• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kotler (2000) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan produk dan dinilai dengan individu dan kelompok lain. Manajemen pemasaran berlangsung bila suatu pihak atau lebih mempertimbangkan sasaran dan sarana untuk memperoleh suatu tanggapan yang diharapkan dari pihak lain dari suatu pertukaran potensial.

Kunci untuk meraih tujuan perusahaan adalah memadukan kegiatan pemasaran dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran. Konsep ini bersandar pada empat pilar, yaitu pasar sasaran itu sendiri, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan keuntungan. Apabila konsep ini dilaksanakan, maka perusahaan atau organisasi dapat mencapai tujuan yang labih efektif dibandingkan dengan para pesaingnya (Kotler (2000).

Terdapat delapan komponen pemasaran dalam manajemen pemasaran jasa terpadu, komponen-komponen tersebut sering disebut dengan 8P. Definisi 8P dalam pemasaran jasa terpadu (Lovelock dan Lauren, 2005) adalah:

1. Produk (product) adalah semua komponen kinerja jasa yang menciptakan nilai bagi pelanggan, kegiatan pemilihan fitur-fitur produk inti dan beberapa elemen jasa pelengkap yang mengelilinginya dengan merujuk manfaat yang diinginkan pelanggan dan seberapa tinggi daya saing produk tersebut.

2. Tempat dan waktu atau distribusi (place and time) adalah keputusan yang berhubungan dengan kapan, dimana, dan bagaimana menyampaikan jasa kepada pelanggan.

3. Harga (price) adalah pengeluaran uang, waktu, dan usaha yang dilakukan oleh pelanggan untuk mencari, membeli dan mengkonsumsi jasa. Perusahaan harus mampu mengenali dan bila memungkinkan, mencari cara untuk meminimalkan biaya yang harus ditanggung oleh pelanggan dalam membeli dan menggunakan jasa tersebut, termasuk waktu, usaha fisik dan mental, dan pengalaman buruk.

4. Promosi dan edukasi (promotion and education) adalah semua aktifitas dan alat yang menggugah komunikasi yang dirancang untuk membangun preferensi pelanggan terhadap jasa atau penyedia jasa tertentu.

5. Proses (process) adalah metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan pada suatu urutan yang telah ditetapkan.

6. Produktivitas dan kualitas (productivity and quality), produktivitas adalah seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi output yang menambah nilai bagi pelanggan. Sedangkan kualitas adalah sejauh mana suatu jasa memuaskan pelanggan dengan memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka.

7. Orang (personal) adalah karyawan dan kadang-kadang pelanggan yang lain yang terlibat dalam proses produksi jasa.

8. Bukti fisik (physic), merupakan petunjuk visual atau berwujud lainnya yang memberikan bukti atas kualitas jasa, perusahaaan harus mampu mengelola bukti fisik (gedung, tanah, kendaraan, perabotan interior, perlengkapan, dll) dengan hati-hati karena dapat berpengaruh pada presepsi atau kesan pelanggan.

3.1.2 Kualitas Jasa atau Layanan

Jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Dalam strategi pemasaran, definisi jasa harus diamati dengan baik, karena pengertiannya sangat berbeda dengan produk berupa barang. Kondisi dan cepat lambatnya pertumbuhan jasa sangat tergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja (penampilan) yang ditawarkan oleh pihak produsen.

Kualitas jasa adalah evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan (Lovelock dan Lauren, 2005). Kualitas layanan sangat dipertimbangkan konsumen berkaitan dengan pembelian yang dilakukan. Kualitas jasa atau produk ditentukan oleh persepsi pemakai jasa atau produk tersebut dan ini merupakan tingkatan dimana sekumpulan atribut jasa secara

keseluruhan memuaskan pengguna. Kualitas layanan yang memuaskan akan memberikan gambaran yang baik terhadap perusahaan, sebaliknya bila mengecewakan, maka image yang diterima pelanggan akan buruk. Selain itu apabila kualitas layanan yang baik benar-benar dilaksanakan, maka dapat dipergunakan sebagai salah satu cara untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan pengembangannya.

Rangkuti (2006), berpendapat bahwa tingkat mutu pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang perusahaan, tetapi harus dipandang dari sudut pandang penilaian pelanggan. Oleh karena itu, dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, perusahaan harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan memperhatikan komponen mutu pelayanan.

Pelanggan memberikan persepsi terhadap beberapa dimensi kualitas untuk menilai kualitas suatu layanan yang disediakan oleh perusahaan. Gabungan dari penilaian terhadap dimensi kualitas tersebut merupakan penilaian secara keseluruhan. Parasuraman et al (1990) mengiktisarkan 5 (lima) dimensi kualitas layanan yaitu :

1. Tangibles yaitu, tampilan fisik dari fasilitas, peralatan, personalia, dan materi komunikasinya.

Penilaian suatu jasa dapat disaksikan dari sisi penampilan dari fasilitas fisik yaitu bangunan restoran, fasilitas restoran misalnya ruangan berpendingin (AC), ruang pertemuan, kebersihan restoran, penampilan staff yang rapi dan bersih.

2. Reliability yaitu, kemampuan untuk mewujudkan jasa yang dijanjikan dapat diandalkan dan dilaksanakan secara akurat.

Merupakan ukuran penilaian jasa restoran dengan memperhatikan kemampuan untuk melaksanakan jasa sesuai dengan yang telah dijanjikan manajemen restoran.

3. Responsivenessyaitu, kemauan untuk membantu dan menyediakan jasa yang tepat kepada konsumen.

Merupakan ukuran penilaian layanan restoran dengan memperhatikan kesediaan untuk membantu pengunjung yang membutuhkan layanan seketika. 4. Assurance yaitu, pengetahuan dan keramahan pegawai serta kemampuan

untuk merebut kepercayaan dan keyakinan konsumen.

Penilaian layanan restoran juga dapat dinilai dari pengetahuan, sopan santun dan kemampuan staff restoran untuk bisa memuaskan pengunjung.

5. Emphaty, yaitu kepedulian dan perhatian per individu yang diterapkan perusahaan dalam menghadapi konsumennya.

Merupakan suatu bentuk kepedulian dan perhatian individual yang diberikan oleh restoran kepada pelanggannya.

Dalam menilai kualitas suatu produk ataupun jasa adalah bahwa kualitas itu ditentukan oleh penilaian konsumen, penilaian konsumenlah yang seharusnya menjadi pedoman bagi perusahaan untuk melihat kualitas produk atau jasa yang dihasilkan, bukan standarisasi dari tenaga teknis ataupunjudgementmanajemen.

3.1.3 Karakteristik Konsumen

Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Engel et al. 1994). Kotler (2000) mengartikan pelanggan sebagai tujuan, orang yang membawa keinginan-keinginannya dan sebagai orang yang paling penting.

Karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan karakteristik demografi konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi karena ia merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan. Konsumen yang memiliki kepribadian sebagian senang mencari info yang lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting. Konsumen yang berpendidikan tinggi akan lebih senang untuk mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membeli.

Beberapa karakteristik yang penting untuk memahami konsumen adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, status pernikahan dan lokasi geografi (Engel et al. 1994). Memahami usia konsumen adalah penting karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk atau jasa yang berbeda. Perbedaan usia yang akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap produk ataupun merek.

Lokasi tempat tinggal akan berpengaruh pada kemudahan mendapatkan produk. Konsumen yang tinggal di perkotaan akan lebih mudah mendapatkan kebutuhannya dibandingkan dengan konsumen yang tinggal di pedesaan. Para pemasar harus memahami dimana konsumen tinggal agar ia dapat fokus kemana akan memasarkan produknya. Pendapatan konsumen akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarga.

3.1.4 Perbedaan Individu dalam Perilaku

Tidak ada orang yang sama. Pemeriksaan sidik jari akan dengan cepat menghilangkan keraguan mengenai hal ini. Bahkan untuk perilaku seperti memilih pakaian untuk dikenakan, mendekorasi rumah atau menjalankan kegiatan waktu senggang, hanya sedikit kalau ada, orang memiliki preferensi yang sama. Setiap individu memiliki karakter, sifat, situasi maupun kondisi yang berbeda dengan individu lain. Kepribadian merupakan sistem yang penting untuk mengerti mengapa orang memperlihatkan perbedaan dalam mengkonsumsi suatu produk.

Kotler (2000) menyatakan bahwa kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang konstan dan bertahan lama terhadap lingkungan. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat menjadi variabel yang berguna dalam menganalisis perilaku konsumen.

3.1.5 Kepuasan Konsumen

Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah memberikan kepuasan kepada konsumen melalui kualitas layanan. Apakah pembeli akan puas setelah pembelian tergantung pada kinerja tawaran sehubungan dengan harapan pembeli. Menurut Kotler (2000) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya.

Setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa, konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut Sebaliknya perasaan tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut (Sumarwan, 2003).

Kepuasan pelanggan adalah keadaan emosional, reaksi setelah pembelian dan pengkonsumsian mereka, dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan dan kesenangan (Lovelock dan Lauren, 2005). Pelanggan yang tidak puas akan menimbulkan masalah karena mereka dapat berpindah ke perusahaan lain dan menyebarkan berita negatif dari mulut ke mulut.

Rangkuti (2006) menambahkan kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atau hasil yang dirasakan. Kepuasan pelanggan merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan dari suatu perusahaan. Apabila produk atau layanan yang diberikan oleh perusahaan dapat memenuhi semua kebutuhan dan persyaratan dari pelanggan maka timbul perasaan puas dalam diri pelanggan. Timbulnya rasa puas dalam diri pelanggan tersebut kemudian akan mempengaruhi sikap pelanggan. Selanjutnya, sikap yang dihasilkan ini akan mempengaruhi pengambilan keputusan pelanggan yang bersangkutan dalam pembelian ulang dan akan mempengaruhi calon pelanggan lain.

Menurut Tjiptono (2008), upaya menciptakan kepuasan pelanggan bukanlah proses yang mudah, karena melibatkan pula komitmen dan dukungan aktif dari para karyawan dan pemilik perusahaan. Oleh sebab itu, sebenarnya proses penciptaan kepuasan pelanggan merupakan sebuah siklus proses yang saling terkait antara kepuasan pemilik, kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan (Gambar 1).

Gambar 1. Keterkaitan antara Kepuasan Pelanggan, Kepuasan Pemilik dan Kepuasan Karyawan

Sumber: Tjiptono (2008).

Keseimbangan di antara ketiga aspek tersebut merupakan tantangan sekaligus kunci keberhasilan pemasaran sebuah perusahaan. Bila karyawan puas dengan kondisi dan lingkungan kerjanya, mereka cenderung akan lebih berdedikasi atau berkomitmen besar dalam melayani pelanggan. Layanan yang bagus dilengkapi produk superior akan membuat pelanggan puas. Mereka berpotensi tetap loyal pada produk dan perusahaan, sehingga tingkat defeksi pelanggan (jumlah pelanggan yang beralih ke pesaing) menjadi berkurang. Pelanggan yang membeli ulang dan membeli produk lain dari perusahaan yang sama juga berpotensi memberikan pemasukan yang besar bagi perusahaan, sehingga pemilik akan puas. Pada gilirannya, sebagian dari laba yang diperoleh dapat diinvestasikan kembali pada upaya peningkatan produktivitas dan kompetensi sumberdaya manusia perusahaan. Dengan demikian, siklusnya akan kembali pada kepuasan karyawan, pelanggan, dan pemilik.

Produk Superior Karyawan yang Berdedikasi Kepuasan Karyawan Kepuasan Pelanggan Berkurangnya Defeksi Pelanggan Laba dan Pertumbuhan Kepuasan Pemilik Investasi untuk Peningkatan Investasi SDM 25

3.1.6 Pengukuran Kepuasan Konsumen

Untuk memenangkan persaingan, produk harus mampu memberikan kepuasan kepada para pelanggannya, baik kepuasan atas produknya maupun kepuasan dari pelayanan yang lebih baik dari pesaingnya. Mengukur tingkat kepuasan pelanggan tidak semudah mengukur berat badan para pelanggan. Data yang diperoleh bersifat subyektif, sesuai dengan jawaban para responden menurut pengalaman mereka dalam menggunakan suatu jenis produk tertentu.

Supranto (1997) menyatakan bahwa aspek mutu bisa diukur. Pengukuran aspek mutu bermanfaat bagi pimpinan bisnis yaitu, mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses bisnis, mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan perbaikan secara terus-menerus untuk memuaskan pelanggan, terutama untuk hal-hal yang dianggap penting oleh para pelanggannya, dan menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah ke perbaikan(improvement).

Menurut Riyanti (2002), bahwa implikasi dari kepuasan pelanggan adalah pembelian ulang, dimana pembelian ini hanya bisa dilakukan ketika pelanggan merasakan sebuah kepuasan atas semua layanan yang disajikan penyaji jasa. Berdasarkan pemahaman ini, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan sangat menguntungkan bagi perusahaan karena bisa menjadi pemicu minat pembelian ulang ataupun melakukan kunjungan ulang

Tingkat kepuasan pelanggan tergantung pada persepsi pelanggan dan kinerja perusahaan. Menurut Kotler (2000) alat yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan antara lain :

1. Sistem keluhan dan saran

Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan memiliki suatu sistem yang dapat mempermudah pelanggan untuk mengajukan saran dan keluhan. Informasi mengenai keluhan pelanggan dapat diperoleh melalui formulir keluhan pelanggan, nomor bebas pulsa dan sebagian perusahaan juga menambahkan situs dan email untuk memperlancar komunikasi dua arah.

2. Survey kepuasan pelanggan

Cara yang efektif untuk memahami tingkat kepuasan pelanggan adalah dengan memahami tingkat kepuasan pelanggan melalui survey langsung kepada pelanggan secara periodik. Hal ini dapat dilakukan dengan mengirim kuisioner/menelpon pelanggan yang dipilih secara acak sebagai sampel. Melalui survey, perusahaan juga mencari tahu pandangan pelanggan mengenai kinerja pesaing. Semua pengumpulan data, perusahaan juga perlu mencari tahu keinginan pelanggan untuk pembelian ulang dari perusahaan tersebut, jika kepuasannya tinggi maka keinginannya untuk membeli kembali cenderung besar. Manfaat lainnya yaitu untuk mengukur kesediaan konsumen merekomendasikan perusahaan dan merek tertentu kepada orang lain. Metode ini merupakan salah satu metode yang memerlukan biaya besar dan waktu yang cukup banyak akan tetapi apabila dilakukan dengan benar dapat memberikan hasil yang baik. Survey dapat dilakukan secara internal atau menyewa agen-agen eksternal.

3. Ghost shopping

Informasi mengenai kekuatan dan kelemahan suatu perusahaan dan pesingnya dapat diperoleh dari orang lain yang disewa untuk bertindak sebagai pelanggan yang disebut pembeli misteri (mysteri shopper). Pelanggan misteri ini juga dapat menguji apakah karyawan perusahaan tersebut dapat mengatasi situasi dengan baik misalnya dengan mengajukan keluhan, bukan hanya menyewa pembeli misteri. Manajer perusahaan tersebut juga perlu mengetahui secara langsung bagaimana karyawan dan pesaingnya menangani perusahaan.

4. Lost customers analysis

Pelanggan yang berhenti membeli atau beralih ke pesaing dapat memberi informasi mengenai penyebab terjadinya hal tersebut dan apa saja kelebihan- kelebihan dari pesaing. Kenaikan tingkat kehilangan pelanggan menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggan.

Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan telah menjadi hal yang sangat esensial bagi setiap perusahaan. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan. Alat yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan dalam penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei merupakan metode yang paling

banyak digunakan dalam pengukuran kepuasan pelanggan. Menurut Tjiptono (1996), pengukuran melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya diuraikan berikut :

a. Pengukuran kepuasan langsung(directly reported satisfaction)

Dalam pengukuran ini dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti "ungkapkan seberapa puas Saudara terhadap pelayanan PT. X pada skala: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas" dan ketidakpuasan yang dirasakan (derived dissatisfaction), pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.

b. Analisis masalah(problem analysis)

Dimana pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan, dan analisis kepentingan-kinerja (importance-performance analysis), dimana responden diminta untuk meranking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut. Melalui analisa tersebut akan diketahui seberapa tinggi tingkat kepuasan pelanggan terhadap sebuah layanan yang disajikan oleh usaha jasa. Masing-masing metode bisa digunakan dan bisa memberikan hasil yang obyektif selama peneliti konsisten terhadap teknik yang ditetapkan.

3.1.7 Loyalitas Konsumen

Loyalitas tetap menjadi wacana penting dan hangat dibicarakan dalam dunia pemasaran karena fokus perusahaan bukanlah menarik pelanggan baru tetapi mempertahankan pelanggan yang ada. Konsumen yang loyal merupakan faktor penentu masa depan perusahaan.

Konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang dikonsumsi akan membeli ulang produk tersebut. Pembelian ulang yang terus- menerus dari produk atau merek yang sama akan menunjukkan loyalitas konsumen terhadap merek. Tingkat kepuasan konsumen akan mempengaruhi

derajat loyalitas merek seseorang. Semakin puas seorang konsumen terhadap suatu merek, akan semakin loyal terhadap merek tersebut. Namun harus diingat, bahwa loyalitas merek seringkali bukan disebabkan oleh kepuasan konsumen, tetapi karena keterpaksaan dan ketiadaan pilihan lain (Sumarwan, 2003).

Menurut Griffin (2002) dalamSiska (2004), menyatakan bahwa loyalitas konsumen adalah komitmen yang kuat dari konsumen, sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang, tanpa terpengaruh oleh situasi dan usaha- usaha marketing dari produk lain yang berusaha membuat mereka untuk membeli produk lain tersebut. Jadi, loyalitas konsumen adalah suatu sikap yang berkomitmen untuk tetap menggunakan produk atau pelayanan dari penyedia dan produk tertentu. Berdasarkan pemahaman ini juga dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan sangat menguntungkan bagi perusahaan karena bisa menjadi pemicu minat pembelian ulang atau kunjungan ulang.

Konsumen yang terpuaskan akan menjadi pelanggan yang mengatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain dan loyal terhadap perusahaan (Kotler, 2000). Perusahaan yang mempunyai pelanggan yang loyal berarti sudah mencapai satu langkah lebih maju dalam hal memuaskan pelanggan. Konsumen yang loyal juga merupakan keuntungan tersendiri dan bila ditambah dengan pembinaan hubungan terus menerus, biaya melayani konsumen akan berkurang. Mempertahankan pelanggan lama akan lebih mudah daripada mencari pelanggan baru. Bahkan seiring dengan perjalanan waktu konsumen yang loyal menjadi pembangun bisnis, membeli lebih banyak, membayar lebih tinggi dan membawa konsumen baru.

Terdapat beberapa tingkatan loyalitas berturut-turut dari tingkatan yang paling rendah ke tingkatan paling tinggi berdasarkan penerimaan konsumen. Setiap tingkatan mempunyai keadaan yang berbeda terhadap suatu produk yaitu (Aaker, 1997) :

1. Switcher, pembeli yang tidak loyal sama sekali, tidak tertarik pada merek perusahaan, merek apapun dianggap memadai, berpindah-pindah serta peka terhadap perubahaan harga lebih menyukai produk dengan harga yang murah. Merek memainkan peranan yang kecil dalam keputusan pembelian.

2. Habitual buyer, pembeli yang puas terhadap produk, bersifat kebiasaan sehingga tidak ada masalah untuk beralih setidaknya mengalami kepuasan. Pembeli tipe ini disebut sebagai pembeli kebiasaan.

3. Satisfied buyer berisi pembeli yang pas namun mereka menanggung biaya peralihan biaya dalam waktu, uang dan resiko kinerja berkenaan dengan tindakan beralih merek.

4. Liking the brand pembeli yang bersungguh-sungguh menyukai merek, menggangap merek sebagai sahabat, preferensi mereka dilandaskan seperti suatu simbol dan kesan dalam menggunakan kualitas yang tinggi

5. Committed buyer, pelanggan yang setia mempunyai kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pelanggan dari suatu merek, loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.

3.1.8 Alat Analisis Kepuasan Konsumen

Ada dua permasalahan dasar yang dihadapi penelitian bidang manajemen, psikologi, ilmu sosial dan perilaku pada umumnya, yaitu hubungan kausal di antara variabel-variabel penelitian dan pengukuran variabel-variabel penelitian. Hubungan kausal di antara variabel-variabel penelitian seringkali berbentuk rumit, penuh dengan mediating variables dan seringkali juga mengandung moderating variables. Pengukuran terhadap variabel-variabel penelitian tidak dapat dilakukan secara langsung melainkan melalui indikator-indikatornya. Sementara perangkat statistik yang tersedia kurang dapat mengatasi kedua permasalahan sekaligus, maka alat analisis Structural Equation Modeling (SEM) merupakan perangkat yang tepat untuk mengatasi kedua permasalahan dasar tersebut (Wijanto, 2008).

Teknik analisis data menggunakanStructural Equation Modelling (SEM), dilakukan untuk menjelaskan secara menyeluruh hubungan antar variabel yang ada dalam penelitian. SEM digunakan bukan untuk merancang suatu teori, tetapi lebih ditujukan untuk memeriksa dan membenarkan suatu model. Oleh karena itu, syarat utama menggunakan SEM adalah membangun suatu model hipotesis yang terdiri dari model struktural dan model pengukuran dalam bentuk diagram jalur (path model) yang berdasarkan justifikasi teori. SEM adalah merupakan sekumpulan teknik-teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan secara simultan. Hubungan itu dibangun antara satu atau beberapa variabel independen.

Salah satu kelebihan model SEM yakni dapat mengukur suatu hubungan yang tidak bisa diukur secara langsung. Model ini menggambarkan hubungan antara variabel laten dengan variabel manifest sebagai model pengukuran, sedangkan model yang menggambarkan antara variabel-variabel laten dinamakan model persamaan structural. Seperti halnya dalam pengukuran kepuasan dan loyalitas terhadap kualitas jasa atau layanan juga tidak bisa diukur secara langsung melainkan melalui indikator-indikatornya. Pada penelitian ini yang digunakan sebagai variabel laten atau kualitas layanan di Restoran Pujasega adalah lima dimensi kualitas layanan yang meliputi tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Penelitian yang tidak dapat dilakukan secara langsung memerlukan sebuah variabel untuk memudahkannya. Hal ini berarti pengukuran dilakukan secara langsung namun melalui variabel lain sebagai indikatornya

Dokumen terkait