permasalahan. Namun tanpa disadari, hal tersebut juga menyulitkan wirausaha dalam membedakan dan memilih informasi yang benar-benar dibutuhkan untuk memecahkan permasalah yang dihadapi. Kaye (1997) mengemukakan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mengelola informasi yang telah diperoleh agar informasi tersebut tepat, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan wirausaha. Faktor-faktor tersebut meliputi relevansi, akurasi, kelengkapan, ketajaman, ketepatan waktu dan keterwakilan.

Kapasitas wirausaha rendah disebabkan oleh akses informasi yang rendah (Prakash 2011). Akses informasi tentang pasar sangat penting didapatkan oleh wirausaha. Puspitasari (2013) menyatakan bahwa informasi pasar yang belum memadai akan menyulitkan dalam perencanaan produksi. Melalui informasi tersebut wirausaha mengetahui apa yang dibutuhkan oleh pasar. Ketersediaan informasi mengenai peluang pasar dan harga akan meningkatkan posisi tawar pelaku usaha.

Gaya Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan memegang peranan yang sangat penting bagi keberhasilan usaha. Stoner (2003) dan Handoko (2001) mengatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan suatu arah tindakan sebagai cara untuk memecahkan sebuah masalah tertentu. Pengambilan keputusan merupakan hasil akhir yang harus dilaksanakan oleh wirausaha serta berpengaruh terhadap keberhasilan usaha yang dijalankan (Shrivastava dan Grant 1985). Wirausaha akan memilih satu atau beberapa alternatif keputusan yang terbaik bagi usahanya.

(27)

13 diambil. Terakhir, wewenang merupakan pengambilan keputusan yang didasarkan pada orang yang tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya atau pimpinan terhadap bawahannya.

Sadler-Smith dan Erella (2004) menyatakan bahwa terdapat dua jenis pengambilan keputusan yaitu rasional dan intusi. Pengambilan keputusan rasional memiliki sifat objektif, logis, konsisten dan transparan. Keputusan intuisi memiliki sifat subjektifitas, emosional dan waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek. Sadler-Smith dan Erella (2004) berpendapat bahwa intuisi adalah kemampuan untuk mencapai pengetahuan langsung atau pemahaman tanpa gangguan jelas dari pemikiran rasional atau inferensi logis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam dua konteks yaitu pertama, intuisi adalah sama pentingnya dengan analisis rasional dalam berbagai proses pengambilan keputusan dan kedua, ada cara di mana wirausaha dapat meningkatkan pengetahuan intuitif, pemahaman dan keterampilan mereka.

Pengambilan keputusan intuisi berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pada modal manusia (Sadler-Smith dan Erella 2004, Blume dan Jeffrey 2011, La Pira 2011). Intuisi merupakan kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Intuisi menjadi salah satu alat kognitif utama yang tersedia bagi wirausaha untuk melihat melampaui pengalaman masa lalu untuk apa yang mungkin di masa depan (Pohl 2011). Wirausaha belajar mempercaya intuisi untuk menghasilkan keputusan yang tepat bagi keberhasilan usahanya. Leitao dan Franco (2008) menyatakan bahwa gaya pengambilan berupa intuisi merefleksikan kapasitas wirausaha yang pada akhirnya berpengaruh terhadap keberhasilan usaha yang dilakukan wirausaha.

Keberhasilan Usaha

Keberhasilan usaha dapat dilihat dari aspek produktivitas dan keuntungan usaha (Riyanti 2003). Selain kedua aspek tersebut, Sanchez dan Marin (2005) menambahkan aspek pasar untuk mengukur keberhasilan usaha. Sementara Utami dan Donald (2014) menyatakan bahwa dimensi keberhasilan usaha merupakan objek yang kompetif, yang dibagi menjadi dua pengukuran yaitu pengukuran kinerja keuangan (kinerja pasar dan aset) dan kinerja non-keuangan (kualitas produk, kepuasan pelanggan, perluasan pasar, peningkatan sumber daya manusia, reputasi dan kontribusi sosial pada model pengembangan daya saing usaha).

Pengukuran keberhasilan Usaha Kecil Menengah (UKM) mengacu pada tiga aspek yaitu pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba dan pertumbuhan moda (Lee dan Tsang 2001, Man dan Syed 2008, Sarwoko et al. 2013). Ukuran keberhasilan UKM dapat dilihat dari terciptanya kepuasan berbagai pihak yang berkepentingan dengan usaha kecil, meningkatnya kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan, kemampuan dalam meningkatkan dan memperluas pangsa pasar, kemampuan bersaing di bidang usahanya, dan adanya peningkatan pendapatan (Dirlanudin 2010). Lebih lanjut,

(28)

14

usaha yang baik akan tercermin dari peningkatan skala usaha dan produktivitas. Peningkatan keberhasilan usaha petani dapat dipengaruhi oleh peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan mereka.

Pada usaha ternak sapi perah, keberhasilan usaha dapat diukur melalui keuntungan peternak (Rusdiana dan Wahyuning 2009). Skala usaha yang kecil, kemampuan produksi susu rendah, harga jual susu yang tidak memadai dan biaya produksi yang relatif tinggi mengakibatkan keuntungan usaha peternak menjadi rendah. Pamela (2013) mengatakan bahwa produktivitas, jumlah kepemilikan sapi laktasi dan keuntungan usaha yang tinggi mencerminkan keberhasilan usaha ternak sapi perah yang tinggi. Peningkatan skala usaha ternak (jumlah kepemilikan sapi perah), ketersediaan pakan dan harga susu yang relatif tinggi akan meningkatkan keuntungan usaha sapi perah (Siregar dan Kusnadi 2004). Sementara produktivitas merupakan hubungan antara hasil output dengan input (Gasperz 2000, Sinungan 2005). Mukson et al. (2009) mengatakan bahwa peningkatan keberhasilan usaha ternak sapi perah dipengaruhi oleh sumber daya manusia, zooteknis dan jumlah ternak laktasi yang ada. Pengembangan kapasitas akan meningkatkan kualitas modal manusia sehingga akan meningkatkan produktivitas. Begitu juga pada peternak, peningkatan kapasitas modal manusia menjadi sebuah jawaban dalam pengembangan agribisnis peternakan di Indonesia (Zandos 2011).

Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha

Studi mengenai pengaruh model konseptual antara kapasitas wirausaha dengan keberhasilan usaha penting mendapat perhatian oleh para peneliti kewirausahaan. Wirausaha merupakan modal yang penting untuk mencapai keberhasilan usaha yang tinggi sedangkan kapasitas selalu dihubungkan dengan kemampuan umum untuk melaksanakan sesuatu. Kapasitas wirausaha menciptakan kemampuan untuk mencapai tujuan yang ditetapkannya yaitu keberhasilan usaha (Subagio 2008, Leitao dan Franco 2008, Fadhila 2013). Kapasitas wirausaha berpengaruh positif terhadap keberhasilan usaha. Wirausaha yang mempunyai kapasitas wirausaha tinggi pasti memiliki keberhasilan usaha tinggi. Wirausaha harus terus mengembangkan kapasitas yang dimilikinya agar tercapai keberhasilan usaha yang telah ditetapkannya.

(29)

15 lingkungan ekonomi, sosial dan budaya dan ketersediaan inovasi sedangkan pada kapasitas petani padi, faktor yang mempengaruhinya yakni karakteristik pribadi petani berupa kekosmopolitan dan keberanian mengambil risiko, selanjutnya faktor lingkungan fisik.

Subagio (2008) juga mengemukakan bahwa peningkatan kapasitas petani akan meningkatkan kemandirian dan keberhasilan usahatani secara cepat. Hal tersebut senada dengan hasil penelitian Riasih (2004). Kapasitas individu dan kelompok pada wirausaha rendah akan menyebabkan keberhasilan usaha tersebut tidak optimal (rendah).

Leitao dan Franco (2008) mengatakan bahwa kapasitas wirausaha berpengaruh terhadap peningkatan keberhasilan UKM di Portugal. Peningkatan kapasitas dibutuhkan oleh setiap individu, masyarakat, badan maupun organisasi. Pada penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha pada peternak sapi perah di Bogor serta menganalisis pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha ternak sapi perah yang dilaksanakannya. Penelitian ini menggunakan analisis Partial Least Square (PLS) untuk menjawab tujuan dari penelitian.

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Wirausaha

Schumpeter (1934) mengatakan bahwa wirausaha merupakan seseorang yang dapat menciptakan inovasi. Wirausaha melakukan suatu proses yang disebut “creative destruction” terhadap keseimbangan pasar. Inovasi yang dihasilkan akan

menghancurkan keseimbangan pasar sehingga tercipta keseimbangan baru dengan keuntungan-keuntungan atas inovasi tersebut. Schumpeter (1934) mendefinisikan inovasi ke dalam lima hal yaitu:

1. Mengenalkan barang baru atau barang yang berkualitas baru yang belum dikenal oleh konsumen;

2. Mengenalkan metode produksi baru; 3. Membuka pasar baru;

4. Memperoleh sumber pasokan baru atau komponen baru; 5. Menjalankan organisasi baru dalam industri.

Schumpeter (1934) menyatakan bahwa wirausaha adalah seseorang yang inovatif, kreatif, dan mampu mengambil risiko. Hal senada juga dikatakan oleh Wickham (1998). Wirausaha merupakan individu yang dapat melihat peluang bisnis dan memanfaatkan peluang tersebut untuk memperoleh keuntungan. Bukan hanya itu saja, wirausaha adalah individu yang memiliki kreativitas dan dapat menciptakan inovasi secara terus menerus serta dapat memberikan kontribusi nyata kepada negaranya.

(30)

16

seseorang yang membeli harga tertentu untuk produk tertentu kemudian menjualnya dengan harga yang tidak pasti pada masa yang akan datang. Namun, kata wirausaha menonjol pertama kali oleh Jean Baptista Say pada tahun 1816 yakni mendefinisikan wirausaha sebagai agen yang menyatukan berbagai alat-alat produksi dan menemukan nilai dari produksinya. Selanjutnya Frank Knight pada tahun 1921 mendefinisikan wirausaha sebagai seseorang yang mencoba untuk memprediksi dan menyikapi perubahan pasar dalam menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Israel Kirzner pada tahun 1979 mengatakan bahwa wirausaha adalah seseorang yang mengenali dan bertindak terhadap peluang pasar.

Casson (2003) mendefinisikan wirausaha dalam dua pendekatan utama yaitu pendekatan fungsional dan indikasi. Pendekatan fungsional menekankan bahwa seorang wirausaha merupakan apa yang wirausaha lakukan dan siapa saja yang melakukan fungsi ini disebut wirausaha. Sementara pendekatan indikatif menggambarkan wirausaha sebagai seseorang yang dapat diakui dalam hal status hukum, hubungan kontraktual dengan pihak lain, posisinya dalam masyarakat dan sebagainya.

Douglas (2009) menyatakan bahwa wirausaha melihat dunia melalui mata yang berbeda, melihat masa depan yang lebih baik dari pada orang lain lihat, melihat peluang yang orang lain tidak lihat dan tidak melihat risiko seperti orang lain lihat. Wirausaha mengambil risiko pribadi, mencari keuntungan pribadi namun kewirausahaan cenderung memberikan manfaat sosial. Manfaat eksternal kewirausahaan termasuk kemajuan teknis, peningkatan produktivitas, lingkungan hidup yang lebih aman, lingkungan alam yang lebih baik dan standar hidup yang lebih tinggi.

Frederick dan Kuratko (2006) menggambarkan kewirausahaan lebih dari sekedar penciptaan bisnis atau usaha sosial. Kewirausahaan merupakan karakteristik mencari peluang, mengambil risiko di luar keamanan dan memiliki keuletan untuk mendorong ide sampai kepada menggabungkan realitas menjadi perspektif khusus yang meresapi wirausaha. Beberapa orang yang disebut dengan wirausaha dilahirkan dengan karakteristik tersebut namun yang lain dapat mengembangkan pola pikir kewirausahaan. Pola pikir kewirausahaan memiliki tujuan membawa keluar ide-ide kreatif sehingga kewirausahaan tersebut merupakan konsep terintegrasi yang menembus usaha individu secara inovatif.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa wirausaha adalah modal manusia yang memiliki karakter khusus di dalam dirinya. Wirausaha merupakan seseorang yang mampu melihat peluang usaha, memiliki kreativitas, mampu berinovasi, dapat mengubah ketidakpastian menjadi risiko serta berani mengambil risiko tersebut untuk menciptakan usaha baru serta menjaga keberlanjutan usahanya. Wirausaha dapat diciptakan karena wirausaha bukanlah suatu pengetahuan praktis namun merupakan tindakan nyata, gaya hidup dan prinsip-prinsip tertentu yang dimiliki oleh seorang pelaku usaha.

Konsep Kapasitas

(31)

17 mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi dan masyarakat secara keseluruhan untuk mengelola usaha mereka dengan berhasil. Konsep kapasitas tersebut dikembangkan untuk membantu negara-negara berkembang dalam melaksanakan pembangunan. Sementara Badudu (2003) menjelaskan makna kata-kata serapan asing dalam kamus bahasa indonesia dimana “capacity” memiliki makna suatu kemampuan unntuk berfungsi atau

berproduksi yang berasal dari kekuatan yang dimilikinya.

UNDP (United Nations Development Programme) (2010) mendefinisikan kapasitas sebagai "kemampuan individu, lembaga, dan masyarakat untuk melakukan fungsi, memecahkan masalah, dan menetapkan dan mencapai tujuan dengan cara yang berkelanjutan". Pengembangan kapasitas adalah 'bagaimana' membuat pekerjaan pembangunan yang lebih baik dan pada dasarnya tentang membuat lembaga lebih mampu menyampaikan dan mempromosikan pembangunan manusia. Sementara ACIAR (Australian Centre for International Agricultural Research) (2012) mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu dan organisasi atau unit organisasi untuk menjalankan fungsi secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Peningkatan kapasitas merupakan proses yang meningkatkan kemampuan individu, kelompok, organisasi, atau sistem untuk mencapai tujuan atau untuk tampil lebih baik (Brown, Anne dan Kate 2001). Proses dimana kemampuan individu, lembaga, dan masyarakat untuk melakukan fungsi, memecahkan masalah, dan menetapkan dan mencapai tujuan dengan cara yang berkelanjutan diperkuat, diadaptasi dan dipelihara dari waktu ke waktu.

UNDP (2010) menyatakan bahwa pengukuran kapasitas membutuhkan pendekatan sistematis dengan fokus pada hasil yang nyata. Terdapat empat komponen kunci dari pendekatan UNDP untuk perencanaan, pengawasan dan evaluasi hasil pembangunan dalam konteks pembangunan kapasitas yakni perencanaan strategis, dampak, hasil dan output.

1. Perencanaan Strategis

Identifikasi dampak yang diinginkan, hasil dan output harus berasal dari proses perencanaan strategis. Mendefinisikan tujuan, hasil dan output tanpa pemahaman yang jelas tentang arah strategis usaha dapat menyebabkan fokus terdistorsi dan sumber data yang teralihkan dari kebutuhan rill sehingga tanggapan pengembangan kapasitas yang membangun bagian kompetensi dalam bidang yang mungkin memiliki prioritas yang lebih rendah dan dampak yang lebih rendah.

2. Dampak

Dampak merupakan perubahan aktual atau dimaksud dalam pembangunan manusia diukur oleh kesejahteraan rakyat. Dampak umumnya menangkap perubahan dalam kehidupan masyarakat seperti kondisi kehidupan yang lebih baik, melalui peningkatan kesehatan, pendapatan, pendidikan, gizi atau lingkungan. Dampak dalam sektor, departemen atau unit yang lebih kecil menjelaskan lebih rinci dan spesifik perubahan yang membentuk atau berkontribusi untuk tingkat yang lebih tinggi atau dampak nasional.

3. Hasil

(32)

18

strategis harus mengidentifikasi perubahan tertentu atau hasil yang harus terjadi dalam berbagai sistem.

4. Output

Output adalah hasil pembagunan jangka pendek yang dihasilkan oleh kegiatan proyek dan non proyek. Hal ini terkait dengan penyelesaian dari kegiatan (bukan tindakan tersebut) dan produk atau jasa yang membuat kemungkinan pencapaian hasil. Ini adalah jenis hasil dimana manajer memiliki tingkat pengaruh yang tinggi.

Sebuah rencana strategis merupakan rincian jalan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Sebagai usaha yang mengimplementasikan respon program pengembangan kapasitas, menentapkan sistem yang lebih baik, proses perbaikan, mekanisme yang lebih efektif (tingkat output yang lebih tinggi), yang memungkinkan untuk bekerja lebih baik dan memenuhi perintahnya (tingkat hasil yang lebih tinggi). Hal ini pada gilirannya memfasilitasi dan memberikan kontribusi untuk pencapaian tujuan pembangunan nasional. Gambar 2 di bawah ini akan menggambarkan peningkatan fokus pada pengembangan kapasitas dari waktu ke waktu dapat menyebabkan hasil pembangunan yang lebih besar.

Gambar 2 Pendekatan berbasis hasil untuk mengukur kapasitas negara

Sumber: UNDP 2010

Pendekatan berbasis hasil untuk mengukur kapasitas negara, UNDP melihat tiga tingkat pengukuran yakni:

1. Dampak yaitu perubahan pada kesejahteraan rakyat.

2. Hasil yaitu perubahan keberhasilan usaha, stabilitas dan kemampuan beradaptasi.

3. Output yaitu produk yang dihasilkan atau layanan yang tersedia berdasarkan isu-isu inti pengembangan kapasitas.

Investasi dalam Pengembangan Kapasitas

Input Output s

Hasil

Input Output s

Hasil Input Output

s

Hasil

Rencana Strategis

(33)

19 Kapasitas yang dimiliki individu, masyarakat, badan atau organisasi akan berpengaruh terhadap keberhasilan usahanya. Oleh sebab itu, peningkatan kapasitas sangat dibutuhkan. Peningkatan kapasitas efektif terjadi apabila memberikan kontribusi untuk keberhasilan usaha yang lebih baik. ACIAR ingin mengembangkan suatu alat untuk menangkap informasi tentang bagaimana para ilmuan terlibat dalam pengembangan kapasitas. Alat Pengukuran kapasitas dan pengembangan monitoring adalah Capacity Snapshot. Ada terdapat dua bagian

Capacity Snapshot yaitu bagian pertama untuk mengukur komunikasi atau interaksi antara ilmuan dan stakeholder lainnya. Sedangkan bagian kedua untuk mencatat kapasitas atau keterampilan yang diperoleh ilmuan melalui kegiatan proyek.

Kapasitas tidaklah statis dan dapat berubah dari waktu ke waktu karena adanya pengaruh internal dan eksternal (Simister dan Smith 2010). Perubahan kapasitas dari waktu ke waktu merupakan proses yang disengaja agar terjadi pengembangan atau peningkatan kapasitas individu, organisasi atau masyarakat. Peningkatan kapasitas dibutuhkan agar tercapai tujuan individu, organisasi atau masyarakat.

Konsep Keberhasilan Usaha

Keberhasilan usaha merupakan tujuan utama dari wirausaha. Noor (2007) mengemukakan bahwa keberhasilan usaha pada hakikatnya adalah keberhasilan dari bisnis dalam mencapai tujuannya. Tujuan utama dari suatu usaha adalah laba. Senada dengan Robbins (1994) yang mengemukakan keberhasilan usaha harus dinilai sehubung dengan pencapaian tujuan yakni dalam menghasilkan laba. Noor (2007) mengemukakan beberapa indikator keberhasilan usaha yaitu:

1. Laba (Profitability) yaitu selisih antara pendapatan usaha dengan biaya produksi.

2. Produktivitas dan Efisiensi yaitu besar kecilnya produktivitas suatu usaha akan menentukan besar kecilnya produksi. Hal tersebut akan memengaruhi penjualan serta pendapatan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap laba usaha.

3. Daya saing yaitu kemampuan atau ketangguhan dalam bersaing untuk merebut perhatian dan loyalitas konsumen. Suatu usaha dikatakan sukses apabila dia dapat bersaing dengan usaha lainnya dan tetap bertahan menghadapi persaingan yang ada.

4. Kompetensi dan etika usaha. Kompetensi merupakan akumulasi dari pengetahuan, hasil penelitian, dan pengalaman yang dapat menciptakan inovasi yang sesuai dengan permintaan pasar.

5. Terbangun citra baik yaitu terdiri dari trust internal dan trust external. Trust internal adalah rasa percaya atau amanah dari segenap orang yang ada di dalam perusahan sedangkan trust external merupakan rasa percaya atau amanah dari segenap stakeholder perusahaan, baik itu konsumen, pemasok, pemerintah, masyarakat luas bahkan juga pesaing.

(34)

20

memiliki tenaga ahli yang bisa diandalkan dan mampu mengelola waktu secara efektif. Sementara Suryana (2011) mengemukakan indikator keberhasilan usaha antara lain modal, pendapatan, volume penjualan, output produksi dan tenaga kerja.

Keberhasilan usaha juga dapat dikatakan sebagai suatu keadaan dimana usaha tersebut mengalami peningkatan dari hasil yang sebelumnya. Riyanti (2003) menyatakan bahwa keberhasilan usaha merupakan suatu tingakat pencapaian hasil atau tujuan pelaku usaha. Indikator keberhasilan usaha antara lain peningkatan dalam akumulasi modal atau peningkatan modal, jumlah produksi, jumlah pelanggan, perluasan usaha, perluasan daerah pemasaran, perbaikan sarana fisik dan pendapatan usaha. Keberhasilan usaha dapat dilihat dari keberlangsungan usaha dan pertumbuhan usaha, penambahan tenaga kerja, peningkatan keuntungan dan pendapatan (Praag 2005).

Keberhasilan usaha ternak dapat diukur dengan melihat keuntungan usaha dan produktivitas sapi perah (Syarif dan Bagus 2011). Keuntungan usaha dapat dihitung dengan melihat selisih dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya atau dapat dilihat dari analisis usaha ternak sapi perah. Sementara pengukuran produktivitas sapi perah dilakukan dengan cara menghitung jumlah total produksi susu (liter) per hari dibagi dengan jumlah sapi laktasi. Pada penelitian ini, menggunakan tiga indikator yang merefleksikan keberhasilan usaha ternak sapi perah yaitu jumlah kepemilikan sapi laktasi, keuntungan usaha dan produktivitas sapi perah.

Kerangka Pemikiran Operasional

Landasan berpikir penelitian ini dimulai dari pemikiran bahwa perkembangan sapi perah di Indonesia stagnan. Permasalahan pada usaha ternak sapi perah berasal dari jumlah kepemilikan sapi perah dan produksi susu yang relatif rendah. Permasalah tersebut sudah ada dari dulu sehingga pengaruh eksternal relatif lebih seragam. Permasalah disisi lain adalah pada modal manusia sebagai pengelola usaha ternak. Kualitas modal manusia pada peternak sapi perah relatif rendah. Kualitas modal manusia tercermin dari kapasitas manusia dalam menjalankan usahanya. Kapasitas tersebut merupakan kemampuan peternak dalam melaksanakan suatu tindakan untuk mencapai tujuannya. Peternak merupakan wirausaha karena memiliki ciri-ciri wirausaha didalam dirinya. Dengan mengetahui bagaimana kapasitas wirausaha maka akan membantu efisiensi dan efektivitas dalam membuat kebijakan atau program bagi pembangunan manusia secara khusus bagi perkembangan wirausaha di Bogor, Jawa Barat. Kapasitas wirausaha merupakan unsur penting dalam mencapai keberhasilan usaha karena menyangkut kemampuan diri dari peternak tersebut dalam mengelola usaha ternaknya.

(35)

21 saling terkait yaitu modal manusia dan modal organisasi. Leitao dan Franco (2008) dalam penelitiannya melihat kapasitas wirausaha dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik individual yang terdiri atas antusiasme di tempat kerja, kecenderungan untuk kegiatan berinovasi dan gaya pengambilan keputusan berupa intuisi sedangkan modal organisasi terdiri atas perilaku wirausaha, budaya organisasi dan praktik manajerial. Riasih (2004) dalam penelitiannya melihat kapasitas individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengetahuan, keterampilan, persepsi dan sikap, karakteristik anggota, latar belakang usaha dan kepemimpinan sedangkan kapasitas kelompok terdiri atas kerjasama, kepercayaan dan norma. Indikator kapasitas petani menurut Subagio (2008) terdiri dari mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan menjaga keberlanjutan sumberdaya usahatani. Berbeda dengan Peterson (2007) yang menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kapasitas wirausaha adalah mengendalikan risiko dan menciptakan sumberdaya.

(36)

22

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional penelitian

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor motivasi berusaha, ketersediaan inovasi, aksesbilitas informasi, dan gaya pengambilan keputusan berpengaruh nyata terhadap kapasitas wirausaha sapi perah.

 Perkembangan sapi perah stagnan di Indonesia.

 Kualitas modal manusia pada peternak sapi perah relatif rendah.

 Kualitas modal manusia rendah mencerminkan kapasitas wirausaha sapi perah relatif rendah.

 Peningkatan kapasitas memberikan sebuah harapan tercapainya keberhasilan usaha.

Faktor - faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha

(37)

23 2. Kapasitas wirausaha berpengaruh nyata terhadap keberhasilan usaha ternak

sapi perah.

4

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor pada Kelurahan Kebon Pedes, Kelurahan Harjasari dan Kelurahan Muarasari, provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa peternakan sapi perah di Kota Bogor merupakan peternakan penghasil susu terbesar dan memiliki jumlah ternak sapi perah terbanyak dibandingkan kota-kota di Jawa Barat serta peternakan sapi perah tersebut masih bertahan sampai saat ini. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni 2015.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada responden dengan bantuan kuesioner. Data ini terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. Data primer kualitatif meliputi identitas peternak sapi perah sedangkan data primer kuantitatif meliputi data faktor-faktor kapasitas wirausaha, kapasitas wirausaha dan keberhasilan usaha ternak yang dikuantitatifkan dengan teknik scoring. Sementara data sekunder diperoleh dari penelusuran pustaka seperti buku, artikel dan jurnal ilmiah yang relevan dengan topik penelitian ini serta instansi terkait. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis data dan sumber data

Data Sumber

Jumlah wirausaha di Indonesia KUMKM RI Jumlah produksi dan konsumsi susu di

Indonesia

Ditjenpkh Jumlah populasi sapi perah dan produksi

susu di Jawa Barat

Deptan Jumlah populasi sapi perah dan produksi

susu setiap kota di Jawa Barat

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

Faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha, kapasitas wirausaha dan keberhasilan usaha ternak sapi perah

Gambar

Tabel 2  Populasi sapi perah dan produksi susu setiap kota di provinsi Jawa Barat
Gambar 1  Faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas petani
Gambar 2  Pendekatan berbasis hasil untuk mengukur kapasitas negara
Gambar  3 Kerangka pemikiran operasional penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kasus ini, penulis tidak menemukan tanda-tanda infeksi atau komplikasi yang mungkin akan terjadi pada ibu maupun janin karena penanganan ibu bersalin

LILY JANIYANI: Pengaruh Elevasi Lahan dan Posisi Pelepah Terhadap Anatomi Dan Sifat Fisik Pada Fenomena Pelepah Sengkleh Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq.).. Dibimbing

Hal tersebut berarti bahwa nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (0,000<0,05), artinya ada pengaruh anticipatory guidance terhadap praktik toilet training

Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap kreativitas dan hasil belajar siswa, peneliti menggunakan Uji t. Uji t

merupakan kesetimbangan energi dari pemanfaatan panas biomassa dimana energi yang masuk yaitu bahan bakar dan udara akan sama dengan energi yang keluar, yaitu berupa energi

Aplikasi Informasi Desain Visual Pada Perusahaan Berbasiskan Web Interaktif ini merupakan sebuah aplikasi web multimedia yang berisi informasi mengenai Perusahaan Polaris

Dengan nilai recall yang cenderung rendah ini, algoritma random forest dinyatakan belum dapat untuk melakukan prediksi terhadap kurang lancarnya kredit dari

penting bagi kebutuhan keamanan kesehatan dalam ruang. Dinding pada suatu bangunan dapat sebagai dinding struktur. dapat pula hanya sebagai pembatas, hal ini tergantung